Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan pola hidup, maka


tidak dapat dipungkiri lagi obesitas telah menjadi masalah yang cukup sering
ditemui dalam praktik kesehatan. Masalah obesitas tidak hanya banyak
ditemukan di negara maju, namun juga di negara berkembang seperti
Indonesia. Pada tahun 2014, World Health Organization (WHO) mencatat
bahwa terdapat lebih dari 1.9 milyar penduduk dunia yang memiliki BMI
25kg/m2 (overweight), diantaranya terdapat lebih dari 600 juta penduduk
memiliki BMI 30kg/m2 atau mengalami obesitas. 39% penduduk dunia
(38% pria dan 40% wanita) pada tahun 2014 mengalami berat badan berlebih
(overweight) dan 13% (11% pria dan 15% wanita) mengalami obesitas.1

Di Indonesia sendiri, prevalensi berat badan lebih pada tahun 2013 adalah
sebesar 13.5% dan obesitas sebesar 15.4%. Prevalensi penduduk laki-laki
dewasa obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7 persen, lebih tinggi dari
tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (7,8%). prevalensi obesitas perempuan
dewasa (>18 tahun) 32,9 persen, naik 18,1 persen dari tahun 2007 (13,9%)
dan 17,5 persen dari tahun 2010 (15,5%). Selain itu, Departemen Kesehatan
Indonesia juga melakukan pendataan status gizi berdasarkan nilai lingkar
perut dengan kriteria WHO Asia Pasifik, dimana nilai LP > 90cm pada laki-
laki dan LP > 80cm pada perempuan dinyatakan sebagai obesitas sentral.
Secara nasional, prevalensi obesitas sentral adalah 26.6 persen, lebih tinggi
dari prevalensi pada tahun 2007 (18,8%). DKI Jakarta menduduki peringkat
tertinggi dengan angka sebesar 39.7%.2

Obesitas berkaitan erat dengan berbagai macam penyakit seperti


hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia, dan obstructive sleep apnea
(OSA).3 Kondisi-kondisi seperti ini tentu sangat berperan besar dalam
menentukan tindakan medis yang akan diambil oleh para klinisi, tidak
terkecuali dalam manajemen anestesi. Seorang dokter harus mampu membuat
keputusan medis bagi pasien obesitas yang hendak menjalani operasi mulai
dari penilaian pra-operasi, manajemen anestesi, hingga pada saat pasien

1
berada di ruang pemulihan. Untuk itu, pemahaman yang menyeuruh
mengenai patofisiologi obesitas dan komplikasi yang dapat terjadi berkaitan
dengan anestesi perlu dipahami oleh seorang calon klinisi.4

BAB II

TINJAUAN PSUTAKA

A. Definisi dan Klasifikasi Obesitas


Obesitas merupakan suatu kelainan komplek pengaturan nafsu makan dan
metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik.
Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini.
Secara fisiologis obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang tidak
normal atau berlebihan dijaringan adiposa sehingga dapat mengganggu
kesehatan.1
Keadaan obesitas ini, terutama obesitas sentral, meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskular karena keterkaitannya dengan sindrom metabolik atau

2
sindrom resistensi insulin yang terdiri dari resistensi insulin / hiperinsulinemia,
hiperuresemia, gangguan fibrinolisis, hiperfibrinogenemia dan hipertensi.2
Sangat sulit untuk mengukur lemak tubuh secara langsung sehingga
sebagai penggantinya dipakai body mass index (BMI) atau indeks massa tubuh
(IMT) untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa.
Pengukuran ini merupakan langkah awal dalam menetukan derajat adipositas,
dan dikatakan berkorelasi kuat dengan jumlah massa lemak tubuh. Untuk
penelitian epidemiologi digunakan IMT atau indeks Quetelet yaitu berat badan
dalam kg dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m2). Karena IMT
menggunakan tinggi badan, maka pengukurannya harus dilakukan dengan teliti.
Disamping IMT, menurut rekomendasi WHO lingkar pinggang (LP) juga harus
dihitung untuk menilai adanya obesitas sentral dan komorbid obesitas terutama
pada IMT 25- 34,9 kg/m2.1,2
Klasifikasi IMT yang direkomendasikan untuk digunakan adalah
klasifikasi yang diadopsi dari the National Institute of Health (NIH) dan World
Health Organization (WHO), yang tertera pada tabel di bawah ini.

Kategori IMT (kg/m2)

Berat badan kurang < 18.5


Kisaran normal 18.5 24.9
Berat badan lebih > 25
Pra-obes 25.0 29.9
Obes tingkat I 30.0 34.9
Obes tingkat II 35.0 39.9
Obes tingkat III > 40.0
Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT

Beberapa modifikasi (WHO):


BMI 35.0 atau lebih dengan adanya satu atau lebih kormobiditas
dimasukkan kedalam kelas III BMI.
Untuk orang Asia, ukuran overweight adalah antara 23 dan 29.9, obesitas
adalah BMI > 30. Literatur ilmu bedah membagi kelas III obesitas menjadi
beberapa kategori :
o BMI > 40.0 dimasukan kedalam kategori obesitas berat (severe)
o BMI 40.0 49.9 dimasukkan kedalam kategori obesitas morbid

3
o BMI > 50.0 dimasukkan kedalam kategori super obesitas.

B. Anestesi Pada Obesitas


Dalam berbagai macam literatur, anestesi pada pasien obesitas tidak menjadi
bahasan khusus. Akan tetapi, tata laksana anestesi pada pasien obesitas rupanya
memiliki kendala yang patut diperhatikan. Secara umum, ketika datang pasien
obesitas kedalam ruang operasi, dokter anestesi sudah memikirkan
kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi sebelum, selama dan sesudah
tindakan anestesi. Diantaranya adalah prediksi kesulitan intubasi, prevensi
tromboemboli, prevensi komplikasi pasca operasi seperti atelektasis,
penggunaan obat anestesi seperti analgesik yang dapat diberikan atau obat-obat
yang harus dihindari pemberiannya, manajemen pasien dengan obstructive sleep
apnea, kriteria pemindahan ke ICU dan penanganan mekanisme ventilasi yang
harus dilakukan, juga terapi cairan, eletrolit dan nutrisi.Masalah utama pasien
obesitas masih seputar gangguan pada sistem kardiovaskular, respirasi, dan
gastrointestinal. Masalah lain adalah pada ibu hamil dengan atau tanpa obesitas
dan anak-anak yang sedari kecil sudah mengalami obesitas.3

C. Sistem Kardiovaskular
Gangguan pada sistem kardiovaskular meningkatkan morbiditas dan
mortalitas pasien obesitas. Manifestasinya berupa penyakit iskemia, hipertensi
sampai gagal jantung. Scottish Health Survey baru-baru ini menemukan
prevalensi gangguan pada sistem kardiovaskular 37 persen terjadi pada mereka
dengan BMI > 30, 21 persen pada BMI 25 30 dan 10 persen pada BMI < 25.
Semua pasien obesitas yang akan dilakukan anestesi harus diinvestigasi lebih
jauh pada premedikasi akan adanya komplikasi kardiovaskular. Bahkan sudah
seharusnya mereka dirujuk ke ahli jantung untuk monitor kesulitan yang
mungkin berpengaruh pada tindakan anestesi yang akan dilakukan. Manifestasi
gangguan sistem kardiovaskular7 :
Hipertensi
Hipertensi ringan sedang terlihat pada 50 60 persen pasien obesitas dan
hipertensi berat pada 5 10 persen pasien. Terdapat peningkatan tekanan
sistolik sebesar 3 4 mmHg dan diastolik 2 mmHg tiap kenaikan berat
badan 10 kg. Adanya cairan pada ekstraseluler akan berakibat terjadinya

4
hipervolemia dan peningkatan cardiac output. Meskipun mekanisme pasti
terjadinya hipertensi pada pasien obesitas masih belum diketahui, diduga
ada pengaruh faktor genetik, hormonal, renal dan hemodinamik yang
berperan disini. Hiperinsulinemia sebagai karakteristik pada obesitas juga
memberikan kontribusi dengan mengaktifkan sistem saraf simpatik yang
menyebabkan retensi sodium. Sebagai tambahan, resistansi insulin
bertanggung jawab terhadap aktivitas norepinefrin dan angiotensin II.8
Iskemia jantung
Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya penyakit iskemia jantung,
terutama pada mereka dengan pusat distribusi lemak pada bagian sentral.
Faktor lain seperti hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia dan
rendahnya HDL (High Density Lipoprotein) menambah beratnya resiko
penyakit ini. Hal yang menarik, 40 persen pasien obesitas dengan angina
tidak memperlihatkan adanya penyakit jantung koroner, namun angina itu
sendiri merupakan gejala langsung dari obesitas.5
Volume darah.
Total volume darah pada pasien obesitas bertambah akan tetapi bila
dibandingkan dengan pasien non-obese, pertambahannya lebih rendah
karena dominasi darah tersebut terdistibusi ke organ-organ penuh lemak.
Aliran darah dari limpa juga bertambah sekitar 20 persen sedangkan aliran
darah dari otak dan ren normal atau tidak bertambah.4,5
Aritmia jantung
Ada berbagai macam faktor presipitasi yang menyebabkan aritmia pada
pasien obesitas, diantaranya : hipoksia, hiperkapnia, ketidakseimbangan
elektrolit akibat terapi dengan diuretik, penyakit jantung koroner,
bertambahnya konsentrasi katekolamin dalam sirkulasi, obstructive sleep
apnea, hipertrofi miokard dan penumpukan lemak dalam sistem konduksi.7
Fungsi jantung
Pada pasien obesitas, terjadi disfungsi dari jantung yang dipercayai
merupakan kelanjutan dari penumpukan lemak dalam sistem konduksi.
Dalam suatu studi pada otopsi, ditemukan adanya penumpukan lemak pada
epikardium yang tidak disertai penumpukan lemak pada miokardium,
tampaknya keadaan ini mempengaruhi ventrikel kanan jantung yang pada
akhirnya menyebabkan abnormalitas konduksi dan aritmia. Ada hubungan

5
sejajar antara bertambahnya berat jantung dengan kenaikan berat badan
seseorang. Yang dikatakan penambahan berat jantung merupakan
konsekuensi dari dilatasi dan hipertrofi eksentrik dari ventrikel kiri yang
mempengaruhi ventrikel kanan pula.8
Kardiomiopati.
Obesitas berhubungan dengan kejadian bertambahnya volume darah dan
cardiac output akibat kenaikan bobot lemak 20 30 ml per kg. Dilatasi
ventrikel dan bertambahnya volume sekuncup menyebabkan peningkatan
cardiac output. Dilatasi ventrikel terjadi akibat bertambahnya stress pada
dinding ventrikel kiri yang menyebabkan hipertrofi. Adanya hipertrofi
eksentrik dari ventrikel kiri ini akan menurunkan compliance dan fungsi
diastolik ventrikel kiri. Pada keadaan ini akan terjadi gangguan pengisian
ventrikel, elevasi dari LVEDP dan udem paru. Kapasitas dilatasi untuk
ventrikel memiliki batasan, sehingga jika terjadi penebalan dinding ventrikel
kiri maka terjadi kegagalan ventrikel untuk diastolik atau sistolik yang juga
berpengaruh pada ritme jantung.5

1. Gejala klinis
Pada penderita obesitas, kadang tidak ditemukan gejala akibat gangguan
kardiovaskular, hal ini bisa dikarenakan mereka mengurangi gerakan atau
aktivitas fisik sehingga tertutupi semua gejala yang dapat timbul. Seperti
misalnya, gejala angina atau dispneu mungkin hanya terjadi sesekali ketika
mereka bergerak lebih aktif dari biasanya. Banyak dari penderita obesitas
sengaja tidur dengan posisi duduk sehingga menyangkal adanya orthopneu
atau dispnoe paroksismal nokturnal. Tapi penderita obesitas dapat kita minta
untuk berjalan di dalam ruangan maka akan terlihat berkurangnya pergerakan
atau ketika diminta untuk tidur dengan posisi supinasi maka akan timbul
orthopneu bahkan bisa berujung pada henti jantung. Penderita obesitas harus
diperiksa lebih mendetail akan adanya gangguan jantung, hipertensi, atau
gagal jantung. Tanda gagal jantung juga dapat dilihat dari kenaikan tekanan
vena jugular, penambahan bunyi jantung, gangguan pada paru, hepatomegali
atau ditemukan udem perifer.5,6
2. Pemeriksaan penunjang
Untuk mengetahui kelainan yg terjadi pada jantung, dapat dilakukan
pemeriksaan preoperatif dengan EKG (elektrogardiogram) atau

6
Echocardiograph. Adanya deviasi axis, atau aritmia dapat terlihat pada kedua
gambaran tersebut. Foto thoraks dapat memberikan gambaran kardiomegali
yang jelas namun kadang tampak normal. Echocardiograph mungkin sulit
dilakukan namun memberikan informasi yang berguna bagi kita. Konsul
kepada ahli jantung dilakukan sebagai tindak awal dan optimalisasi keadaan
pasien preoperatif.5

3. Implikasi Anestesi
Pada keadaan dimana terjadi gangguan napas, masalah pada ventrikel
mungkin tertutupi atau lolos dari pengamatan melalui pemeriksaan secara
klinis. Namun adanya penambahan berat badan secara cepat yang ditemukan
pada premedikasi dapat mengindikasikan adanya kegagalan jantung walaupun
orang tersebut memang sudah memiliki bobot yang berat. Durante operasi,
kegagalan ventrikel untuk memenuhi kebutuhan(disfungsi dari diastolik
ventrikel) dapat terjadi karena berbagai macam alasan, seperti pengaruh dari
agen anestesi yang sebelumnya diberikan atau hipertensi pulmonal yang
dipresipitasi keadaan hipoksia atau hiperkapnia. Maka seorang dokter anestesi
harus bersikap preventif terhadap hal tersebut dengan mempersiapkan
inotropik dan vasodilator untuk mengembalikan keadaan menjadi normal
kembali.Ketika induksi anestesi atau intubasi dilakukan pada penderita
obesitas, performa jantung akan mulai menurun. Dalam suatu penelitian,
ditemukan pada penderita obesitas yang menjalani operasi abdomen,
performa jantung menurun 17-33 persen setelah induksi dan intubasi
dilakukan, keadaan ini menetap pasca operasi dengan index jantung 13-23
persen menurun dibandingkan preoperatif. Hal ini tidak terjadi pada orang
normal dimana performa jantung setelah diberikan induksi anestesi atau
intubasi sempat menurun namun kembali normal pascaoperasi. Pengamatan
terhadap tekanan arteri, gas darah dan tekanan vena sentral dapat dilakukan
sebagai acuan terhadap keadaan jantung selama obat anestesi bekerja.7,8
4. Premedikasi
Opioid dan obat sedatif dapat menyebabkan depresi pernapasan pada
orang obesitas. Rute pemberian obat secara intramuskular dan subkutan
dihindari mengingat absorbsinya yang belum jelas. Semua penderita obesitas
diberikan profilaksis terhadap aspirasi asam walaupun mereka tidak

7
mengeluhkan adanya refluks atau perasaan dada terbakar (heartburn).
Kombinasi H2-bloker (ranitidin 150mg peroral) dan prokinetik
(metoklopramid 10mg peroral) diberikan 12 jam dan 2 jam sebelum operasi
untuk menurunkan resiko pneumonitis akibat aspirasi. Beberapa dokter
anestesi bahkan mencoba memberikan 30ml dari 0.3 M sitrat segera sebelum
dilakukan induksi sebagai tambahan. Obat jantung dan steroid tetap diberikan
sampai menjelang operasi, walaupun ada yang merekomendasikan
penghentian angiotensin converting enzyme inhibitors sehari sebelum
dilakukan operasi karena efek hipotensi yang mungkin timbul. Pasien
obesitas dengan diabetes diberikan regimen dextrosa-insulin dalam prosedur
singkat mengingat kebutuhan insulin yang meningkat pascaoperasi. Karena
pasien obesitas seringkali sulit mobilisasi terutama pascaoperasi dan
meningkatkan resiko terjadinya trombosis vena dalam, maka dapat diberikan
heparin dosis rendah secara subkutan dan tetap dilanjutkan sampai pasien
tersebut dapat mobilisasi total. Cara lain : penggunaan legging atau stoking
kompresi.Pada grup ini juga sering terjadi infeksi luka pascaoperasi. Maka
dapat diberikan antibiotik profilaksis namun pemberiannya juga harus di
diskusikan dengan ahli bedah yang menangani.9,10
5. Posisi dan Pemindahan
Kebanyakan meja operasi dirancang hanya untuk pasien dengan berat
badan mencapai 120 140 kg. Berat badan melebihi kapasitas tersebut,
membutuhkan meja operasi dengan rancangan khusus atau menggunakan dua
meja operasi ukuran biasa yang disusun bersebelahan. Pasien dilakukan
anestesi setelah ia nyaman berada di meja operasi tersebut. Kompresi vena
cava inferior harus dihindari dengan cara memposisikan pasien secara lateral
ke kiri dari meja operasi atau meletakan sanggahan dibawah pasien.
Terkadang pasien juga dapat diposisikan secara lateral decubitus untuk
mengurangi jumlah tekanan pada dada. Pasien dipindahkan dari ruangan ke
ruang operasi memakai tempat tidur yang mereka gunakan. Kadang
dibutuhkan banyak tenaga dalam proses pemindahan tersebut.12
6. Analgesia Regional
Penggunaan anestesi regional pada pasien obesitas memungkinkan tidak
perlunya dilakukan intubasi dan menurunkan resiko aspirasi asam. Pada
operasi thorakal dan abdominal, biasanya dipilih anestesi epidural dengan

8
kombinasi anestesi umum. Hal ini lebih bermanfaat dibandingkan hanya
digunakan anestesi umum, termasuk mengurangi penggunaan opioid dan obat
anestesi inhalasi, komplikasi pulmonal pascaoperasi, peningkatan efek obat
analgesik pascaoperasi, dan manfaat lainnya. Secara teknik, anestesi regional
pada pasien obesitas menantang karena sulitnya menentukan batasan pasti
tulang, kulit dan lemak. Blok saraf perifer lebih mudah dan aman dilakukan
dengan bantuan stimulator saraf dan jarum insulasi. Anestesi spinal dan
epidural lebih mudah dilakukan pada posisi berdiri dan menggunakan jarum
yang panjang. Dengan bantuan ultrasound dapat diidentifikasi ruang epidural
dan menuntun jarum Tuohy dalam posisi yang benar. Ada beberapa dokter
anestesi yang lebih menyukai kateter epidural telah terpasang sehari sebelum
operasi untuk menghemat waktu esok harinya dan memudahkan pemberian
profilaksis heparin pada pagi hari waktu operasi. Anestesi lokal yang
dibutuhkan pada saat melakukan anestesi spinal atau epidural diturunkan
hingga 80 persen mengingat terdapatnya infiltrasi lemak dan meningkatnya
volume darah yang disebabkan tekanan intraabdomen menyempitkan ruang
epidural. Hal ini perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan blokade yang
lebih tinggi atau menyebarnya anestesi lokal tersebut. Blokade diatas thorakal
V akan menyebabkan gangguan respirasi dan blokade otonom pada sistem
kardiovaskular. Dalam keadaan ini, dibutuhkan penggantian anestesi menjadi
anestesi umum dengan peralatan yang cukup dan bantuan orang lain untuk
penanganan adekuat.11,13
7. Analgesia sistemik
Penggunaan analgesia opioid tidak dianjurkan pada pasien obesitas
terutama dengan rute intramuskular. Jika diberlakukan rute intravena, maka
dapat diberlakukan Patient-Controlled Analgesia System (PCAs). Dengan
cara ini, efektivitas analgesia bisa tercapai walaupun pernah terdapat laporan
depresi pernapasan. Harus diamati juga saturasi O2 dan pulse
oximetry.Analgesia pasca epidural anastesi dengan opioid atau anestesi lokal
memberikan analgesi yang efektif dan aman pada pasien obesitas. Intravena
epidural lebih disukai karena rendahnya efek mengantuk, mual, depresi
napas, bahkan mempercepat motilitas usus dan cepat kembalinya fungsi
pernapasan ke titik normal sehingga mengurangi waktu rawat di rumah sakit.

9
Namun, penggunaan opioid intravena tidak dianjurkan karena adanya efek
lambat dari analgesia tersebut terhadap fungsi pernapasan, dengan kata lain
depresi pernapasan baru muncul setelah beberapa waktu.Oral analgesik
seperti Non-Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAID) atau paracetamol
dapat diberikan sebagai tambahan.14
D. Sistem Respirasi

Patofisiologi pernapasan pada penderita obesitas

Volume paru-paru
Penurunan kapasitas residu fungsional (Functional Residual Capacity atau FRC),
volume ekspirasi cadangan (Expiratory Reserve Volume atau ERV) dan kapasitas
total dari paru-paru merupakan masalah yang dihadapi penderita obesitas seiring
dengan peningkatan berat badan. Kapasitas residu fungsional menurun akibat
penyempitan saluran napas, ketidakseimbangan perfusi dan ventilasi, shunt dari
kanan ke kiri, dan hipoksemia arteri. Pemberian anestesi dikatakan menurunkan FRC
sebesar 50 persen pada penderita obesitas, sedangkan pada orang normal terjadi
penurunan FRC sebesar 20 persen. Sderberg dan kolega dalam suatu studi
menemukan adanya shunt intrapulmonal dari 10 25 persen penderita obesitas yang
dilakukan anestesi dan 2 5 persen pada orang normal. Untuk mengatasi hal
tersebut, maka dapat diberikan oksigen dengan volume tidal yang besar ( 15 20
ml / kg ) walaupun hanya ditemukan kenaikan saturasi oksigen yang minimal.
Namun berbeda halnya dengan tekanan positif pada akhir ekspirasi (Positive End-
Expiratory Pressure atau PEEP) yang meningkat pada FRC dan tekanan oksigen
arterial. Defek pada pertukaran gas dan penambahan shunt preoperatif terlihat ketika
dilakukan induksi anestesi dan intubasi. Penambahan PEEP meningkatkan osigenasi
namun menurunkan cardiac output dan distribusi oksigen. Karena kurangnya FRC,
pada penderita obesitas terjadi kegagalan toleransi ketika terjadi apnoe, selain itu
terjadi desaturasi oksigen segera setelah induksi anestesi. Hal ini karena kecilnya
reservoir oksigen dan meningkatnya pemakaian oksigen. Biasanya FRC berkurang
sebagai konsekuensi reduksi dari ERV dengan tidal volume dalam batas yang
normal. Bagaimanapun juga, pada beberapa penderita obesitas, tidal volume yang
tinggi menandai terperangkapnya gas di dalam paru-paru dan menyertai penyakit
saluran napas obstruktif. Volume ekspirasi paksa dalam satu detik dan kapasitas vital
paksa biasanya tidak terpengaruh namun enam sampai tujuh persen mengalami
perbaikan seiring penurunan berat badan. 12

10
Ambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida
Ambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida meningkat sebagai hasil dari
aktivitas metabolik pada jumlah lemak yang berlebihan dan bertambahnya
simpanan pada jaringan. Aktivitas metabolik basal (Basal Metabolic Activity atau
BMA) berhubungan dengan luasnya permukaan tubuh. Pemberian ventilasi
beberapa menit akan meningkatkan oksigen hingga terjadi normokapnia.
Walaupun pada beberapa penderita obesitas dapat berlanjut respon normal
keadaan hipoksemia dan hiperkapnia yang terjadi. Pada saat olahraga,
penggunaan oksigen ini akan meningkat tajam dan menandai adanya effisiensi
yang buruk dari otot pernapasan dibandingkan pada orang normal. 13
Pertukaran gas
Preoperatif, penderita obesitas biasanya hanya mengalami sedikit defek pada
pertukaran gas dengan reduksi pada PaO 2, meningkatnya perbedaan oksigen
alveolar dengan arterial, dan fraksi shunt. Induksi anestesi akan memperburuk
keadaan ini, maka diperlukan fraksi oksigen jumlah besar untuk memenuhi
tahanan oksigen arterial.8
Compliance dan resistensi thorak
Kenaikan berat badan sebanding dengan meningkatnya kesulitan bernapas yang
pada kasus berat bisa menurunkan hingga 30 persen dari pernapasan normal.
Walaupun terdapat akumulasi jaringan lemak di dalam dan sekitar dinding dada
yang berakibat tertahannya gerak dinding dada (restriksi), namun pada beberapa
penelitian dikemukakan bahwa hal ini disebabkan peningkatan volume darah
dalam paru-paru. Tertahannya gerak dinding dada juga berhubungan dengan
penurunan FRC, terhimpitnya saluran napas dan kegagalan pertukaran gas.
Perubahan compliance dan resistensi thorak terlihat dengan adanya napas cepat
dan dangkal, frekuensi yang meningkat dan berkurangnya kapasitas paru. 10
Efisiensi pernapasan
Kombinasi dari tekanan intraabdomen, reduksi dari compliance, dan
meningkatnya kebutuhan metabolik dengan gerakan otot dada, menghasilkan
gerak inefisien dari otot dada tersebut, sehingga pada orang tersebut terjadi usaha
bernapas lebih berat. Penderita obesitas dengan normokapnia pada waktu istirahat
menunjukkan 30 persen peningkatan usaha bernapas dan terkadang terjadi
hipoventilasi. Hipoventilasi ini menjadi empat kali lebih berat pada waktu
istirahat.11,12

11
1. Kelainan yang terjadi
Gangguan pernapasan yang paling sering terjadi pada penderita obesitas adalah
Obstructive Sleep Apnea (OSA). Predisposisi terjadinya OSA antara lain : laki-laki,
usia 30 - 40 tahun, obesitas dan konsumsi alkohol (saat senja) atau penggunaan
sedatif (saat malam). OSA memiliki karakteristik :

a Episode apnea atau hipopnea yang lebih sering terjadi saat tidur dan yang
membangunkan pasien tiba-tiba. Episode ini digambarkan sebagai obstruktif
apnea selama 10 detik atau lebih yang menyebabkan penutupan total dari saluran
bernapas dan adanya usaha keras untuk tetap bernapas. Hipopnea tergambarkan
sebagai reduksi dari 50 persen aliran udara yang adekuat yang berujung pada
penurunan empat persen saturasi oksigen pada arterial. Frekuensi episode apnea
atau hipopnea tercatat lebih dari lima kali per jam atau lebih dari 30 kali tiap
malam. Yang perlu diperhatikan adalah sekuele dari keadaan ini berupa :
hipoksia, hiperkapnia, hipertensi sistemik atau pulmonal dan aritmia. 9
b Apnea terjadi ketika faring mengalami kolaps saat seseorang tidur. Patensi dari
faring tersebut bergantung pada kerja otot dilator yang mencegah penutupan
saluran napas atas. Tonus otot ini akan menghilang ketika tidur, yang
menyebabkan pemendekan dari saluran napas, sehingga terjadi turbulensi aliran
udara sehingga terdengarlah snoring. Mengorok atau snoring biasanya terdengar
lebih keras jika obstruksi makin hebat. Ngorok ini juga diikuti periode sunyi
(silence) disaat tidak ada aliran udara yang masuk dan setelahnya akan terjadi
gasping atau choking yang membangunkan pasien dari tidurnya, bernapas
beberapa kali, dan tidur kembali (siklus ini berulang sepanjang waktu tidur). 10
c Efek samping : pada pagi hari, penderita OSA akan sering mengantuk, kehilangan
konsentrasi, masalah dalam memori atau ingatan dan bisa terjadi kecelakaan saat
menyetir atau bekerja. Terkadang penderita mengeluhkan pusing di pagi hari
akibat retensi karbondioksida(CO2) malam harinya dan vasodilatasi serebral.12
d Perubahan fisiologi : hipoksemia, hiperkapnia, vasokonstriksi pulmonal dan
sistemik. Hipoksemia berulang dapat berujung pada polisitemia yang
meningkatkan resiko penyakit jantung iskemia dan penyakit serebrovaskular.
Sedangkan vasokonstriksi pulmonal berujung pada kegagalan ventrikel kanan
(right ventricle failure). Bila pada seseorang diketahui BMI > 30 kg/m 2 , ada
riwayat hipertensi, apnea selama siklus tidur, lingkar leher > 16.5 cm, polisitemia,
hipoksemia, hiperkapnia, hipertrofi ventrikel kanan atau abnormalitas EKG,
maka perlu dilakukan diagnosis definitif dengan pemeriksaan polysomnografi
untuk memeriksa kemungkinan OSA.6

12
2. Implikasi anestesi
Premedikasi
Pemeriksaan preoperatif pada penderita obesitas diantaranya memeriksa
kemampuan pasien untuk bernapas dalam dan patensi dari jalan napas.
Pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah lengkap, foto thoraks, gas
darah, fungsi paru dan oximetri. Mereka yang dicurigai OSA disarankan
melakukan tes polysomnografi. Pasien juga harus diingatkan resiko spesifik
dari anestesi, kemungkinan dilakukannya intubasi dalam kesadaran penuh,
pemberian ventilasi pascaoperasi bahkan trakeostomi.14

Durante anestesi
Induksi anestesi menjadi saat paling berbahaya pada pasien obesitas.
Resiko kesulitan atau gagal intubasi karena adanya obstruksi saluran napas
bagian atas dan menurunnya compliance pulmonal menjadi kekhususan
tersendiri. Insuflasi gaster selama anestesi juga meningkatkan resiko
regurgitasi atau aspirasi isi gaster.Pendekatan awal adalah pemilihan intubasi
dalam kesadaran penuh atau tidur dalam yang merupakan pilihan sulit. Hal itu
banyak dipengaruhi pengalaman dokter anestesi yang akan melakukannya.
Beberapa penulis menyarankan intubasi dengan kesadaran penuh terutama
jika berat badan sesungguhnya > 175 persen berat badan ideal. Apabila
terdapat gejala OSA, maka sudah terpikirkan morfologi jalan napas bagian
atas yang sedikit berbeda yang membuat pemakaian ballow dan sungkup
menjadi sulit, sehingga intubasi dalam kesadaran penuh lebih disarankan.
Pendekatan lain adalah penggunaan laringoskop setelah pemberian lokal
anestesi pada faring. Intubasi sadar dengan fiberoptic dapat dipilih ketika
struktur laring tidak terlihat jelas. Tidak disarankan melakukan intubasi blind
melalui hidung mengingat kemungkinan epistaksis atau efek samping lainnya.
Teknik teraman dan cepat untuk induksi anestesi menggunakan
succinylcholine dengan diikuti pemberian oksigen yang adekuat sebelumnya.
Pasien obesitas tidak dibolehkan untuk bernapas spontan selama anestesi
berlangsung, mencegah terjadinya hipoventilasi, hipoksia dan hiperkapnia.

13
Posisi litotomi atau Tredelenburg dihindari mengingat pada posisi ini terjadi
reduksi volume paru. Ventilasi kontrol dengan fraksi oksigen tinggi
dibutuhkan untuk mencapai tekanan oksigen arterial yang adekuat, yang
nantinya pemeriksaan serial gas darah diperiksa untuk mengontrol hal ini.14,15

3. Post anestesi
Komplikasi pulmonal sering terjadi pada penderita obesitas. Pemeriksaan
fungsi paru preoperatif tidak dapat memprediksi keadaan yang sama
pascaoperatif. Hal ini karena pada pasien obesitas sensitivitas terhadap obat
sedatif, analgesik opioid dan anestesi meningkat. Pemberian ventilasi
pascaoperasi bermanfaat untuk eliminasi efek obat-obat tersebut, selain dapat
diberikan pada mereka dengan penyakit kardio-respiratori yang telah
diketahui sebelumnya, retensi karbondioksida, dan mereka yang baru
menjalani operasi dalam waktu lama atau mengalami pyrexia pasca
operasi.Ekstubasi hanya boleh dilakukan ketika pasien sadar penuh dan
dipindahkan ke Recovery Room dengan posisi duduk 45 derajat. Oksigen
tambahan segera diberikan dan dilatih untuk bernapas seperti biasa.12

E. Gastrointestinal
Kombinasi dari tekanan intraabdomen yang tinggi, tingginya volume dan
rendahnya pH dalam gaster, lambatnya pengosongan gaster dan tingginya faktor
resiko hiatus hernia dan gastro-esofageal refluks dipercayai menempatkan pasien
obesitas pada resiko terjadinya aspirasi asam lambung diikuti pneumonitis
aspirasi. Zacchi melakukan studi yang menunjukkan bahwa pada penderita
obesitas tanpa gejala gastro-esofageal refluks dan lintasan gastro-esofageal
ternyata struktur anatominya tidak berbeda dengan orang normal (baik pada
posisi duduk atau berbaring). Walaupun penderita obesitas memiliki volume
dalam gasternya 75 persen lebih besar dari orang normal, melalui studi tersebut
juga diketahui bahwa pengosongan gaster justru lebih cepat pada penderita
obesitas, terutama pada intake energi tinggi seperti emulsi lemak. Karena adanya
resiko aspirasi asam, maka ada keharusan diberikannya H2-receptor antagonis,
antasid dan prokinetik, juga dilakukannya induksi yang cepat dengan tekanan
pada krikoid dan ekstubasi trakea ketika pasien sadar penuh. Keadaan pada

14
penderita obesitas yang menjadi perhatian sehubungan dengan sistem
gastrointestinal, diantaranya :
Diabetes mellitus.
Setiap penderita obesitas yang akan menjalani operasi, harus diperiksa
gula darahnya, baik gula darah sewaktu atau dapat juga dilakukan tes
toleransi glukosa. Respon katabolik selama operasi mungkin
mengindikasikan pemberian insulin pascaoperasi untuk mengontrol
konsentrasi glukosa dalam darah. Kegagalan dalam menjaga konsentrasi
ini akan berakibat tingginya resiko infeksi pada luka operasi dan infark
miokard pada periode iskemia miokard.7,9

Penyakit tromboembolik.
Resiko trombosis vena dalam pada penderita obesitas dapat disebabkan
karena imobilisasi yang lama. Polisitemia, peningkatan tekanan
intraabdomen dengan peningkatan stasis vena terutama pada ekstremitas
bawah, gagal jantung dan berkurangnya aktivitas fibrinolitik yang
menyebabkan tingginya konsentrasi fibrinogen juga menjadi predisposisi
terjadinya keadaan ini. Oleh karena itu pada penderita obesitas harus ada
pengawasan terhadap keadaan-keadaan tersebut.10

BAB III

KESIMPULAN

Keberhasilan pengelolaan anestesi pasien obesitas memerlukan banyak


pertimbangan dari berbagai sudut pandang. Diperlukan pengetahuan yang
luas dan mendalam mengenai perubahan-perubahan fisiologi yang terjadi
pada pasien obesitas agar manajemen anestesi pada pasien obesitas dapat

15
terlaksana dengan baik. Kondisi pasien yang berkaitan erat dengan gangguan
sistem kardiovaskular, respirasi, gastrointestinal, dan metabolisme menuntut
klinisi dalam bidang anestesi untuk dapat memonitor secara ketat perubahan-
perubahan yang mungkin terjadi selama operasi. Tindakan pra-operasi, intra-
operasi, dan paska-operasi yang adekuat sangat mendukung keberhasilan
kesembuhan pasien. Diperlukan kerjasama yang baik, dari dokter, perawat
anestesi, dokter penyakit dalam, maupun dokter bedah agar kerberhasilan
tindakan pada pasien obesitas dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

1 WHO. Obesity and Overweight Fact Sheets. January; 2015.


2 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesahatan Dasar
2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.

16
3 Jr Morgan G E., Mikhail M S., Murray M J. Anesthesia For Patient with
Endocrine Disease : Obesity. Lange 4th Ed. Mcgraw-Hill Companies ; 2006 ;
813-15
4 Adams, J P and Murphy, P G. Obesity in Anesthesia and Intensive Care
(British Journal). Available from :
http://bja.oxfordjournals.org/cgi/content/full/85/1/91
5 Sugondo S. Obesitas. Di dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus
SK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed ke-3. Jakarta: Interna
Publishing;2009. Hlm 1977-80.
6 RiderOJ,PetersenSE,FrancisJM,etal.Ventricularhypertrophyandcavity
dilatation in relation to body mass index in women with uncomplicated
obesity.Heart2011;97:2038.
7 Cullen A, Ferguson A. Perioperative management of the severely obese
patient: a selective pathophysiological review. Can J Anesth 2012 (59):974-
96. Available from: http://link.springer.com/article/10.1007%2Fs12630-012-
9760-2
8 LopezPP,StefanB,SchulmanCI,ByersPM.Prevalenceofsleepapneain
morbidlyobesepatientswhopresentedforweightlosssurgeryevaluation:
moreevidenceforroutinescreeningforobstructivesleepapneabeforeweight
losssurgery.AmSurg2008;74:8348.

9 Chin KJ, Perlas A. Ultrasonography of the lumbar spine for neuraxial and lumbar
plexusblocks.CurrOpinAnaesthesiol2011;24:56772.

10 IngrandeJ,LemmensHJ.Doseadjustmentofanaestheticsinthemorbidlyobese.Br
JAnaesth2010;105(Suppl1):i1623.

11 LeykinY, MiottoL,PellisT.Pharmacokineticconsiderationsin the obese.Best


PractResClinAnaesthesiol2011;25:2736.

12 JanmahasatianS,DuffullSB,AshS,WardLC,ByrneNM,GreenB.Quantification
ofleanbodyweight.ClinPharmacokinet2005;44:105165.

13 IngrandeJ,BrodskyJB,LemmensHJ.Leanbodyweightscalar fortheanesthetic
inductiondoseofpropofolinmorbidlyobesesubjects.AnesthAnalg2011;113:57
62.

14 GaszynskiT,TokarzA,PiotrowskiD,MachalaW.BoussignacCPAPinthe
postoperativeperiodinmorbidlyobesepatients.ObesSurg2007;17:4526.

17
15 HuttunenR,SyrjanenJ.Obesityandtheriskandoutcomeofinfection.IntJ
Obes(Lond)2012.

18

Anda mungkin juga menyukai

  • Referat Tinea Kapitis
    Referat Tinea Kapitis
    Dokumen21 halaman
    Referat Tinea Kapitis
    Lia Khanifa
    100% (4)
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen30 halaman
    Refer at
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Porto Ab Inkomplit
    Porto Ab Inkomplit
    Dokumen11 halaman
    Porto Ab Inkomplit
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Porto Pneumonia
    Porto Pneumonia
    Dokumen12 halaman
    Porto Pneumonia
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Trauma Tajam
    Trauma Tajam
    Dokumen24 halaman
    Trauma Tajam
    Yunita Elfia
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen30 halaman
    Refer at
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen27 halaman
    Presentation 1
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Anestesi Obesitas
    Anestesi Obesitas
    Dokumen14 halaman
    Anestesi Obesitas
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Cover Dan Kata PNGNTR
    Cover Dan Kata PNGNTR
    Dokumen3 halaman
    Cover Dan Kata PNGNTR
    Oksayana Lutta
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Koklea Implant
    Koklea Implant
    Dokumen7 halaman
    Koklea Implant
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Koklea Implant
    Koklea Implant
    Dokumen18 halaman
    Koklea Implant
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • OPTIMASI IMPLAN KOKLEA MENGGUNAKAN POLI RESORBABLE
    OPTIMASI IMPLAN KOKLEA MENGGUNAKAN POLI RESORBABLE
    Dokumen19 halaman
    OPTIMASI IMPLAN KOKLEA MENGGUNAKAN POLI RESORBABLE
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Koklea Implant
    Koklea Implant
    Dokumen18 halaman
    Koklea Implant
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Case Report Infark Cerebri
    Case Report Infark Cerebri
    Dokumen19 halaman
    Case Report Infark Cerebri
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Bab Vi
    Bab Vi
    Dokumen2 halaman
    Bab Vi
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Cover Journal Reading
    Cover Journal Reading
    Dokumen1 halaman
    Cover Journal Reading
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • TINEA KAPITIS
    TINEA KAPITIS
    Dokumen18 halaman
    TINEA KAPITIS
    wenny kawa
    Belum ada peringkat
  • Tinea Kapitis Rara
    Tinea Kapitis Rara
    Dokumen51 halaman
    Tinea Kapitis Rara
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • ASI_ISPA
    ASI_ISPA
    Dokumen5 halaman
    ASI_ISPA
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Case T Kapitis Rara
    Case T Kapitis Rara
    Dokumen28 halaman
    Case T Kapitis Rara
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Bab V Asi Sambau
    Bab V Asi Sambau
    Dokumen4 halaman
    Bab V Asi Sambau
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv Asi
    Bab Iv Asi
    Dokumen3 halaman
    Bab Iv Asi
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • ASI_ISPA
    ASI_ISPA
    Dokumen5 halaman
    ASI_ISPA
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Bab Vi
    Bab Vi
    Dokumen6 halaman
    Bab Vi
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat
  • Lembar Persetujua1
    Lembar Persetujua1
    Dokumen12 halaman
    Lembar Persetujua1
    RizkaRamadani
    Belum ada peringkat