Anda di halaman 1dari 8

KEHAMILAN POSTTERM

Oleh
Elisabeth Yuliane Surat Tapowolo, S.Ked
1108011004

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
2016

PENDAHULUAN

Kehamilan aterm ialah usia kehamilan antara 38-42 minggu, namun sekitar 3,4-14 %
atau rata-rata 10 % kehamilan berlangsung sampai 42 minggu atau lebih. Kehamilan postterm
mempunyai pengaruh terhadap perkembangan janin sampai kematian janin. Ada janin yang
dalam masa kehamilan 42 minggu atau lebih berat badannya meningkat terus, ada yang tidak
bertambah, ada yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya atau meninggal dalam
kandungankarena kekurangan zat makanan dan oksigen. Kehamilan postterm mempunyai
hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal ataupun makrosomia. Sementara itu,
risiko bagi ibu dengan kehamilan postterm dapat berupa perdarahan pasca persalinan ataupun
tindakan obstetrik yang meningkat.

Pengertian Kehamilan Postterm


Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu,
kehamilan lewat bulan, prolonged pregnanc, extended pregnancy, postdate, pascamaturitas,
adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih dihitung dari hari
pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari.1
WHO mendefinisikan kehamilan lewat waktu sebagai kehamilan usia 42 minggu penuh
(294 hari) terhitung sejak hari pertama haid terakhir.2

Sebab Terjadinya Kehamilan Postterm


Sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm belum jelas. Beberapa teori yang
diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat
gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori yang diajukan antara lain :1
1. Pengaruh progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian
perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular pada persalinan dan
meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin sehingga beberapa penulis menduga
bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh
progesteron
2. Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin utnutk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan
atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam
menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang
kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan
postterm.
3. Teori kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai pemberi tanda untuk dimulainya persalinan
adalah janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron
berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap
meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus,
hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan meyebabkan
kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat
bulan.
4. Saraf uterus
Tekanan pada gangglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan
kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada
kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi diduga sebagai penyebab
terjadinya kehamilan postterm.
5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan postterm
mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya.

Diagnosis1
1. Riwayat haid
Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit ditegakkan bila hari pertama haid terakhir
(HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan
beberapa kriteria, antara lain:
- Penderita harus yakin betul dengan HPHT nya
- Siklus 28 hari dan teratur
- Tidak minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir
2. Riwayat pemeriksaan antenatal
- Tes kehamilan.
Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik sesudah terlambat 2 minggu, maka
dapat diperkirakan kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu.
- Gerak janin
Gerak janin pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18-20 minggu. Pada
primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu, sedangkan pada
multigravida pada 16 minggu.
3. Denyut Jantung Janin (DJJ)
Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar mulai umur kehamilan 18-20 minggu,
sedangkan dengan doppler dapat terdengar pada usia kehamilan 10-12 minggu.
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4
kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:
- Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif
- Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan doppler
- Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
- Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop
Laennec.
4. Tinggi fundus uteri
Dalam trimester pertamapemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam sentimeter dapat
bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu
tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.
5. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan USG pada trimester
pertama. Kesalahan perhitungan dengan rumus Naegele dapat mencapai 20%. Bila telah
dilakukan pemeriksaan USG serial terutama sejak trimester pertama, hampir dapat
dipastikan usia kehamilan.

Permasalahan Kehamilan Postterm


Kehamilan postterm mempunyai risiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm, terutama
terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum, postpartum) berkaitan dengan aspirasi
mekonium dan asfiksia. Pengaruh kehamilan postterm antara lain sebagai berikut :1
1. Perubahan pada Plasenta
- Penimbunan kalsium.
Pada kehamilan postterm terjadi peningkatan penimbunan kalsium pada plasenta. Hal
ini dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan kematian janin intrauterinyang dapat
meningkat sampai 2-4 kali lipat.
- Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang. Keadaan ini
dapat menurunkan mekanisme transport plasenta.
- Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid,
fibrinosis, trombosis intervili dan infark vili.
2. Pengaruh pada Janin
- Berat janin
Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka terjadi penurunan
berat janin. Menurut penelitian Vorherr tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36
minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan
sesudah 42 minggu. Namun, seringkali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan
baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan bertambahnya umur
kehamilan.
- Sindroma Postmaturitas
Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya beberapa tanda seperti gangguan
pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas (hilangnya lemak subkutan),
kuku tangan dan kaki panjang, tulang tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kaseosa
dan lanugo, maserasi kulit terutama daerah lipat paha dan genital luar, rambut kepala
banyak atau tebal.berdasarkan insufisiansi plasenta yang terjadi, tanda postmaturitas
dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu :
Stadium I : kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa
kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas
Stadium II : gejala diatas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit
Stadium III : disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat.
- Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan angka meningkat setelah kehamilan
42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum. Umumnya disebabkan oleh :
Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan,
fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene sampai kematian bayi
Insufisiensi plasenta yang berakibat : pertumbuhan janin terhambat,
oligohidramnion, hipoksia janin, keluarnya mekonium yang berakibat dapat
terjadi aspirasi mekonium pada janin.
- Cacat bawaan : terutam akibat hipoplasia adrenal dan anensefalus
3. Pengaruh pada ibu
- Morbiditas/mortalitas ibu : dapat meningkat sebagai akibat dari makrosomia janin dan
tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadi distosia persalinan,
incoordinate uterine action, partus lama dan persalinan traumatis / perdarahan
postpartum akibat bayi besar.
- Aspek emosi : ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus berlangsung
melewati taksiran persalinan.

Pengelolaan Kehamilan Postterm


1. Ekspektatif
Oleh karena induksi persalinan berkaitan dengan kejadian inersia uteri, partus lama,
trauma serviks dan operasi sesa, pada beberapa kasus terutama dengan serviks yang belum
matang perlu dilakukan perawatan ekspektatif, asalkan keadaan janin baik.3
2. Aktif
Tanpa melihat keadaan serviks, induksi harus dilakukan pada janin yang mempunyai risiko
untuk mengalami dismaturitas atau bila kehamilan mencapai usia 44 minggu.kejadian
partus lama, inersia uteri hipotonik dan gawat janin selama persalinan akan meningkat
sehingga pada induksi persalinan serotinus, pengawasan intrapartum harus lebih ketat.3
Pengelolaan persalinan lewat waktu diawali dari umur kehamilan 41 minggu. Hal ini
disebabkan meningkatnya pengaruh buruk pada keadaan perinatal setelah umur kehamilan 40
minggu dan meningkatnya insidensi janin besar. Bila kehamilan >40 minggu, ibu hamil
dianjurkan untuk menghitung gerak janin selama 24 jam (tidak boleh kurang dari 10 kali).
Pengelolaan Persalinan :4
1. Bila sudah dipastikan umur kehamilan 41 minggu, pengelolaan tergantung dari derajat
kematangan serviks
2. Bila serviks belum matang ( skor bishop > 5)
a. Dilakukan induksi persalinan asal tidak ada janin besar, jika janin > 4000 gram,
lakukan seksio sesarea
b. Pemantauan intrapartum
3. Pada serviks belum matang (skor bishop < 5) kita perlu menilai keadaan janin lebih lanjut
apabila kehamilan tidak diakhiri
a. NST (Nonstress Test) dan penilaian kantong amnion. Bila keduanya normal, kehamilan
dibiarkan berlanjut den penilaian janin dilanjutkan seminggu dua kali
b. Bila ditemukan oligohidramnion atau dijumpai deselerasi variabel pada NST, dilakukan
induksi persalinan
c. Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, contraction stress test (CST)
harus dilakukan. Hasil CST positif , janin perlu dilahirkan, sedangkan bila CST negatif,
kehamilan dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
d. Keadaan serviks harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien dan kehamilan harus
diakhiri bila serviks matang.
4. Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.
Pengelolaan intrapartum1
- Pemantauan yang baik terhadap ibu dan kesejahteraan janin.
- Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan
- Awasi jalannya persalinan
- Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi gawat janin
- Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera mengusap wajah neonatus dan
dilanjutkan dengan resusitasi sesuai dengan prosedur
- Segera setelah lahir, bayi harus segera diperiksa kemungkinan terjadinya hipoglikemi,
hipovolemi, hipotermi dan polisitemi
- Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda dismaturitas

KESIMPULAN
Kehamilan postterm adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294
hari) atau lebih dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan
siklus haid rata-rata 28 hari. Untuk menentukan diagnosis kehamilan postterm dilihat dari
umur kehamilan berdasarkan riwayat haid serta dilihat hasil pemeriksaan antenatal.
Kehamilan postterm mempunyai risiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm,
terutama terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum, postpartum) berkaitan dengan
aspirasi mekonium dan asfiksia. Pengaruh kehamilan postterm antara lain perubahan pada
plasenta, pengaruh terhadap janin, serta pengaruh terhadap ibu.
Pengelolaan persalinan lewat waktu diawali dari umur kehamilan 41 minggu. Hal ini
disebabkan meningkatnya pengaruh buruk pada keadaan perinatal setelah umur kehamilan 40
minggu dan meningkatnya insidensi janin besar. Bila kehamilan >40 minggu, ibu hamil
dianjurkan untuk menghitung gerak janin selama 24 jam (tidak boleh kurang dari 10 kali).
Pengelolaan kehamilan postteram dapat dilakukan secara ekspektatif dengan induksi
persalinan terutama dengan serviks yang belum matang asalkan keadaan janin baik, atau
penanganan aktif yaitu dilakukan tanpa melihat keadaan serviks, induksi harus dilakukan
pada janin yang mempunyai risiko untuk mengalami dismaturitas atau bila kehamilan
mencapai usia 44 minggu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro H. Kontrasepsi. Ilmu Kandungan. Edisi kedua. 2010. Yayasan bina


pustaka sarwono prawirohardjo; Jakarta.
2. Kementrian Kesehatan Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan. 2013. Kemenkes; Jakarta.
3. Sastrawinata S. Ilmu Kesehatan Rebroduksi Obstetri Patologi. Edisi kedua. 2004.
EGC; Jakarta.
4. Saifuddin A. Buku Acuan Nasional Pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal.
2009. Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai