Anda di halaman 1dari 33

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
MIOMA UTERI, ENDOMETRIOSIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta

Diajukan Kepada:
dr. Winarni Risanto, Sp.OG

Disusun oleh:
Belva Prima Geniosa
20164011083

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
1
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS

BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 48 tahun
Pendidikan : SLTP
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Cikrokusuman, Jetis, Kota Yogyakarta
B. Pemeriksaan di Bangsal Edelweis
1. SUBYEKTIF
Anamnesis pada tanggal 1 Oktober 2016 11.00 WIB
a. Keluhan Utama
Benjolan di perut
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan terasa benjolan di perut yang makin membesar
sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu. Selain keluhan perut membesar, pasien merasakan
keluhan lain yakni nyeri hebat saat haid, namun tidak ada keputihan ataupun perdarahan
diluar menstruasi. BAB dan BAK normal. Pasien memeriksakan keadaannya di
puskesmas Jetis kemudian dirujuk dan belum diberi terapi. Pasien tidak mengonsumsi
obat-obatan untuk mengurangi gejala yang dirasakan. Pasien juga tidak pernah memiliki
riwayat gangguan reproduksi sebelumnya, ataupun riwayat mengkonsumsi obat obatan
untuk merangsang kehamilan.
c. Riwayat Obstetri
Riwayat Menstruasi
Umur Menarke : 12 tahun
Siklus : 30 hari
Lama : 7 hari
Nyeri Saat Menstruasi : Selalu nyeri hebat
HPHT : 14 September 2016
Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang Lalu
Paritas 2, Abortus 0
No Tahun Tempat UK Jenis Penolong Penyulit JK/BB Keadaan
. Partus Partus Persalinan Anak
Sekarang
1 - - - - - - - -
2 - - - - - - - -
Riwayat Ginekologi
2
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
Infertilitas, polip serviks, infeksi virus, dan kanker kandungan disangkal.
Riwayat Kontrasepsi
No. Metode Lama Pemakaian Mulai Berhenti Alasan Komplikasi
- - - - - - -
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi, asma, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan TBC disangkal.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, stroke, kanker, penyakit hati, penyakit jantung,
epilepsi, dan TBC pada anggota keluarga disangkal.
f. Riwayat Personal Sosial
Status pernikahan 1 kali, menikah secara resmi, dan lama perkawinan dengan
suami sekarang 28 tahun
Hubungan dengan keluarga, kerabat dan tetangga baik
Pengambilan keputusan dalam keluarga bersama-sama

3
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
2. OBYEKTIF
Pemeriksaan fisik pada tanggal 22 September 2016 11.00 WIB
KU : Compos mentis, baik
Skala Nyeri : 0

Vital Sign : Tekanan Darah : 150/90 mmHg TB : 150 cm


Nadi : 90 x/menit BB : 68 kg
Pernapasan : 21 x/menit
Suhu : 36C, aksila
Kepala : Conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe
Thorax : Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis kanan-kiri
Palpasi : fokal fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : S1-S2 reguler, suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : perut tampak membesar
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani-redup
Palpasi : teraba massa, padat, mobile, batas atas sepusat, batas kiri pada
linea midclavicularis sinistra, batas kanan pada linea
midclavicularis dextra, dan batas bawah kesan masuk panggul,

Ekstremitas : Edem tungkai (-), varises (-)

4
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
Pemeriksaan Dalam : V/U tenang, dinding vagina licin, seviks utuh mencucu, OUE
tertutup, corpus uteri berubah menjadi massa padat mobile,
12x10x10 cm

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin pada tanggal 29 September 2016 jam 12.08 WIB
HEMATOLOGI
Leukosit 8,1 4-10,6 10^3/uL Automatic Analyzer
Eritrosit 4,62 3,90-5,50 10^6/uL Automatic Analyzer
Hemoglobin 13,2 12,0-16,0 g/dL Automatic Analyzer
Hematokrit 40,2 37,0-47,0 % Automatic Analyzer
MCV 87,1 81-99 Fl Automatic Analyzer
MCH 28,6 27-31 Pg Automatic Analyzer
MCHC 32,8 L 33-37 g/dL Automatic Analyzer
Trombosit 253 150-450 10^3/uL Automatic Analyzer
RDW-CV 12,0 11-16 % Automatic Analyzer
Differential Telling
Neutrofil% 62,6 50-70 % Automatic Analyzer
Limfosit% 32,9 20-40 % Automatic Analyzer
Monosit% 3,2 3-12 % Automatic Analyzer
Eosinofil% 1,0 0,5-5 % Automatic Analyzer
Basofil% 0,3 0-1 % Automatic Analyzer
Kimia
Gula Darah 92 70-140 mg/dL GOD-PAP
Sewaktu
Masa Perdarahan 230 <6 Menit Manual
Masa 830 <12 Menit Manual
Penjendalan
IMUNO-SEROLOGI
HBsAg (Rapid) Reaktif (+) (-)
HATI
SGOT 14 <31 Mg/dl IFCC
SGPT 11 <32 Mg/dl IFCC
GINJAL
Ureum 33 10-50 Mg/dl Modif-Berhelot
Creatinin 1,0 H <0.9 Mg/dl Jaffe

USG : Massa hiperekoik di uterus, 10,0x7,1 cm


Massa hipoekoik di ovari, 5,3x5,5 cm
C. DIAGNOSIS
5
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
Mioma Uteri dan Kista Ovarii
D. TERAPI
- pro-histerektomi dan kistektomi
- sedia 1 PRC
- pasang DC

6
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
E. FOLLOW UP
Tanggal 2 Oktober 2016 pukul 06.00 WIB
S : Pasien merasa cemas
O : KU : CM, baik
TD : 140/90 mmHg
N : 78 x/menit
R : 28 x/menit
T : 36,5C, aksila
DC (+) urin produktif, infuse RL
A : Mioma uteri, kista ovarii
P : - istirahat & rileks
- edukasi komplikasi dan prosedur operasi

Tanggal 3 Oktober 2016 pukul 09.15 WIB (visite)


S : tidak ada keluhan
O : KU : CM, baik
TD : 140/90 mmHg
N : 88 x/menit
R : 24 x/menit
T : 36C, aksila
A : Mioma uteri, kista ovarii
P : - pro histerektomi

Laporan Tindakan Operasi


Operator : dr. Winarni Risanto, Sp.OG
Tanggal operasi : 3 Oktober 2016
Nama tindakan : histerektomi dan ooforektomi bilateral, adhesiolisis
Pukul operasi dimulai : 11.00 WIB selesai: 13.20 lama operasi: 140 menit
Diagnosis pra operatif : Mioma Uteri
Diagnosis post operatif: Uterus Miomatous dengan Kista Coklat dan Adhesi grade IV
Klasifikasi : Elektif
- Prosedur operasi rutin
- Dilakukan incise pada linea mediana hingga sejajar pusat
- Incise diperdalam lapis demi lapis sampai dengan peritoneum parietale
- Setelah peritoneum parietale terbuka, dilakukan eksplorasi dan identifikasi
- Tampak uterus berubah menjadi massa tumor padat, 12x10x10cm, lengket, dan
bagian posterior terdapat kista ovarium kanan dan kiri
- Ditegakkan diagnosis uterus miomatous dengan adhesi
- Dilakukan histerektomi supraservikal dan adhesiolisis
7
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
- Saat dilakukan adhesiolisis, kista pecah, keluar bubur kecoklatan
- Ditegakkan diagnosis kista coklat dekstra dan sinistra
- Ligamentum rotundum dextra dan sinistra klem/gunting/jahit
- Ligamentum ovarii proprium kanan kiri klem/gunting/jahit
- Uterus dipotong setinggi puncak serviks
- Puncak serviks dijahit jelujur terkunci
- Ligamentum rotundum ditanam di puncak serviks
- Kontrol perdarahan (-)
- Dilakukan identifikasi kista coklat
- Dilakukan ooforokistektomi bilateral
- Dilakukan jahitan pada bekas kista coklat sinistra
- Kontrol perdarahan (-)
- Kontrol perdarahan pada bekas perlengketan (-)
- Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
- Kulit dijahit intrakutan.
- Operasi selesai.
Instruksi post op:
- Intravena fluid drip RL:D5:NaCl=1:1:1
- Bedrest
- Cek Hb 6 jam post operasi
Medicine :
- Inj Ceftizoxime 2x1 gram
- Inj Ketorolac 2x30mg
- Inj asam tranexamat 3x500mg

8
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS

PA:
Organ : Uterus dan kista ovarium kanan kiri
Diagnosa klinis : Uterus miksomatous dan kitsa coklat bilateral
Makroskopis : (identitas sesuai)
I. Tanpa keterangan: uterus tanpa serviks dan kedua adnexa, corpus
berukuran 11x8.5x7 cm kenyal. Pembelahan penampang endometrium
tebal 0,2 cm, dengan miometrium tebal 1-5cm, dengan ruangan ruangan
9
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
kecil berisi massa coklat. 1 kupe dari endometrium dan miometrium (A),
1 kupe dari miometrium (B). pada pembelaha lamiler selanjutnya di dekat
fundus didapat 1 buah massa putih berdiameter 0,6cm, 1 kupe(C).
II. Kista coklat kiri: jaringan bentuk kantong dalam keadaan terbuka ukuran
6x5.5x3.5 cm, kenyal. Pembelahan merupakan kista multilokulare
sebagian telah kosong sebagian lain berisi massa seperti agar, 3 kupe (D)
III. Kanan: jaringan berukuran 5x4.5x2.5 cm, berwarna coklat sebagian abu
abu kenyal. Pembelahan penampang coklat disertai bagian multikistik
berisi massa seperti agar, 2 kupe (E)
Mikroskopik : Sediaan menunjukkan:
A. Myometrium sembab dan jaringan endometrium yang hiperplastik
B. Sarang-sarang jaringan endometrium diantara myometrium
C. Leiomyoma
D. Dan E. kista isi darah, dibatasi epitel kubik selapis dan stroma
endometrium dan perdarahan subepitelial
Tidak tampak tanda ganas
Kesimpulan: Uterus: Adenomyosis et leiomyoma et hiperplasia glandularis endometrii.
Adnex kanan dan kiri: kista endometriosis externa bilateral

10
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
Tanggal 3 Oktober 2016 pukul 20.30 WIB
S : pasien merasa nyeri jahitan skala 2
O : KU : CM, baik
TD : 160/80 mmHg
N : 88 x/menit
R : 24 x/menit
T : 36,3C, aksila
Abdomen : supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (+), tympani, luka operasi
tertutup kassa, merembes (-)
Hb 6 jam post op : 12,2
Hmt 6 jam post op : 36,7
DC (+) urin produktif, infuse RL
A : Post histerektomi supraservikal, ooforektomi bilateral, adhesiolisis
P : - monitor KU dan TTV

Tanggal 4 Oktober 2016 pukul 06.30 WIB


S : pasien merasa nyeri jahitan skala 2
O : KU : CM, baik
TD : 160/90 mmHg
N : 8 x/menit
R : 24 x/menit
T : 37C, aksila
Abdomen : supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (+), tympani, luka operasi
tertutup kassa, merembes (-)
DC (+) urin produktif, infuse RL
A : Post histerektomi supraservikal, ooforektomi bilateral, adhesiolisis, hari 1
P : - monitor KU dan TTV

Tanggal 5 Oktober 2016 pukul 11.00 WIB (visite)


S : tidak ada keluhan
O : KU : CM, baik
TD : 110/70 mmHg
N : 84 x/menit
R : 24 x/menit
T : 37,4C, aksila
Abdomen : supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (+), tympani, luka operasi
tertutup kassa, merembes (-)
DC (+) urin produktif, infuse RL
A : Post histerektomi supraservikal, ooforektomi bilateral, adhesiolisis, hari 2
P : - lepas infuse, ganti oral
- cefadroxyl 2x500mg
- asam mefenamat 3x500mg
- becom C 1x1
- bladder training
11
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS

Tanggal 6 Oktober 2016 pukul 09.00 WIB (visite)


S : tidak ada keluhan
O : KU : CM, baik
TD : 110/70 mmHg
N : 84 x/menit
R : 24 x/menit
T : 36,5C, aksila
Abdomen : supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (+), tympani, luka operasi
tertutup kassa, merembes (-), massa tumor (-)
A : Post histerektomi supraservikal, ooforektomi bilateral, adhesiolisis, hari 3
P : - GV
- boleh pulang

12
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
MIOMA UTERI

A. GAMBARAN UMUM
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos rahim.
Mioma uteri terjadi pada 20-25% wanita di usia reproduktif, tetapi oleh faktor yang tidak
diketahui secara pasti. Insidensinya 3,9 kali lebih banyak pada ras kulit berwarna dibandingkan
dengan ras kulit putih. Selama 5 dekade terakhir, ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi
pada ras kulit berwarna.
Penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali ditemukan
sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormone reproduksi, dan hanya bermanifestasi
selama usia reproduktif. Umumnya mioma terjadi di beberapa tempat. Pertumbuhan
mikroskopik menjadi masalah utama dalam penanganan mioma karena hanya tumor soliter dan
tampak secara makroskopik yang memungkinkan untuk ditangani dengan cara enukleasi.
Ukuran rerata tumor ini adalah 15 cm, tetapi cukup banyak yang melaporkan kasus mioma uteri
dengan berat sampai 45kg.
Walaupun seringkali asimtomatik, gejala yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi,
seperti metroragia, nyeri, menoragia, hingga infertilitas. Perdarahan hebat yang disebabkan oleh
mioma merupakan indikasi utama histerektomi di Amerika Serikat. Yang menyulitkan adalah
anggapan klasik bahwa mioma adalah asimtomatik karena hal ini seringkali menyebabkan
gejala yang ditimbulkan dari organ sekitarnya (tuba, ovarium, atau usus) menjadi terabaikan.
Masalah lain terkait dengan asimtomatik mioma adalah mengabaikan pemeriksaan lanjutan dari
specimen hasil enukleasi atau histerektomi sehingga miosarkoma menjadi tidak dikenali.
Tidak ada bukti yang kuat untuk mengatakan bahwa estrogen menjadi penyebab mioma.
Telah diketahui bahwa hormone memang menjadi precursor pertumbuhan miomatosa.
Konsentrasi reseptor estrogen dalam jaringan mioma memang lebih tinggi dibandingkan dengan
miometrium sekitarnya tetapi lebih rendah dibandingkan dengan di endometrium. Mioma
tumbuh cepat saat penderita hamil atau terpapar estrogen dan mengecil atau menghilang saat
menopause. Walaupun progesterone dianggap sebagai penyeimbang estrogen tetapi efeknya
terhadap pertumbuhan mioma termasuk tidak konsisten.
Walaupun mioma tidak mempunyai kapsul yang sesungguhnya, tetapi jaringannya
dengan sangat mudah dibebaskan dari miometrium sekitarnya sehingga mudah dikupas. Mioma
13
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
berwarna lebih pucat, relative bulat, kenyal, berdinding licin, dan apabila dibelah bagian
dalamnya akan menonjol keluar sehingga mengesankan bahwa permukaan luarnya adalah
kapsul.
B. KLASIFIKASI
Mioma uteri berasal dari miometrium dan klasifikasinya dibuat berdasarkan lokasinya.
- Mioma submukosa menempati lapisan di bawah endometrium dan menonjol ke dalam (kavum
uteri). Pengaruhnya pada vaskularisasi dan luas permukaan endometrium menyebabkan
terjadinya perdarahan ireguler. Mioma jenis ini dapat bertangkai panjang sehingga dapat keliar
melalui ostium serviks. Mioma yang keluar menuju vagina dinamakan mioma geburt. Yang
harus diperhatikan dalam menangani mioma bertangkai adalah kemungkinan terjadinya torsi
dan nekrosis sehingga resiko infeksi sangatlah tinggi.
- Mioma intramural atau interstisiel adalah mioma yang berkembang diantara miometrium.
Disebut juga sebagai mioma intraepithelial, biasanya multiple. Apabila masih kecil, tidak
merubah uterus, namun bila ukuran cukup besar akan menyebabkan uterus menjadi berbenjol-
benjol, bertambah besar dan berubah bentuk. Mioma sering tidak menyebabkan gejala klinis
kecuali rasa tidak nyaman karena benjolan di perut bagian bawah.
- Mioma subserosa adalah mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa uterus dan dapat
bertumbuh kearah luar dan juga bertangkai. Mioma subserosa juga dapat menjadi parasit
omentum atau usus untuk vaskularisasi tambahan bagi pertumbuhannya. Mioma yang cukup
besar akan mengisi rongga peritoneum sebagai suatu massa. Perlekatan dengan omentum di
sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai mioma menjadi dari
omentum. Akibatnya tangkai semakin mengecil dan terputus, sehingga mioma terlepas dari
uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal
sebagai mioma jenis parasitic.

14
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS

C. DEGENERASI
Jika terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhannya, maka mioma dapat mengalami
perubahan sekunder atau degenerative sebagai berikut.
- Degenerasi jinak
- Atrofi : ditandai dengan pengecilan tumor yang umumnya terjadi setelah persalinan atau
menopause
- Hialin: terjadi pada mioma yang telah matang atau tua dimana bagian yang semula aktif tumbuh
kemudian terhenti akibat kehilangan pasokan nutrisi dan berubah warnanya menjadi
kekuningan, melunak atau melebur menjadi cairan gelatin sebagai terjadinya degenerasi hialin.
- Kistik: setelah mengalami hialinisasi, hal tersebut berlanjut dengan cairnya gelatin sehingga
mioma konsistensinya menjadi kistik. Adanya kompresi atau tekanan fisik pada bagian tersebut
dapat menyebabkan keluarnya cairan kista ke kavum uteri, kavum peritoneum, atau
retroperitoneum.
- Kalsifikasi: disebut juga degenerasi kalkareus yang umumnya mengenai mioma subserosa yang
sangat rentan terhadap defisit sirkulasi yang dapat menyebabkan pengendapan kalsium
karbonay dan fosfat dalam tumor.
- Septic: defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis di bagian tengah tumor
yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai dengan nyeri, kaku dinding perut dan demam akut
- Kaneus: disebut juga degenerasi merah yang diakibatkan oleh thrombosis yang diikuti dengan
terjadinya bendungan vena dan perdarahan sehingga menyebabkan perubahan warna mioma.

15
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
Degenerasi jenis ini, seringkali terjadi bersamaan dengan kehamilan karena kecepatan pasokan
nutrisi bagi hipertrofi miometrium lebih diprioritaskan sehingga mioma mengalami defisit
pasokan dan terjadi degenerasi aseptic dan infark. Degenerasi ini disertai rasa nyeri tetapi akan
menghilang sendiri. Terhadap kehamilannya sendiri, dapat terjadi partus permaturus atau
koagulasi diseminata intravaskuler.
- Miksomatosa: disebut juga degenerasi lemak yang terjadi setelah prises degenerasi hialin dan
kistik. Degenerasi ini sangat jarang dan umumnya asimtomatik.
- Degenerasi ganas
- Transformasi kearah ganas (menjadi miosarkoma) terjadi pada 0,1-0,5% penderita mioma uteri
D. PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya mioma uteri tidak diketahui. Beberapa penelitian mengatakan
bahwa setiap mioma muncul dari sel neoplastik tunggal di antara sel otot polos dari
miometrium. Terdapat peningkatan resiko pada keluarga yang memiliki riwayat mioma, dan
juga lebih sering muncul pada wanita obesitas. Ada juga kausa hormonal dan ikatan hormone
yang dibuktikan secara in-vitro. Jaringan fibroid tumbuh tergantung pada steroid estrogen dan
progesterone oleh karena itu dapat membesar selama kehamilan dan dapat mengecil setelah
menopause.
- Estrogen
Mioma uteri kaya akan reseptor estrogen. Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau
teori genitoblast, teori ini menyatakan bahwa untuk terjadinya mioma uteri harus terdapat dua
komponen penting yaitu: sel nest (sel muda yang terstimulasi) dan estrogen (perangsang sel nest
secara terus menerus). Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pad akelinci percobaan
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain di
abdomen. Hormon estrogen dapat diperoleh melalui penggunaan alat kontrasepsi yang bersifat
hormonal (pil KB, suntik KB dan susuk KB). Peranan estrogen didukung dengan adanya
kecenderungan dari tumor ini menjadi stabil dan menyusut setelah menopause dan lebih sering
terjadi pada pasien nullipara.
- Progesterone
Reseptor progesterone terdapat di miometrium dan mioma sepanjang siklus menstruasi dan
kehamilan. Progesterone merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesterone menghambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17-betahidroksidesidrogenase dan
menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
Faktor risiko timbulnya mioma uteri antara lain nulipara, menarke awal, peningkatan
frekuensi menstruasi, riwayat dismenorea, riwayat keluarga dengan mioma uteri, obesitas, dan
16
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
umur (40-50 tahun). Pada wanita tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian
mioma uteri lebih tinggi.
Perubahan ukuran massa tumor dapat menyebabkan pembesaran uterus yang simetirs
atau distorsi yang nampak pada bentuk uterus. Konsistensi dari tumornya juga dapat berupa
keras seperti batu seiring dengan adanya kalsifikasi, lunak dengan adanya lesi kistik, meskipun
konsistensi terseringnya adalah kenyal. Mioma tidak memiliki kapsul, namun memiliki batas
yang jelas dengan miomentrium karena adanya pseudokapsul dari jaringan ikat, hal ini
memudahkan enukleasi saat operasi. Perubahan degeneratif terjadi pada duapertiga jumlah
kejadian jaringan yang telah dioperasi. Mioma dengan peningkatan jumlah mitosis dapat terjadi
di berbagai jenis kasus, seperti pada wanita hamil, wanita yang menerima terapi hormone
progesterone, dengan nekrosis, dan pada tumor otot polos tanpa keganasan (5-9 mitosis per 10
lapang pandang) yang tidak memiliki atipia dan sel raksasa.
E. GAMBARAN KLINIK
Gejala klinik hanya terjadi pada 35-50% penderita mioma. Hampir sebagian besar
penderita tidak mengetahui bahwa terdapat kelainan di dalam uterusnya, terutama sekali pada
penderita dengan obesitas. Keluhan penderita sangat tergantung pula dari lokasi atau jenis
mioma yang diderita. Berbagai keluhan penderita dapat berupa:
1. Perdarahan
Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal ini terjadi pada 30%
penderita. Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi anemia defisiensi zat besi dan bila
berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar maka sulit untuk dikoreksi dengan
suplementasi zat besi. Perdarahan sering terjadi pada pada mioma submukosa, seringkali
diakibatkan oleh hambatan pasokan darah endometrium, tekanan dan bendungan pembuluh
darah di area tumor (terutama vena) atau ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor
bertangkai seringkali menyebabkan thrombosis vena dan nekrosis endometrium akibat
tarikan dan infeksi (vagina dan kavum uteri terhubung oleh tangkai yang keluar dari ostium
serviks). Dismenorea dapat disebabkan oleh efek tekanan, kompresi, termasuk hipoksia
local miometrium.
2. Nyeri
Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali apabila kemudian terjadi
gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi
pembuluh darah, infeksi atau torsi tangkai mioma. Gejala abdomen akut dapat terjadi bila
torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi merah yang mengiritasi selaput
17
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
peritoneum (seperti peritonitis). Mioma yang besar dapat menekan rektum sehingga
menimbulkan sensasi untuk mengedan. Nyeri pinggang dapat terjadi pada penderita mioma
yang menekan persyarafan yang berjalan di atas permukaan tulang pelvis.
3. Efek Penekanan
Walaupun mioma dihubungkan dengan adanya desakan tekan, tetapi tidaklah mudah untuk
menghubungkan adanya penekanan organ dengan mioma. Mioma intramural sering
dikaitkan dengan penekanan terhadap organ sekitar. Parasitic mioma dapat menyebabkan
obstruksi saluran cerna perlekatannya dengan omentum menyebabkan strangulasi usus.
Mioma serviks dapat menyebabkan secret serosanguinea vaginal, perdarahan, dispareunia
dan infertilitas.
Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih dan
rektum. Semua efek penekanan ini dapat dikenali melalui pemeriksaan IVP, kontras saluran
cerna, rontgen dan MRI. Abortus spontan dapat disebabkan oleh efek penekanan langsung
mioma terhadap kavum uteri.
F. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan keluhan nyeri, perdarahan, benjolan di perut, dan infertilitas.
Pasien dapat merasakan nyeri kronis karena penekanan atau nyeri akut karena torsi dari
mioma. Perdarahan dapat terjadi pada mioma submukosa karena berhubungan dengan
kavum uteri dan vagina. Benjolan dirasakan jika diameter massa cukup besar untuk teraba.
Pasien mungkin datang dengan riwayat keguguran berulang atau sulit hamil.
2. Pemeriksaan fisik
Mioma subserosal dan intramural yang signifikan secara klinis dapat didiagnosis dengan
pemeriksaan fisik abdomen. Pemeriksaan abdomen dapat menentukan lokasi, pembesaran,
bentuk, konsistensi dan ada tidaknya nyeri. Ukuran uterus dapat ditentukan dengan
pemeriksaan bimanual, berkaitan dengan ukuran uterus, ada tidaknya massa di jalan lahir
dan keadaan adnexa.
3. Pencitraan
Pemeriksaan ini merupakan pilihan optimal untuk terapi medis, porsedur noninvasive
dan keakuratan penilaian ukuran, jumlah dan posisi mioma. Teknik pencitraan yang tersedia
untuk mengkonfirmasi diagnosis mioma antara lain USG, USG dengan infuse salin,
histeroskopi atau MRI.
USG transvaginal dapat dijadikan pilihan karena memiliki keakuratan yang baik dan
harga yang relative murah serta dapat mendiferensiasi mioma dari kondisi pelvis lain.
18
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
Mioma yang besar dapat dilihat dengan kombinasi USG transabdominal dan transvaginal.
Penampakan USG dari mioma dapat beragam namun yang paling sering adalah simetris,
berbatas tegas, hipoekoik, dan masa heterogen. Namun area kalsifikasi atau hemoragi akan
muncul menjadi hiperekoik, dan degenerasi kistik muncul anekoik.
USG dengan infuse salin menggunakan larutan salin yang dimasukkan ke kavitas uterus
untuk memasukkan kontras, kemudian dapat dibedakan antara mioma submukosa, polip,
hiperplasi endometrium, atau karsinoma. MRI membantu dalam mengevaluasi mioma
submukosa, intramural dan subserosal, membantu menghadapi kemungkinan-kemungkinan
dalam pembedahan dan menghindari hilangnya mioma saat operasi.
G. TERAPI
Terapi yang diberikan bagi wanita dengan mioma uteri harus dikhususkan pada setiap
pasien tergantung pada usia, gejala, keinginan pasien mengenai fertilitasnya, ketersediaan terapi
dan kemampuan dokter. Manajemen yang diberikan pada masa pelvis didasarkan pada
diagnosis yang akurat. Manajemen juga diberikan atas indikasi dari gejala utama dan termasuk
didalamnya adalah observasi dengan pengamatan yang maksimal, manajemen medikamentosa,
atau pembedahan definitive.
o Nonsurgical Management
Observasi pasien dan follow-up diindikasikan untuk mioma uteri. Dilakukan
pemeriksaan berkala untuk memastikan bahwa ukuran mioma tidak bertambah besar
dengan cepat. Ukuran uterus sebaiknya dicatat dalam sebuah grafik dan lokasi dari
massa yang dipalpasi serta dari pemeriksaan USG juga dicatat.
Penggunaan agonis GnRH menunjukkan hasil sebesar 40-60% dalam menurunkan
volume uterus dan dapat bernilai dalam beberapa situasi klinis. Pengobatan ini berujung
pada hipoestrogenisme yang berasosiasi dengan reversible bone-loss dan gejala seperti
hotflashes.
Kontrasepsi oral (duphaston)
Tidak ada bukti bahwa dosis rendah obat kontrasepsi oral dapat menyebabkan
tumor fibroid jinak dapat tumbuh, oleh karena itu adanya massa fibroid bukan
merupakan kontraindikasi digunakannya kontrasepsi oral.
Progestogen/levonorgestrel diberikan karena memiliki dual efek, yakni memacu
epidermal growth factor yang menyebabkan pertumbuhan fibroid, namun juga
menghambat insulin-like growth factor 1 yang menghentikan pertumbuhannya.
Progesterone alami dan sintetis menyebabkan atrofi endometrial sehingga dapat
19
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
mengurangi kehilangan darah akibat menstruasi pada pasien dengan massa
fibroid.
Gonadotropin-Releasing Hormone Agonist (buserelin asetat 1 mg)
Agonis GnRH tersedia dalam sediaan nasal spray, injeksi subkutan, dan injeksi
slow release. Ukuran massa tumor diharapkan berkurang hingga 50% dalam 3
bulan masa terapi. Terapi GnRH agonis dibatasi untuk 3-6 bulan terapi. Tujuan
pemberian agonis GnRH adalah untuk menyusutkan ukuran tumor dan
mengurangi anemia karena perdarahan uterus.
Gonadotropin-Releasing Hormone Antagonist (firmagon, antagon)
GnRH agonis bekerja dengan down-regulation dan desensitisasi dari reseptor
GnRH, GnRH antagonis bekerja dengan mekanisme kompetisi blockade klasik.
Kegunaan utama penggunaan antagonis GnRH adalah karena sedikitnya efek
flare seperti yang muncul pada penggunaan GnRH agonis selain itu memiliki
onset kerja yang lebih cepat.
Androgens (Danazol)
Androgen berkompetisi dengan androgen alami, progesterone dan
glukokortikoid dalam hal ikatan dengan reseptor dan beraksi pada level yang
berbeda pada aksis hipotalamik-hipofisis-ovarian-uterus. Selain itu androgen
dapat menurunkan level estrogen dengan menekan sekresi gonadotropin dan
menghambat steroidogenesis. Danazol dalam beberapa penelitian berhasil
menurunkan ukuran mioma uterus sebanyak 20-25%.
Aromatase inhibitors (Letrozole)
Letrozole menghambat koncersi androgen menjadi estrogen. Penggunaan
Letrozole menyebabkan gejala hot flush lebih sedikit dibanding penggunaan
GnRH agonis. Namun berdasarkan sistematik review, penggunaan aromatase
inhibitor tidak signifikan membantu terapi mioma uteri.
Estrogen Receptor Antagonist (Fulvestrant)
Antagonis reseptor estrogen menyebabkan degradasi dan down-regulation dari
reseptor estrogen. Namun fulvestrant tidak seefektif GnRH agonist dalam
menurunkan ukuran fibrous dan ukuran uterus dan menyebabkan amenorrhea.
o Surgical Management
Tindakan bedah yang dilakukan harus memperhatikan penilaian keadaan pasien dan
gejala yang ditimbulkan dari mioma uteri. Indikasi dari tindakan bedah antara lain

20
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
Perdarahan uterus abnormal dengan anemia, tidak responsive terhadap terapi
hormone atau terapi konservatif lain
Nyeri kronis dengan dismenorea, dispareunia, atau nyeri perut bagian bawah
Nyeri akut seperti pada torsi mioma bertangkai atau prolaps mioma submukosa
Gejala saluran kencing seperti hidronefrosis
Infertilitas dengan mioma sebagai satu-satunya temuan abnormal
Keguguran berulang dengan bentuk uterus yang abnormal
Pembesaran uterus dengan gejala kompresi dan ketidaknyamanan
Pembesaran ukuran mioma pada usia premenopause atau pembesaran uterus
pada usia postmenopause
Histerektomi merupakan terapi definitive pada pasien dnegan mioma uteri. Miomektomi
dilakukan jika pasien masih ingin memiliki anak, masih muda, dan menginginkan uterus
untuk dipertahankan.
Pendekatan nonekstirpasi dalam manajemen mioma termasuk miolisis dan emboli arteri
uterine. Miolisis atau ablasi dapat dilakukan menggunakan laser, radiofrekuensi,
elektroda jarum, cryoprobes, USG fokus dibantu MRI, atau laparoskopi. Emboli arteri
uterine dapat menurunkan gejala perdarahan pada mioma, namun dapat terjadi resiko
infeksi, perdarahan hebat, dan nekrosis yang membutuhkan pembedahan darurat.
Pembedahan yang dilakukan:
1. Histerektomi
Pengambilan seluruh bagian uterus merupakan pilihan terapi pada pasien dengan
mioma disertai keluhan perdarahan, nyeri, penekanan abdomen dan anemia, jika
pasien sudah memiliki cukup anak. Kecuali pada mioma submukosa bertangkai atau
subserosa soliter maka cukup dilakukan cengan cara histeroskopi. Histerektomi juga
dilakukan jika ada curiga keganasan terhadap mioma seperti misalnya ditemukan
kecurigaan pada MRI atau CT scan.
2. Miomektomi abdominal
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus.
Miomektomi dipilih jika pasien masih menginginkan uterus untuk dipertahankan.
Miomektomi juga merupakan terapi pilihan pada kasus mioma soliter bertangkai.
Indikasi miomektomi antara lain faktor fertilitas dan kemungkinan adanya
keguguran berulang karena lokasi dari mioma.
3. Histeroskopik miomektomi

21
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
Histeroskopi dilakukan dengan memasukkan probe kedalam kavum uteri.
Histeroskopi dapat digunakan pada mioma submukosal dan didapatkan hasil yang
baik. Indikasi histeroskopi adalah perdarahan abnormal, riwayat keguguran,
infertilitas dan nyeri. Kontraindikasinya antara lain kanker endometrial, infeksi
saluran reproduksi, kavum uterus tidak dapat dibuka, tidak dapat mensirkumnavigasi
lesi, dan ekstensi tumor jauh ke dalam miometrium.
4. Laparoskopik miomektomi
Laparoskopi dilakukan dengan memasukkan probe melalui sayatan abdominal
kemudian memasuki peritoneum dan lapisan lain. Laparoskopik miomektomi
dilakukan apabila mioma dapat diakses seperti pada mioma subserous superficial
atau mioma bertangkai.
5. Emboli arteri uterine

Embolisasi arteri uterine dapat digunakan sebagai manajemen mioma walaupun hal
ini sudah digunakan untuk manajemen perdarahan pelvis kronis. Prinsipnya adalah
dengan mengurangi aliran darah ke mioma dan menyebabkan infark kemudian
ukuran mioma akan mengecil. Materi emboli yang digunakan adalah partikel alcohol
polivynil, dimasukkan dengan kateter melalui arteri femoralis untuk mengoklusi
arteri yang mensuplai mioma. Cara ini direkomendasikan untuk mioma besar namun
tanpa keluhan, wanita yang tidak menginginkan terapi ekstirpasi, dan pasien yang
tidak dapat dilakukan pembedahan.

22
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
ENDOMETRIOSIS

A. PENDAHULUAN
Endometriosis adalah penyakit ginekologi jinak yang bergantung pada kadar estrogen
yang memiliki cirri khas yakni adanya jaringan endometrial di luar uterus. Penyakit ini
mengenai 5-10% wanita dan gejalanya meliputi nyeri abdomen bawah kronis, dismenorea,
dispareuni, dan infertilitas. Endometrioma ovarii dikenal juga dengan istilah Kista Coklat
merupakan kista yang berisi cairan kental berwarna coklat yang merupakan darah. Pathogenesis
terjadinya endometrioma ovarii antara lain: invaginasi kortex ovarii karena perdarahan implant
superficial, invaginasi kortex ovarii karena metaplasia dari epitel, dan transformasi
endometriotik dari kista fungsional. Darah menstruasi dan implant endometriosis terjebak
didalam dan menyebabkan invaginasi bertahap dari korteks ovarii, yang berujung pada
pseudokista.
B. ETIOLOGI
Mekanisme terjadinya endometriosis belum diketahui secara pasti dan sangat kompleks.
Berikut ini beberapa etilogi endometriosis yang telah diketahui:
o Regurgitasi darah haid
o Gangguan imunitas
o Luteinized unruptured follicle
o Spectrum disfungsi ovarium
Mekanisme perkembangan endometriosis:
o Penyusukan sel endometrium dari haid berbalik
o Metaplasia epitel selomik
o Penyebaran limfatik
o Sisa sel epitel muller embrionik
o Perubahan sel genitoblas
o Penyebaran iatrogenic atau pencangkokan mekanik
o Imunodefisiensi local
o Cacat enzim aromatase

23
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS

Darah haid yang berbalik ke rongga peritoneum diketahui mampu berimplantasi pada
permukaan peritoneum dan merangsang metaplasia peritoneum. Kemudian merangsang
angiogenesis. Hal ini dibuktikan dengan lesi endometriosis sering dijumpai pada darah yang
meningkat vaskularisasinya. Pentingnya selaput mesotelium yang utuh dapat dibuktikan pada
penelusuran dengan mikroskop electron, terlihat bahwa serpih haid atau endometrium hanya
menempel pada sisi epitel yang selaputnya hilang atau rusak.
Lesi endometriosis terbentuk jika endometrium menempel pada selaput peritoneum. Hal
ini terjadi karena pada lesi endometriosis, sel dan jaringan terdapat protein intergin dan
kadherin yang berpotensi terlibat dalam perkembangan endometriosis.
24
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
Teori pencangkokan darah haid (Sampson) merupakan teori yang paling banyak
diterima untuk endometriosis peritoneal. Semua wanita usia reproduksi diperkirakan memiliki
endometriosis peritoneal, didasarkan pada fakta bahwa mampir semua wanita dengan tuba
falopi yang paten melabuhkan endometrium hidup ke rongga peritoneum semasa haid dan
hampir semua wanita mengalami endometriosis minimal sampai ringan ketika dilakukan
laparoskopi. Walaupun demikian tidak setiap wanita yang mengalami retrograde menstruasi
akan menderita endometriosis.
Baliknya darah haid ke peritoneum, menyebabkan kerusakan selaput mesotel
sehingga memajankan matriks ekstraseluler dan menciptakan sisi perlekatan bagi jaringan
endometrium. Jumlah haid dan komposisinya, yaitu nisbah antara jaringan kelenjar dan stroma
serta sifat-sifat biologis bawaan dari endometrium sangat memegang peranan penting pada
kecenderungan perkembangan endometriosis. Setelah perekatan matriks ekstraseluler,
metaloperoksidasenya sendiri secara aktif memulai pembentukan ulang matriks ekstraseluler
sehingga menyebabkan invasi endometrium ke dalam rongga submesotel peritoneum.
Endometriosis merupakan penyakit yang bergantung dengan kadar estrogen akibat P450
aromatase dan defisiensi 17 beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase. Aromatase mengkatalisis
sintesis estron dan estradiol dari androstenedion dan testosteron, dan berada pada sel retikulum
endoplasma. Pada sel granulose 17beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen
kuat (estradiol) menjadi estrogen lemah (estron).
PATOFISIOLOGI NYERI ENDOMETRIOSIS
Jaringan endometriosis yang bertranplantasi secara retrograde menempel pada jaringan
peritoneum, menghasilkan suplai darah dan menginvasi struktur sekitarnya. Jaringan tersebut
memiliki saraf simpatik dan parasimpatik serta dapat menghasilkan proses inflamasi. Fokal
endometriosis menghasilkan estradiol serta prostaglandin yang menarik makrofag, Nerve
Growth Fractor, enzim untuk remodeling jaringan, interleukin dan sitokin. Estradiol yang
dihasilkan akan memicu terbentuknya prostaglandin sehingga merangsang saraf nyeri dan
terbentuklah nyeri inflamatori persisten, serta dibantu adanya sitokin proinflamatorik.
C. GAMBARAN KLINIK
Bentuk manifestasi endometrioid di berbagai tempat di kavum pelvic sangat bervariatif.
Bentuk yang paling sering ditemukan adalah penonjolan berwarna merah kehitaman, terutama
pada ovarium dan bagian belakang dinding uterus. Kebocoran akibat upaya untuk melepaskan
25
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
ovarium dari perlekatannya dengan jaringan sekitar akan disertai oleh keluarnya cairan coklat
seperti karat. Apabila endometrioid membentuk kisat pada ovarium maka permukaan dalam
dinding akan memiliki gambaran seperti lapisan endometrium di kavum uteri disertai dengan
area area yang berdarah.
Gejala yang muncul pada wanita dengan kista endometriosis antara lain nyeri pelvis
kronis, dismenorrhea, dispareunia, dan atau infertilitas.
Endometriosis superfisialis dan endometriosis ovarium merupakan marker adanya
penyakit yang luas. Dengan pemetaan pelvik secara terkomputerisasi ternyata penderita
endometriosis dengan keterlibatan ovarium memiliki lebih banyak daerah pelvik dan intestinal
dari pada tanpa keterlibatan pelvik.
Endometriosis ovarium atau endometrioma tampak sebagai kista coklat berdinding
lembut, gelap dan terkait erat dengan perlekatan, jika disayat akan keluar cairan coklat peka.
Endometriosis noduler biasanya terletak retroperitoneal dengan atau tanpa keterlibatan
peritoneum permukaan, yaitu pada septum rektovaginal dan uterovesikal di susunan
fibromuskuler pelvik. Keadaan ini berhubungan dengan adanya nyeri dan infertilitas.
Endometriosis diklasifikasikan sebagai lesi dalam jika invasi lebih dari 5mm dibawah
permukaan peritoneum. Ukuran dan kedalaman sulit didapat dengan laparoskopi, tetapi retraksi
usus halus dapat mengarah pada adanya invasi yang dalam.

D. STADIUM ENDOMETRIOSIS
Penentuan stadium endometriosis sangat penting dilakukan terutama untuk menerapkan
cara pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil pengobatan. Namun stadium ini tidak

26
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
memiliki korelasi dengan derajat nyeri, keluhan pasien maupun prediksi respon terapi terhadap
nyeri atau infertilitas. Hal ini dapat dimengerti karena endometriosis dapat dijumpai pada pasien
yang asimptomatik.
Klasifikasi Endometriosis yang digunakan saat ini adalah menurut American Society For
Reproductive Medicine yang telah di revisi pada tahun 1996 yang berbasis pada tipe, lokasi,
tampilan, kedalaman invasi lesi, penyebaran penyakit dan perlengketan. Penentuan stadium atau
keterlibatan endometriosis didasarkan pada system nilai bobot (weighted point system). Sebaran
nilai-nilai tersebut telah ditetapkan secara sembarang. Untuk menjamin penilaian yang
sempurna, inspeksi pelvis hendaknya dilakukan searah jarum jam atau berlawanan. Catat
jumlah, ukuran dan letak susukan endometriosis, bongkah (plak), endometrioma, dan atau
perlekatan. Pada stadium I (minimal), bobot : 1 5 ; stadium II (ringan), bobot : 6 15 ;
stadium III (sedang), bobot : 16 40 ; stadium IV (berat), bobot : > 40.

27
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS

28
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
Susukan endometriosis peritoneum didefinisikan sebagai lesi superfisial, dimana
tampilan lesi dapat sebagai warna merah (merah, merah-muda, merahmenyala, gelembung
darah, gelembung bening), warna putih (opasifikasi/keruh, cacat pertitoneum, coklat-
kekuningan), atau hitam (hitam, tumpukan hemosiderin, biru). Endometriosis diklasifikasikan
sebagai lesi dalam jika menyebuk lebih dari 5 mm dibawah permukaan peritoneum. Ukuran dan
kedalaman nodul sukar dinilai dengan pemeriksaan laparoskopi; tetapi palpasi cermat dengan
perabaan dapat mengenali lesi-lesi tersebut.
E. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Dari anamnesis didapatkan data seperti nyeri perut yang lama, nyeri saat haid, nyeri saat
berhubungan serta ketidak-suburan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa dengan perabaan
lunak dan mobile seperti kistik jika ukuran kista cukup besar. Standar emas diagnosis untuk
kista endometriosis adalah laparoskopi. Namun USG transvaginal dapat membantu dalam
menilai dan menegakkan diagnosis serta membedakan endometrioma dari tumor jinak lain.
Endometrioma nampak homogen dan hipoekoik dengan dinding yang tebal. USG transvaginal
juga dapat mendeteksi adanya adhesi pada pelvis dan kemudian dapat dipilih manajemen yang
terbaik bagi pasien. Color Doppler dapat mengidentifikasi vaskularisasi dari massa, dimana
endometrioma biasanya memiliki asupan darah perifer. MRI dapat lebih memberitahu akan
perbedaan antara kista endometriosis dan kista ovarii yang lain.
Diagnosis histopatologik tetap harus dilakukan setelah dilakukan ooforektomi. Secara
mikroskopik, implant endometriosis terdiri atas kelenjar endometrial dan stroma, dengan atau
tanpa makrofag hemosiderin-laden. Tipe lesi yang berbeda mungkin memiliki derajat proliferasi
yang berbeda atau aktivitas sekresi kelenjar yang berbeda. Vaskularisasi, aktivitas mitosis, dan
struktur dari endometriosis merupakan faktor kuncinya.
F. MANAJEMEN
Manajemen yang dilakukan sangat tergantung pada usia dan fertiliras pasien karena
tindakan ooforektomi adalah pilihan yang cukup radikal untuk menyelesaikan kasus ini. Untuk
penanganan infertilitas dapat dicobakan eksisi tumor endometrioid dan dikombinasikan dengan
hormonal atau menopause buatan secara temporer.
Tujuan dilakukannya pembedahan adalah untuk memotong seluruh lesi endometriosis
yang terlihat dan perlengketan yang terjadi seperti pada lesi peritoneal, kista ovarii,
endometriosis rektovaginal dalam, dan memperbaiki anatomi normal.
Lesi superficial ovary dapat divaporisasi. Diameter endometrioma yang kurang dari 3
cm dapat dilakukan aspirasi, irigasi dan diinspeksi menggunakan sistoskopi ovarium untuk lesi
29
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
intrakistik. Endometrioma yang besar (>3cm) dapat dilakukan aspirasi, diikuti dengan onsisi
dan pembuangan dinding kista dari korteks ovarium. Untuk menghindari timbulnya kembali
kista, dinding kista harus diambil habis dan jaringan normal ovarium harus dipertahankan.
Pada pasien dengan endometriosis yang parah, sebelum dilakukan pembedahan
direkomendasikan untuk diberi obat hormonal selama 3 bulan sebelumnya untuk memperkecil
ukuran dan vaskularisasinya. Namun hasil RCT terbaru mengatakan bahwa ada tidaknya
medikasi sebelumnya tidak menunjukkan perbedaan signifikan terhadap proses dan hasil
pembedahan.
Prosedur radikal seperti ooforektomi dan histerektomi hanya direkomendasikan pada
pasien yang dalam keadaan berat dan dapat dilakukan secara laparoskopik atau laparotomi.
Setelah pembedahan diberikan hormone terapi, hal ini diperlukan setelah dilakukan bilateral
ooforektomi (3 bulan). Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko tumbuh kembalinya
endometriosis. Namun pemberian terapi hormone dengan kombinasi estrogen dan progestin
harus diseimbangkan karena meningkatkan resiko kanker payudara dan penyakit jantung.
Setelah tegak diagnosis endometriosis, dapat diberikan obat hormon berisi Leuprorelin
asetat 3,75 mg (Tapros) secara subkutan. Obat diberikan selama 24 minggu (6 bulan) setiap satu
bulan sekali. Efek samping yang didapat adalah amenorea buatan selama pemberian obat, atau
disebut dengan pseudopregnancy. Jika tidak ada obat tersebut maka dapat digunakan obat KB
yakni Depomedroxyprogesterone Asetat selama 6 bulan untuk menurunkan kadar estrogen.
Pengobatan dapat juga dilakukan dengan metode ablasi menggunakan kauter.

30
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
BAB III
PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan benjolan di perut yang membesar dan nyeri
hebat saat haid. Pasien tidak memiliki keluhan infeksi saluran kemih dan saluran genital, serta
gangguan lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa padat mobile dengan batas atas
sepusat, masuk panggul, batas kanan linea midclavicularis dextra dan kiri linea midclavicularis
sinistra. Kemudian dilakukan pemeriksaan dalam, teraba massa padat mobile, diameter sekitar
12x10x10 cm. Dari pemeriksaan penunjang darah rutin dan urin, semua didapatkan data
normal. Lalu pemeriksaan USG, terdapat massa hiperekoik pada uterus dan hipoekoik pada
ovarium.
Berdasarkan pemeriksaan diatas, dapat disingkirkan diagnosis infeksi dan kelainan
anorganik. Massa yang ditemukan berukuran cukup besar untuk menyebabkan adanya
ketidaknyamanan. Selain itu karena massa teraba mobile, tanpa nyeri dan tidak ada perdarahan
vaginal maka mengarah ke diagnosis tumor jinak. Pada uterus normal, gambaran USG yang
terlihat adalah ekoik, jika terjadi hiperplasi maka akan terlihat hiperekoik. Jika terjadi
degenerasi merah maka akan didapatkan gambaran hipoekoik. Kemudian dilakukan
pembedahan histerektomi dan kistektomi.
Indikasi dilakukan pembedahan pada pasien ini adalah adanya keluhan perut membesar
dan nyeri saat haid. Faktor resiko yang ada pada pasien ini adalah usia 40-50 tahun dan riwayat
dismenorea, hal ini mendasari faktor hormonal yang menyebabkan timbulnya mioma. Setelah
dilakukan pembedahan didapatkan hasil adenomiosis uteri dan kista coklat.
Adenomiosis didefinisikan dengan adanya jaringan endometrium di dalam miometrium,
minimal satu lapang pandang pada dasar endometrium. Adenomiosis, endometriosis dan mioma
uteri sering terjadi pada saat yang bersamaan. Gejala yang muncul sama dengan gejala pada
mioma uteri. Diagnosis adenomiosis hanya dapat ditegakkan melalui pemeriksaan patologi
anatomi.

31
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
DAFTAR PUSTAKA

ACTA FAC MED NAISS. 2007. Genesis, Clinical Presentation, Diagnosis and Treatment of
Uterine Myomas.
American College of Obstetricians and Gynaecologists. 2004. Clinical Gynecologic Series: An
Experts View. Uterine Myomas: An Overview of Development, Clinical Features, and
Management.
American Society for Reproductive Medicine. 2012. Endometriosis: A Guide for Patients.
Carnahan, M., Fedor, J., Agarwal, A., Gupta, S. 2013. Ovarian Endometrioma: Guidelines for
Selection of Cases for Surgical Treatment or Expectant Management. Cleveland Expert
Reviews.
CNGOF Guidelines for the Management of Endometriosis.
Elsevier. 2011. The Journal of Minimally Invasive Gynaecology. AAGL Practice Report:
Practice Guideline for the Diagnosis and Management of Submucous Leiomyomas.
NEJM, 2013. Review Article. Uterine Fibroids.
Parker, W.H. 2007. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas. Department
of Obstetrics and Gynaecology, UCLA School of Medicine, Los Angeles, California.
Rofe, G., Auslender, R., Dirnfeld, M. 2013. Open Journal of Obstetrics and Gynaecology.
Benign Ovarian Cysts in Reproductive-Age Women Undergoing Assisted Reproductive
Technology Treatment. Faculty of Medicine, Technion Haifa, Israel.
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2007. Endometriosis: What You Need to
Know.
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2010. Ovarian Cysts in Postmenopausal
Women.
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2013. Ovarian Cysts before the
Menopause.
SOGC, 2015. Clinical Practice Guideline. The Management of Uterine Leiomyomas.
Wolfsdorf, K.E. 2016. Endometrial Cysts. Hagyard, Lexington, Kentucky.

32
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS
Yogyakarta, 26 November 2016

dr. Winarni Risanto, SpOG.

33

Anda mungkin juga menyukai