Anda di halaman 1dari 11

A.

DEFINISI
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung
empedu atau saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya
(Muttaqin dan Sari, 2011).
Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya
terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang
membentuk cairan empedu (Brunner & Suddarth, 2001).
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen
empedu kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam
lemak dan fosfolipid (Price & Wilson, 2005).
Kolelitiasis atau biasa disebut batu empedu merupakan endapan
satu atau lebih komponen empedu yaitu kolesterol, bilirubin, garam
empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid (Price, 2006).
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung
empedu atau saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya
(Muttaqin dan Sari, 2011).

B. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer (2006) terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan Kolelitiasis yaitu: diantara jenis kelamin, umur, berat
badan, makanan, faktor genetik, aktifitas fisik dan infeksi. Berikut ini akan
dijelaskan tentang faktor-faktor penyebab Kolelitiasis, antara lain:
1. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena Kolelitiasis
dibandingkan dengan pria, ini dikarenakan oleh hormon Estrogen
berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi kolestrol oleh kandung
empedu, penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (Estrogen)
dapat meningkatkan kolestrol dalam kandung empedu dan
penurunan aktifitas pengosongan kandung empedu
2. Umur
Resiko untuk terkena Kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung
untuk terkena Kolelitiasis dibandingkan dengan orang yang usia
lebih muda.
3. Berat Badan
Orang dengan berat badan tinggi mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi Kolelitiasis, ini dikarenakan dengan tingginya
Body Mass Index (BMI) maka kadar kolestrol dalam kandung
empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta
mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu
4. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan
dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu
5. Faktor Genetik
Orang dengan riwayat keluarga Kolelitiasis mempunyai resiko
lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga
6. Aktifitas Fisik
Kekurangan aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan
resiko terjadinya Kolelitiasis, ini mungkin disebabkan oleh kandung
empedu lebih sedikit berkontraksi
7. Infeksi
Bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
pembentukan batu, mucus meningkatkan viskositas empedu dan
unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi

C. PATOFISIOLOGI
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1)
pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau
pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya
pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting
dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi
empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan
fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga
tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang
mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh
pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi
oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi
kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi
sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau
inti pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk
suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin
bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang
lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. (Schwartz S
2009).
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari
keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen
(bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin
terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak
terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim
glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan
presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena
bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak
terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala yang mungkin terjadi pada penyakit Batu
Empedu yaitu :
1. Rasa nyeri dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu
empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya
infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa
padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai
nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan
muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi
besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik
melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan
kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu
keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan
distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding
abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini
menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas
ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat
pengembangan rongga dada.
2. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum
akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak
lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan
penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa
berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal
pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh
ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak
lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya
pekat yang disebut Clay-colored
4. Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu
absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi
bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal.
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral
sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat
dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada
penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG
tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan
memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa
pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam
keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada
gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus
yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil
USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk
mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung
empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi
serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila
pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media
kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi. (Smeltzer
dan Bare, 2008)
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah
dinding kandung empedu telah menebal. (Williams 2010).
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara
langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi.
Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel
ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens.
Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus
tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan
memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier
(Smeltzer,SC dan Bare,BG 2012).
5. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kenaikan serum kolesterol
2. Kenaikan fosfolipid
3. Penurunan ester kolesterol
4. Kenaikan protrombin serum time
5. Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6. Penurunan urobilirubin
7. Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 -
10.000/iu)
8. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada
batu di duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Non Bedah, yaitu :
a. Therapi Konservatif
1) Pendukung diit : Cairan rendah lemak
2) Cairan Infus : menjaga kestabilan asupan cairan
3) Analgetik : meringankan rasa nyeri yang timbul akibat
gejala penyakit
4) Antibiotik : mencegah adanya infeksi pada saluran kemih
5) Istirahat
b. Farmako Therapi
Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat
digunakan untuk melarutkan batu empedu terutama berukuran
kecil dan tersusun dari kolesterol. Zat pelarut batu empedu hanya
digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang karena sesuatu
hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena
terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh
garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu
tersedia Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme
kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol, sehigga
kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut
lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun
dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut.
Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun ,
dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
c. Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk
kedalam susu skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien
dapat menerimanya: buah yang dimasak, nasi atau ketela, daging
tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak
membentuk gas, roti, kopi atau teh. Makanan seperti telur, krim,
daging babi, gorengan, keju dan bumbu-bumbu yang berlemak,
sayuran yang membentuk gasserta alkohol harus dihindari.
Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada
pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap makanan
berlemak dan mengeluarkan gejala gastrointestinal ringan.
d. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Prosedur nononvasif ini menggunakan gelombang kejut
berulang (repeated shock wafes) yang diarahkan kepada batu
empedu di dalam kandung empedu atau doktus koledokus dengan
maksud untuk mencegah batu tersebut menjadi sejumlah
fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan oleh
percikan listrik, yaitu piezoelelektrik, atau oleh muatan
elektromagnetik. Energy ini di salurkan ke dalam tubuh lewat
redaman air atau kantong yang berisi cairan. Gelombang kejut
yang dikonvergensikan tersebut diarahkan kepada batu empedu
yang akan dipecah.Setelah batu dipecah secara bertahap,
pecahannya akan bergeraj spontan dikandung empedu atau
doktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau
dilarutkan dengan pelarut atau asam empedu yang diberikan
peroral.
e. Litotripsi Intrakorporeal.
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung
empedu atau doktus koledokus dapat dipecah dengan
menggunakan grlombang ultrasound, laser berpulsa atau litotripsi
hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan langsung
pada batu. Kemudian fragmen batu atau derbis dikeluarkan
dengan cara irigasi dan aspirasi. Prosedur tersebut dapat diikuti
dengan pengangkatan kandung empedu melalui luka insisi atau
laparoskopi. Jika kandung empedu tidak di angkat, sebuah drain
dapat dipasang selama 7 hari.
2. Pembedahan
a. Cholesistektomy
Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas
indikasi cholesistitis atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang
tidak sembuh dengan tindakan konservatif .
Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy :
1) Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang
prosedur operasi.
2) Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis
3) Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-
hal yang akan dilakukan pada post operasi.

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen injuri fisik (obstruksi,proses pembedahan).
b. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk ingesti dan absorpsi.
c. Resiko defisit volume cairan b.d kehilangan cairan berlebihan
(mual,muntah,drainase selan yang berlebihan)
2. Intervensi keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen injuri fisik (obstruksi,proses pembedahan).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
berkurang
Kriteria hasil :
1) Melaporkan nyeri berkurang
2) Menunjukkan keterampilan relaksasi mempertahankan
ekspresi yang rileks.

Intervensi :
1) Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala0-10) dan karakter
nyeri (menetap, hilang timbul, kolik).
Rasional: Membantu membedakan penyebab nyeri dan
memberikan informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit,
terjadinya komplikasi, dan keefektifan intervensi
2) Dorong menggunakan teknik relaksasi, contoh bimbingan
imajinasi, visualisasi, latihan napas dalam.
Rasional: Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali
perhatian, dapat meningkatkan koping.
3) Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang
nyaman.
Rasional: Tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan
tekanan intraabdomen.
b. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk ingesti dan absorpsi
Intervensi
1) Pertahankan masukan dan haluaran akurat,perhatikan
haluaran kurang dari masukan, peningkatan berat jenis
urine.Kaji membrane mukosa/kulit, nadi perifer, dan pengisian
kapiler.
Rasional : Memberikan informasi tentang status cairan/volume
sirkulasi dan kebutuhan penggantian
2) Awasi tanda/gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah,
kram abdomen, kelemahan, kejang ringan, kecepatan jantung
tak teratur, parestesia, hipoaktif atau tak adanya bising usus,
depresi pernapasan.
Rasional: Muntah berkepanjangn, aspirasi gaster, dan
pembatasan pemasukan oral dapat menimbulkan deficit
natrium, kalium dan klorida.
c. Resiko defisit volume cairan b.d kehilangan cairan berlebihan
(mual,muntah,drainase selan yang berlebihan)
Intervensi
1) Kaji distensi abdomen, sering bertahak, berhati-hati,menolak
bergerak.
Rasional: Tanda non-verbal ketidaknyamanan berhubungan
dengan gangguan pencernaan, nyeri gas.
2) Perkirakan/hitung pemasukan kalori juga komentar tentang
napsu makan sampai minimal.
Rasional: Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi.
Berfokus pada masalah membuat suasana negative dan
mempengaruhi masukan.
3) Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan
rangsangan berbau.
Rasional: Untuk meningkatkan napsu makan/menurunkan
mual

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer. 2006. Kapita Selekta Kedokteran.Media Aesculpius : Jakarta

Burnner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Kperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.

Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi


Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.

Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Proses Penyakit.
Edisi 6. EGC, Jakarta.
Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM, Fischer JE, Galloway AC.
Principles of Surgery. United States of America : McGraw-Hill
companies; 2009

Williams. 2010. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Edisi 6.


EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai