Anda di halaman 1dari 9

Perbedaan jenis kelamin pada keluaran jangka panjang pasien stroke iskemik

akut dengan diabetes di Cina

Abstrak
Latar belakang: Diabetes telah ditemukan berhubungan signifikan dengan keluaran
outcome buruk setelah stroke. Namun, perbedaan jenis kelamin pada keluaran pasien
dengan diabetes masih belum diketahui. Oleh karena itu, kami bertujuan untuk menilai
perbedaan jenis kelamin pada prognosis jangka panjang pasien stroke iskemik akut
dengan diabetes.
Metode: Pasien stroke iskemik dengan diabetes direkrut pada studi ini antara Mei 2005
dan September 2014 di Tianjin, Cina. Perbedaan jenis kelamin pada angka mortalitas,
ketergantungan (modified rank scale >2), dan rekurensi pada 3, 12, dan 36 bulan setelah
stroke dianalisis.
Hasil: Sejumlah total 2360 pasien direkrut pada studi ini. Usia onset stroke, National
Institute of Health stroke scale (NIHSS), dan modified rank scale (mRS) saat masuk
rumah sakit pada wanita ditemukan lebih besar daripada pria (P<0.05). Wanita lebih
cenderung menderita hipertensi, obesitas, atrial fibrilasi, dan dislipidemia. Sementara
itu, pria lebih cenderung menderita stenosis arteri, kebiasaan merokok, dan konsumsi
alkohol (P<0.001). Mortalitas ditemukan lebih besar pada wanita daripada pria pada 3
bulan (7.9% vs. 5.2%), 12 bulan (12.2% vs. 8.2%), dan 36 bulan (21.9% vs. 16.1%)
setelah stroke; namun tidak ditemukan perbedaan pada ketergantungan dan rekurensi.
Perbedaan jenis kelamin ditemukan terkait faktor keluaran dengan time-point. Trial of
Org 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST) pada aterotrombosis arteri besar (LAA),
kardioemboli (CE), dan merokok merupakan faktor resiko untuk keluaran pasien wanita
pada jangka pendek dan medium; namun atrial fibrilasi (AF), obesitas, dan alkohol
merupakan faktor resiko untuk keluaran pasien pria pada jangka panjang dan medium.
Kesimpulan: Temuan ini menunjukkan bahwa sangat penting untuk menentukan
rencana terapi individu untuk setiap pasien dengan faktor resiko stroke yang berbeda,
memperkuat rehabilitasi stroke, dan melakukan pendidikan kesehatan dini untuk
pencegahan sekunder stroke pada pasien dengan diabetes melitus (DM).
Kata kunci: perbedaan jenis kelamin, stroke iskemik akut, diabetes melitus, keluaran,
faktor resiko
Latar belakang
Walaupun angka mortalitas stroke berdasarkan usia telah menurun di seluruh dunia pada
dua dekade terakhir, jumlah absolut kasus stroke per tahun, survivor stroke, kematian
terkait stroke, dan beban global dari disabilitas stroke-disesuaikan-usia cukup besar dan
semakin meningkat. Studi terkini menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab
kedua terbanyak dari kematian dan penyebab ketiga terbanyak disabilitas di dunia pada
2010 [1, 2]. Selain itu, laporan dari 2010 menunjukkan bahwa stroke merupakan
penyebab kedua kematian di Cina [3].
Prevalensi diabetes melitus (DM) meningkat cepat di dunia, dan DM diprediksi
menjadi salah satu dari tujuh penyebab kematian terbanyak di dunia pada 2030 [4].
Menurut laporan dari International Diabetes Federation, prevalensi diabetes di 2011
sekitar 8.3% [5]. Selain itu, sekitar setengah populasi diabetes di dunia berada pada
negara-negara di Asia, terutama di Cina dan India, dimana diabetes merupakan beban
kesehatan masyarakat mayor [5].
Telah diketahui bahwa diabetes secara signifikan berhubungan dengan stroke, dan
pasien dengan diabetes memiliki resiko tinggi mengalami stroke daripada individu tanpa
diabetes [6-9].
Pada wanita ditemukan adanya peningkatan kesadaran akan pentingnya kesehatan
masyarakat dan klinis stroke. Walaupun insiden dan angka mortalitas stroke spesifik
usia pada pria ditemukan lebih tinggi daripada wanita, stroke lebih banyak
mempengaruhi wanita karena penurunan usia harapan hidup. Studi sebelumnya
menunjukkan ada peningkatan signifikan pada insiden stroke serangan pertama pada
wanita per tahun dan penurunan tren rasio pria/wanita di pedesaan Cina selama lebih
dari 21 tahun [8]. Selain itu, keluaran-terkait-stroke, termasuk disabilitas dan kualitas
hidup, secara konsisten pada wanita lebih buruk daripada pria [9]. Beberapa studi juga
telah melaporkan hubungan antara diabetes dan prognosis jangka panjang pasien dengan
stroke iskemik akut (AIS) [10, 11]. Namun, perbedaan jenis kelamin pada profil klinis
dan prognosis pasien AIS dengan DM masih belum jelas.
Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk menginvestigasi perbedaan jenis
kelamin pada subtipe stroke, derajat keparahan, faktor resiko pre-stroke, dan pengaruh
DM terhadap keluaran jangka pendek (3 bulan), jangka medium (12 bulan), dan jangka
panjang (36 bulan) setelah stroke.

Metode
Pasien
Seluruh pasien konsekutif dengan AIS serangan pertama yang datang ke Stroke Unit di
Tianjin Huanhu Hospital dalam waktu 72 jam onset stroke antara Mei 2005 dan
September 2014 direkrut pada studi ini. Diagnosis klinis ditegakkan menurut kriteria
World Health Organization dan dikonfirmasi dengan pencitraan neuroimaging (meliputi
CT atau MRI) [12]. Kasus transient ischemic attack dieksklusi dari studi ini. pasien
dengan premorbid modified rank scale (mRS) >2 tidak dinilai pada studi ini. DM
didefinisikan dengan riwayat DM sebelumnya yang dilaporkan pasien atau konsumsi
obat anti-diabetik.
Informasi detil terkait subtipe stroke iskemik, derajat keparahan stroke, riwayat
penyakit sebelumnya, faktor resiko stroke, pemeriksaan laboratorium, dan prognosis
pada 3, 12, dan 36 bulan setelah stroke juga dikumpulkan.
Kuesioner standard digunakan pada 3, 12, dan 36 bulan setelah stroke untuk
mendapatkan informasi detil terkait subtipe stroke iskemik, derajat keparahan stroke,
riwayat penyakit sebelumnya, faktor resiko stroke, pemeriksaan laboratorium, dan
prognosis.

Etik, persetujuan, dan izin


Studi ini telah disetujui oleh komite etik penelitian kedokteran pada Tianjin Huanhu
Hospital dan Tianjin Health Buraeu, dan setiap partisipan memberikan persetujuan
tertulis selama perekrutan.

Definisi
Subtipe stroke didefinisikan berdasarkan kriteria klasifikasi Trial of Org 10172 in Acute
Stroke Treatment (TOAST), yang meliputi large artery atherothrombosis (LAA),
kardioemboli (CE), oklusi arteri kecil (SAO), penyebab lain, dan penyebab yang tidak
dapat ditentukan [13].
Defisit fungsi neurologis didefinisikan dengan menggunakan National Institute of
Health stroke scale (NIHSS), indeks Bethel (BI), dan mRS saat pasien masuk rumah
sakit. Derajat keparahan stroke dikategorikan ke dalam tiga kelompok berdasarkan skor
NIHSS: ringan, 7; sedang, 8-16; dan berat 17 [14].
Faktor resiko stroke meliputi riwayat hipertensi (didefinisikan dengan riwayat
hipertensi yang dilaporkan pasien atau konsumsi obat antihipertensi), diabetes mellitus
(DM, didefinisikan dengan riwayat DM atau konsumsi obat hipoglikemi saat
dipulangkan), dislipidemia (didefinisikan dengan riwayat seluruh tipe dislipidemia yang
dilaporkan pasien atau konsumsi obat antidislipidemia oral, atau mendapatkan obat
antidislipidemia saat pemulangan), atrial fibrilasi (AF, didefinisikan dengan riwayat AF,
dikonfirmasi dengan setidaknya satu elektrokardiogram atau ditemukannya aritmia
selama dirawat), dan faktor gaya hidup yang dapat dimodifikasi, termasuk status
merokok sekarang, konsumsi alkohol, dan obesitas (indeks massa tubuh 30 kg/m2).

Keluaranoutcome
Keluaran stroke digambarkan dengan angka mortalitas, rekurensi, dan ketergantungan
pada 3, 12, dan 36 bulan setelah stroke; keluaran dinilai melalui follow up baik tatap
muka atau via telepon. Rekurensi didefiniskan dengan seluruh onset baru kejadian
vaskular (stroke dan infark miokard) terjadi dalam 30 hari setelah stroke inisial.
Ketergantungan didefinisikan dengan skor mRS >2 [15]. Angka mortalitas dihitung
dengan proporsi kematian diantara seluruh pasien selama periode yang sama setelah
stroke. Angka rekurensi merupakan proporsi pasien dengan rekurensi diantara seluruh
survivor yang dilakukan follow-up melalui wawancara tatap muka atau via telepon, dan
angka ketergantungan merupakan proporsi pasien dengan skor mRS >2 diantara seluruh
survivor yang dilakukan follow-up dengan wawancara tatap muka.

Analisis statistik
Variabel kontinyu ditampilkan dalam rata-rata (SD) atau median dan rentang yang
membandingkan antara pria dan wanita menggunakan Student t test atau uji Mann-
Whitney U. Variabel dikotom ditampilkan dalam jumlah (persentase) dan dibandingkan
dengan menggunakan uji chi-square. Perbedaan jenis kelamin pada keluaran ini dinilai
dengan model regresi logistik dan ditampilkan dalam resiko relatif (RR) dengan
95% confidence interval (CI). Variabel dependen adalah keluaran pada 3 12, dan 36
bulan setelah stroke dan didefinisikan dengan ya atau tidak; variabel independen
meliputi usia (didefinisikan sebagai variabel kontinyu), klasifikasi TOAST
(didefinisikan sebagai variabel kategorik dengan oklusi arteri kecil sebagai patokan),
derajat keparahan stroke (didefinisikan sebagai variabel kategorik dengan stroke ringan
sebagai patokan), dan riwayat penyakit sebelumnya yaitu hipertensi, AF, dislipidemia,
stenosis arteri, obesitas, status merokok sekarang, dan konsumsi alkohol (didefinisikan
dengan variabel dikotom ya atau tidak). Analisis multivariat menggunakan usia,
klasifikasi TOAST, derajat keparahan stroke, hipertensi, AF, dislipidemia, stenosis
arteri, obesitas, status merokok sekarang, dan konsumsi alkohol sebagai kovariat.
Seluruh analisis statistik dilakukan dengan SPSS versi 15.0 (SPSS Inc., Chicago, IL),
dan two-tailed P value <0.05 dianggap signifikan secara statistik.

Hasil
Sejumlah total 7565 pasien AIS direkrut dalam studi ini selama periode studi; dari
seluruhnya, 2360 (31.2%) pasien AIS dengan DM, terdiri atas 1450 (28.9%) pria dan
910 (35.6%) wanita. Persentase pasien yang melakukan follow-up lengkap pada 3, 12,
dan 36 bulan setelah stroke adalah 97.2%, 94.3%, dan 90.4% (Gambar 1).
Seperti yang ditunjukkan Tabel 1, usia pasien pada waktu terserang AIS pada
wanita lebih tinggi daripada pria (rata-rata usia 66.4 tahun pada wanita vs. 62.7 tahun
pada pria; P=0.004). Lebih banyak terjadi CE pada wanita daripada pria (5.6% vs.
2.6%) dan dibandingkan dengan pria, wanita lebih banyak mengalami stroke sedang dan
berat (40.4% vs. 34.0%; P=0.001). Selain itu, skor NIHSS, BI, dan mRS saat masuk
rumah sakit pada wanita lebih tinggi daripada pria (P<0.001).
Prevalensi hipertensi, obesitas, AF, dan dislipidemia pada wanita secara signifikan
lebih tinggi daripada pria (82.9% vs. 74.8%, 24.5% vs. 11.9%, 8.6% vs. 5.2%, dan
41.9% vs. 36.1%; P<0.05). Sebaliknya, pria lebih cenderung menderita stenosis arteri,
status merokok sekarang, dan konsumsi alkohol, dengan angka prevalensi 29.4% vs.
23.7%, 45.5% vs. 12.0%, dan 23.9% vs. 0.8% (P<0.05, Tabel 2).
Tabel 3 menunjukkan bahwa angka mortalitas pada wanita secara signifikan lebih
tinggi daripada pria pada 3 bulan (7.9% vs. 5.2%), 12 bulan (12.2% vs. 8.2%), dan 36
bulan (21.9% vs. 16.1%), setelah stroke (P<0.05); dengan RR (95% CI) sebesar 1.56
(1.11, 2.19), 1.55 (1.15, 2.09), dan 1.46 (1.11, 1.93). Namun tidak ada perbedaan jenis
kelamin pada variabel dependen dan angka rekurensi pada seluruh poin waktu. Setelah
penyesuaian dengan usia, klasifikasi TOAST, derajat keparahan stroke, dan faktor
resiko lain, analisis regresi multivariat menunjukkan bahwa jenis kelamin bukan
merupakan faktor prediktor independen untuk kematian setelah stroke; RR (95%CI)
sebesar 1.10 (0.74, 1.63; P=0.646) pada 3 bulan setelah stroke, 1.07 (0.75, 1.53;
P=0.710) pada 12 bulan setelah stroke, dan 1.08 (0.76, 1.51; P=0.680) pada 36 bulan
setelah stroke (Tabel 4). Usia dan derajat keparahan stroke merupakan faktor resiko
untuk keluaran pasien AIS dengan DM baik berdasarkan jenis kelamin dan poin waktu.
Pada 3 bulan, ada peningkatan resiko kematian pada wanita dengan klasifikasi TOAST
LAA, dengan RR (95% CI) sebesar 6.26 (1.48, 26.5); namun, resiko ketergantungan
menurun sebesar 62% pada pria obes, dengan RR (95% CI) sebesar 0.38 (0.17, 0.83).
Pada 12 bulan setelah onset stroke, AF meningkatkan resiko kematian pada pria, dengan
RR (95% CI) sebesar 3.30 (1.25, 8.72). Faktor resiko pada wanita dengan LEE dan CE
untuk kematian, CE dan merokok untuk rekurensi, dan merokok untuk ketergantungan;
RR koresponden (95% CI) sebesar 3.03 (1.24, 7.43), 4.97 (1.25, 19.8), 2.84 (1.03, 7.80),
1.76 (1.03, 3.02), dan 1.81 (1.05, 3.12). Pada 36 bulan setelah stroke pada pria, LAA
dan AF meningkatkan resiko kematian, obesitas dan alkohol meningkatkan resiko
rekurensi, dan penggunaan alkohol meningkatkan resiko ketergantungan; RR
koresponden (95% CI) adalah sebesar 2.25 (1.18, 4.29), 3.51 (1.29, 9.56), 1.68 (1.03,
2.74), 1.55 (1.03, 2.33), dan 1.66 (1.09, 2.54). Pada wanita, LAA merupakan faktor
resiko kematian, dengan RR (95% CI) sebesar 2.25 (1.10, 4.59) (Tabel 5 dan 6).

Diskusi
DM merupakan faktor resiko untuk stroke iskemik. Resiko relatif stroke iskemik pada
pasien dengan DM adalah antara 1.8 dan 6.0 [16]. Selain itu, prevalensi DM berkisar
dari 21 hingga 44% pada pasien dengan AIS [17, 18].
Pada studi stroke luas di pusat kesehatan tunggal di Cina ini, kami menemukan
bahwa dibandingkan dengan pria, wanita yang menderita stroke cenderung lebih tua;
memiliki riwayat hipertensi, obesitas, AF, dislipidemia; dan kadar TC, TG, HDL-C, dan
LDL-C lebih tinggi. Seiring dengan hal ini, wanita memiliki keluaran yang lebih buruk
daripada pria. Usia lebih muda saat onset stroke (dengan rata-rata usia 64.1 tahun
seluruhnya) ditemukan pada studi ini dibandingkan dengan studi lain, dan ini dapat
dijelaskan dengan peningkatan signifikan insiden stroke pada individu usia 20-64 tahun
di negara-negara dengan penghasilan rendah dan sedang di 1990-2010 [19].
Kami menemukan prevalensi 31.2% DM dari seluruhnya, dengan angka
prevalensi 28.9% pada pria dan 35.6% pada wanita; prevalensi DM pada wanita secara
signifikan lebih tinggi daripada pria. Angka ini lebih tinggi daripada yang baru
dilaporkan di China National Stroke Registry, yaitu prevalensi DM sebesar 26.99%
seluruhnya, 24.83% pada pria, dan 30.46% pada wanita [20].
Sejumlah studi telah melaporkan bahwa wanita cenderung mengalami stroke pada
usia yang lebih tua daripada pria [21-23]. Serupa dengan temuan ini, pada studi kami
wanita 3.7 tahun lebih tua daripada pria pada saat onset stroke. Efek neuroprotektif
estradiol pada wanita, yang meliputi hormon, kromosom seks, atau etiologi spesifik-
jenis kelamin lainnya dapat mengakibatkan onset stroke pada usia yang lebih tua [24,
25], yang mungkin menjelaskan usia wanita yang lebih tua saat onset stroke.
Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa proporsi CE pada wanita lebih tinggi
daripada pria [23, 26]. Konsisten dengan temuan ini, kami menemukan proporsi CE
pada wanita yang lebih tinggi daripada pria. Perbedaan jenis kelamin pada subtipe
stroke diperkirakan berhubungan dengan peningkatan prevalensi AF pada wanita yang
lebih tua [27].
Beberapa studi telah melaporkan bahwa wanita lebih cenderung menderita stroke
daripada pria [22, 23], walaupun ini tidak ditemukan pada studi lain [28, 29]. Pada studi
ini, kami menemukan peningkatan yang signifikan frekuensi stroke sedang dan berat
(skor NIHSS >7) pada wanita dibandingkan pria; skor NIHSS dan mRS wanita pada
saat masuk rumah sakit lebih besar daripada pria. Temuan ini mungkin dapat dijelaskan
dengan usia wanita yang lebih tua pada onset stroke dan keterlambatan sebelum masuk
rumah sakit [30].
Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa faktor resiko vaskular utama,
meliputi hipertensi, DM, AF, dislipidemia, dan obesitas ditemukan lebih sering pada
wanita daripada pria; faktor resiko ini telah ditemukan meningkatkan resiko stroke
iskemik baik pada pria maupun wanita [14, 31, 32]. Pasien AIS dengan DM lebih
cenderung menderita hipertensi, AF, dislipidemia, dan obesitas [33, 34]. Sebaliknya,
pasien AIS tanpa DM lebih cenderung menderita CE dan AF [20]. Pada studi ini, kami
menemukan bahwa pasien AIS wanita lebih cenderung menderita hipertensi, obesitas,
AF, dan dislipidemia. Wanita kurang cenderung mencapai target nilai faktor resiko
terkontrol daripada pria, yang dapat menjelaskan perbedaan jenis kelamin pada faktor
resiko antara pasien AIS diabetes [35]. Prevalensi AF lebih rendah pada kasus stroke ini
(8.4% seluruhnya) daripada studi lain mungkin karena lebih rendahnya resiko AF dan
rendahnya angka elektrokardiogram dinamik dan panjangnya interval waktu
pemeriksaan elektrokardiogram.
DM berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi [20, 36=38],
ketergantungan [39, 40], dan angka rekurensi setelah stroke [38-42]. Seiring dengan hal
ini, sejumlah studi telah mengamati keluaran yang lebih buruk pada wanita [41, 42].
Pada studi ini, kami menemukan angka mortalitas yang signifikan lebih tinggi
pada wanita daripada pria. Secara bersamaan, kami menemukan bahwa usia dan derajat
keparahan stroke berhubungan dengan keluaran stroke pada pria dan wanita; LAA, CE,
dan merokok merupakan faktor resiko keluaran pada wanita pada jangka pendek dan
medium setelah onset stroke. Pada pria, AF merupakan faktor resiko kematian pada
jangka panjang dan medium setelah onset stroke; obesitas merupakan faktor protektif
untuk rekurensi dan ketergantungan pada jangka pendek setelah onset stroke; dan
konsumsi alkohol merupakan faktor resiko rekurensi dan ketergantungan pada jangka
panjang setelah onset stroke. Ini dapat dijelaskan dengan tingginya proporsi stroke
sedang dan berat (40.4%) dan CE pada wanita dan konsumsi alkohol pada pria.
Konsisten dengan studi-studi sebelumnya, kami menemukan tidak ada perbedaan
jenis kelamin pada keluaran pasien stroke dengan DM pada studi ini. Namun, kami
menemukan perbedaan dalam hal faktor yang mempengaruhi keluaran stroke antara pria
dan wanita diabetes. Kami menemukan bahwa usia dan derajat keparahan stroke
merupakan faktor independen yang mempengaruhi keluaran stroke. Selain itu, ada lebih
banyak faktor pada pria diabetes daripada wanita diabetes. Kami mengevaluasi kadar
HbA1c pada saat masuk rumah sakit, namun tidak ada perbedaan yang ditemukan
antara pria dan wanita diabetes, dengan kadar HbA1c 6.5% ditemukan pada 79.2%
dari wanita diabetes dan 78.0% dari pria diabetes (P=0.479). HbA1c tidak ditemukan
mempengaruhi keluaran stroke baik pada pria atau wanita dengan diabetes. Jadi,
prevalensi faktor resiko stroke konvensional, meliputi stenosis arteri, status merokok
sekarang, dan konsumsi alkohol yang lebih tinggi pada pria diabetes dibandingkan
wanita diabetes dapat menjelaskan perbedaan jenis kelamin pada faktor yang
mempengaruhi keluaran stroke.
Studi ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, seluruh pasien berasal dari
rumah sakit neurologi lokal di Tianjin, Cina dan mungkin tidak merepresentasikan
seluruh pasien stroke pada Cina. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus
neurologi yang berada di pusat Tianjin, dan sejumlah besar pasien berasal dari
perkotaan, bukan daerah pedesaan. Kedua, definisi DM terbatas pada konfirmasi DM
sebelum onset stroke, riwayat DM yang dilaporkan individu bersangkutan, atau
penggunaan obat anti-diabetik. Ini dapat mengakibatkan underestimation jumlah pasien
AIS dengan DM, yang akan mempengaruhi reliabilitas kesimpulan studi.

Kesimpulan
Pada studi stroke luas berbasis rumah sakit ini, terdapat perbedaan jenis kelamin pada
faktor yang berhubungan dengan keluaran pada stadium berbeda setelah stroke.
Klasifikasi TOAST LAA, CE, dan merokok merupakan faktor resiko keluaran pada
wanita pada jangka pendek dan medium; namun, AF, obesitas, dan konsumsi alkohol
merupakan prediktor independen keluaran stroke pada pria. Temuan ini menunjukkan
bahwa sangat penting untuk menentukan strategi terapi individual untuk stroke, untuk
memperkuat rehabilitasi stroke, dan untuk memberikan pendidikan dini kesehatan untuk
pencegahan sekunder stroke pada pasien dengan DM.

Anda mungkin juga menyukai