Anda di halaman 1dari 23

Asma Eksarsebasi Akut yang Diperberat Akibat Pekerjaan

Harprema Sonia Raj Kaur


NIM : 102010171
Kelompok: D2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: harpremasoniarajkaur@yahoo.co.id

Pendahuluan
Dahulu, definisi sedikit sempit yaitu asma yang dipicu oleh sensitasi terhadap agen yang
terhirup waktu bekerja. Definisi yang lebih baru adalah suatu penyakit dengan ciri keterbatasan aliran
udara yang bervariasi dan atau saluran udara yang hiperesponsif akibat penyebab dan keadaan yang
dapat dihubungkan dengan lingkungan pekerjaan tertentu dan tidak dengan rangsangan yang berasal
dari luar tempat kerja. Definisi yang disebutkan belakangan ini bersifat lebih luas yaitu meliputi kasus
asma yang disebabkan mekanisme selain alergi, misalnya peradangan akibat iritan atau mekanisme
yang tidak diketahui seperti asma akibat isosianat. Adanya riwayat asma sebelumnya sebaiknya tidak
menjadi penghalang dalam mendiagnosis asma akibat kerja bila dapat dibuktikan bahwa pasien terkena
serangan asma akibat pajanan di lingkungan kerja. Namun, kasus asma yang diperberat oleh iritan
nonspesifik di lingkungan kerja masih tidak dimasukkan ke dalam definisi oleh berbagai pihak. Kasus
asma saat bekerja atau pekerjaan yang memperberat asma harus diteliti untuk mengetahui faktor
kerja yang memperberat dan kegiatan pencegahan yang harus dilakukan untuk mengurangi pajanan
terhadap faktor ini.

Anamnesis

22
1. Menanyakan nama pasien, usia dan tempat tinggal serta pekerjaan pasien.
2. Keluhan utama pasien
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu (apakah ada alergi?)
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat pengobatan
7. Untuk mengkaji seberapa jauh penyakit disebabkan atau berhubungan dengan pekerjaan pasien
maka perlu ditanyakan apakah pekerjaan menyebabkan atau berhubungan dengan penyakit
8. Apa efek jangka panjang penyakit tersebut?
9. Apa sifat pekerjaan saat pasien kembali bekerja?
10. Apakah kembali bekerja menyebabkan kambuhnya penyakit atau memperberat penyakit?
11. Apakah kembali bekerja menyebabkan kerugian atau menggangu kesehatan teman sekerja atau
masyarakat umum?
12. Tanyakan riwayat pekerjaan dan pekerjaan terakhir dari pasien tersebut, karena mungkin saja
penyakit nya yang saat ini berhubungan dengan pekerjaan yang sebelumnya.Komponen riwayat
pekerjaan tersebut termasuk mengenai ( deskripsi pekerjaan atau sifat pekerjaan, jumlah jam
kerja/ jam giliran kerja, tipe bahaya, pekerjaan sebelumnya, pekerjaan lain, pajanan dalam
rumah tangga, hobi serta apakah pekerja lain menderita penyakit yang sama?)
13. Tambahan informasi dalam riwayat pekerjaan : kebiasaan merokok, keluhan pekerja lain yang
sama, hubungan waktu antara pekerjaan dan timbulnya gejala, derajat pajanan, pemakaian alat
pelindung, metode pengolahan bahan).1

Pemeriksaan Fisik
Tingkat kesadaran, sianosis
Frekuensi pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, denyut nadi,
Inspeksi : Pada asma ringan tidak ditemukan kelainan fisik di luar serangan. Pada inspeksi
terlihat pernafasan sukar dan cepat, disertai batuk-batuk paroksismal, kadang-kadang terdapat
suara wheezing (mengi), ekspirium memanjang, pada inspirasi terlihat retraksi daerah
supraklavikular, suprasternal, epigastrium, dan sela iga.
Palpasi: Palpasi trakea paling baik dilakukan (leher pasien dalam posisi tegak normal) dengan
menempatkan jari telunjuk pada takik suprasternal dan memastikan bahwa penekanan pada sisi

22
kiri trakea sedikit lebih mudah daripada penekanan pada sisi kanan. Jika terdapat obstruktif
jalan napas, trakea akan bergerak (menyentak) ke arah bawah pada inspirasi. Gerakan
pernafasan diperiksa kiri dan kanan. Fremitus vokal taktil merupakan cara pemeriksaan bunyi
suara dengan perabaan tangan.
Perkusi: Periksa adanya hiperresonasi yang biasanya disebabkan oleh peningkatan jumlah udara
dalam dada, seperti dapat ditemukan pada penderita asma
Auskultasi: Mengi paling sering dijumpai pada asma. Pasien asma berat tanpa suara mengi
mungkin berada dalam ancaman gagal pernafasan.2

Pemeriksaan Penunjang
Aliran puncak digunakan untuk memantau beratnya obstruksi aliran udara dan turut
mempengaruhi keputusan penatalaksnaan; seringkali aliran puncak < 50% dari yang diramalkan
menunjukkan perlunya perawatan di rumah sakit.
Pulsus paradoksus: penurunan tekanan darah sistolik saat inspirasi lebih dari 10 mmHg.
Uji fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter. Diagnosis asma dapat ditegakkan bila
didapatkan: Variasi pada PFR (peak flow meter=arus puncak ekspirasi) atau FEV1 (forced
expiratory volume 1 second= volume ekspirasi paksa pada detik pertama) 15%, Kenaikan
15% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator, Penurunan 20% pada
PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
Gas darah arteri diindikasikan pada serangan berat dan bila saturasi oskigen turun sampai <91%
Tes kulit hipersensitivitas bermanfaat dalam mengidentifikasi individu yang atopik
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun. Foto rontgen dada, hanya diindikasikan bila ada
kecurigaan pneumothoraks, pneumonia atau komplikasi lain
Sputum: dapat menemukan eosinofilia serta dapat mengkaji adanya bukti infeksi bakteri
Analisis hitung darah lengkap dan elektrolit menunjukkan adanya anemia, bukti infeksi atau
perubahan kadar kalium, magnesium dan fosfat. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi
peningkatan dari Ig E padawaktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
EKG diindikasikan pada pasien berusia diatas 50 tahun atau pada pasien yang memiliki riwayat

22
penyakit jantung, pasien harus dipantau selama menjalani penanganan darurat.3

Monitoring puncak kecepatan aliran ekspirasi (PEFR)


Monitoring PEFR telah menjadi suatu perangkat yang digunakan dalam penelitian asma akibat kerja.
Pasien diajarkan secara benar penggunaan PEF meter portebel dan diminta mencatat hasilnya setiap
PEFRnya setiap dua hingga tiga jam sekali pada siang hari. Hal ini sebaiknya mencakup periode
bekerja dan tidak bekerja, jangka waktu tidak bekerja harus kira-kira 7-10 hari lamanya berturt-turt.
Setiap kali diambil 3 hasil yang terbaik. Setiap hari nilai hasil yang maksimum, minimum dan rata-rata
dimasukkan ke dalam grafik.Variasi diurnal sebesar 20% atau lebih adalah bukti adanya asma. Variasi
diurnal dihitung sebagai perbedaan antara PEFR maksimum dan minimum yang dinyatakan dalam
presentase PEFR maksimum setiap hari. Bukti adanya perbaikan waktu di rumah dan diperburuk
ditempat kerja perlu dicari. PEFR memastika adanya obtruksi jalan udara yang berhubungan dengan
pekerjaan, tapi tidak memberi tahu kita penyebab asma spesifik.
Untuk mengetahui penyebab yang spesifik, kita harus mengetahui pajanan yang dialami oleh pekerja iti
dilingkungan kerjanya, kunjungan ketempat kerja dan penelitian literatur akan memberi tahi kita bahan
pajanan yang diketahui bisa menyebabkab asma PEFR seri menunjukan adanya pola hubungan dengan
pekerjaan, orang akan memperkirakan asma yang diederitanya disebabkan oleh bahan yang diketahui
tersebut.1

Tes provokasi spesifik bagi bronkus (BPT)


Tes ini dilakukan pada pasien yang dirawat inap dirumah sakit sehingga reaksi asma apapun terutama
reaksi yang tertunda dapat didokumentasi dan dapat diobati dengan baik. Idealnya serangan asma yang
dialami oleh pasien telah distabilkan terlebih dahulu dan pasien sedang tidak berada dalam pengobatan.
Pada hari pertama, PEFR dimonitor setiap tiga jam selama 24jam. Pada hari kedua, pasien diberikan
pajanan berupa zat kontrol, misalkan debu, laktosa. Bila tidak ada reaksi makan pada hari ketiga
pajanan berupa bahan yang diduga sebagai agen penyebab. Penurunan PEFR sebesar 20% dari nilai
dasar denga kontrol yang negatif dapat dianggap suatu BPT positif. Tingkat dan lamanya pajanan
tergantung agens penyebab dan pasien itu sendiri.1

Working diagnosis
Untuk dapat mendiagnosis penyakit akibat kerja pada individu perlu dilakukan suatu

22
pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara
tepat.
Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:

1. Tentukan Diagnosis klinisnya

A. Anamnesis
Identitas
Nama : Ny. A
Alamat : Cipinang
Usia : 25 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pedagang sayuran keliling

Keluhan Utama
Sesak napas memberat 3 hari lalu sebelum masuk Rumah Sakit

Keluhan Tambahan
batuk dan rasa tidak nyaman di dada

Riwayat Penyakit Sekarang


Os sesak napas sejak 7 hari lalu, disertai mengi pada pagi hari dan berkurang saat istirahat,
batuk berdahak berwarna putih, batuk pada malam hari (-). Bertambah berat sejak 3 hari
lalu, memiliki riwayat asma yang sering kambuh 2x dalam sebulan. Berjaualan sayur
keliling dari subuh hingga siang hari selama 4 tahun, menggunakan gerobak
dorong.Mengkonsumsi OAT (-), kebiasaan merokok (-)

Riwayat Penyakit Dahulu


Memiliki riwayat sesak napas sejak 8 tahun.

22
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), DM (-)

Riwayat Pengobatan
Pernah berobat ke puskesmas tetapi tidak membaik. Keluhan membaik jika di uap.

B.Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: Kompos mentis, tampak sakit berat

Tanda-tanda vital
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit, irama teratur
Pernapasan: 20 x/menit
Suhu : 36,50 C
Status Gizi
TB : 165 cm
BB : 50 kg
IMT : 18,3 kg/m
Lpe : 52 cm

Pemeriksaan fisik thorax


Inspeksi : dinding thorax kanan-kiri simetris, mamae simetris, semua dalam
batas normal
Palpasi : tidak ditemukan kelainan
Perkusi : sonor
Auskultasi: Vesikuler, ronki basah halus (-), Wheezing (+)

Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan faal paru didapatkan gambaran penurunan FEV1 yang bermakna (10% atau
lebih) setelah terpajan selama 6 jam pada hari pertama bekerja setelah akhir minggu,
memberikan bukti objektif tentang efek akut. Derajat perbaikan penyumbatan jalan napas dapat

22
dikaji dengan tes FEV1 sebelum giliran tugas dilakukan setelah dua hari tidak terpajan.
Pemeriksaan foto toraks normal, hal ini berbeda dengan bentuk penumokoniosis lain yang
kelainan radiologisnya terjadi bertahun-tahun sebelum munculnya gangguan fungsional
Pemeriksaan faal paru dapat menunjukkan kelainan yaitu penurunan FEV1 pada permulaan hari
kerja. Ganguan faal paru dibagi atas 4 kelompok berdasarkan perubahan kapasitas ventilasi yaitu
derajat FO sampai derajat F3. Kapasitas difusi biasanya tidak berubah.2

Pemeriksaan tempat kerja misalnya penerangan, kebisingan, pajanan debu, kelembaban, dsb.

2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini

Bahaya potensial penyebab gangguan kesehatan di tempat kerja maupun di lingkungan rumah
dapat digolongkan dalam beberapa faktor yaitu faktor kimia, faktor fisik, faktor biologis,
ergonomi. Gangguan kesehatan dapat terjadi ketika terjadi interkasi antara bahaya potensial
sebagai penyebab, dengan faktor lingkungan yang tidak menguntungkan di pihak lain. Ketika
daya tahan tubuh suatu individu tidak kuat untuk bertahan, maka terjadilah sakit.

Pajanan Kimia
Meningkatnya penggunaan bahan kimia dalam kehidupan kita sehari-hari, baik di tempat kerja
maupun di rumah tangga telah menyebabkan pula semakin seringnya kita kontak dengan bahan-
bahan tersebut. Bahan-bahan kimia ini sebagian dapat menyebabkan gangguan terhadap
kesehatan yang terjadinya segera ataupun dikemudian hari. Tidak jarang pula gangguan
kesehatan terjadi setelah tidak menggunakannya atau sudah tidak menyentuhnya lagi, tetapi
gangguan terus berkembang. Gangguan kesehatan yang terjadi dikemudian hari sering tidak
disadari, karena perkembangannya perlahan-lahan dan diketahui justru setelah menjadi parah.
Dampak kesehatan bahan-bahan kimia terhadap manusia dapat berakibat sementara waktu saja,
dan selanjutnya kesehatan pulih kembali, tetapi juga ada yang berakibat menetap atau seumur
hidup.
Berdasarkan jenis bahan kimia yang sering digunakan, dapat digolongkan antara lain adalah:
a) Bahan pembasmi hama (pestisida) dan racun serangga (insektisida), pupuk, pembasmi
kutu hewan dan pembasmi tanaman pengganggu.

22
b) Bahan pelarut yang banyak terkandung dalam berbagai jenis cat, pengencer cat,
pembersih cat, dan bahan campuran cat.
1. Timah hitam yang dapat di jumpai pada baterai, pipa air galvanis, bahan bakar, dan
glasir keramik pada peralatan memasak dan makan.
2. Bahan yang bersifat iritan terhadap kulit dan selaput lendir yang sering terdapat dalam
produk-produk pembersih, seperti sabun cuci yang mengandung pemutih, pemutih
pakaian, pembersih kaca, pembersih porselen, dan perabot rumah tangga lainnya.
3. Bahan iritan terhadap saluran napas seperti yang terdapat dalam produk-produk
perawatan rambut, seperti pewarna rambut, obat keriting, dan pelurus rambut dan
hairspray.

Untuk mengetahui gangguan yang mungkin terjadi karena bahan bahan kimia tersebut dapat
dengan mengenali gejala dan tanda yang timbul seperti berikut:
1. Kepala pusing; nyeri dan berkunang-kunang. Keluhan seperti ini sering dihubungkan
dengan kemungkinan gangguan kesehatan akibat bahan pembasmi serangga, keracunan
timah hitam, ataupun bahan perawatan rambut. Kepala pusing dapat merupakan gejala
kurang darah (anemia) yang diakibatkan oleh keracunan timah hitam, dan memperberat
keadaan kurang darah yang di sebabkan oleh kekurangan zat besi yang masih
merupakan masalah dikalangan perempuan Indonesia.
2. Iritasi mata; mata yang mengalami iritasi ditandai dengan mata merah, berair dan
keluhan perih. Keadaan ini dapat disebabkan oleh bahan pengiritasi selaput lendir mata
seperti oleh bahan pelarut.
3. Berbagai masalah gangguan saluran napas dan paru-paru, asma, sesak napas, batuk
kering, dan sering cepat lelah. Hidung dan tenggorokan bengkak, lecet, serasa terbakar;
bersin-bersin, dan batuk. Gangguan ini banyak dialami akibat terkena debu atau bahan
kimia yang terhisap melalui saluran napas, seperti yang dialami oleh pembuat
keramik/tembikar, dan pengolah kapas atau wol.4

Pajanan Fisik
Memasak merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan dalam sebuah rumah tangga untuk
memenuhi kebutuhan makanan keluarga. Di Indonesia, kebanyakan pekerjaan ini dilakukan

22
oleh perempuan. Yang termasuk dalam faktor fisik adalah risiko yang mungkin ditimbulkan
oleh kegiatan memasak ini seperti peningkatan suhu ruangan kerja atau dapur; dan juga
perubahan tingkat kelembaban yang mungkin terjadi.
Peningkatan suhu ruangan dan kelembaban ini meningkatkan tekanan panas di tempat kerja.
Akibatnya mulai dari yang ringan seperti ketidaknyamanan dalam bekerja, sampai dengan
kemungkinan gangguan kesadaran berupa heat stroke. Gangguan yang paling sering adalah
berupa gangguan kulit. Dapat berupa miliaria yaitu kelainan kulit dengan gejala berbintik dan
kemerahan di daerah muka terutama kening, yang dikenal juga sebagai biang keringet.
Gangguan kulit lain dapat terjadi di lipatan tubuh seperti ketiak dan sela paha, sebagai akibat
kelembaban yang berlebihan dan memudahkan tumbuhnya jamur. Gangguan lain dapat berupa
gejala kelelahan, kejang otot, dan juga kolik perut. Minum yang banyak dan disertai tambahan
garam sebagai pengganti cairan dan garam tubuh yang keluar melalui keringat merupakan salah
satu cara untuk mencegah gangguan kesehatan yang timbul akibat panas.
Selain panas, faktor risiko lain yang tergolong pada faktor fisik ini adalah radiasi
elektromagnetik dan kebisingan. Penggunaan alat listrik dan microwave, meningkatkan
kemungkinan terkenanya radiasi elektromagnetik . walaupun masih kontroversial , factor resiko
elektromagnetik ini di hubungkan dengan berbagai gangguan kesehatan seperti leukemia,
katarak, ke mandulan dan gangguan saraf.4

Pajanan Ergonomi
Faktor resiko ergonomi antara lain pekerjaan mengangkat dan mengangkut. Pekerjaan
mengangkat dan membawa beban berat tidak hanya di kerjakan oleh pekerja laki-laki, tetapi
kegiatan ini juga umum dilakukan oleh perempuan dalam kesehariannya. Liat saja contoh yang
sederhana, mulai dengan menggendong dan menimang anak, membawa ember air, atau juga
mengangkut kayu bakar dan contoh pada kasus Ny. A ialah mendorong gerobak sayurnya.
Gangguan kesehatan yang umum dijumpai pada perempuan akibat faktor ergonomi ini adalah
nyeri punggung dan nyeri pinggang. Masalah kesehatan ini dapat terasa segera dan sembuh
segera. Tetapi tidak jarang berlangsung sampai berbulan-bulan atau menahun.
Sebab lain nyeri punggung dan pinggang adalah bekerja dengan duduk atau berdiri terus
menerus. Duduk atau berdiri dalam waktu yang lama sering dilakukan seseorang untuk
menyelesaikan suatu kegiatan. Kegiatan itu dapat terkait dengan pekerjaan sehari-hari di rumah,

22
di kantor, dipabrik, di kebun, dan tempat kerja lainnya termasuk juga mengerjakan kerajinan
tangan.Gangguan nyeri punggung dan pinggang yang berat dapat menyebabkan nyeri hebat
akibat penjepitan pada syaraf yang ada di tulang belakangnya. Bahkan keadaan ini dapat
menyebabkan kelumpuhan.Beban berat juga dapat menyebabkan terjadinya keguguran pada
perempuan usia muda. Keluhan turun rahim (prolapsus uteri) dapat terjadi akibat mengangkat
beban berat. Sering terjadi pada perempuan setengah baya atau sudah sering melahirkan.
Gangguan kesehatan tersebut dapat dicegah dengan cara mengangakat dan membawa beban
secara benar.4

Faktor Biologis
Tergolong pada faktor resiko biologis adalah bahaya potensial kesehatan yang berasal dari
bakteri, virus, jamur, dan parasit termasuk cacing. Pada perempuan yang berkerja di perkebunan
dan pertanian, terkena faktor resiko biologis ini lebih besar. Jenis virus aflatoksin yang terdapat
pada biji-bijian dan kacang-kacangan merupakan penyebab gangguan hati yang dapat terlanjut
menjadi kanker hati. Pekerjaan yang beresiko untuk terkena virus dan bakteri ini adalah juga
terkait dengan perawatan orang sakit. Perempuan seringkali menjadi tumpuan pelaku rawat di
rumah bagi keluarga yang sakit. Ketika sakit menderita penyakit yang dapat menularkan maka
tentu pelaku rawatlah yang akan lebih dahulu terkena. Demikian juga bagi mereka yang bekerja
di laboratorium, dan pencucian pakaian. Sangat besar kemungkinan terkena cairan tubuh seperti
darah, air liur, dan lainnya yang mengandung penyakit. Termasuk dalam kelompok faktor
biologis ini yang cukup banyak di Indonesia asalah TBC dan hepatitis.Bekerja tanpa alat
pelindung seperti sepatu dan sarung tangan di bidang pertanian dan perkebunan, memperbesar
resiko terkena parasit cacing. Kontak dapat terjadi melalui kulit maupun penyebaran telurnya
yang tertelan.
Jamur banyak menyebabkan gangguan kulit. Iklim panas dan lembab di Indonesia, sangat
menunjang penyebaran penyakit jamur kulit. Terlebih lagi pada mereka dengan kebersihan diri
yang tidak terjaga dengan baik.4

Berdasarkan berbagai penjelasan diatas mengenai pajanan, pada kasus Ny.A dengan diagnosis
klinis asma dipengaruhi berdasarkan pajanan fisik (suhu panas saat bekerja), pajanan ergonomi (lama
pasien bekerja dengan mendorong gerobak sayur) dan kemungkinan lain berasal dari pajanan debu.

22
3. Tentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit yang diderita
Triger (pemicu) yang berbeda-beda dapat menyebabkan eksaserbasi asma oleh karena inflamasi
saluran napas atau bronkospasme akut atau keduanya. Sesuatu yang dapat memicu serangan
asma ini sangat bervariasi antara satu individu dengan individu yang lain dan dari satu waktu ke
waktu yang lain. Beberapa hal di antaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi saluran napas,
kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat, atau ekspresi emosi yang berlebihan.5

4.Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut

Macam-macam debu
Dari macamnya debu juga dapat dikelompokan kedalam Debu Organik (debu kapas, debu daun-
daunan, tembakau dan sebagainya)., Debu Mineral (merupakan senyawa komplek : SiO2, SiO3,
arang batu dll) dan Debu Metal (Debu yang mengandung unsur logam: Pb, Hg, Cd, Arsen, dll).
Dari segi karakter zatnya debu terdiri atas Debu fisik (debu tanah, batu, mineral, fiber) Kimia
(Mineral organik dan inorganik) Biologis ( Virus, bakteri, kista) dan debu radio aktif. Ditempat
kerja jenis jenis debu ini dapat ditemui di kegiatan pertanian, pengusaha keramik, batu kapur,
batu bata, pengusaha kasur, pasar tradisional, pedagang pinggir jalanan dan lain lain.
Ambang batas debu
Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernafasan.Dari
hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut:
5-10 mikron = akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas
3-5 Mikron akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah
1-3 mikron sampai dipermukaan alveoli
0,5-0,1 mikron hinggap dipermukaan alveoli/selaput lendir sehingga menyebabkanvibrosis paru
0,1-0,5 mikron melayang dipermukaan alveoli. Menurut WHO 1996 ukuran debu partikel yang
membahayakan adalah berukuran 0,1 5 atau 10 mikron. Depkes mengisaratkan bahwa ukuran
debu yang membahayakan berkisar 0,1 sampai 10 mikron.

Posisi ergonomis untuk mengangkat beban


jenis kelamin seseorang juga dapat mempengaruhi kegiatan mengangkat dan mengangkut. Cara

22
mengangkat dan mengangkut yang baik harus memenuhi 2 prinsip kinetis, yaitu :
1. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin otot
tulang yang lemah dibebaskan dari pembebanan.

2. Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.

Untuk menerapkan kedua prinsip kinetis itu setiap kegiatan mengangkat dan mengangkut harus
dilakukan sebagai berikut :

1.Pegangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan tangan penuh dan memegang dengan
hanya beberapa jari yang dapat menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari tersebut harus
dihindarkan.

2.Lengan harus sedekat-dekatnya pada badan dan dalam posisi lurus. Fleksi pada lengan untuk
mengangkut dan mengangkat menyebabkan ketegangan otot statis yang melelahkan.

3.Punggung harus diluruskan.

4.Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi seperti pada permulaan gerakan.

5.Dengan posisi kepala dan dagu yang tepat, seluruh tulang belakang diluruskan.

6.Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi momentum yang
terjadi dalam posisi mengangkat. Satu kaki ditempatkan ke arah jurusan gerakan yang dituju,
kaki kedua ditempatkan sedemikian rupa sehingga membantu mendorong tubuh pada gerakan
pertama.

7.Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk gerakan dan
perimbangan.

8.Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui pusat
gravitasi tubuh.

Temperatur

Manusia selalu berusaha mempertahankan keadaan normal tubuh dengan sistem tubuh yang
sangat sempurna sehingga dapat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi diluar tubuhnya.
Tubuh manusia menyesuaikan diri karena kemampuannya untuk melakukan proses konveksi,
radiasi, dan penguapan jika terjadi kekurangan atau kelebihan yang membebaninya. Tetapi,
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur luar jika perubahannya tidak melebihi

22
20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin terhadap temperatur normal 24 C.
Temperatur udara lebih rendah dari 37 C berati temparatur udara ini dibawah kemampuan tubuh
untuk menyesuaikasn diri (35% dibawah normal), maka tubuh manuasia akan mengalami
kedinginan, karena hilangnya panas tubuh yang sebagian besar diakibatkan oleh konveksi dan
radiasi, juga sebagian kecil akibat penguapan. Sebaliknya jika temperatur udara terlalu panas
dibanding temperatur tubuh, maka tubuh akan menerima panas akibat konveksi dan radiasi yang
jauh lebih besar dari kemampuan tubuh untuk mendinginkan tubuhnya malalui sistem
penguapan. Hal ini menyebabkan temperatur tubuh menjadi ikut naik dengan tingginya
temperatur udara. Temparatur yang terlalu dingin akan mengakibatkan gairah kerja menurun.
Sedangkan temperatur udara yang terlampau panas, akan mengakibatkan cepat timbulnya
kelelahan tubuh dan cenderung melakukan kesalahan dalam bekerja.

5. Tentukan apakah ada faktor-faktor individu yang mungkin dapat mempengaruhi


Pasien memiliki riwayat sesak napas sejak 8 tahun lalu, tidak memiliki kebiasaan untuk
berolahraga, serta memiliki status kesehatan mental yang baik. Keluhan pasien berkurang saat
tidak bekerja.

6.Cari adanya faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit


Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok maupun minum alkohol, pekerjaan sambilan diluar
berjualan sayur keliling tidak diketahui

7.Diagnosis okupasi

Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan
informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya,
tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan
hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada
waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu
penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak
akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau
timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/ pajanannya
memperberat/ mempercepat timbulnya penyakit.4

22
PAK atau PAHK
Penyakit yang diperberat oleh pajanan di tempat kerja
Belum dapat ditegakkan butuh informasi tambahan
Bukan PAK

Keluhan yang terjadi pada pasien termasuk dalam penyakit yang diperberat oleh pajanan
ditempat kerja karena tidak ada juga keterangan mengenai rekan seprofesinya yang mengalami
hal yang sama, serta pasien sudah memiliki riwayat asma sebelumnya.

Diffrential Diagnosis
Penyakit Paru Obstruktif Kronis

1. Definisi: Saat ini telah disadari lebih luas bahwa pajanan pekerjaan tertentu dapat menjadi
penyebab pembatasan aliran udara yang irreversibel akibat bronkitis kronis atau emfisema.
Merokok adalah faktor pembias utama dalam studi kelompok pekerja. Keadaan ini juga
dapat disebabkan asma akibat kerja dan sindrom disfungsi saluran udara reaktif yang
menetap dan kronis.1
2. Agens penyebab/ pekerjaan berisiko: Telah banyak dibuktikan bahwa penambang batu bara
dan penambang batu karang memiliki resiko. Pekerja yang terpajan debu organik seperti
debu, kapas, padi, debu kayu, debu padi adalah pekerja lain yang berisiko. Pada mereka
yang masih hidup setelah terpajan berat terhadap klorin, amonia, sulfur dioksida juga
berisiko. Bahan iritan lain yang terlibat termasuk toluen diisosianat, asap diesel, kromium,
natrium dihidroksida dan aldehida. Pegecor logam dilaporkan mempunyai risiko yang lebih
tinggi terhadap bronkitis kronis.1
3. Gambaran klinis: Keluhan utama biasanya dimulai dengan batuk dan produksi sputum,
bertahan atau kumat kembali setelah jangka waktu tertentu. Kemudian akan terjadi dispnoe
saat beraktivitas yang dapat progresif. Pada pemeriksaan fisik mungkin terdapat krepitasi
atau ronkhi pada paru. Tes fungsi paru menunjukkan pengurangan nilai FEV 1 dan rasio
FEV 1/FVC yang tidak reversibel dengan bronkodilator. Pemeriksaan rontgen paru biasanya
normal dan dapat menunjukkan perubahan emfisematous, yaitu diafragma rata dan tertekan

22
serta area radiolusen termasuk bleb.1
4. Diagnosis: Walaupun diagnosis bronkitis kronis atau emfisema dapat jelas bagi dokter, tapi
hubungan dengan pajanan pada pekerjaan mungkin sukar ditentukan dan dibiarkan terbukti
sendiri, terutama bagi perokok berat. Oleh karena itu penyakit ini secara umum merupakan
penyakit akibat kerja yang tidak dapat diberikan ganti rugi. Riwayat pekerjaan merupakan
kunci untuk mencari kaitan penyakit obstruksi saluran napas kronik yang diamati dengan
pajanan dalam pekerjaan tertentu pada pekerjaan saat ini atau pekerjaan sebelumnya.
5. Tatalaksana: Selain pengobatan medis, biasanya bermanfaat bagi pasien seperti ini untuk
menghindari bahan iritan yang merangasang batuk dan produksi sputum seperti mengisap
rokok dan pajanan terhadap pekerjaan yang terkait.1

Etiologi
Terdapat banyak agens penyebab asma akibat kerja dan daftar agens tersebut menjadi semakin
panjang setiap tahun. Penyebab paling sering di negara industri adalah isosianat. Agens ini merupakan
bahan kimiawi yang sangat reaktif dan digunakan secara luas di dalam industri sebagai bahan pengeras
atau bahan pengawet. Pekerjaan yang berisiko termasuk pekerja cat semprot, pembuat busa, dan
pekerja bahan isolasi. Agen penyebab umum lain termasuk debu penggilingan padi, debu kayu, uap
solder dan las, asam anhidrida, amin dan antibiotika. Agen tersebut bisa juga berasal dari bahan
makanan yaitu dari tepung terigu, kacang kedele, biji kopi, debu teh, debu tembakau, kepiting dan
udang.Agens penyebab umum dapat berbeda antarnegara bergantung pada jenis industri, misalnya
pertanian atau pabrik.1

Epidemiologi
Statistik mengenai penyakit pernapasan akibat kerja berbeda antarnegara tergantung jenis
industri, tahap industrialisasi atau perkembangan ekonomi, sistem pencatatan, dan penggantian
kerugian untuk penyakit akibat industri, minat penelitian para dokter serta lembaga, dsb. Saat ini, di
negara industri misalnya Inggris dan Kanada, asma adalah gangguan akibat kerja yang paling banyak
ditemui, sedangkan di negara berkembang seperti Cina, silikosis merupakan penyakit paru akibat kerja
yang paling utama. Berdasarkan daftar penyebab kematian di Amerika, kasus asbestosis sedang
mengalami peningkatan, sedangkan kasus silikosis sedang menurun. Berdasarkan infromasi mengenai
penggantian kerugian di beberapa negara bagian Amerika tahun 1986, terdapat lebih banyak kasus

22
keracunan sistem respirasi bagian bawah dibandingkan dengan asbestosis, silikosis, bisinosis. Penyakit
pernapasan akibat kerja yang akhir-akhir ini baru ditemukan seperti asma akibat kerja dan kerusakan
paru lain adalah keberagaman bahan kimia yang semakin lama semakin bertambah. Bertambahnya
kegiatan pabrik dan penggunaan bahan kimia berperan dalam meningkatkan jumlah laporan penyakit
tersebut. Apapun yang kita hirup akan selalu melewati sistem respirasi terlebih dahulu dan pada proses
tersebut kontaminan dapat menyebabkan reaksi mendadak pada saluran udara atau alveoli sehingga
menyebabkan inflamasi. Hal ini dapat memberikan manifestasi seperti asma atau alveolitis dengan
mekanisme yang mungkin disebabkan oleh iritasi atau alergi. Saat ini, penyakit pernapasan akibat kerja
masih relevan karena pekerja kita terpajan berbagai variasi kontaminan inhalasi yang kompleks di
tempat kerja. Penyakit pernapasan akibat kerja telah didaftarkan sebagai bidang penelitian yang
diprioritaskan oleh World Health Organisation Office of Occupational Health untuk tahun 1994-1995.1

Patofisiologi
Triger (pemicu) yang berbeda-beda dapat menyebabkan eksaserbasi asma oleh karena inflamasi
saluran napas atau bronkospasme akut atau keduanya. Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini
sangat bervariasi antara satu individu dengan individu yang lain dan dari satu waktu ke waktu yang
lain. Beberapa hal di antaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi saluran napas, kecapaian,
perubahan cuaca, makanan, obat, atau ekspresi emosi yang berlebihan. Faktor lain yang kemungkinan
dapat menyebabkan eksaserbasi ini adalah rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks
gastro esopageal dan kehamilan. Mekanisme keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini bervariasi
sesuai dengan rangsangan. Alergen akan memicu terjadinya bronkokontriksi akibat dari pelepasan Ig-E
dependent dari mast sel saluran pernapasan dari mediator, termasuk di antaranya histamin,
prostaglandin, leukotrin sehingga akan terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran udara yang
bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran pernapasan pada pasien asma sangat
hiper responsif terhadap bermacam-macam jenis rangsangan. Pada khasus asma akut mekanisme yang
menyebabkan bronkokonstriksi terdiri dari kombinasi antara pelepasan mediator sel inflamasi dan
rangsangan yang bersifat lokal atau refleks saraf pusat. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh
karena adanya pembengkakan dinding saluran napas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.
Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan
pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran pernapasan.
Penyempitan saluran pernapasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh inflamasi saluran

22
pernapasan dan atau peningkatan tonus otot polos bronkioler merupakan gejala serangan asma akut dan
berperan terhadap peningkatan resistensi aliran, hiperinflasi pulmoner dan ketidakseimbangan ventilasi
dan perfusi (V/Q). Apabila tidak dilakukan koreksi terhadap obstruksi saluran pernapasan, akan terjadi
gagal napas yang merupakan konsekuensi dari peningkatan kerja pernapasan, inefisiensi pertukaran gas
dan kelelahan otot-otot pernapasan. Interaksi kardiopulmoner dan sistem kerja paru sehubungan dengan
obstruksi saluran napas.
Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma akut. Gangguan ini akan
menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat dinilai dengan tes fungsi paru yang
sederhana seperti peak expiratory flow rate (PEFR) dan FEV (Forced expiration volume). Ketika
terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatif cukup berat akan menyebabkan pertukaran
aliran udara yang kecil untuk mencegah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka
akan terjadi hiperinflasi dinamik. Besarnya hiperinflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan
kapasitas cadangan fungsional dan volume cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat pada foto toraks,
yang memperlihatkan gambaran volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar.
Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot pernapasan, mungkin
sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiperinflasi paru akan meningkatkan after load
pada ventrikel kanan oleh karena peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru.5

Manifestasi klinis
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus.
Obstruksi jalan napas dapat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma
antara lain:
1. Dispnea yang bermakna.
2. Batuk, terutama di malam hari.
3. Pernapasan yang dangkal dan cepat.
4. Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi terdengar hanya saat
ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.
5. Peningkatan usaha bernapas, ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan kondisi, napas
cuping hidung.
6. Kecemasan, yang berhubungan dengan ketidakmampuan mendapat udara yang cukup.
7. Udara terperangkap karena obstruksi aliran udara, terutama terlihat selama ekspirasi pada

22
pasien asma. Kondisi ini terlihat denganmemanjangnya waktu ekspirasi.
Di antara serangan asmatik, individu biasanya asimtomatik. Akan tetapi, dalam pemeriksaan perubahan
fungsi paru mungkin terlihat bahkan di antara serangan pada pasien yang memiliki asma persisten.6

Tabel 1. Manifestasi klinis dan patofisiologi dasar asma.6


Penatalaksanaan
Terapi medikamentosa
Target pengobatan asma meliputi beberapa hal, di antaranya adalah menjaga saturasi oksigen arteri
tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi saluran pernapasan dengan pemberian
bronkodilatator inhlasi kerja cepat (2-agonis dan anti kolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran
pernapasan serta mencegah kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid sistemik yang lebih awal.5

Oksigen
Karena kondisi hipoksemia dihasilkan oleh ketidakseimbangan V/Q, hal ini biasanya dapat terkoreksi
dengan pemberian oksigen 1-3 L/menit dengan kanul nasal atau masker. Meskipun demikian,
penggunaan oksigen dengan aliran cepat tidak membahayakan dan direkomendasikan pada semua
pasien dengan asma akut. Target pemberian oksigen ini adalah dapat mempertahankan SpO 2 pada
kisaran lebih dari 92%.5
2 agonis
Inhalasi 2 agonis kerja pendek merupakan obat pilihan untuk pengobatan asma akut. Onset aksi obat
tadi cepat dan efek sampingnya bisa ditoleransi. Salbutamol merupakan obat yang banyak dipakai di
instalasi gawat darurat (IGD). Onset aksi obat ini sekitar 5 menit dengan lama aksi sekitar 6 jam. Obat

22
lain yang juga sering digunakan adalah metaproterenol, terbutalin dan fenoterol. Obat dengan aksi kerja
panjang tidak direkomendasikan, untuk pengobatan kegawatdaruratan. Levalbuterol mempunyai
efiksasi yang lebih baik dan lebih toksik yang minimal dibandingkan dengan albuterol racemik.
Pemberian ephineprin sub kutan jarang dilakukan oleh karena memicu timbulnya efek samping pada
jantung. Obat ini hanya berfungsi sebagai cadangan saat pasien tidak mendapatkan keuntungan dengan
pemakaian obat secara inhalasi.5
Antikolinergik
Penggunaan antikolinergik berdasarkan asumsi terdapatnya peningkatan tonus vagal saluran
pernapasan pada pasien asma akut, tetapi efeknya tidak sebaik 2 agonis. Penggunaan ipratropium
bromida (IB) secara inhlasi digunakan sebagai bronkho dilator awal pada pasien asma akut. Kombinasi
pemberian IB dan 2 agonis diindikasikan sebagai terapi pertama pada pasien dewasa dengan
eksaserbasi asma berat. Dosis 4x semprot (80mg) tiap 10 menit dengan MDI atau 500 mg setiap 20
menit dengan nebulizer akan lebih efektif.5
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid secara sistemik harus diberikan pada penatalaksanaan kecuali kalau derajat
eksaserbasinya ringan. Agen ini tidak bersifat bronkodilatator tetapi secara ekstrem sangat efektif
menurunkan inflamasi pada saluran napas. Pemberian hidrokortison 800mg atau 160 mg
metilprednisolon dalam 4 dosis terbagi setiap harinya, umumnya sudah memberikan efek yang adekuat
pada kebanyakan pasien.5
Teofilin
Penggunaan teofilin sebagai obat monoterapi, efektivitasnya tidak sebaik obat golongan 2 agonis.
Pemberian aminophilin dikombinasi dengan 2 agonis per inhalasi, tidak memberikan manfaat yang
bermakna. Pemberian obat ini malah akan meningkatkan efek samping seperti tremor, mual, cemas dan
taki aritmia. Berdasarkan beberapa hasil penelitian akhirnya dibuat kesepakatan dan keputusan untuk
tidak merekomendasikan pemberian teofilin secara rutin untuk pengobatan asma akut. Obat ini boleh
digunakan hanya jika pasien tidak respon dengan terapi standar. Pada kasus ini pemberian loading
doses 6mg/ kg dan diberikan dalam waktu >30 menit dilanjutkan secara per infus dengan dosis 0,5
mg/kg BB/ jam. Kadar teofilin dalam darah yang direkomendasikan berkisar antara 8-12 mg/ml.5
Magnesium sulfat
Penggunaan obat ini untuk asma akut pertama kali dilaporkan oleh dokter negara Uruguay pada tahun
1936. Mekanisme obat ini kemungkinan melalui hambatan kontraksi otot polos akibat kanal kalsium

22
terblokir oleh magnesium. Obat ini murah dan aman. Dosis yang biasa diberikan 1,2 2g intravena,
diberikan dalam waktu > 20menit. Dari hasil penelitian secara meta analisis, pemberian obat ini pada
pasien asma akut tidak dianjurkan untuk diberikan secara rutin. Pemberian obat ini secara per inhalasi
tidak memberikan efek yang bermakna. Penelitian akhir melaporkan bahwa pemberian magnesium
sulfat secara intravena hanya akan memperbaiki fungsi paru jika diberikan sebagai obat tambahan pada
obat yang telah ditentukan sebagai standar terapi (nebulizer 2 agonis dan kortikosteroid intravena)
pada pasien dengan FEV < 20% prediksi.5
Antagonis Leukotrin
Ada beberapa penelitian yang dilakukan untuk menguji efektivitas penggunaan obat ini. Pada suatu
penelitian, pemberian dua macam obat zafirlukast secara oral (20 mg dan 160 mg) pada pasien asma
akut yang datang ke IGD, memperlihatkan adanya perbaikan fungsi paru dan skor sesak napasnya
menjadi berkurang. Pada pasien asma akut refrakter yang sudah mendapatkan terapi 2 agonis,
pemberian montelukast intra vena akan meningkatkan FEV secara cepat meskipun perubahannya hanya
sedikit bila dibandingkan dengan plasebo.5

Terapi nonmedikamentosa
Apabila pekerja bekerja di suhu yang panas maka perlu dilakukan pengaturan dan pengawasan
suhu udara di lingkungan kerja serta aklimatisasi sebelum bekerja. Lalu perlu juga dilakukan
penyuluhan sebelum bekerja serta beban kerja yang seimbang. Alat pelindung diri juga dapat
digunakan serta kebersihan lingkungan harus dijaga. Pekerja perlu juga menghindari faktor pencetus
dan diusahakan untuk tidak merokok.7

Terapi okupasi
Saat diagnosis kasus telah ditegakkan, pasien harus dipindahkan secara permanen dari tempat
pajanan terhadap bahan penyebab spesifik tersebut. Ia harus diberitahu penyebab asma yang
dideritanya dan hal yang harus dihindari selanjutnya, termasuk tempat pekerjaan lain yang dapat
memberikan pajanan terhadap bahan yang sama. Asma yang dideritanya harus diobati secara medis
sesuai dengan protokol yang ada dan ia harus diberitahu bahwa gejala asma tersebut bisa bertahan
untuk sementara waktu walaupun sesudah ia dipindahkan. Kira-kira 50% kasus gejala masih terus
bertahan walaupun sudah berhenti terpajan. Penegakkan diagnosis secara dini dan pemindahan pasien
dari pajanan lebih lanjut penting untuk dilakukan.1

22
Upaya Pencegahan
Substitusi
Yaitu mengganti bahan-bahan yang berbahaya dengan bahan-bahan yang kurang berbahaya atau tidak
berbahaya sama sekali.7
Ventilasi umum
Yaitu mengalirkan udara sebanyak-banyaknya menurut perhitungan ke dalam ruang kerja, agar bahan-
bahan yang berbahaya ini lebih rendah dari kadar yang membahayakan, yaitu kadar pada nilai ambang
atas.7
Ventilasi Keluar Setempat (Local exbausters)
Adalah alat yang dapat mengisap udara dari suatu tempat kerja tertentu, agar bahan-bahan yang
berbahaya dari tempat tersebut dapat dialirkan keluar.7
Isolasi
Adalah dengan cara mengisolasi proses perusahaan yang membahayakan, misalnya isolasi mesin yang
hiruk pikuk, sehingga kegaduhan yang disebabkannya menurun dan tidak menjadi gangguan pada
pekerja.7
Pakaian / Alat pelindung
Alat pelindung dalam pekerjaan dapat berupa, kacamata, masker, helm, sarung tangan, sepatu atau
pakaian khusus yang didisain untuk pekerjaan tertentu.7
Pemeriksaan Sebelum Bekerja
Yaitu pemeriksaan kesehatan pada calon pekerja untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut
sesuai dengan pekerjaan yang akan diberikan baik fisik maupun mentalnya.7
Pemeriksaan Kesehatan Secara Berkala
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan secara berkala terhadap pekerja, apakah ada gangguan
kesehatan yang timbul akibat pekerjaan yang dilakukan.Dapat dilakukan setiap 6 bulan sekali atau 1
tahun sekali, atau disesuaikan dengan kebutuhan.7

Komplikasi
Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang mengancam jiwa
yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan dapat terjadi pada beberapa individu. Pada kasus ini,

22
kerja pernapasan sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan meningkat, kebutuhan oksigen juga
meningkat. Karena individu yang mengalami serangan asma tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen
normalnya, individu semakin tidak sanggup memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang
dibutuhkan untuk berinspirasi dan berekspirasi melawan spasme bronkiolus, pembengkakan
bronkiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat menyebabkan pneumotoraks akibat besarnya
tekanan untuk melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan, dapat terjadi asidosis respiratorik,
gagal napas, dan kematian.6
Prognosis
Asma harus di tangani dengan baik karena dengan penanganan yang baik, asma bronkial ini
dapat dikendalikan. Tetapi jika penanganannya buruk, maka akan menghasilkan prognosis yang buruk.
Kesimpulan
Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran penafasan yang dihubungkan
dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernapasan. Yang ditandai
dengan gejala klinis, mengi dan sesak nafas. Ada beberapa factor pencetus untuk terjadinya asma,
seperti allergen misalnya debu atau makanan. Upaya pengobatan dapat dilakukan untuk mengurangi
efek sesak pada asma namun yang lebih diutamakan adalah pencegahan terhadap bahan atau agent
pemicu timbulnya asma tersebut. Apabila ditangani dengan baik maka penyakit asma dapat
menghasilkan prognosis yang baik.
Daftar Pustaka
1 Jeyaratnam J. Buku ajar praktik kedokteran kerja.Jakarta: EGC;2009. h.77-92
2. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatric. Jakarta: penerbit buku kedokteran
EGC;2005.p.22-23.
3. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi pemeriksaan dan manajemen. Edisi 2. Jakarta:
EGC;2007.
4. Mansyur M. Risiko kesehatan perempuan di tempat kerja, dalam buku: bunga rampai
masalah kesehatan dari dalam kandungan sampai lanjut usia. Jakarta: balai penerbit
fakultas kedokteran universitas Indonesia. 2007.p. 109-119, 133-135.
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Pusat penerbitan
departemen ilmu penyakit dalam. Jilid II. Jakarta: fakultas kedokteran universitas
Indonesia; 2009. h. 2495-506
6. Corwin EJ. Patofisiologi: buku saku. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.566-71.

22
7. Effendy N. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Edisi 2. Jakarta: EGC;
1998. h.122-132

22

Anda mungkin juga menyukai