Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Biogas


Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi
dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah
domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang
biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah
metana dan karbon dioksida. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih
bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi
karbon dioksida yang lebih sedikit. Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik
sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar
dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi
volume limbah buangan (Anonim, 2007).
Biogas sebagian besar mengandung gas metana (CH4) dan karbon dioksida
(CO2), dan beberapa kandungan yang jumlahnya kecil diantaranya hydrogen sulfida
(H2S) dan ammonia (NH3) serta hydrogen dan (H2), nitrogen yang kandungannya
sangat kecil (Wahyuningsih, 2009). Tetapi secara umum rentang komposisi biogas
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Komposisi Biogas
Komponen %
Metana (CH4) 55-75
Karbon dioksida (CO2) 25-45
Nitrogen (N2) 0-0,3
Hidrogen (H2) 1-5
Hidrogen sulfida (H2S) 0-3
Oksigen (O2) 0,1-0,5
Sumber : id. Wikipedia.org, 2007
Perkembangan proses anaerobik digestion telah berhasil pada banyak
aplikasi. Proses ini memiliki kemampuan untuk mengolah sampah / limbah yang
keberadaanya melimpah dan tidak bermanfaat menjadi produk yang lebih bernilai.
Aplikasi anaerobik digestion telah berhasil pada pengolahan limbah industri, limbah
pertanian limbah peternakan dan municipal solid waste (MSW). Umumnya, apabila

Universitas Sumatera Utara


sampah-sampah organik tersebut membusuk, akan dihasilkan gas metana (CH4) dan
karbon dioksida (CO2). Tapi, hanya CH4 yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar
(Wahyuningsih, 2009).
Adapun khusus mengenai gas CH4 perlu diperhatikan adanya kemungkinan
ledakan. Karakteristik lain dari CH4 murni adalah mudah terbakar. Kandungan
metana dengan udara akan menentukan pada kandungan berapa campuran yang
mudah meledak dapat dibentuk. Pada lower explosion limit (LEL) 5,4 vol % metana
dan upper explosion limit (UEL) 13,9 vol %. Dibawah 5,4 % tidak cukup metana
sedangkan diatas 14 % terlalu sedikit oksigen untuk menyebabkan ledakan.
Temperatur yang dapat menyebabkan ledakan sekitar 650750 oC , percikan api dan
korek api cukup panas untuk menyebabkan ledakan ( Iqbal, 2008).

2.2 Sejarah Biogas


Gas CH4 (metana) terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik oleh
bakteri metana atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas yang
mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organik sehingga
terbentuk gas metana (CH4) yang apabila dibakar dapat menghasilkan energi panas.
Sebetulnya di tempat-tempat tertentu proses ini terjadi secara alamiah sebagaimana
peristiwa ledakan gas yang terbentuk di bawah tumpukan sampah di Tempat
Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Leuwigajah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Gas metana sama dengan gas LPG (Liquidified Petroleum Gas), perbedaannya
adalah gas metana mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji lebih banyak. (Rahman,
2005).
Kebudayaan Mesir, China, dan Roma kuno diketahui telah memanfaatkan gas
alam ini yang dibakar untuk menghasilkan panas. Adapun orang pertama yang
mengaitkan gas bakar ini dengan proses pembusukan bahan sayuran adalah
Alessandro Volta pada tahun 1776. Pada tahun 1806 Willam Henry
mengidentifikasikan gas yang dapat terbakar tersebut sebagai CH4, lalu Becham pada
tahun 1868, murid Louis Pasteur dan Tappeiner memperlihatkan asal mikrobiologis
dari pembentukan CH4.
Pada akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Jerman
dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia dan beberapa unit

Universitas Sumatera Utara


pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama Perang Dunia II
banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester kecil untuk
menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga
BBM (Bahan Bakar Minyak) semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun
1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan. Namun, di negara-negara
berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu
ada. Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat
pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900.
Negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan
Papua Niugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit
biogas dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat yang kedap udara dengan
bagian-bagian pokok terdiri atas pencerna (digester), lubang pemasukan bahan baku
dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan pipa penyaluran gas bio
yang terbentuk (Nandiyanto, 2007)
Dengan teknologi tertentu, gas metana dapat dipergunakan untuk
menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik, menjalankan kulkas, mesin
tetas, traktor, dan mobil. Secara sederhana, gas metana dapat digunakan untuk
keperluan memasak dan penerangan menggunakan kompor gas sebagaimana halnya
LPG (Rahman, 2005).

2.3 Faktor yang Berpengaruh Pada Proses Anaerobik


Aktivitas metabolisme mikroorganisme penghasil metana tergantung pada
faktor:
2.3.1 Temperatur
Gas metana dapat diproduksi pada tiga range temperatur sesuai dengan
bakteri yang hadir. Bakteri psyhrophilic 0 7 oC, bakteri mesophilic pada temperatur
13 40 oC sedangkan thermophilic pada temperatur 55 60 oC Temperatur yang
optimal untuk digester adalah temperatur 30 35 oC, kisaran temperatur ini
mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteri dan produksi methana
di dalam digester dengan lama proses yang pendek. Bakteri mesophilic adalah
bakteri yang mudah dipertahankan pada kondisi buffer yang mantap (well buffered)
dan dapat tetap aktif pada perubahan temperatur yang kecil, khususnya bila

Universitas Sumatera Utara


perubahan berjalan perlahan. Apabila bakteri bekerja pada temperatur 40oC produksi
gas akan berjalan dengan cepat hanya beberapa jam tetapi untuk sisa hari itu hanya
akan diproduksi gas yang sedikit. Perubahan temperatur tidak boleh melebihi batas
temperatur yang diijinkan. Untuk bakteri psychrophilic selang perubahan temperatur
berkisar antara 2 oC/ jam, bakteri mesophilic 1 oC/jam dan bakteri thermophilic 0.5
o
C/jam (Fry, 1973).

2.3.2 Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman memiliki efek terhadap aktivasi biologi dan
mempertahankan pH agar stabil penting untuk semua kehidupan. Kebanyakan dari
proses kehidupan memiliki kisaran pH antara 5 9. Nilai pH yang dibutuhkan untuk
digester antara 7 8,5. Pertumbuhan bakteri penghasil gas metana akan baik bila pH
bahannya pada keadaan alkali (basa). Bila proses fermentasi berlangsung dalam
keadaan normal dan anaerobik, maka pH akan secara otomatis berkisar antara 7
8,5. Bila derajat keasaman lebih kecil atau lebih besar dari batas, maka bahan
tersebut akan mempunyai sifat toksik terhadap bakteri metanogenik. Derajat
keasaman dari bahan didalam digester merupakan salah satu indikator bagaimana
kerja digester. Untuk bangunan digester yang kecil, pengukuran pH dapat diambil
dari keluaran/effluent digester atau pengambilan sampel dapat diambil di permukaan
digester apabila telah terpasang tempat khusus pengambilan sampel (Fry, 1974).

2.3.3 Ketersediaan Unsur Hara


Bakteri Anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang
mengandung nitrogen, fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium dan kobalt.
Level nutrisi harus sekurangnya lebih dari konsentrasi optimum yang dibutuhkan
oleh bakteri metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi
penghambat bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan bahan yang
sederhana seperti glukosa, buangan industri, dan sisa sisa tanaman terkadang
diberikan dengan tujuan menambah pertumbuhan di dalam digester. Nutrisi yang
penting bagi pertumbuhan bakteri, dapat bersifat toksik apabila konsentrasi di dalam
bahan terlalu banyak. Pada kasus nitrogen berlebihan, sangat penting untuk

Universitas Sumatera Utara


mempertahankan pada level yang optimal untuk mencapai digester yang baik tanpa
adanya efek toksik (Amaru, 2004)

2.3.4 Alkalinitas
Alkalinitas limbah cair dapat dihasilkan dari hidrokarbon, karbonat(CO32-) dan
bikarbonat (HCO3-) yang berikatan dengan kalsium, magnesium, kalium dan amonia.
Alkalinitas limbah cair membantu mempertahankan pH agar tidak mudah berubah
yang disebabkan oleh penambahan asam. Selain itu, alkalinitas juga mempengaruhi
pengolahan zat-zat kimia dan biologi serta dibutuhkan sebagai nutrisi bagi mikroba.
Kadar alkalinitas diperoleh dengan menitrasi sampel dengan larutan standar asam
dan diperoleh hasil dalam satuan mg/L CaCO3 (Amaru, 2004)

2.4 Tahapan Metabolisme dalam Degradasi Anaerobik


Umumnya, proses anaerob terjadi pada empat tahapan utama, yaitu :
hidrolisis, fermentasi, asetogenesis, dan metagenesis. Setiap tahapan melibatkan
populasi mikroba yang berbeda.

2.4.1 Hidrolisis
Material organik polimerik dihidrolisis menjadi monomer seperti glukosa,
asam lemak dan asam amino oleh bakteri hidrolitik. Proses hidrolisis adalah proses
yang sangat penting pada limbah organik tinggi. Solubilisasi melibatkan proses
hidrolisis dimana senyawa senyawa organik kompleks dihidrolisis menjadi
monomer monomer. Lemak dihidrolisis menjadi asam asam lemak atau gliserol;
protein dihidrolisis menjadi asam asam amino atau peptida sedangkan karbohidrat
dihidrolisis menjadi monosakarida dan disakarida. Reaksi hidrolisis dapat dilihat
sebagai berikut:
Lemak asam lemak rantai panjang, gliserol
Protein asam-asam amino, peptida rantai pendek
Polisakarida monosakarida, disakarida

2.4.2 Fermentasi (Asidogenesis)

Universitas Sumatera Utara


Pada tahap ini produk yang telah dihidrolisa dikonversikan menjadi asam
lemak volatil, alkohol, aldehid, keton, amonia, karbondioksida, air dan hidrogen oleh
bakteri pembentuk asam. Asam asam organik yang terbentuk adalah asam asetat,
asam propionat, asam butirat dan asam valerat. Reaksi asidogenesis dapat di lihat di
bawah ini:
C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2 CO2 + 2 H2
glukosa asam butirat
C6H12O6 + 2 H2 CH3CH2COOH + 2 H2O
glukosa asam propionat

2.4.3 Asetogenesis
Asam lemak volatil dengan empat atau lebih rantai karbon tidak dapat
digunakan secara langsung oleh metanogen. Asam-asam organik ini dioksidasi
terlebih dahulu menjadi asam asetat dan hidrogen oleh bakteri asetogenik penghasil
hidrogen melalui proses yang disebut asetogenesis. Asetogenesis juga temasuk pada
produksi asetat dari hidrogen dan karbon dioksida oleh asetogen dan homoasetogen.
Kadang-kadang proses asidogenesis dan asetogenesis dikombinasikan sebagai satu
tahapan saja. Reaksi asetogenesis dapat dilihat di bawah ini:
CH3CH2COOH CH3COOH + CO2 + 3 H2
asam propionat asam asetat
CH3CH2CH2COOH 2 CH3COOH + 2 H2
asam butirat asam asetat

2.4.4 Metagenesis
Pada akhirnya gas metana diproduksi dengan dua cara. Pertama adalah
mengkonversikan asetat menjadi karbon dioksida dan metana oleh organisme
asetropik dan cara lainnya adalah dengan mereduksi karbon dioksida dengan
hidrogen oleh organisme hidrogenotropik. Metanogen yang dominan digunakan pada
reaktor biogas adalah Methanobacterium, Methanothermobacter,
Methanobrevibacter, Methanosarcina dan Methanosaeta. Reaksi metanogenesis
dapat dilihat dibawah ini:
CH3COOH CH4 + CO2

Universitas Sumatera Utara


CO2 + 4H2 CH4 +2H2O (Lang, 2007)

5%
Komponen organik kompleks 20 %
(Karbohidrat, protein, lipid)

Hidrolisis
10 %
35 %
Komponen organic sederhana
(Gula, asam amino, peptida)

Asidogenesis

Asam-asam lemak rantai panjang


(Propionat, butirat dan lain-lain)

13 % 17 %

H2, CO2 Asetat

28 % 72 %

CH4, CO2

Gambar 2.1 Skema fermentasi metana pada proses anaerobik


(Speece, 1996)

2.5 Palm Oil Mill Effluent (POME)


Palm oill mill effluent (POME) berasal dari air kondensat pada proses
sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian
pabrik. Jumlah air buangan tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah
pabrik, dan keadaan peralatan klarifikasi. Limbah cair POME mengandung bahan
organik yang relatif tinggi dan tidak bersifat toksik karena tidak menggunakan bahan
kimia dalam proses ekstraksi minyak kelapa sawit (Siregar, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Komposisi kimia limbah cair POME dan komposisi asam amino limbah cair
segar disajikan pada Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Limbah Cair POME
Komponen % Berat Kering
Ekstrak dengan ether 31.60
Protein (N x 6,25) 8.20
Serat 11.90
Ekstrak tanpa N 34.20
Abu 14.10
P 0.24
K 0.99
Ca 0.97
Mg 0.30
Na 0.08
Energi (kkal / 100 gr) 454.00
Sumber : Siregar, 2009

Limbah cair POME umumnya bersuhu tinggi, berwarna kecoklatan,


mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak
dengan kandungan biological oxygen demand (BOD) yang tinggi. Parameter yang
menggambarkan karakteristik limbah terdiri dari sifat fisik, kimia, dan biologi.
Karakteristik limbah berdasarkan sifat fisik meliputi suhu, kekeruhan, bau, dan rasa,
berdasarkan sifak kimia meliputi kandungan bahan organik, protein, BOD, chemical
oxygen demand (COD), sedangkan berdasakan sifat biologi meliputi kandungan
bakteri patogen dalam air limbah (Siregar, 2009).
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup ada 6 (enam)
parameter utama yang dijadikan acuan baku mutu limbah meliputi :
a. Tingkat keasaman (pH), ditetapkannya parameter pH bertujuan agar
mikroorganisme dan biota yang terdapat pada penerima tidak terganggu, bahkan
diharapkan dengan pH yang alkalis dapat menaikkan pH badan penerima.
b. BOD, kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan
organik. Semakin tinggi nilai BOD air limbah, maka daya saingnya dengan
mikroorganisme atau biota yang terdapat pada badan penerima akan semakin
tinggi.

Universitas Sumatera Utara


c. COD, kelarutan oksigen kimiawi adalah oksigen yang diperlukan untuk
merombak bahan organik dan anorganik, oleh sebab itu nilai COD lebih besar
dari BOD.
d. Total suspended solid (TSS), menggambarkan padatan melayang dalam cairan
limbah. Pengaruh TSS lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan
total solid. Semakin tinggi TSS, maka bahan organik membutuhkan oksigen
untuk perombakan yang lebih tinggi.
e. Kandungan total nitrogen, semakin tinggi kandungan total nitrogen dalam cairan
limbah, maka akan menyebabkan keracunan pada biota.
f. Kandungan oil and grease, dapat mempengaruhi aktifitas mikroba dan
merupakan pelapis permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses
oksidasi pada saat kondisi aerobic (Siregar, 2009).
Adapun karakteristik dari limbah POME yang dihasilkan dapat dilihat pada
Tabel 2.3 di bawah ini:
Tabel 2.3 Karaktersitik Limbah POME dan Baku Mutu Limbah
Parameter Komposisi
BOD5 (mg/L) 23000-26000
COD (mg/L) 42500-55700
Soluble COD (mg/L) 22000-24000
TVFAs (mg acetic acid/l) 2500-2700
SS (mg/L) 16500-19500
Oil and grease (mg/L) 4900-5700
Total N (mg/L) 500-700
pH 3,8-4,4
Sumber : Zinatizadeh, et al, 2007
Berdasarkan data di atas, ternyata semua parameter limbah cair POME
berada diatas ambang batas baku mutu limbah. Jika tida dilakukan pencegahan dan
pengolahan limbah, maka akan berdampak negatif terhadap lingkungan seperti
pencemaran air yang mengganggu bahkan meracuni bota perairan, menimbulkan
bau, dan menghasilkan gas metan dan CO2 yang merupakan emisi gas penyebab
efek rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan (Siregar, 2009).

2.6 Pengaruh Sistem Recycle Terhadap Proses Pengolahan POME


Laju dekomposisi COD yang tinggi dapat menghasilkan biogas yang lebih
banyak. Dari penelitian yang pernah dilakukan diketahui bahwa untuk meningkatkan

Universitas Sumatera Utara


laju dekomposisi COD dapat dilakukan dengan meningkatkan Sludge Retention Time
(SRT) dengan mengembalikan lumpur dari digester ke reaktor. Oleh karena itu
pengaruh dari fermentasi POME dengan sistem recycle sludge diharapkan dapat
meningkatkan laju dekomposisi COD di atas 80%.

Konversi Volatile Solid menjadi gas adalah fungsi dari SRT. Pada fermentasi
POME dengan digester anaerobik berpengaduk HRT sama dengan SRT tetapi pada
kondisi fermentasi dengan recycle HRT tidak sama dengan SRT. SRT yang lama
akan meningkatkan laju dekomposisi VS pula (Burke, 2001).
Selain parameter-parameter yang mengukur efisiensi suatu proses anaerob
dari segi kualitas dan kuantitas biogas yang dihasilkan, parameter yang menjadi
indikator kualitas cairan fermentasi yang dikeluarkan atau discharged slurry juga
sangat penting dan harus memperhatikan baku mutu limbah buangan industri yang
berlaku. Parameter yang paling sering digunakan dalam hal ini adalah COD
(chemical oxygen demand), yakni ukuran tak langsung dari jumlah senyawa organik,
baik yang dapat terbiodegradasi maupun yang tidak dapat terbiodegradasi. Pengujian
COD biasanya dilakukan dengan mengukur kemampuan kalium dikromat untuk
mengoksidasi senyawa organik.
Dari penelitian yang pernah dilakukan diperoleh data bahwa :

1. Produksi gas pada fermentasi dengan recycle sludge ataupun non recycle
memberikan tren yang hampir sama namun pada fermentasi dengan recycle
sludge produksi gas lebih tidak stabil dibanding fermentasi non recycle
sludge dikarenakan adanya penumpukan amonium yang berlebihan. Dari
hasil yang diperoleh di dalam penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat
bahwa mikroba di dalam fermentor untuk fermentasi dengan recycle sludge
terus berproduksi dan berkembang, namun pada akhir masa fermentasi
mengalami keracunan karena nutrisi yang diberi tidak dapat diserap secara
keseluruhan. Sehingga hendaknya dilakukan pengurangan pemberian
amonium bikarbonat.
2. semakin lama waktu tinggal sludge dalam reaktor akan meningkatkan laju
dekomposisinya pada HRT yang sama dengan cara mengembalikan lumpur ke dalam
reaktor (recycle sludge).

Universitas Sumatera Utara


3. disimpulkan bahwa fementasi dengan recycle sludge memiliki performa lebih
baik dibandingkan fermentasi non recycle sludge.
4. disimpukan bahwa fermentasi anaerobik dengan recycle sludge lebih
meningkatkan laju dekomposisi COD yang berarti limbah buangan yang
dihasilkan lebih rendah konsentrasinya dan memenuhi standar baku mutu
limbah buangan. Laju dekomposisi COD yang diperoleh dari penelitian ini
telah memenuhi persyaratan CDM yaitu laju dekomposisi COD > 80%.
(Senafati&Amalia, 2009)

2.7 Kegunaan Biogas


Biogas memiliki kandungan energi tinggi yang tidak kalah dari kandungan
energi dalam bahan bakar fosil. Nilai kalori dari 1 m3 biogas sekitar 6000 watt jam,
setara dengan setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu biogas sangat cocok
menggantikan minyak tanah, LPG, butana, batu bara, dan bahan bakar fosil lainnya.
Biogas mengandung 75% metana. Semakin tinggi kandungan metana dalam bahan
bakar, semakin besar kalor yang dihasilkan. Oleh karena itu, biogas juga memiliki
karakteristik yang sama dengan gas alam. Sehingga jika biogas diolah dengan benar,
biogas bisa digunakan untuk menggantikan gas alam. Dengan demikian jumlah gas
alam bisa dihemat. Limbah biogas dapat digunakan sebagai pupuk. Limbah biogas,
kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk organik yang
sangat kaya akan unsure-unsur yang sangat dibutuhkan tanaman. Bahkan, unsur-
unsur tertentu seperti protein, selulosa, dan lignin tidak bisa digantikan oleh pupuk
kimia. Dengan demikian kita juga bisa mengurangi anggaran untuk membeli pupuk
(Can, 2008).

2.8 Deskripsi Proses dan Sifat-Sifat Bahan Baku dan Produk


Berdasarkan kajian literatura yang telah dipaparkan pada sub-sub bab
sebelumnya, berikut ini disajikan deskripsi proses dan sifat-sifat dari bahan baku dan
produk.

2.8.1 Deskripsi Proses Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biogas Dari Hasil
Fermentasi Thermofilik Limbah Cair Kelapa Sawit Sistem Recycle

Universitas Sumatera Utara


Sistematik proses Pembuatan biogas Dari Hasil Fermentasi Thermofilik
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sistem Recycle disajikan dalam Gambar 2.2. Palm
Oil Mill Effluent (POME) ditampung di dalam Bak Penampungan (BP-01) untuk
persediaan selama satu minggu, selanjutnya POME dipompa menuju Bak
Neutralisasi (M-101) untuk dicampur dengan NaHCO3 , FeCl2, NiCl2 dan CoCl2.
Penambahan senyawa NaHCO3 dilakukan untuk menetralkan pH POME karena
fermentasi berlangsung dengan baik dalam pH 6-8, sedangkan penambahan senyawa
FeCl2, NiCl2 dan CoCl2 bertujuan sebagai nutrisi bagi inokulum.
Setelah itu, POME dari M-01 dialirkan ke Bak Pencampur (M-02) untuk
dicampur dengan aliran recyle dari Tangki Sedimentasi (RC-01/RC-02). Umpan
POME dialirkan ke fermentor. Suhu di dalam fermentor dijaga 550C, dimana bakteri
yang digunakan adalah bakteri thermofilik. Proses yang terjadi meliputi proses
hidrolisis, asidifikasi, dan proses pembentukan metana dengan hydraulic retention
time 6 hari. Dari fermentor, limbah yang tidak terolah ditampung kedalam RC-
01/RC-02 untuk diendapkan, sebagian dari limbah pada RC-01/RC-02 di recyle
kembali ke M-02 dan sisanya dialirkan ke Bak Penampung Akhir untuk diolah lanjut
sebagai land application
Biogas yang dihasilkan terdiri atas CH4, CO2, H2S dan H2O. Biogas yang
dihasilkan dialirkan ke Water Trap (DT-01) untuk memisahkan air yang terkandung
di dalam biogas. Gas H2S yang terdapat di dalam biogas perlu dihilangkan, karena
gas ini dapat memepengaruhi kinerja dari Generator listrik apabila tidak dihilangkan.
Proses desulfurisasi (penghilangan sulfur) dari gas dilakukan dengan penyerapan di
dalam adsorber Tangki Desulfurisasi (D-01) menggunakan adsorben zinc oxide
(ZnO) yang bekerja pada suhu 60 OC dan tekanan 1 atm.

2.8.2 Sifat-Sifat Bahan Baku dan Produk


2.8.2.1 Ferro Klorida (FeCl2)
Fungsi: sebagai sumber nutrisi bagi mikroba
1. Berat molekul : 126,751 gr/mol
2. Titik lebur : 677 0C
3. Kelarutan dalam air : 64,4 gr/100 ml pada 10 0C
4. Densitas : 3,16 gr/cm3

Universitas Sumatera Utara


5. Agen flokulan dalam pengolahan air limbah buangan
6. Tidak larut dalam tetrahidrofuran
7. Merupakan padatan paramagnetik
(Wikipedia, 2010)

2.8.2.2 Natrium karbonat (NaHCO3)


Fungsi : sebagai agen penetral pH.
1. Berat molekul : 84,0079 gr/mol
2. Titik lebur : 500 C (323 K)
3. Densitas : 2,159 gr/cm3
4. Kelarutan dalam air : 7,89 g / 100 ml pada 180 C
5. Tingkat kebasaan (pKb) : -2,43
6. Berwarna padatan putih
7. Merupakan senyawa ampoterik
(Wikipedia, 2010)

2.8.2.3 Nikel(II)Clorida (NiCl2)


Fungsi : sebagai nutirisi bagi mikroba
1. Berat molekul : 129,599 gr/mol
2. Titik lebur : 10010 C
3. Densitas : 3,55 gr/cm3
4. Kelarutan dalam air : 64 g / 100 ml pada 250 C
5. Berwarna padatan hijau muda
6. Memiliki struktur kristal monoclinic
7. Bersifat eksotermis
(Wikipedia, 2010)

2.8.2.4 Kobalt (II)Klorida (CoCl2)


Fungsi : sebagai nutirisi bagi mikroba
1. Berat molekul : 129,839 gr/mol
2. Titik lebur : 735 0C
3. Titik didih : 1049 oC

Universitas Sumatera Utara


3. Densitas : 3,356 gr/cm3
4. Kelarutan dalam air : 52,9 g / 100 ml pada 200 C
5. Berwarna coklat kemerahan
6. Memiliki koordinat geometri oktahedral
(Wikipedia, 2010)

2.8.2.5 Metana (CH4)


Fungsi : merupakan komponen unsur terbesar di dalam biogas.
1. Berat Molekul : 16,043 g/mol
2. Temperatur kritis : -82,7oC
3. Tekanan kritis : 45,96 bar
4. Fasa padat
Titik cair : -182,5oC
Panas laten : 58,68 kJ/kg
5. Fasa cair
Densitas cair : 500 kg/m3
Titik didih : -161,6oC
Panas laten uap : 510 kJ/kg
6. Fasa gas
Densitas gas : 0,717 kg/m3
Faktor kompresi : 0,998
Spesifik graviti : 0,55
Spesifik volume : 1,48 m3/kg
CP : 0,035 kJ/mol.K
CV : 0,027 kJ/mol.K
Viskositas : 0,0001027 poise
Kelarutan : 0,054 vol/vol
(Wikipedia, 2010)

Universitas Sumatera Utara


2.8.2.6 Karbon Dioksida (CO2)
Fungsi : merupakan salah satu komponen di dalam biogas.
1. Berat Molekul : 44,01 g/mol
2. Temperatur kritis : 31oC
3. Tekanan kritis : 73,825 bar
4. Densitas kritis : 464 kg/m3
5. Fasa padat
Densitas padat : 1562 kg/m3
Panas laten : 196,104 kJ/kg
6. Fasa cair
Densitas cair : 1032 kg/m3
Titik didih : -78,5oC
Panas laten uap : 571,08 kJ/kg
Tekanan uap : 58,5 bar
7. Fasa gas
Densitas gas : 2,814 kg/m3
Spesifik graviti : 1,521
Spesifik volume : 0,547 m3/kg
CP : 0,037 kJ/mol.K
CV : 0,028 kJ/mol.K
Viskositas : 0,0001372 poise
Kelarutan : 1,7163 vol/vol
(Wikipedia, 2010) risi bagi mikroba

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai