I. Latar Belakang
1
rapuh di ASEAN (Soedarmono et al., 2015). Dilihat dari sisi rasio pendalaman
finansial baik dari pasar kredit maupun simpanan, posisi Indonesia berada di level
terendah di ASEAN. Perbankan Indonesia juga dipandang relatif kurang efisien di
ASEAN dalam biaya intermediasi, terlihat dari net interest margin yang tinggi.
Akibatnya, dampak kredit perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia
perlu dikaji lebih mendalam. Perbedaan kondisi masing-masing daerah perlu
dipertimbangkan karena setiap daerah mempunyai karakteristik institusional
dan kinerja perekonomian yang berbeda, sehingga dapat membuat hubungan
antara kredit sektoral dan pertumbuhan ekonomi regional yang tidak selalu
seragam.
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, dalam hal mana pihak peminjam
berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga
Kredit komersial adalah kredit yang diberikan oleh pihak bank kepada suatu
perusahaan atau perorangan untuk tujuan komersil. Kredit komersial ini merupakan
suatu kredit yang berperan penting dalam perputaran bank umum. Para debitur atau
peminjam terdiri atas badan usaha yang bergerak di bidang dan skala usaha yang
2
menggunakan kredit perbankan tersebut untuk membiayai kebutuhan modal kerja dan
dalam 9 sektor ekonomi. Sembilan sektor tersebut adalah : (Bank Indonesia, 2014)
1. Sektor pertanian.
2. Sektor pertambangan.
3. Sektor pengolahan.
4. Sektor listrik, gas, dan air.
5. Sektor kontruksi.
6. Sektor perdagangan, restoran, dan hotel.
7. Sektor pengangkutan, pergudangan, dan komunikasi.
8. Sektor keuangan, persewaan, jasa perusahaan.
9. Sektor jasa-jasa.
3
Sumber : BPS
4
1. Sektor Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan
5
Jombang, sekalipun peranannya cenderung mengecil. Pada tahun 2000 sektor
pertanian memberi kontribusi sebesar 42,05% dan pada tahun 2003 mengecil lagi
menjadi 38,16%. Subsektor terbesar dalam membentuk PDRB sector pertanian
adalah sub sector bahan makanan dengan memberikan peran sebesar 27,83% (tahun
2003) terhadap PDRB. Sedangkan subsektor lainnya seperti tanaman perkebunan,
peternakan kehutanan dan perikanan masing-masing memberikan peran sebesar
3,89%, 5,541 %, 0,62%, dan 0,40%.
Kontribusi Produk
Pertanian dan peternakan sangat berperan dalam kehidupan manusia terutama warga
Indonesia yang kebutuhan pangannya didominasi dengan bidang pertanian dan
peternakan seperti beras, sayuran, buah, daging, susu, kulit dan lain sebagainya.
Pertanian juga berperan sebagai penyuplai bahan baku yang nantinya akan diolah
oleh industri manufaktur.
Kontribusi Pasar
Dengan adanya pertanian dan peternakan dapat dibentuk sebuah sistem pasar bebas
yang di dalamnya terjadi berbagai pertukaran kebutuhan pokok dengan uang.
Dalam kondisi ini Pemerintah juga ikut serta dalam penetapan harga - harga yang
terjadi di pasar bebas.
Kontribusi devisa
Pertanian dan peternakan mampu memberikan devisa kepada negara apabila
pertanian dan peternakan mampu meningkatkan kapasitas produksi dan
meningkatkan daya saing produk pertanian ataupun peternakan. Hal ini harus
dilakukan agar para petani dan peternak Indonesia mampu meningkatkan ekpor dan
mengurangi impor. Dalam proses perubahan ini, pemerintah harus ikut seta
membantu para petani dengan cara menyediakan lahan yang di gunakan para
petani, memberi pelatihan dasar, memberikan subsidi mesin - mesin dan bibit
unggul, serta menghimbau masyarakat untuk menggunakan produk pertanian dan
peternakan dalam negeri. Hal tersebut bermanfaat untuk mengurangi impor dan
menambah ekspor.
6
Pandangan negatif pada sektor pertanian dan peternakan
7
2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
8
dunia yang bertanggung jawab, namun belum dipahami secara konsisten oleh
pemerintah, perusahaan, masyarakat madani dan pemangku kepentingan lain di
negara-negara yang memiliki investasi pertambangan yang besar.
ICMM bekerjasama dengan perusahaan konsultan Oxford Policy
Management telah melakukan studi kasus di 10 negara untuk mengetahui kontribusi
pertambangan terhadap ekonomi makro negara-negara tersebut. Fokus kajian ini
adalah melihat kontribusi pertambangan terhadap investasi langsung asing (FDI),
investasi dalam negeri, ekspor, penerimaan devisa, pendapatan negara, produk
domestik bruto, serta lapangan kerja dan upah. Hasilnya beragam, dalam aspek
investasi langsung asing, kontribusi pertambangan sangat tinggi, lebih dari setengah
dari total FDI tahunan. Pertambangan memberikan kontribusi besar bagi investasi
dalam negeri. Pertambangan juga berkontribusi besar bagi ekspor sampai 78% di
Tanzania, 66% di Chile dan 19% di Brazil. Pertambangan juga mendatangkan
banyak devisa bagi negara terutama pada masa operasi. Penerimaan negara dari
pertambangan berbeda-beda di masing-masing negara. Di Tanzania, pertambangan
menyumbangkan 8% dari keseluruhan penerimaan negara. Sumbangan pertambangan
bagi produk domestik bruto sekitar 2 - 4%.
Lapangan kerja baru langsung yang tercipta dari pertambangan sekitar 1,5%
namun dengan tingkat upah yang lebih tinggi dari rata-rata. Namun penciptaan
tenaga kerja tidak langsung (multiplier effect) melalui rantai pasokan, pemasok dan
lain-lain, mencapai 3 - 4 orang untuk setiap tenaga kerja langsung. Bila dilihat dari
pertumbuhannya, sektor ini setiap tahun terus mengalami pertumbuhan yang negatif
Pada tahun 2000 sektor pertambangan dan penggalian mengalami pertumbuhan
sebesar 1,24 persen, namun pada tahun 2001 sampai dengan 2003 mengalami
pertumbuhan berturut-turut sebesar -4,46 persen; -8,06 persen dan -9,90 persen.
9
Menambah para penambang dan peneliti yang datang ke indonesia, karena
banyak di temukannya material - material pertambangan.
Membuka lahan investasi yang nantinya akan dijadikan sebagai pendapatan
negara.
Sektor industri yang berkembang sampai saat ini ternyata masih didominasi
oleh industri padat tenaga kerja, yang biasanya memiliki mata rantai relatif pendek,
sehingga penciptaan nilai tambah juga relatif kecil. Akan tetapi karena besarnya
populasi unit usaha maka kontribusi terhadap perekonomian tetap besar. Terdapat tiga
unsur pelaku ekonomi yang mendukung perkembangan sektor industri, yaitu Badan
Usaha Milik Swasta (BUMS), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pengusaha
kecil I menengah, serta koperasi ( PKMK ). Mencermati hasil pembangunan dan
perkembangan industri selama 30 tahun dan juga dalam rangka mencari jalan keluar
akibat krisis ekonomi pada tahun 1998, maka sasaran pembangunan industri untuk
masa 2005 sampai dengan 2009 ditetapkan sebagai berikut :
10
Sektor industri manufaktur (nonmigas) ditargetkan tumbuh dengan laju rata -
rata 8,56 persen per tahun. Target peningkatan kapasitas utilasi khususnya
subsektor yang masih berdaya asing sekitar 80 persen.
Target penyerapan tenaga kerja dalam lima tahun mendatang adalah sekitar
500 ribu per tahun (termasuk industri pengolahan migas).
Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif baik bagi industri yang
sudah ada maupun investasi baru dalam bentuk tersedianya layanan
umum yang baik dan bersih dari KKN, sumber - sumber pendanaan
yang terjangkau, dan kebijakan fiskal yang menunjang.
Peningkatan pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik,
baik untuk bahan baku maupun produk akhir.
Meningkatnya volume ekspor produk manufaktur dalam total ekspor
nasional.
Meningkatnya proses alih teknologi dari foreign direct investment
(FDI)
Meningkatnya penerapan standarisasi produk industri manufaktur
sebagai faktor penguat daya saing produk nasional.
Meningkatnya penyebaran sektor industri manufaktur ke luar Pulau
Jawa, terutama industri pengolahan hasil sumber daya alam.
11
3. Program penataan struktur industri. Tujuan program ini adalah untuk
memperbaiki struktur industri nasional, baik dalam hal penguasaan pasar
maupun dalam hal kedalaman jaringan pemasok bahan baku dan bahan
pendukung, komponen, dan barang setengah jadi bagi industri hilir.
Di Indonesia jumlah industri pengolahan besar dan sedang pada tahun 2001
berjumlah 21,396 yang tersebar di jawa sebanyak 17.413 (81,38%) dan di luar jawa
sebanyak 3,983 (18.62%). Pada tahun 2002 berjumlah 21,396 yang tersebar di pulau
Jawa 17,118 (80.95%) dan di luar pulau Jawa 4,028 (19.05%). Pada tahun 2003
berjumlah 20,324 yaitu di pulau Jawa 16,607 (81.71 %) dan diluar pulau Jawa 3.717
(18.29%). Pada tahun 2004 berjumlah 20,685 yaitu di pulau Jawa berjumlah 16,901
(81.71 %) dan diluar pulau jawa 3,784 (18.29%). Dan pada tahun 2005 berjumlah
20,729 yaitu di pulau Jawa 16,995 (81.99%) dan di luar pulau Jawa 3,734 (18.01 %).
Jika dilihat dari tahun 2001 sampai tahun 2005 jumlah industri di pulau Jawa
masih dominan, sedangkan jumlah industri di luar pulau Jawa dari tahun 2001
sampai tahun 2005 jumlahnya kurang dari 20%. Ini menunjukkan bahwa di Indonesia
terjadi ketidak merataan di sektor industri. Sektor industri di Indonesia masih
terkonsentrasi di pulau Jawa.
Indeks produksi industri besar dan sedang pada tahun 2003 sampai 2009.
Pada tahun 2003 indeks produksi industri sebesar 113.56, pada tahun 2004 sebesar
117.34, pada tahun 2005 sebesar 118.85, pada tahun 2006 sebesar 116.92, pada
tahun 2007 sebesar 123.44, pada tahun 2008 sebesar 127.15, dan pada tahun 2009
sebesar 129.00. lndeks produksi industri dari tahun ketahun mengalami kenaikan
dan penurunan. Pertumbuhan indeks produksi industri besar dan sedang pada tahun
2003 sampai tahun 2009. Pada tahun 2003 indeks produksi industri sebesar 5.46,
pada tahun 2004 sebesar 3.33, pada tahun 2005 sebesar 1.29, pada tahun 2006
sebesar -1.63, pada tahun 2007 sebesar 5.57, dan pada tahun 2008 sebesar 3.01,
serta pada tahun 2009 sebesar 1.45. Sama halnya dengan indeks produksi,
pertumbuhan indeks produksi ini juga mengalami naik turun dari tahun 2003 sampai
tahun 2009.
12
Pandangan Positif mengenai sektor Industri:
Membuka lapangan pekerjaan sehingga mengurangi pengangguran di
Indonesia, khususnya di Ibu kota.
Menigkatkan SDM yang berkualitas karena bidang industri membutuhkan
pengetahuan - pengetahuan mengenai perkembangan dan pertumbuhan
industri.
Dapat bersaing dengan negara luar dengan meningkatkan kuaitas ouptut
industri.
Di masa sekarang, di setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki hotel dan
restoran atau rumah makan. Dan tidak dapat di ragukan lagi, sebagian besar yang
mempengaruhi perekonomian di Indonesia adalah kegiatan perdagangan, namun
tingkat konsumsi di Indonesia juga cukup besar.
13
Karena kurangnya pemikiran dan perhitungan yang matang sehingga banyak
usaha perdagangan, hotel maupun restoran negeri kalah saing dengan usaha
asing yang di tanamkan di Indonesia.
14
Meningkatkan kualitas intelegensi sumber daya manusia di bidang IPTEK.
Membuka lapangan pekerja untuk mengurangi pengangguran.
Menciptakan persaingan yang berunsur pengetahuan dan teknolgi.
Semakin mudah mencari informasi- informasi yang tersebar di pelosok dunia.
Menambah pendapatan negara.
6. Sektor Jasa
15
7. Sektor Listrik, Gas dan Air bersih
Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih yang merupakan sektor penunjang seluruh
kegiatan ekonomi, dan sebagai infrastruktur yang mendorong aktivitas seluruh
sector kegiatan industri, ternyata perkembangannya cukup pesat. Hampir seluruh
kegiatan di sektor listrik dan air bersih dimonopoli oleh pemerintah, sehingga sektor
ini bisa bebas dari persaingan bisnis apapun.
Pada tahun 2003 sektor Listrik, Gas dan Air bersih tumbuh sebesar 6,33
persen. Sumbangan sektor Listrik, Gas dan Air bersih terhadap perekonomian tidak
terlalu besar dan hanya menduduki posisi ketujuh, namun dengan perkembangan
yang cukup pesat paling tidak masih mapu mendongkrak pertumbuhan ekonomi
keseluruhan
Subsektor listrik yang memberikan peran terbesar belakangan ini
perkembangannya cukup menggembirakan. Sekalipun gebrakan kenaikan tarip
bertubi-tubi, namun kebutuhan akan energi tetap meningkat. Pada tahun 2002 lalu
subsektor listrik tumbuh sebesar 4,45 persen, sedangkan pada tahun 2003 tumbuh
menjadi 6,22 persen. Demikian juga halnya dengan subsektor air bersih yang
memberikan sumbangan kedua terbesar dalam membentuk PDRB sektor listrik, Gas
dan Air Bersih. Pada tahun 2000 subsektror ini tumbuh sebesar 6,42 persen, tahun
2001 tumbuh sebesar 7,52 persen, tahun 2002 tumbuh sebesar 8,91 persen dan pada
tahun 2003 tumbuh sebesar 10,80 persen. (BPS)
8. Sektor Konstruksi
16
kredit bank umum di sektor konstruksi per triwulan ke tiga tahun 2015 baru
sebesar hanya 3,60% dari total kredit. Rendahnya pembiayaan di sektor konstruksi
dipengaruhi oleh karakteristik sektor konstruksi yang memerlukan dana dalam jumlah
besar serta jangka waktu pengembalian ( pay back Period ) yang relatif panjang.
Sektor konstruksi juga dipandang beresiko oleh perbankan mengingat bahwa
perusahaan-perusahaan di sektor ini tidak mempunyai natural hedge, khususnya jika
terjadi depresiasi nilai tukar sementara (misalnya) utang luar negeri pada sektor ini
cukup signifikan. hal ini karena struktur pendapatan dari perusahaan di sektor
konstruksi sebagian besar berasal dari pendapatan rupiah sementara financingya
terkonfirmasi NPL sektor konstruksi relatif tinggi dengan tren meningkat serta
tercatat sebesar 4,61% pada akhir tahun 2014.
17
membuat penyaluran kredit rumah melambat di kuartal keempat tahun 2013. (Bank
Indonesia).
II.2 Analisis Pengaruh Kredit Sektor Ekonomi terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 1.
Kredit Sektor Ekonomi
Tabel 1.
Laju Pertumbuhan Sektoral Tahunan Kumulatif PDRB Provinsi Sumatera
Selatan ADHK 2000 (%)
18
Sumber : BPS, diolah
Tabel 2.
Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral
PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2010 (%)
Tabel 3
Kredit Sektor Ekonomi (2010-2014)
19
Tabel 4.
Rasio Kredit Sektoral terhadap Total Kredit
20
Salah satu sektor andalan yaitu sektor pertanian masih menunjukkan
perlambatan. Bahkan trendnya cenderung menurun sepanjang tahun 2015. Penurunan
ini diyakini akibatmenurunnya harga komoditas unggulan Sumsel di pasar global.
Subsektor pertanian yang mengalami pertumbuhan negatif di akhir tahun 2015 adalah
subsektor perkebunan tahunan yang mengalami kontraksi sebesar 0,44% (yoy).
turunnya kinerja subsektor ini disebabkan oleh ekspor komoditas karet yang turun
akibat turunnya permintaan global. Namun demikian berbeda dengan komoditas
unggulan kelapa sawit yang menunjukkan perbaikan dan menjadi penahan agar
subsektor ini tidak turun lebih dalam lagi. Nilai ekspor yang meningkat menunjukkan
bahwa pasar komoditas ini mulai mengalami perbaikan. Secara tahunan sektor
pertanian tumbuh sebesar 3,47% atau melambat daritahun 2014 yang tercatat 4,06%.
Data BPS menunjukkan bahwa Sektor Pertanian memberikan andil yang relatif besar
dalam PDB agregat Indonesia, meskipun andilnya terhadap PDRB Sumatera Selatan
cenderung menurun seiring harga komoditas yang tidak stabil dan cenderung
menurun. Pada akhir 2010 sektor pertanian memiliki andil 4,4 % dalam PDRB
seperti terlihat pada tabel 1 dan 2. Namun kontribusi sektor ini melambat, yaitu
sebesar 0,66% di akhir tahun 2015, seperti terlihat pada tabel tersebut. Ke depan,
kinerja ekspor sektor pertanian relatif tidak terlalu optimistis, pertumbuhan ekspor
tidak dapat mengimbangi pertumbuhan impor.
Hambatan yang dihadapi produk pertanian dapat dalam bentuk tarif maupun
non-tarif, Hambatan tarif dapat terlihat dari kebijakan anti dumping oleh negara
tujuan ekspor untuk melindungi produknya di pasar domestik, sehingga bea
masuk terhadap produk-produk pertanian dari luar (misalkan dari Indonesia)
cenderung dinaikkan. Sementara itu, hambatan non tarif antara lain meliputi
batasan kuota dari negara tujuan ekspor, subsidi produk-produk pertanian dari negara
tujuan ekspor, anti dumping policy, serta hambatan non tarif lainnya. Jika dilihat
dari kontribusi kredit, kredit ke sektor pertanian,peternakan, perikanan dan
kehutanan relatif meningkat. Pada akhir tahun 2015, porsi penyaluran kredit ke
sektor pertanian tersebut sebesar Rp16,58 triliun atau 17,54% dari total kredit akhir
21
2015. Salah satu upaya Pemerintah untuk meningkatkan akses keuangan bagi petani
diantaranya melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Grafik 2.
22
melakukan investasi modal awal yang cukup besar untuk melakukan eksplorasi,
meski belum tentu eksplorasi tersebut menghasilkan. Hal itu juga terkonfirmasi
dari NPL sektor pertambangan dan penggalian yang tercatat sebesar 2.30% atau di
atas NPL agregat industri yang tercatat sebesar 2.16% di akhir tahun 2014.
Ketidakpastian perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun terakhir pasca
krisis global 2008 membuat prospek sektor pertambangan dan penggalian
menghadapi tekanan.
3. Sektor Konstruksi
23
cukup signifikan. hal ini karena struktur pendapatan dari perusahaan di sektor
konstruksi sebagian besar berasal dari pendapatan rupiah sementara financingya
terkonfirmasi NPL sektor konstruksi relatif tinggi dengan tren meningkat serta
tercatat sebesar 4,61% pada akhir tahun 2014.
Grafik 3.
24
5. Sektor Listrik, Gas dan Air
Sebagaimana tercatat pada tabel 1 dan 2 diatas, bahwa sektor ini pada tahun
2010 berkontribusi sebesar 6,3% terhadap PDRB Sumatera Selatan, namun di
sepanjang 2015 sektor ini cenderung pasif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera
Selatan. Dalam penyaluran kredit, sektor listrik, air dan gas ini cenderung stabil di
kisaran 6% dari keseluruhan penyaluran kredit, hal ini terjadi karena adanya
kebijakan dari Bank Indonesia yang sejak akhir tahun 2013 memperketat penyaluran
kredit untuk menghindari kemungkinan kredit macet dari beberapa sektor, termasuk
sektor Listrik,air dan gas. Apalagi sektor ini didominasi pemerintah dan beberapa
tahun terakhir masih sering dilakukan pemadaman listrik dan air di wilayah provinsi
Sumsel sehingga belum banyak pengusaha swasta yang tertarik karena dibatasi oleh
kebijakan pemerintah
Sejak awal tahun 2015 Sektor Perdagangan dipisahkan dengan sektor hotel
dan restoran. Pada tahun 2015 Sektor perdagangan memberikan kontribusi terhadap
PDRB Sumatera Selatan sebesar 0,34% yang cenderung melambat dibanding tahun
sebelumnya sedangkan sektor hotel dan restoran berkontribusi sebesar 0,12%
cenderung mengalami peningkatan seiring dengan penyaluran kredit di sektor hotel
25
dan restoran yang terus meningkat dan mencapai 16,82% dari total keseluruhan
penyaluran kredit.
Sektor perdagangan biasanya mengalami peningkatan di akhir tahun maupun
di hari-hari besar keagamaan dikarenakan pengaruh permintaan pasar yang melonjak.
sedangkan pada sektor hotel dan restoran menjadi semakin berkembang karena
banyak acara-acara bertaraf internasional yang sudah atau akan dilaksanakan di
provinsi Sumatera selatan dan terpusat di kota Palembang. Hal ini condong
memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Sumsel.
7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan, real estate dan jasa
Perusahaan serta Sektor Jasa-jasa
Tiga Kategori sektor ekonomi ini merupakan sektor yang relatif memberi
kontribusi yang positif terhadap PDRB Sumatera Selatan, seperti tercatat dalam tabel
1 dan 2, Sektor transportasi yang sejak awal tahun 2015 berada dalam kategori
terpisah dengan sektor komunikasi memberi kontribusi terhadap pertumbuhan
ekonomi yang cenderung meningkat, untuk tahun 2015 Sektor Transportasi
berkontribusi sebesar 0,19 sedangkan sektor Komunikasi sebesar 0,27 yang terus
mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya.
Sama halnya dengan sektor tersebut, untuk sektor keuangan dan real estate
pun terus berkontribusi secara stabil terhadap PDRB Sumsel, untuk sektor keuangan
diatas 0,10 sedangkan sektor real estate diatas 0,20, untuk sektor jasa-jasa belum ada
pergerakan yang berarti.
Dalam penyaluran kredit, keseluruhan sektor tersebut memiliki rasio dibawah
4% dari total keseluruhan penyaluran kredit (tabel 2). Sektor ini merupakan sektor
yang tumbuh cukup pesat seiring perkembangan tekhnologi yang semakin maju
sehingga bisa memberikan kontribusi terusmenerus terhadap PDRB di Sumatera
Selatan.
Grafik 4.
Jumlah Pelanggan Telepon menurut jenis penyelenggaraan jaringan
(2010-2013)
26
sumber: Kementerian Komunikasi dan Informatika
III. Kesimpulan
Diwilayah Sumatera Selatan terdapat dampak positif kredit terhadap
pertumbuhan ekonomi provinsi sebagaimana terlihat ketika kredit mengalir ke
sektor pertanian, maka perekonomian wilayah ini juga terangkat. Terdapat pola
umum mengapa di sebuah daerah kredit ke sektor tertentu dapat mendorong
pertumbuhan PDRB. Setidaknya terdapat tiga faktor utama. Yaitu:
1. Pangsa atau pertumbuhan PDRB di sebuah sektor merupakan kontributor
terbesar dari PDRB atau pertumbuhan PDRB secara umum, sehingga kredit
yang mengalir ke sektor dominan tersebut cenderung dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
2. Terdapat peran pemerintah yang efektif khususnya dalam merealisasikan belanja
modal di APBD, sehingga berdampak positif bagi kepercayaan dunia usaha
dan perbankan.
3. Terdapat potensi jangka panjang di sektor-sektor tersebut di suatu daerah,
sehingga dorongan kredit perbankan akan membantu memaksimalkan
potensin tersebut untuk mendorong produktivitas dan pertumbuhan PDRB.
Sumatera Selatan.
Sumber pertumbuhan ekonomi didominasi oleh pertambangan dan
penggalian (1.93%, yoy) dan industri pengolahan (0.93%), sementara pertanian,
kehutanan dan perikanan menyumbang 0.32% (yoy). Untuk sektor pertanian,
penyerapan produksi CPO oleh pasar domestik masih sangat tinggi, sementara
27
harga CPO dan inti sawit di akhir 2014 meningkat masing-masing 16,3% dan
46,3%.
Pertumbuhan sektoral tertinggi adalah pertanian, serta pertambangan dan
penggalian. Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan tumbuh 4.1 % (yoy) di
2014. Dan, pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian mencapai 2.9%
(yoy) di 2014. Pada sektor pertambangan dan penggalian, dampak turunnya
harga batubara internasional dan pelemahan ekspor ke Tiongkok dapat diminimalisasi
dengan pembukaan pasar baru ke India, Vietnam, Jepang, Malaysia, Kamboja,
Thailand dan Taiwan.
Permintaan domestik akan batubara dari Sumatera Selatan juga meningkat
untuk kebutuhan PLTU Oleh karena itu, kredit ke sektor pertanian, maupun
sektor pertambangan dan penggalian akan memperkuat basis pertumbuhan
ekonomi. Sektor industri terkena imbas penurunan, khususnya industri kimia dan
karet seiring berlanjutnya tren penurunan harga komoditas dunia dan permintaan
karet alam melemah.
DAFTAR PUSTAKA
Akapansung, A. O. Dan Babalola, S. J. (2009). Banking Sector Credit and Economic
Growth in Nigeria : An Empirical Investigation. CBN Journal of Applied
Statistics.Retrievedfrom http://www.cenbank.org
28
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan. (2014). Produk Domestik
regional Bruto Provinsi Sumatera Selatan 2009-2013. Badan Pusat Statistik.
Bank Indonesia. (n.d.). Bank Indonesia. Retrieved November 17, 2014, from Bank
Indonesia:http://www.bi.go.id/id/moneter/birate/penjelasan/Contents/Default.asp
x
Rodrigue, J.-P., & Theo, N. (2013). Transportation and Economic Development 3rd
edition . New York: Routledge.
The World Bank. (n.d.). The World Bank. Retrieved November 11, 2014, from The
World Bank: http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.CD
Suyatno, T., Sukada, M., Chalik, Ananda, T. Y., & Marala, D. (1995). Dasar-Dasar
Perkreditan Edisi Keempat. In T. Suyatno, M. Sukada, Chalik, T. Y. Ananda, & D.
29
Marala, Dasar-Dasar Perkreditan Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
30