Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bronchopneumonia merupakan suatu peradangan paru yang biasanya
menyerang di bronkeoli terminal. Penyakit ini sering bersifat sekunder,
menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan
penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Penyakit ini biasa terjadi pada
anak dan bayi, yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab
Bronchopneumonia yang masuk kesaluran pernafasan sehingga terjadi
peradangan broncus dan alveolus. Pneumonia merupakan peradangan akut
parenkim paru-paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995)
Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap
tahunnya menyerang setiap tahunnya 1% dari seluruh penduduk Amerika.
Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik, pneumoni tetap
merupakan penyebab kematian terbanyak keenam di Amerika Serikat. Bayi
dan anak lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka
masih belum berkembang dengan baik. Pneumoni sering kali merupakan hal
yang terakhir terjadi pada orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit
kronik tertentu. Hampir 60 % dari pasien- pasien yang kritis di ICU dapat
menderita pneumonia dan setengah dari pasien-pasien tersebut akan
meninggal.

Menurut WHO, 95% pneumonia pada anak-anak di dunia terdapat di


negara-negara berkembang. Insiden penyakit ini pada negara berkembang
hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun, dan merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak usia <5 tahun di seluruh
dunia, terutama di negara berkembang.

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal


dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan
pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)

1
Bronkopneumonia digunakan unutk menggambarkan pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di
sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak.
(Smeltzer,2001).

Bronkopneumonia adalah radang paru yang berasal dari cabang-


cabang tenggorok yang mengalami infeksi dan tersumbat oleh getah radang,
menimbulkan pemadatan-pemadatan bergerombol dalam lobulus paru yang
berdekatan, biasanya terjadi akibat batuk rejan, campak, influenza, tifus, dan
sebagainya (Ramali Ahmad, 2000: 41).

Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur,


mikoplasma. Bakteri merupakan penyebab utama di negara berkembang.
Bakteri tersering adalah Streptococcus pneumonia (30 - 50%), sedangkan
virus yang sering menjadi penyebab bronkopneumonia yaitu Respiratory
syncytial virus (RSV) sebanyak 15-40%.

Melalui makalah ini, kami berharap dapat memberikan pemahaman


yang baik bagi kalangan tenaga kesehatan maupun masyarakat umum
terutama keluarga atau ibu mengenai etiologi penyakit bronkopneumoni serta
penatalaksanaannya berupa asuhan keperawatan. Sebagai penulis, kami pun
menyarankan kepada ibu dan keluarga agar memperhatikan kesehatan serta
asupan gizi anak selama masa pertumbuhan.

Pneumonia merupakan suatu radang paru yang disebabkan oleh


bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur atau oleh benda asing.
Pneumonia merupakan peradangan akut padaparu-paru dengan akumulasi
eksudat di dalam alveoli dan sluran pernafasan yang mengganggu proses
pernafasan. Pada umumnya pembagian pneumonia menurut dasar anatomis
dan etiologi. Pembagian menurut tempatnya adalah pneumonia lobaris,
pneumonia lobularis (bronchopneumonia), pneumonia interstisili
( bronkhiolitis ), sedangkan pembagian menurut penyebabnya atau etiologinya

2
adalah bakteri, virus, jamur, aspirasi makanan, pneumonia hipostatik dan
sindrom Loefler.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perjalanan penyakit bronkopneumonia?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan bronkopneumonia?

1.3 Tujuan
1. Megetahui perjalanan penyakit bronkopneumonia.
2. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan bronkopneumonia.

BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

3
2.1 Pengertian Penyakit Bronkopneumonia
Bronchopneumonia merupakan suatu peradangan paru yang biasanya
menyerang di bronkeoli terminal. Penyakit ini sering bersifat sekunder,
menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan
penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Penyakit ini biasa terjadi pada
anak dan bayi, yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab
Bronchopneumonia yang masuk kesaluran pernafasan sehingga terjadi
peradangan broncus dan alveolus. Pneumonia merupakan peradangan akut
parenkim paru-paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995)

Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang


mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di
sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak.
(Smeltzer,2001).

Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur,


mikoplasma. Bakteri merupakan penyebab utama di negara berkembang.
Bakteri tersering adalah Streptococcus pneumonia (30 - 50%), sedangkan
virus yang sering menjadi penyebab bronkopneumonia yaitu Respiratory
syncytial virus (RSV) sebanyak 15-40%.

Bronkopneumonia adalah radang paru yang berasal dari cabang-


cabang tenggorok yang mengalami infeksi dan tersumbat oleh getah radang,
menimbulkan pemadatan-pemadatan bergerombol dalam lobulus paru yang
berdekatan, biasanya terjadi akibat batuk rejan, campak, influenza, tifus, dan
sebagainya (Ramali Ahmad, 2000: 41).

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :

1) Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan


umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia

4
Streptococal merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia
ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
2) Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial.
Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus
stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired
pneumonia.
3) Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi
anatomi infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut
organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.
4) Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada
agen penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk
mengidentifikasikan organisme perusak.

Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :

Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :

1. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris


dengan opasitas lobus atau lobularis.
2. Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat
lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.

Berdasarkan faktor lingkungan:

1. Pneumonia komunitas
2. Pneumonia nosokomial
3. Pneumonia rekurens
4. Pneumonia aspirasi
5. Pneumonia pada gangguan imun
6. Pneumonia hipostatik

Berdasarkan sindrom klinis:

1. Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang


terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia
dan pneumonia lobar serta pneumonia bakterial tipe campuran
atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang disertai
konsolidasi paru.

5
2. Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang
disebabkan Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella.
2.3 Etiologi
Penyebab bronkopneumonia :
1. Bakteri

Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme


gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan
streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus
influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.

2. Virus

Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi


droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab
utama pneumonia virus.

3. Jamur

Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar


melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.

4. Protozoa

Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC).


Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
(Reeves, 2001).

Didapatkan faktor resiko yaitu :


1. Umur kurang dari 2 bulan
2. Laki-laki
3. Gizi kurang
4. BBLR
5. Tidak mendapat ASI memadai
6. Polusi udara
7. Kepadatan tempat tinggal
8. Imunisasi yang tidak memadai
9. Membedung anak berlebihan
10. Defisiensi vitamin

6
Faktor resiko meningkatnya kematian karena pneumonia

1. Umur 0-2 bulan jauh lebih tinggi (morbiditas & mortalitas) dari anak
usia sekolah (bayi muda belum bisa batuk, masih belum banyak
terdapat immunoglobulin yang spesifik)
2. Tingkat sosio ekonomi rendah
3. Kurang gizi
4. BBLR
5. Tingkat pendidikan ibu yang rendah
6. Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
7. Kepadatan tempat tinggal
8. Imunisasi yang tidak memadai
9. Menderita penyakit kronis
10. Aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan
yang salah
2.4 Patofisiologi

Pneuomonia bakteri akut dapat bermanifestasi sebagai salah satu


dari pola anatomic dan radiografik, yaitu bronkopneumonia (pneumonia
lobularis) dan pneumonia lobaris. Bronkopneumonia mengisyaratkan
distribusi peradangan yang bebercak dan umumnya lebih dari satu lobus.
Pola ini terjadi akibat infeksi awal di brokus dan brokiolus yang meluas ke
alveoli sekitarnya. Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi
saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus,
Haemophilus influenza atau karena aspirasi makanan dan minuman. Dari
saluran pernafasan dengan gambaran sebagai berikut:

1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu


dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara
kapiler dan alveoli
2. Ekspansi kuman melaui pembuluh darah kemudian masuk kedalam
saluran pencernaan dam menginfeksinya mengakibatkan terjadinya
peningkatan flora normal dalam usus, peristaltic meningkat akibat usus
mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko
terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan
yang meliputi empat stadium, yaitu :
1. Stadium I/Hiperemia (4 12 jam pertama/kongesti)

7
Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon
peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang
terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja
sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan
alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu
alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) Universitas Sumatera Utara sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat
oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 8 hari)
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel
darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat
ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan
terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli
mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin

8
dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah
tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV/Resolusi (7 11 hari)
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.
2.5 Manifestasi Klinis
1. Menggigil mendadak, demam yang tinggi dengan cepat dan
berkeringat banyak
2. Nyeri dada seperti ditusuk yang diperburuk dengan pernafasan dan
batuk.
3. Sakit parah dengan takipnea jelas (25 45/menit) dan dispnea.
4. Nadi cepat dan bersambung
5. Bradikardia relatif ketika demam menunjukkan infeksi virus, infeksi
mycoplasma atau spesies legionella.
6. Sputum purulen, kemerahan, bersemu darah, kental atau hijau relatif
terhadap preparat etiologis.
7. Tanda-tanda lain: demam, krakles, dan tanda-tanda konsolidasi lebar
(Baughman, Diane C,)

Diagnosa bronkopneumonia dapat ditegakkan jika pada suatu periode


pengamatan ditemukan 3 dari 5 kriteria gejal berikut yaitu :
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan adanya
retraksi suprasternal, intercostal, atau epigastrik
2. Panas badan
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
5. Leukosit (pada infeksi virus normal atau leukopenia dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 dengan neutrofil yang
dominan).
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang di lakukan terhadap pasien bronkopneumonia
meliputi:
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Pemeriksaan darah
3. Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)

9
4. Pemeriksaan sputum Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari
batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan
mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi
agen infeksius. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
5. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status
asam basa. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
6. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
7. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi
antigen mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
8. Pemeriksaan Radiologi
9. Rontgenogram Thoraks Menunjukkan konsolidasi lobar yang
seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat
multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus.
(Barbara C, Long, 1996 : 435)
10. Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas
tersumbat oleh benda padat. (Sandra M, Nettina, 2001)
2.7 Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer Arif 2000, penatalaksanaan medis bronkopneumonia
adalah:

1. Oksigen 1-2 liter


2. IVFD dextrose 10%; NaCl 0,9%=3:1, +KClL 10mEq/500ml cairan.
3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feading drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transfor mukosilier.
5. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.

Anti biotik sesuai dengan hasil biakan atau berikan:

1. Untuk kasus bronkopneumonia community base:


1) Ampicilin 100mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian.
2) Chloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian.
2. Untuk kasus bronkopneumonia hospital base:
1) Cefotaxim 100mg/kgBB/Hari dalam 2 kali pemberian.
2) Amikasin 10-15mg/kgBB/Hari dalam 2 kali pemberian.

2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita bronkopneumonia adalah
sebagai berikut:
1. Empiema torasis
1
0
2. Adanya penimbunan pus/nanah di dalam rongga pleura
3. Pneumothorax
4. Akumulasi udara di dalam rongga pleura karena terdapat hubungan
langsung rongga pleura dengan atmosfir akibat defek pada dinding
dada atau pecahnya alveoli atau keduanya.
5. Efusi pleura yang disebabkan oleh H. Influenza
6. Abses paru
7. Bronkiektase
8. Perikarditis purulenta
9. Miokarditis

1
1
2.9 WOC

FAKTOR RESIKO

ETIOLOGI

Penderita sakit berat yang


dirawat di RS
Orang yang mengalami
penurunan system
pertahanan tubuh
Kontaminasi peralatan RS

Bakteri,virus Aspiarasi sekresi


orofaraingeal, aspirasi
flora normal yang ada
dalam mulut.
Inhalasi dan invasi mikroba ke saluran
pernafasan
Adanya percikan saliva
/mucus ke alveoli
Iritasi jalan nafas

Disfungsional
silia Penyebaran kuman ke
alveoli

Inflamasi
bronkhus
Pearadangan alveoli
Peningkatan sel PMN
Penumpukan eksudat serosa di Edema antara kapiler dan
bronchial dan bronkhiolus alveoli
terminal
Pergerakan dinding
Ekstrapasasi eksudat serosa kedalam paru
alveoli

Konsolidasi daerah paru

BRONKOPNEUMONIA

B1 B2 B3 B4

Infeksi Hipoksia Oksigen dalam


Kuman berlebihan Kollaps alveoli pulmonaly jaringan tubuh menurun
di brokhus otak
Penurunan volume
Penurunan ratio ekspirasi paksa
Prose ventilasi Iskemia jaringan Anoksi jaringan
peradangan otak
dinding brokhus Kapasitas difusi
menurun Penurunan volume
Akumulasi secret residu Penimbunan asam
di bronkhus Infark otak laktat
Suplai oksigen
menurun CO menurun
Tidak dapat dikeluarkan
Kerja nafas oleh ginjal
Obstruksi jalan Ketidakcukupan
nafas meningkat Peradangan
pengisisan system
arteri selaput otak
MK : BERSIHAN dysnea
JALAN NAFAS
TIDAK EFEKTIF
Stimulasi chemoreseptor
hiphothalmus MK : POLA NAFAS MK : GG. Edema jaringan Asidosi oliguri
TIDAK EFEKTIF PERFUSI otak metabol
JARINGAN ik
KERUSAKAN
Reaksi peningkatan panas Deficit fungsi neurologis Produksi
PERTUKARAN
tubuh urin
GAS MK :
GG.KESEIM menurun
Demam BANGAN
Kerusakan system motorik dn ASAM
sensorik BASA
MK : GG. MK : GG.
KESEIMBANGAN ELIMINASI
Kaku
SUHU TUBUH URIN
kuduk,sincope

MK : DEFISIT PEMENUHAN ADL

DEFISIT PERAWATAN DIRI

RESTI CIDERA

B5 B6 B7

Suplai oksigen ke Adanya sesak nafas


Mucus bronkhus Kuman terbawa disaluran jaringan
meningkat pencernaan menurun Perubahan status
kesehatan
Bau mulut tidak sedap Infeksi saluran pencernaan Hipoperfusi
jaringan Ketidaktahuan
Peningkatan peristaltic Koping individu tidak
Anoreksia usus Metabolism efektif
anaerob
Melabsorbsi
Intake tidak Kelemahan fisik,fatigue MK : ANOREKSIA
adekuat Diare KURANG
PENGETAHUAN
MK : PERUBAHAN NUTRISI MK :
KURANG DARI KEBUTUHAN Mk : GG. KESEIMBANGAN CAIRAN DAN INTOLERANSI
TUBUH ELEKTROLIT AKTIVITAS

Anda mungkin juga menyukai