PERENCANAAN
KEBUTUHAN BAHAN18
Banyak operasi manufaktur dimanajemeni dengan cara yang kacau. Inventori
menumpuk, suku cadang dipercepat agar pesanan keluar tepat pada waktunya,
dan suasana yang menekan terasa sckali. Adalah mungkin untuk memperbaiki
situasi ini melalui pemakaian sistem perencanaan dan pengendalian
terkomputerisasi yang disebut perencanaan kebutuhan bahan (materials require-
ments planning atau MRP).
MRP mendapatkan kekuatannya dari perbedaan yang sangat penting antara
inventori permintaan-bebas dan -tak bebas. Dalam Bab 13 kita mendefinisikan
inventori permintaan-bebas sebagai inventori yang tunduk pada kondisi pasar
dan dengan demikian lepas dari operasi. Contoh dari inventori permintaan bebas
adalah barang jadi dan suku cadang di dalam perusahaan manufaktur yang
digunakan untuk memenuhi permintaan pelanggan akhir. Inventori ini harus
dimanajemeni oleh metode titik pesanan (order-point method) yang akan dijelaskan
dalam bab ini.
Sebaliknya, inventori permintaan tak bebas tidak tunduk pada kondisi pasar.
Inventori ini bergantung pada permintaan akan suku cadang dan Komponen tingkat
yang lebih tinggi hingga dan termasuk jadwal produksi induk. Contoh dari
inventori permintaan-tak bebas adalah bahan mentah dan inventori barang dalam
proses yang digunakan dalam perusahaan manufaktur untuk mendukung proses
manufaktur itu sendiri. Inventor harus dimanajemeni dengan sistem MRP
atau sistem just-in-time (JIT) yang dijabarkan di dalam Bab 15.
Sistem MRP digerakkan oleh jadwal induk yang menetapkan “barang akhir”
atau keluaran dari fungsi produksi. ‘Semua permintaan masa datang untuk barang
dalam proses dan bahan mentah bergantung pada jadwal induk dan diperoleh
melalui sistem MRP dari jadwal induk. Ketika inventori bahan mentah dan barang
dalam proses direncanakan, semua riwayat masa lalu permintaan menjadi tidak
relevan kecuali jika masa datang persis sama seperti masa lalu, Karena kondisi
biasanya berubah, jadwal induk merupakan dasar yang jauh lebih baik
dibandingkan permintaan masa lalu untuk perencanaan inventori bahan mentah
dan barang dalam proses.
Dengan menggunakan MRP, jadwal induk “dipisahkan” (exploded) menjadi
pesanan pembelian untuk bahan mentah dan pesanan bengkel (shop order) untuk
penjadwalan pabrik. Sebagai contoh, andaikan saja produk di dalam jadwal induk
berupa Kalkulator genggam. Proses pemisahan suku cadang akan menentukan
semua suku cadang dan komponen yang diperlukan untuk membuat jumlah tertentu
unit kalkulator. Proses pemisahan suku cadang ini memerlukan rincian bagan
bahan (bill of materials) yang mencatat masing-masing suku cadang yang
diperlukan untuk memanufaktur barang akhir yang ditentukan dalam jadwal induk‘Suku cadang yang diperlukan mungkin mencakup rakitan, subrakitan, suku cadang
yang dimanufaktur, dan suku cadang yang dibeli. Pemisahan suku cadang dengan
demiki an menghasilkan sebuah daftar lengkap suku cadang yang harus dipesan
dan jadwal bengkel yang diperlukan.
Dalam proses pemisahan suku cadang, adalah perlu untuk mempertimbangkan
inventori suku cadang yang sudah tersedia atau yang dalam pesanan. Sebagai
contoh, pesanan untuk 100 barang akhir mungkin memerlukan pesanan baru
hanya 20 potong bahan mentah tertentu karena 50 potong sudah ada dalam
persediaan dan 30 potong dalam pesanan.
Satu penyesuaian lain yang dibuat selama pemisahan suku cadang adalah
dalam hal waktu tunggu produksi dan pembelian. Dimulai dengan jadwal induk,
tiap suku cadang yang dimanufaktur atau dibeli diimbangi (yaitu, dipesan lebih
din) dengan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan suku cadang
bersangkutan (waktu tunggu). Prosedur ini menjamin bahwa tiap komponen akan
tersedia pada waktunya untuk mendukung jadwal induk. Jika kapasitas manufaktur
dan penjual yang memadai tersedia, maka sistem MRP akan menghasilkan rencana
yang akurat/absah untuk tindakan pengadaan dan tindakan manufaktur. Jika
kapasitas yang memadai tidak tersedia, kita perlu untuk merencanakan kembali
jadwal induk atau mengubah kapasitas. Metode untuk melakukan ini akan
diuraikan secara rinci nanti. Penggunaan MRP yang khas dijabarkan di dalam
Kotak 14.1.
KOTAK 14.1
GOODY PRODUCTS INC
Goody: Products Inc., adalah sebuah produsen Amerika untuk
bermacam sikat, sisir, cermin, dan produk plastik perawatan rambut lain.
Strategi pertumbuhan yang agresif dalam tahun 1980-an menghasilkan
penjualan lebih dari $200 juta dan kebutuhan akan kemampuan yang
meningkat dalam manajemen dan pengendalian bahan. Goody
melaksanakan sistem MRP-II mereka melalui pemakaian inovatif komputer
mikro dan mainframe. Sebuah hasil dari pelaksanaan yang berhasil dari
sistem MRP-II adalah “keakuratan inventori banyak pesanan besar menjadi
lebih baik” dibandingkan yang dialami sebelumnya.
Sistem pseudo-distribusi yang dilaksanakan Goody menggunakan
komputer mainframe untuk menangani modul perencanaan danpengendalian MRP, termasuk penjadwalan produksi induk. Jaringan
mikrokomputer menangani pelaksanaan sistem MRP pada tiap lantai
bengkel pabrik secara terpisah. Ini memungkinkan sebagian pelaksanaan
sistem MRP disesuaikan dengan kebutwhan individual dari tiap pabrik,
sambil mempertahankan perencanaan dan pengendalian tersentralisasi pada
mainframe. Selain itu, jaringan mikrokomptuer pada bengkel mempermudah
pencapaian lingkungan tanpa kertas dalam pelaksanaan MRP. Inventori
dilacak menggunakan kode batang (bar coding), scanning,, dan jumlah
barang yang ditetapkan per kontainer. Jaringan mikrokomputer
mempertahankan informasi rinci, yang secara teratur diperbarui pada sistem
komputer mainframe.
Menarik untuk diperhatikan bahwa pilihan untuk melaksanakan sister
MRP-II semidistribusi merupakan fungsi dari strategi dan struktur
perusahaan Goody Products. Strategi pertumbuhan melalui penjualan yang
meningkat dan melalui pengambilalihan fasilitas yang penting secara
strategis menimbulkan kebutuhan akan pelaksanaan MRP yang dapat
direncanakan dan dikendalikan secara sentral, tetapi dilaksanakan dari jauh
dan secara berbeda, menurut kebutuhan dari pelbagai fasilitas produksi
dalam Goody Proudcts Inc.
DEFINISI SISTEM MRP
‘Walaupun mudih untuk dimengerti secara konseptual, MRP dapat digunakan
dalam bermacam cara yang berbeda. Ini menghasilkan tiga tipe sitem MRP yang
berbeda seperti diuraikan sebagai berikut:
Tipe I: Sistem Pengendalian Inventori Sistem MRP tipe I merupakan sistem
pengendalian inventori yang mengeluarkan pesanan manufaktur dan pembelian
dalam kuantitas yang benar pada waktu yang tepat guna mendukung jadwal
indik. Sistem ini mengajukan pesanan untuk mengendalikan inventori barang
dalam proses dan bahan mentah melalui pengaturan waktu yang tepat dalam
pengadaan pesanan. Akan tetapi, sistem tipe I tidak mencakup perencanaan
kapasitas.
Tipe II: Sistem Pengendalian Inventori dan Produksi Sistem MRP tipe I
adalah sistem informasi yang digunakan untuk merencanakan dan mengendalikan
kapasitas inventori dalam perusahaan manufaktur. Dalam sistem tipe II, pesananyang dihasilkan dari pemisahan suku cadang diperiksa untuk mengetahui apakah
kapasitas yang memadai tersedia. Jika tidak ada cukup kapasitas, maka kapasitas
atau jadwal induk yang harus diubah. Sistem tipe IT memiliki putaran umpan
balik (feedback loop) antara pesanan yang dilepaskan dan jadwal induk untuk
menyesuaikan diri dengan ketersediaan kapasitas. Akibatnya, sistem MRP tipe
ini disebt putaran tertutup (close loop system); sistem ini mengendalikan inventori
sekaligus kapasitas.
Tipe III: Sistem Perencanaan-Sumber Daya Manufaktur Sistem MRP tipe
IM digunakan untuk merencanakan dan mengendalikan semua sumber daya
manufaktur: inventor, kapasitas, kas, personel, fasilitas, dan peralatan modal.
Dalam kasus ini, sistem pemisahan suku cadang MRP juga menggerakkan semua
subsistem perencanaan-sumber daya lain di dalam perusahaan.
‘Sistem MRP putaran tertutup (tipe I) dapat dengan mudah digambarkan di
dalam Gambar 14.1. Pada bagian atas gambar adalah jadwal produksi induk,
yang ditentukan oleh pesanan pelanggan, perencanaan produsi agregat, dan
prakiraan permintaan masa datang. Proses pemisahan suku cadang, pada inti
sistem tersebut, digérakkan oleh tiga masukan: jadwal produksi induk, bagan
bahan, dan catatan inventori. Hasil dari proses pemisahan suku cadang adalah
dua jenis pesanan: pesanan pembelian yang ditujukan pada penjual dan pesanan
bengkel yang ditujukan pada pabrik. Akan tetapi, sebelum pesanan bengkel dikirim
ke pabrik, pengecekan dilakukan oleh perencana bahan mengenai apakah kapasitas
yang memadai sudah tersedia untuk menghasilkan suku cadang yang dihasilkan.
Jika kapasitas tersedia, pesanan bengkel ditempatkan di bawah kendali sistem
pengendalian bagian bengkel. Jika kapasitas tidak tersedia, perubahan harus dibuat
oleh perencana dalam kapasitas atau jadwal induk melalui putaran umpan balik
yang diperlihatkan. Begitu pesanan bengkel ada di bawah sistem pengendalian
bagian bengkel, maka perkembangan pesanan ini dimanajemeni melalui bengkel
untuk memastikan bahwa pesanan ini diselesaikan pada waktunya.
Gambar 14,1 menggambarkan MRP sebagai sistem informasi yang digunakan
untuk merencanakan dan mengendalikan inventori dan kapasitas. Informasi
diproses melalui pelbagai bagian dari sistem untuk menunjang keputusan
manajemen. Jika informasi akurat dan tepat pada waktunya, manajemen dapat
menggunakan sistem tersebut untuk mengendalikan inventori, menyerahkan
pesanan pelanggan tepat pada waktunya, dan mengendalikan biaya manufaktur.
Dengan cara ini, proses pengubahan bahan akan terus menerus dimanajemeni di
dalam lingkungan yang dinamis dan berubah.Gambar 14.1 Sistem MRP putaran tertutup.
Joseph Orlicky, dalam bukunya mengenai MRP (1975), mendefinisikan tiga
fungsi utama MRP sebagai berikut:Inventori
- Pesan suku cadang yang tepat
~ Pesan dalam jumlah yang tepat
— Pesan pada wakta yang tepat
Prioritas
— Pesan dengan tanggal jatuh tempo yang tepat
— Usahakan tanggal jatuh tempo tetap absah
Kapasitas
— Muatan (load) yang lengkap
— Muatan yang akurat (absah)
— Rentang waktu yang memadai untuk visibilitas muatan masa datang
Jika sistem putaran tertutup dalam Gambar 14.1 digunakan dengan tepat,
maka ketiga fungsi Orlicky dapat tercapai.
Karena MRP adalah konsep yang sederhana dan logis, maka orang mungkin
bertanya-tanya mengapa MRP tidak diperkenalkan lebih awal. Alasan utamanya
adalah tidak adanya teknologi komputer hingga pertengahan tahun enam puluhan.
Dewasa ini, kemajuan lebih jauh dalam teknologi komputer membuat sistem
MRP menjadi praktis bahkan untuk perusahaan kecil. Walaupun teknologi sudah
dikuasai, masalah besar dalam pelaksanaan masih ada dalam industri. Masalah
ini akan dibicarakan secara rinci nanti di dalam bab ini.
MRP VERSUS SISTEM TIMIK PESANAN
MRP mempertanyakan banyak konsep tradisional yang digunakan untuk
memanajemeni inventori. Sistem titik pesanan yang dibicarakan di dalam Bab 13
tidak bekerja baik untuk manajemen inventori yang tunduk pada permintaan tak
bebas. Namun, sebelum kelahiran MRP tidak ada pilihan lain; perusahaan
manufaktur yang khas memanajemeni semua inventori dengan sistem titik pesanan.
Beberapa perbedaan pokok antar MRP dan sistem titik pesanan diringkas di
dalam Tabel 14.1. Satu perbedaan adalah filosofi kebutuhan yang digunakandalam sistem MRP versus filosofi pengisian kembali yang digunakan dalam
sistem titik pesanan. Filosofi pengisian kembali menunjukkan bahwa bahan harus
diisi kembali jika sudah sedikit. Sistem MRP tidak melakukan hal ini. Lebih
banyak bahan dipesan hanya jika ada kebutuhan seperti ditunjukkan oleh jadwal
induk. Jika tidak ada kebutuhan manufaktur untuk suku cadang tertentu, maka
tidak ada pengisian kembali, walaupun tingkat inventorinya rendah. Konsep
kebutuhan ini khususnya penting dalam manufaktur Karena permintaan akan
suku cadang komponen “berkelompok.” Jika satu lot dijadwalkan, maka komponen
suku cadang diperlukan untuk {ot itu, tetapi permintaan menjadi nol hingga satu
lot tain dijadwalkan. Jika sistem titik pesanan digunakan untuk jenis pola
permintaan berkelompok ini, bahan pun akan disediakan selama periode panjang
permintaan nol.
Tabel 14.1 Perbandingan MRP dan Sistem Titik Pesanan
MRP Titik Pesanan
Permintaan Tak bebas Bebas
Filosofipesanan Kebutuhan Pengisian kembali
Peramalan Berdasar jadwal induk Betdasar permintaan yang alu
Konsep pengendalian Mengendalikan semua barang ABC
Sasaran Memenuhi kebutuhan manufaktur Memenuhi kebutuhan pelanggan
Ukuran Jot Berlainan E0Q
Pola permintaan Berkelompok tetapi dapat diramalkan —Acak
Tipe inventori Barang dalam proses dan bahan mentah _Barang jadi dan suku cadang
Satu lagi perbedaan antara kedua sistem adalah dalam pemakaian peramalan.
Untuk sistem titik pesanan, permintaan masa datang diramalkan berdasarkan
riwayat permintaan masa lalu. Peramalan ini digunakan untuk mengisi kembali
tingkat stok. Dalam sistem MRP, permintan masa lalu untuk suku cadang
Komponen tidak relevan. Filosofi pemesanan didasarkan pada kebutuhan yang
dihasilkan dari jadwal induk. MRP berorientasi masa datang; MRP mendapatkan
permintaan yang akan datang untuk suku cadang komponen dari peramalan
permintaan tingkat yang lebih tinggi.
Prinsip ABC juga tidak berhasil baik untuk sistem MRP. Dalam
memanufaktur suatu produk, barang C sama pentingnya dengan barang A. Sebagai
contoh, mobil tidak dapat dikirimkan jika tidak memiliki saluran bahan bakar
atau tutup radiator, walaupun barang ini merupakan barang C yang relatif murah.Oleh karena itu, adalah perlu untuk mengendalikan semua suku cadang, bahkan
barang-barang C, dalam manufaktur.
Rumus EOQ yang diakui sepanjang zaman tidak berguna dalam sistem MRP,
walaupun rumus ukuran lot yang dimodifikasi sudah tersedia. Asumsi yang
digunakan untuk mendapatkan EOQ tradisional dilanggar secara buruk oleh pola
permintaan berkelompok untuk komponen suku cadang . Ukuran lot dalam sistem
MRP harus didasarkan pada kebutuhan yang berlainan. Sebagai contoh, andaikan
bahwa permintaan akan suku cadang tertentu berdasarkan minggu adalah 0, 30,
10, 0, 0, 15. Asumsikan lebih jauh bahwa EOQ dihitung menjadi 25 suku cadang.
Dengan EOQ atau perkalian EOQ, kita tidak dapat mencocokkan kebutuhan
secara persis dan dengan demikian akhimya akan memiliki sisa dalam inventori.
Sisa dari OQ ini menyebabkan biaya inventori tambahan yang tidak perlu. Jauh
lebih baik menda sarkan ukuran lot berdasarkan permintaan berlainan yang diamati.
Sebagai contoh, dengan kebijakan lot-demi-lot, kita dapat memesan 30 unit untuk
minggu kedua, 10 untuk minggu ketiga, dan 15 untuk minggu keenam, yang
menghasilkan tiga pesanan dan tanpa biaya penyimpanan. Kita juga dapat
memesan 40 unit untuk minggu kedua dan ketiga dijadikan satu, sehingga
menghemat satu pesanan, tetapi menimbulkan sedikit biaya penyimpanan. Dengan
sistem MRP, pelbagai ukuran lot yang berlainan perlu dipertimbangkan.
Sasaran dalam memanajemeni inventori permintaan bebas dengan kaidah
titik pesanan adalah memberikan tingkat pelayanan pelanggan yang tinggi dengan
biaya pengoperasian inventori yang rendah. Sasaran ini diorientasikan pada
pelanggan. Sebaliknya, sasaran dalam memanajemeni inventori permintaan tak
bebas dengan MRP adalah untuk mendukung jadwal produksi induk. Sasaran ini
berorientasi pada manufaktur — berfokus ke dalam dan bukan ke luar.
Sekarang seharusnya sudah jelas bahwa sistem MRP berbeda dengan sistem
titik pesanan dalam hampir setiap dimensi penting, dan tidak mengherankan
bahwa hasil yang buruk biasanya diperoleh ketika sistem titik pesanan digunakan
untuk memanajemeni inventori bahan mentah atau barang dalam proses. Hasil
yang buruk ini dapat berupa terlambatnya penyerahan pesanan pelanggan, tingkat
inventori yang berlebihan, efisiensi Konversi yang buruk karena tidak adanya
suku cadang, dan banyak pertentangan dalam produksi.ELEMEN MRP
‘Meskipun pemisahan suku cadang merupakan inti MRP, tetapi masih banyak
elemen MRP yang mempengaruhi keberhasilan MRP. Elemen MRP lainnya akan
dijelaskan dalam bagian ini.
Penjadwalan induk (Master Scheduling). Tujuan penjadwalan induk adalah
untuk menentukan keluaran fungsi operasi. Penjadwalan induk menggerakkan
keseluruhan proses perencanaan bahan. Jadwal induk oleh George Plossl
digambarkan sebagai “Pegangan bisnis manajemen puncak”. Dengan
mengendalikan jadwal induk, manajemen puncak dapat mengendalikan pelayanan
pelanggan,tingkat inventori dan biaya manufaktur. Manajemen puncak tidak dapat
melakukan tugas penjadwalan induk sendirian, karena jadwak induk terlalu banyak
rinciannya. Akan tetapi, manajemen puncak dapat mengkaji ulang jadwal induk
yang telah dibuat dan mereka kemudian dapat menetapkan kebijakan penjadwalan
induk, sehingga dengan cara demikian mereka telah melaksanakan fungsi
pengendalian perencanaan bahan.
Manajeman puncak juga harus ikut berperan dalam proses manufakur melalui
perencanaan produksi keseluruhan (agregate production plan), seperti diperlihatkan
pada gambar 14.1. Perencanaan produksi keseluruhan ini berhubungan dengan
jenis atau lini produk, bukan produk tertentu, model, atau pilihan yang ada di
dalam jadwal induk. Sebagai contoh, bila pabrik memproduksi traktor, perencanaan
produksi keseluruhan dapat berisi berbagai jenis traktor, tetapi tidak memuat
ukuran mesin tertentu, pilihan sistem hidrolikatau ciri lain yang dapét dipilih
oleh pelanggan.Proses perencanaan produksi keseluruhan, biasanya merupakan
bagian dari proses perencanaan strategis dan anggaran tahunan. Proses ini dipakai
untuk mencari sumber daya (kapasitas), manusia, peralatan, dan fasilitas yang
tersedia untuk masa yang akan datang. Oleh Karena itu, proses penjadwalan
induk harus berdasarkan semua perencanaan produksi keseluruhan yang sudah
ditetapkan, atau melakukan perubahan perencanaan bila diperlukan.
Proses pemisahan suku cadang mengasumsikan bahwa jadwal induk dapat
dilaksanakan sesuai dengan kapasitas yang tersedia. Dengan menggunakan jadwal
induk sebagai masukan, suku cadang dipisahkan untuk menghasilkan pesanan
bengkel dan pesanan pembelian. Pada sistem tipe I dan IM, pesanan bengkel
dimasukkan ke dalam suatu perencanaan kapasitas rutin dan riksa oleh
perencana bahan untuk menentukan apakah kapasitas yang tersedia mencukupi
atau tidak. Jika kapasitas yang tersedia tidak mencukupi, maka kapasitas atau
jadwal induk harus diubah sampai jadwal induk layak dilaksanakan pada kapasitas
tersebut.Salah satu fungsi pejadwalan induk adalah untuk meyakinkan bahwa jadwal
induk akhir yang akan dipakai tidak’ melambung dan mencerminkan kendala
kapasitas yang sesungguhnya. Dalam praktek, seringkali jadwal induk melambung
dengan anggapan bahwa operasi akan menghasilkan lebih banyak keluaran jika
ada tekanan untuk terus berproduksi. Akibat dari jadwal induk melambung,
prioritas pesanan (tanggal jatuh tempo) menjadi tidak berlaku/sah lagi. Sistem
MRP formal kemudian dengan cepat akan tersisih, dan digantikan oleh sistem
perencanaan dan pengendalian yang informal. Akibatnya banyak pesanan yang
Jewat jatuh tempo, memperlancar, dan mengejar stok agar produk cepat keluar.
Tidak ada yang lebih berbahaya daripada jadwal induk yang melambung/
membengkak karena akan mengakibatkan tanggal jatuh tempo pesanan tidak sah
lagi.
Jadwal induk sering disusun untuk periode kebutuhan mingguan, sehingga
sering disebut Jadwal waktu mingguan . Dalam hal ini, produksi mingguan
ditunjukkan oleh sebuah kolom perencanaan bahan. Jadwal induk juga selalu
diperbaiki atas dasar mingguan. Setiap minggu setelah jadwal induk baru disusun,
program pemisahan suku cadang (parts explosion program) dilaksanakan untuk
memenuhi tuntutan kebutuhan yang baru. Sistem ini kemudian sering disebut
dengan sistem pembaharian MRP (regeneration MRP system).
Bentuk lain MRP adalah sistem perubahan netto (net-change system), dimana
perubahan dapat dilakukan begitu perubahan tersebut terjadi atas dasar waktu
nyata (real-time basis). Sistem perubahan netto selalu dijaga agar tetap mutakhir
(up to date); hal ini dapat diperoleh dengan melakukan pembaharuan secara
besar-besaran. Meskipun sistem perubahan netto memiliki data terbaru, tetapi
sistem ini kadang-kadang terjadi kesulitan jika perubahan pesanan bersifat konstan.
Jadwal induk bisa dipertuas untuk satu tahun yang akan datang atau lebih.
terpanjang untuk memastikan bahwa waktu yang tersedia cukup untuk pemesanan
seluruh suku cadang. Pada umumnya, jadwal induk hendaknya dibekukan dalam
tenggang waktu produksi untuk mencegah adanya barang apkiran dan
pemercepatan yang tidak perlu yang disebabkan adanya perubahan selama siklus
produksi.
Jadwal induk jarang sekali mencerminkan prakiraan permintaan untuk masa
mendatang. Tetapi jadwal induk lebih sering mencerminkan suatu prakiraan
tentang apa yang akan diproduksi. Jadwal induk merupakan suatu jadwal
‘pembuatan’. Inventori barang jadi merupakan sebuah penyangga antara jadwal
induk dengan permintaan pelanggan akhir, schingga dapat melancarkan beban
kerja dan memberikan suatu pelayanan pelanggan yang cepat.Bagan bahan (Bill Of Materials/BOM). Bagan bahan merupakan sebuah
daftar terstruktur yang memuat semua bahan atau suku cadang yang diperlukan
untuk menghasilkan barang jadi, rakitan, subrakitan, suku cadang yang dibuat
atau suku cadang yang dibeli, Bagan bahan mempunyai fungsi seperti resep
masakan, yakni mendaftar semua bahan. Adalah suatu kebodohan membiarkan
kesalahan dalam resep masakan favorit anda, Demikian juga halnya dengan bagan
bahan. Jika ada kesalahan pada bagan bahan, maka bahan yang tepat tidak dapat
dipesan sehinggan produk tidak bisa dirakit dan dikirimkan kepada pemesan.
Akibatnya, suku cadang lain yang tersedia akan tertimbun dalam inventori sampai
suku cadang yang kurang dilengkapi. Oleh karena itu, manajemen harus
memastikan bahwa semua bagan bahan harus mempunyai ketepatan 100 % .
Dari pengalaman ditemukan bahwa membuat bagan bahan yang mempunyai
ketepatan 100 % tidaklah terlalu mahal; sebaliknya jauh lebih mahal untuk
membiarkan Ketidaksempumaan pada bagan bahan.
Beberapa perusahaan memiliki beberapa bagan bahan untuk produk yang
sama. Bagian rekayasa memiliki satu bagan bahan, sedangkan bagian manufaktur
memiliki versi yang berbeda, dan bagian akuntansi biaya juga memiliki versi
yang lain, Sebuah sistem MRP memerlukan bagan bahan tunggal untuk
keseluruhan perusahaan. Bagan bahan dalam komputer harus selalu benar, dan
dapat menggambarkan bagaimana produk itu dibuat. Dalam perusahaan yang
menggunakan bagan bahan sebagai dokumen acuan dan bukan sebagai alat
perencanaan bahan, konsep bagan bahan tunggal ini sangat sulit untuk diterapkan.
Bagan bahan selalu mengalami perubahan, jika produk dirancang ulang.
Sehingga, diperlukan suatu sistem pesanan perubahan perekayasaan (Engineer-
ing Change Order-ECO) yang efektif untuk menjaga bagan bahan agar tetap
mutakhir. Biasanya koordinator ECO ditunjuk dan diserahi tanggung jawab ‘untuk
mengkoordinasikan semua perubahan perekayasaan pada berbagai departemen
yang terlibat.
Catatan inventori (Inventory Record). Isi catatan inventori terkomputerisasi
ditunjukkan pada gambar 14.2. Segmen data induk jenis barang berisi nomor
suku cadang merupakan tanda pengenal unik untuk setiap jenis barang, dan
informasi lain seperti waktu tunggu, harga standar dan sebagainya. Segmen sta-
tus inventori berisi perencanaan bahan lengkap untuk setiap jenis barang. Akhirnya,
segmen data tambahan berisi informasi tentang pesanan yang masih beredar,
perubahan yang diminta, rincian riwayat permintaan, dan sebagainya.
Dalam praktek, usaha yang terus menerus diperlukan untuk menjaga catatan
inventori agar tetap akurat. Pada umumnya, untuk memastikan ketepatan inventori
adalah dengan melakukan penghitungan inventori fisik tahunan, pada saat pabrikditutup selama satu atau dua hari dan semua inventori dihitung secara teliti.
‘Temyata ditemukan bahwa penghitungan ini sering menimbulkan kesalahan karena
orang yang melakukan penghitungan tersebut Kurang berpengalaman. Setelah
inventori dihitung dengan akurat,nilai inventorinya dikonversikan ke satuan mata
uuang untuk tujuan laporan keuangan. penghitungan untuk jenis barang individual
biasanya tidak cukup akurat untuk sistem MRP. Akibatnya, dikembangkan cara
penghitungan siklus (cycle counting) sebagai pengganti penghitungan inventori
tahunan.
Gambar 14.2 Contoh Catatan Inventori
Pada penghitungan siklus, setiap hari personil ruang penyimpan menghitung
sebagian kecil jenis barang. Kesalahan dibetulkan dalam catatan tersebut, dan
suatu usaha dilakukan untuk menemukan dan membetulkan prosedur yang
menyebabkan kesalahan, Dengan meningkatkan perhatian terhadap ketepatan dan
pemakaian penghitungan siklus harian, banyak kesalahan dalam catatan inventoridapat dihilangkan. penghitungan siklus ini dapat memberikan hasil yang dapat
dipercaya, sehingga banyak auditor tidak memerlukan lagi penghitungan inventori
fisik tahunan.
Perencanaan Kapasitas (Capacity planning). Elemen yang diperlukan untuk
sistem MRP peluncuran pesanan (tipe 1) telah dijelaskan di atas. Sistem ini
memerlukan jadwal induk, bagan bahan, catatan inventori dan pemisahan suku
cadang. Sistem peluncuran pesanan yang dihasilkan dapat menentukan tanggal
jatuh tempo yang tepat (prioritas pesanan) jika tersedia kapasitas yang cukup.
Jika kapasitas tidak mencukupi, inventori akan meningkat, muncul pesanan lewat
jatuh tempo,dan pemercepatan dilakukan untuk memenuhi pesanan melalui pabrik.
Untuk memperbaiki situasi ini, diperlukan subsistem perencanaan kapasitas.
Tujuan perencanaan kapasitas adalah untuk membantu manajemen dalam
memeriksa kebenaran/keabsahan jadwal induk. Ada dua cara yang dapat dilakukan
: perencanaan kapasitas pemotongan kasar (rough-cut capacity planning ) atau
juga disebut perencanaan sumber daya manusia dan pemuatan bengkel (shop
loading). Pada perencanaan kapasitas pemotongan kasar, perkiraan jam kerja
tenaga kerja dan mesin dihitung langsung dari jadwal induk untuk memproyeksikan
kebutuhan kapasitas yang akan datang tanpa perlu melalui pemisahan suku cadang.
Jika kapasitas yang tersedia tidak mencukupi, jadwal induk disesuaikan atau
kapasitas diubah oleh manajemen untuk mandapatkan jadwal yang layak. Jika
jadwal induk sudah layak, maka seluruh pemisahan suku cadang dilaksanakan
sepenuhnya.
Pada penggunaan pemuatan bengkel, seluruh pemisahan suky cadang
dilaksanakan sebelum perencanaan kapasitas.Pesanan bengkel yang dihasilkan
dibebankan ke pusat kerja melalui penggunaan rute data suku cadang terinci.
Sebagai hasilnya, jam kerja tenaga kerja dan mesin pada tiap pusat kerja
diproyeksikan untuk masa yang akan datang. Jika kapasitas yang tersedia tidak
mencukupi, kapasitas maupun jadwal induk harus disesuaikan oleh manajemen
sampai jadwal induk menjadi layak . Pada saat ini perencanaan bahan yang benar
telah tersedia.
Perencanaan kapasitas pemotongan kasar memerlukan lebih sedikit
perhitungan terinci tetapi tidak seakurat pada pemuatan bengkel. Kita dapat
menggunakan salah satu metoda ini atau kedu-duanya bergantung pada situasi.
Hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa perencanaan kapasitas
hendaknya digunakan untuk menutup putaran dalam sistem MRP.
Sebuah alternatif perencanaan kapasitas, yang telah dijelaskan di atas adalah
penjadwalan untuk kapasitas terbatas (finite capacity). Sekarang, perangkat lunak
telah dikembangkan untuk menerapkan metode penjadwalan ke depan (ForwardSchedulin) maupun kapasitas terbatas. Metode ini telah diterapkan dalam kondisi
kapasitas sangat mahal, seperti pada industri pengolahan. Dalam hal ini, MRP
dimodifikasi dimulai dengan jadwal kSapasitas terbatas yang layak dan kemudian
bahan direncanakan agar tiba tepat pada waktunya untuk mendukung jadwal
yang layak tersebut.
Pembelian (Purchasing). Fungsi pembelian lebih diperluas karena penggunaan
sistem MRP. Pertama, pesanan yang lewat jatuh tempo sebagian besar dihapuskan
karena MRP menghasilkan tanggal jatuh tempo yang absah dan menjaga agar
tetap mutakhir. Ini mengharuskan bagian pembelian membangun hubungan yang
baik dengan penyuplai, karena pada saat memesan ,bahan itu benar-benar
dibutuhkan.
Dengan menyusun dan menjalankan perencanaan bahan yang absah,
manajemen dapat menghapuskan pemercepatan pesanan yang yang biasanya
dilakukan oleh bagian pembelian. Ini memungkinkan manajer pembelian
memusatkan perhatian pada fungsi utamanya; yaitu : mencari penyuplai yang
memenuhi syarat, mencari altemnatif sumber suplai dan bekerja dengan penyuplai
untuk memastikan penyerahan suku cadang yang berkualitas, tepat waktu dan
dengan harga yang murah.
Dengan sistem MRP, maka dimungkinkan untuk memberikan laporan pesanan
yang direncanakan untuk masa yang akan datang kepada penyuplai. hal ini
memberikan waktu bagi penyuplai untuk merencanakan kapasitasnya, sebelum
pesanan sesungguhnya ditempatkan. Kebiasaan memberitahukan rencana pesanan
kepada penyuplai menjadikan hubungan yang lebih erat antara perusahaan pemesan
dengan penyuplai. Beberapa perusahaan bahkan melangkah lebih jauh lagi, mereka
menuntut penyuplai untuk memasang sistem MRP sehingga keandalan penyerahan
dari penyuplai dapat lebih terjamin. Disamping itu, pertukaran data elektronis
(Electronic Data Interchange - EDI) juga digunakan untuk mentransmisikan
pesanan MRP langsung dari komputer pelanggan ke komputer penyuplai.
Pengendalian Bengkel Kerja (Shop-Floor Control).Tujuan subsistem
pengendalian bengkel kerja adalah untuk menyampaikan pesanan ke bengkel
kerja dan memanajemani pesanan dengan cara mereka di pabrik untuk memastikan
bahwa pesanan tersebut dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Sistem
pengendalian bengkel kerja membantu manajemen menyesuaikan seluruh kegiatan
yang kurang tepat setiap hari dalam manufaktur, seperti : kemangkiran para
pekerja, kerusakan mesin, kehilangan bahan, dan lain-lain. Jika kejadian tak
terduga ini timbul, keputusan harus dibuat tentang apa yang akan dilakukan
selanjutnya . Keputusan yang baik memerlukan pengendalian masukan-keluaran
dan informasi prioritas pekerjaan dari sistem pengendalian bengkel kerja.Tujuan pengendalian masukan-keluaran adalah untuk memastikan
ketersediaan bahan dan tidak ada kelebihan beban pada pabrik. Untuk setiap
pusat kerja, jumlah pekerjaan yang ditempatkan pada pusat kerja secara harian
atau mingguan, dibandingkan dengan jumlah pekerjaan yang dihasilkan oleh
puast Kerja tersebut (biasanya diukur dengan jam kerja standar dan jam mesin
standar). Umumnya, kita tidak dapat menempatkan jumlah pekerjaan melebihi
jumlah yang dapat dikeluarkan oleh pusat kerja, kecuali inventori barang dalam
proses atau penggunaan pusat kerja terlalu rendah. Selain itu, ketersediaan bahan
untuk setiap pekerjaan dimonitor oleh sistem pengendalian bengkel kerja untuk
memastikan bahwa baik kapasitas maupun bahan tersedia selama pekerjaan di
bengkel berlangsung. Jika pekerjaan berjalan lambat atau terlalu cepat di dalam
pabrik, maka hal ini dapat dikendalikan dengan prioritas pekerjaan.
Prioritas pekerjaan sering dihitung dengan menggunakan aturan pengiriman
(dispatching rule). Jika aturan ini digunakan sebagai bagian dari sistem
pengendalian bengkel kerja, maka kondisi yang berubah dapat disesuaikan dan
pekerjaan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dengan menggunakan aturan
pengiriman ini, waktu tunggu produksi dapat diperpanjang’ atau diperpendek
secara drastis pada saat pekerjaan berlangsung di bengkel. Hal ini memungkinkan
karena suatu pekerjaan secara normal menghabiskan sekitar 90 persen waktunya
untuk menunggu antrian. Jika suatu pekerjaan lebih lambat dari yang dijadwalkan,
prioritasnya dapat ditingkatkan sampai kembali pada jadwalnya. Demikian pula,
suatu pekerjaan dapat diperlambat bila terlalu cepat dari yang dijadwalkan. Ini
merupakan fungsi sistem pengendalian bengke! kerja untuk menyediakan informasi
kepada manajer sehingga mereka dapat memanajemeni waktu tunggu produksi
secara dinamis.
Gagasan lama mengenai waktu tunggu yang akurat harus dikesampingkan.
Waktu tunggu dapat dimanajemeni dengan memperpanjang atau memperpendek
waktu tunggu berdasarkan prioritas. George ploss! menyatakan hal ini dengan
mengatakan, “‘waktu tunggu adalah apa yang anda katakan.” Konsep ini sangat
sulit diterima bagi manajer jika manajer terbiasa berpikir dalam pola pikir waktu
tunggu yang tetap atau waktu tunggu sebagai variabel acak.
Dengan sistem pengendalian bengkel kerja memungkinkan kita untuk
menahan pesanan, yakni memperlambatnya. Hal ini tidak bisa dilakukan dengan
manufaktur yang normal, di mana pesanan selalu dipercepat dan tidak pernah
diperlambat. Pesanan sebaiknya diperlambat jika jadwal induk diubah atau suku
cadang lain tidak tersedia tepat waktu. Hal ini menghasilkan inventori minimum
yang konsisten dengan kebutuhan waktu dalam MRP.Untuk mengerjakan tugas tersebut dengan tepat, sistem pengendalian bengkel
kerja memerlukan laporan umpan balik dari seluruh pekerjaan yang diproses.
Biasanya, seorang pekerja memberitahu sistem pada saat setiap tahap pemrosesan
sudah diselesaikan. Hal isa dilakukan melalui terminal komputer di bengkel
kerja atau dengan informasi yang disampaikan ke kantor pusat. Kemudian sistem
komputer membuat daftar pengiriman setiap hari untuk setiap supervisor. Daftar
tersebut memuat prioritas setiap pekerjaan di pusat kerja, dan bila mungkin,
supervisor bekerja pada prioritas pekerjaan tertinggi. Jika bahan, tenaga kerja
atau mesin tidak tersedia untuk prioritas pekerjaan yang tertinggi, maka pekerjaan
yang merupakan prioritas tertinggi berikutnya yang dikerjakan dan hal ini
dilakukan terus sesuai dengan daftar prioritasnya.
‘Sistem pengendalian bengkel kerja memerlukan tanggal jatuh tempo pesanan
yang absah. Bila jadwal induk melambung dan bengkel kelebihan beban, maka
tidak ada sistem pengendalian bengkel kerja yang dapat menyelesaikan pekerjaan
dengan tepat waktu, Sistem pengendalian bengkel kerja sangat bergantung pada
prioritas yang tepat dan perencanaan kapasitas.
Bila perusahaan menggunakan konsep JIT untuk manufaktur repetitif, sistem
pengendalian bengkel kerja diganti dengan suatu sistem penarikan Kanban yang
akan dijelaskan pada bab 15. Sistem Kanban mendasarkan pada pengendalian
bahan dan sinyal fisikal secara visual, sebagai pengganti informasi yang
terkomputerisasi. Sebagai akibatnya, sistem pengendalian bengkel kerja ini sangat
sederhana dan murah.
PENGOPERASIAN SISTEM MRP
MRP memiliki banyak kelebihan daripada sekedar pemasangan modul
komputer yang sesuai. Manajemen harus mengoperasikan sistem ini dengan cara
yang intelligent dan efektif.
Salah satu keputusan manajemen yang harus dilakukan adalah menetapkan
jumlah stok pengaman (safety stock) yang harus disimpan. Satu hal yang membuat
para manajer terkejut, yaitu kecilnya stok pengaman yang diperlukan jika MRP
digunakan secara tepat. Hal ini disebabkan olch adanya Konsep pengelolaan
waktu tunggu, yaitu waktu tunggu pembelian maupun bengkel dikendalikan secara
efektif dengan penyimpangan yang kecil. Dalam pembelian, hal ini dilakukan
dengan cara menjalin hubungan dengan penyuplai yang dapat memberikan sistem
penyerahan yang andal. Di dalam bengkel, waktu tunggu dapat dikelola melaluisistem pengendalian bengkel kerja seperti yang dijelaskan di atas. Sekali
ketidakpastian dalam hal waktu tunggu dapat dikurangi, maka hanya diperlukan
stok pengaman yang lebih kecil.
Jika stok pengaman dilakukan pada tingkat komponen suku cadang, maka
diperlukan sejumlah besar inventori agar bisa efekti. Misal, 10 suku cadang
diperlukan untuk membuat sebuah rakitan dan masing-masing suku cadang
memiliki 90 persen tingkat pelayanan. Probabilitas ketersediaan 10 suku cadang
jika dibutuhkan adalah 35 persen. Oleh karena itu lebih baik merencanakan dan
mengendalikan pengaturan waktu dari 10 suku cadang itu daripada menutupi
setiap suku cadang dengan stok pengaman.
Bila stok pengaman diperlukan, maka stok pengaman ini sering ditambahkan
pada tingkat jadwal induk. Ini menjamin bahwa sejumlah komponen yang sesuai,
tidak hanya sekedar campuran berbagai jenis suku cadang, tersedia untuk produk
akhir. Tujuan pengadaan stok pengaman pada tingkat jadwal induk adalah untuk
memberikan fleksibilitas untuk memenuhi perubahan kebutuhan pelanggan.
Waktu tunggu pengaman (Safety lead time) merupakan sebuah konsep yang
harus dipertimbangkan pada pemesanan komponen suku cadang. Jika penyuplai
kurang dapat diandalkan dan situasinya tidak bisa diperbaiki, maka waktu tunggu
yang direncanakan dapat diperpanjang dengan penambahan waktu tunggu
pengaman. Akan tetapi, hal ini akan menambah inventori, jika penyuplai
menyerahkan suku cadang lebih awal dari yang direncanakan.
Cara ketiga untuk menangani ketidakpastian adalah merencanakan kapasitas
pengaman (safety capacity). Pendekatan ini memiliki banyak keuntungan, karena
Kapasitas cadangan dapat digunakan untuk membuat suku cadang secara tepat
bila kebutuhan sudah diketahui. Masalah dalam stok pengaman adalah stok yang
Kurang baik sering tersedia - satu suku cadang terlalu banyak lainnya terlalu
sedikit. Sehingga, kapasitas pengaman sebagai altematif dari stok pengaman
sebaiknya dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh. Kapasitas pengaman ini
belum digunakan secara luas dalam industri. Stok pengaman (inventori)
dipertimbangkan sebagai suatu aset (meskipun tidak pernah digunakan) dan
penggunaan kapasitas sampai 100 persen merupakan tujuan yang ingin dicapai,
meskipun terjadi kelebihan inventori.
Masalah Iain dalam pengoperasian sistem MRP adalah bahwa sistem infor-
mal akan menyisihkan/menggusur sistem formal. Jika sistem MRP formal tidak
digunakan oleh manajemen, maka sistem informal akan mengambil alih secara
cepat sehingga terjadi pemercepatan bahan, pesanan yang lewat jatuh tempo
menumpuk dan suasana krisis berkembang. Sistem informal selalu “mengintaidibalik sayap” untuk mengambil alih sistem formal. Oleh Karena itu manajemen
harus berusaha keras untuk menjaga keakuratan data, pendidikan pemakai, dan
keutuhan sistes sehingga sistem MRP formal dapat digunakan untuk
memanajemeni perusahaan.
Jika sistem MRP diljalankan secara tepat, maka sistem ini akan memberikan
hasil yang lebih daripada sekedar alat pengendalian produksi dan inventori. Sistem
MRP dapat mendukung perencanaan dan pengendalian pada seluruh bagian
perusahaan (sistem tipe III). Misalnya, sistem ini bisa diterapkan untuk
menggerakkan sistem perencanaan keuangan untuk memproyeksikan inventori
total di masa yang akan datang, meramalkan anggaran pembelian, dan
merencanakan kebutuhan peralatan dan fasilitas, Sistem MRP yang digunakan
untuk mengendalikan bahan secara fisik ini dapat diperluas untuk memberikan
dasar perencanaan dan pengendalian keuangan. Pemakai MRP pada awalnya
menyadari bahwa perencanaan fisik terinci dapat menjadi dasar peningkatan
perencanaan keuangan.
Perencanaan dan pengendalian keuangan merupakan turunan sistem MRP,
perbedaannya hanya pada satuan pengukurannya saja, yakni nilai uang sebagai
pengganti unit fisik. Dahulu, sistem keuangan hanya dikendalikan oleh transaksi
dan asumsi yang berbeda dengan sistem pengendalian bahan. Saat ini tersedia
perangkat yang mengaitkan sistem MRP dengan keuangan melalui konversi
sederhana dari unit fisik ke nilai uang dan sebaliknya. Sehingga, pengendalian
fisik kini menjadi dasar pengendalian keuangan. Ternyata bahwa, pengendalian
keuangan yang benar dapat terlaksana hanya jika terdapat pengendalian fisik
proses produksi lebih dahulu . Hanya perusahaan yang dimanajemeni secara baik
yang telah membuat keterkaitan antara pengendalian fisik dan pengendalian
keuangan.
Sistem MRP dapat juga diperluas untuk mendukung penentuan biaya produk
dan akuntansi biaya. Jika bagan bahan dalam komputer akurat, maka akan mudah
untuk menghitung biaya produk yang berasal dari biaya tenaga kerja dan bahan
Komponen suku cadang. Kenyataannya,kadang-kadang modul pembiayaan
disediakan sebagai bagian perangkat lunak MRP.
Sistem MRP dapat juga diperluas untuk perencanaan tenaga kerja, yaitu
melalui penggunaan bagan pekerja (bill of labor). Dalam hal ini , seluruh
keterampilan tenaga kerja untuk setiap produk dicantumkan dalam bagan pekerja.
Kemudian kebutuhan tenaga kerja dipisah dari jadwal induk dengan cara yang
sama seperti kebutuhan bahan. Hal ini memungkinkan dilakukannya peramalan
kebutuhan tenaga kerja dan keterkaitan antara kebutuhan bahan dan tenaga kerja.Kemungkinan untuk membuat MRP lebih dari sekedar alat pengendalian
produksi dan inventori adalah sangat menarik. Se kali sistem MRP II sudah
diterapkan pada pengendalian bahan, maka perusahaan dapat memperluas
penerapan sistem MRP untuk perencanaan dan pengendalian sumber daya lain.
PERUBAHAN PERAN MANAJER PENGENDALIAN PRODUKS! DAN
INVENTOR!
Munculnya sistem MRP telah mengubah peranan manajer pengendalian
produksi dan inventori dalam industri secara drastis. Pada umumnya, ada
pemisahan antara manajer pengendalian inventori dan manajer pengendalian
produksi. Manajer inventori bertanggung jawab melakukan pemesanan bahan,
biasanya dengan menggunakan sistem titik pesanan (order-point sistem). Ini sama
artinya dengan memasukkan bahan ke pabrik. Manajer pengendalian produksi
menentukan prioritas yang sebenamya melalui pemercepatan dan penarikan bahan
ke perakitan akhir.
MRP merupakan sistem pengendalian produksi dan inventori yang mudah
dipahami. Tetapi, sistem MRP bukan untuk membuat keputusan. keputusan
Pemesanan masih tetap dilakukan oleh manajer pengendalian inventori berdasarkan
saran dari sistem MRP. Yang lebih penting, manajer pengendalian inventori
bertanggung jawab untuk menemukan asumsi dan informasi dalam sistem agar
akurat. Misalnya, apakah ukuran lot untuk pesanan tertentu benar atau kondisinya
telah berubah ? Sudahkah pesanan perubahan perekayasaan telah dimasukkan ke
sistem secara tepat, sehingga bahan baru bisa dipesan ? Apakah waktu tunggu
penyuplai berpengaruh terhadap bahan yang dipesan ? Selama informasi dalam
sistem adalah yang terbaru, pesanan akan dipenuhi oleh sistem tepat pada
waktunya,
Demikian juga, manajer pengendalian produksi sebaiknya melakukan lebih
sedikit pemercepatan di bengkel. Seharusnya lebih banyak waktu yang digunakan
manajer pengendalian produksi untuk penyususnan jadwal induk dan perencanaan
kapasitas, serta menjaga sistem pengendalian bengkel kerja agar tetap mutahir.
Dengan munculnya MRP, peran manajer pengendalian produksi dan inventori
berubah menjadi perencana dan pemakai sistem informasi, tidak hanya sekedar
sebagai pembuat pesanan, pencari stok, dan ekspeditur. Tugas manajemen produksi
dan inventori adalah membuat rencana sehingga orang lain dapat diberi tanggungjawab untuk melaksanakannya. Rencana dibuat dan kinerjanya dimonitor
berdasarkan rencana tersebut agar dapat memanajemeni produksi dan inventori.
Peran ini menuntut pendidikan yang lebih tinggi dan profesionalisme yang lebih
besar dalam bidang produksi dan invntori.
Pada beberapa organisasi, MRP telah menimbulkan suatu posisi manajemen
baru yang disebut manajer bahan. Dalam hirarki organisasional, pembelian,
pengendalian inventori dan pengendalian produksi semuanya bertanggung jawab
kepada manajer bahan, sehingga dapat meningkatkan keutuhan aliran bahan.
Posisi manajer bahan menggambarkan suatu usaha untuk menerapkan filosofi
sistem MRP mengenai pengintegrasian seluruh bahan dalam proses konversi
bahan. 1979).
SISTEM MRP YANG BERHASIL
Untuk mencapai keberhasilan dalam penerapan MRP diperlukan usaha yang
besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada lima unsur yang diperlukan
untuk mencapai keberhasilan tersebut :
1. « Perencanaan penerapan
2. Dukungan komputer yang memadai
3. Keakuratan data
4. Dukungan manajemen
5. Pengetahuan pemakai
Perencanaan penerapan merupakan prasyarat penggunaan MRP. Sayangnya,
banyak perusahaan yang mulai menerapkan MRP tanpa persiapan yang cukup.
Akhirnya, sering menimbulkan kebingungan dan salah pengertian ketika muncul
masalah. Perencanaan penerapan dapat membantu melancarkan usaha penerapan
melalui perencanaan lanjutan dan usaha mencegah timbulnya masalah.
Perencanaan penerapan harus mencakup : pendidikan bagi manajemen senior,
pernilihan manajer proyek, pengangkatan tim penerapan yang mewakili seluruh
bagian perusahaan, penentuan sasaran, identifikasi perkiraan manfaat dan biaya,
dan rencana kegiatan yang terinci, Setelah rencana ini disiapkan, baru dilakukan
pemilihan perangkat keras dan perangkat lunak, meningkatkan keakuratan data
dan, melakukan kegiatan penerapan lainnya. Rincian cara pelaksanaan rencana
ini diberikan oleh Wight (1981) dan Gray (1978).Gambar 14.3 Diagarm alur sistem Honeywell HMS.Sistem komputer yang memadai memungkinkan salah satu elemen MRP
mudah diterapkan, Saat ini terdapat kira-kira 100 paket perangkat Iunak MRP di
pasaran. Banyak perusahaan menggunakan paket standar daripada menyusun
sendiri program komputernya. Suatu diagram alur untuk paket perangkat lunak
ditunjukkan pada gambar 14.3.
Sistem MRP menuntut keakuratan data, yang mana hal ini sangat sulit
diperoleh, Banyak perusahaan biasanya lupa menyimpan catatan data manufaktur,
hal ini disebabkan perusahaan dikelola dengan sistem informal. Tetapi data yang
akurat diperlukan pada saat keputusan dibuat berdasarkan informasi yang
disediakan komputer.
Perusahaan yang belum memiliki sistem MRP perlu membuat bagan bahan
yang akurat sebagai langkah awal. Pada beberapa kasus, kondisi bagan bahan
sangat buruk sehingga perusahaan perlu menyusun ulang dari awal. Tetapi pada
kasus yang lain, ada juga perusahaan yang memiliki bagan bahan yang relatif
akurat dan hanya memerlukan sedikit perubahan.
Sekali diperoleb bagan bahan yang akurat, sistem hanya perlu untuk menjaga
keakuratannya saja. Hal ini membutuhkan seorang koordinator perubahan rekayasa
(engineering change coordinator) yang bertanggung jawab terhadap seluruh
perubahan bagan bahan. Koordinator tersebut juga harus menetapkan pengukuran
pengendalian dan pencegahan proses untuk menjamin kualitas informasi bagan
bahan.
Catatan inventori juga harus akurat untuk mendukung sistem MRP.
Keakuratan catatan inventori mungkin sedikit lebih baik dibanding bagan bahan,
tetapi penyimpanan catatan inventori juga perlu ditingkatkan, Cara terbaik untuk
memelihara dan meningkatkan keakuratan catatan inventori adalah dengan
memakai sistem penghitungan siklus. Penghitungan siklus sebaiknya tidak hanya
digunakan untuk membetulkan kesalahan, tetapi juga untuk mening katkan sistem
penyimpanan catatan.
Semua sistem data MRP seperti rute bengkel, status bengkel kerja, dan biaya
sejak awal disaring dahulu agar bebas dari kesalahan dan kemudian dipelihara
pada tingkat keakuratan yang dapat diterima. Pemeliharaan keakuratan data MRP
untuk sistem yang terintegrasi merupakan salah satu tugas penting dalam
mengoperasikan sistem MRP (lihat box 17.3).
Pentingnya dukungan manajemen tethadap keberhasilan sistem MRP silit
untuk terlalu ditekankan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dukungan
manajemen puncak merupakan kunci keberhasilan penerapan sistem ini (Hall
dan Vollmann,1978). Tetapi dukungan manajemen memerlukan lebih dari sekedarpelayanan semu dan dukungan pasif dari manajer. Manajemen partisipasi dan
kepemimpinan mungkin merupakan cara yang lebih tepat. Manajemen puncak
harus aktif terlibat dalam pembuatan dan pengoperasian sistem MRP. Mereka
harus mencurahkan waktunya dan mengubah cara pengoperasian perusahaan.
Jika manajemen puncak berubah maka hal ini akan diikuti manajer lainnya untuk
membuat perubahan sesuai yang diperlukan oleh sistem MRP. Perubahan terakhir
yang dituntut dari manajemen pada semua tingkatan adalah kemauan untuk
menggunakan sistem ini, dan tidak menolaknya dengan kembali menggunakan
sistem informal.
Persyaratan terakhir untuk keberhasilan sistem MRP adalah pengetahuan
pemakai pada semua tingkatan perusahaan. Sistem MRP memerlukan pendekatan
baru yang menyeluruh terhadap proses manufaktur. Semua tenaga kerja harus
mengerti bagaimana mereka dilibatkan dan memahami peran dan tanggung jawab
baru mereka.Pada saat pertama sistem MRP dibuat, hanya beberapa manajer
kunci yang perlu dididik. Tetapi pada saat sistem mulai digunakan, semua super-
visor, manajer menengah dan manajer puncak harus mengerti MRP, termasuk
manajer di dalam maupun diluar manufaktur. Jika cakupan sistem MRP diperluas
maka tingkat pendidikan dalam perusahaan juga harus diperluas cakupannya.
KOTAK 14.2
KESALAHAN KONSEP TENTANG MRP
1. MRP merupakan suatu sistem komputer. MRP sebenarnya merupakan
sistem yang melibatkan manusia dengan dukungan komputer.
Komputer tidak melakukan apapun, kecuali melakukan pencetakan di
kertas atau menampilkan gambar di layar; ini yang dilakukan orang
berdasarkan informasi itu untuk mewujudkan segala sesuatu berjalan
di dalam pabrik. .
MRP terutama mempengarubi orang-orang yang terlibat dalam
pengendalian produksi dan inventori. Kita menamakannya sebagai
Perencanaan Sumber Daya Manufaktur karena ini merupakan suatu
perencanaan perusahaan, suatu cara untuk mengaitkan kegiatan
pemasaran, perekayasaan, dan manufaktur sehingga jadwal untuk
seluruh Kegiatan ini dapat dikoordinasikan untuk memperoleh hasil
keseluruhan yang terbaik bagi perusahaan. Tentu saja,suatu rencana
kerja perusahaan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak semua
bagian terlibat di dalamnya.3. Setiap perusahaan memerlukan sebuah sistem unik dirancang untuk
memecahkan masalah khusus. Dalam prakteknya masalah penjadwalan
pabrik, penjadwalan penyuplai, dan pengkoordinasian kegiatan
pemasaran, perekayasaan, manufaktur, dan keuangan tidak begitu
berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Ada standar
logika untuk MRP, dan kita belum melihat perusahaan yang telah
menciptakan kembali atau yang mencoba menciptakan kembali standar
logika MRP dan menggunakannya,
Masalah instalasi MRP akan berada di bagian komputer. Bagian
komputer dari instalasi MRP merupakan bagian yang paling jelas,
Masalah sesungguhnya yang munculadalah dalam mendapatkan data
pokok seperti catatan inventori dan bagan bahan yang cukup akurat
untuk mendukung MRP. Pada sistem informal- daftar yang
dipersingkat-keakuratan bagan bahan tidak begitu penting. Jika sistem
formal akan dilaksanakan, orang yang dipilih unbtuk menjalankan
sistem ini harus tepat. Dan ini termasuk menanamkan nilai-nilai baru
kepada sekelompok orang di dalam organisasi. Dan tentu saja, hal ini
merupakan masalah yang sesungguhnya. MRP dapat menyediakan
perangkat untuk menjalankan bisnis secara berbeda. Caranya adalah
. Mengajar orang untuk membuat dan menggunakan perangkat ini secara
efektif.
Banyak perusahaan agaknya percaya bahwa penggunaan MRP sanga
bermanfaat. Hal ini ditunjukkan jumlah perusahaan yang menggunakan MRP
telah meningkat dengan pesat dari hanya beberapa jumlahnya pada tahun 1965
menjadi ribuan. Tetapi, masih banyak perusahaan yang belum menerapkan MRP.
Di masa yang akan datang semakin banyak manajer yang menyadari perlunya
MRP, sehingga akan semakin meningkatkan jumlah pemakai MRP.
Ada beberapa perusahaan yang tidak memperoleh manfaat maksimum dari
sistem MRP yang telah mereka pakai, atau mereka gagal dalam menerapkan
MRP. Hal ini disebabkan kurangnya dukungan manajemen terhadap sistem
tersebut atau kegagalan komunikasi dalam perusahaan. Akibatnya, sistem MRP
informal masih digunakan, dan sistem MRP formal dianggap telah gagal. Beberapa
perusahaan bahkan telah melakukan penerapan ulang sistem MRPnya, karena
pemakaian sistem MRP yang sudah mereka terapkan mula-mula hanya
memberikan manfaat yang sangat kecil.KOTAK 14.3
PENGGUNAAN SISTEM MRP
Kelas A: Sistem Putaran Tertutup (Closed-Loop System), digunakan
untuk perencanaan prioritas dan kapasitas, Jadwal produksi induk ditujukan
dan digunakan oleh manajemen puncak untuk menjalankan bisnis. Sebagian
besar penyerahan adalah tepat waktu, inventori terkendali dengan baik dan
sedikit atau hampir tidak ada pemercepatan.
Kelas B: Sistem Putaran Tertutup dengan kemampuan baik untuk
perencanaan prioritas maupun perencanaan kapasitas. Dalam hal ini jadwal
produksi induk agak melambung, manajemen puncak tidak memberikan
dukungan penuh,inventori sedikit berkurang, tetapi kapasitas kadang-kadang
terlampaui, dan diperlukan beberapa pemercepatan.
Kelas C: Sistem Peluncuran Pesanan (Order-Launching System) yang
hanya memiliki perencanaan prioritas. Perencanaan kapasitas dilakukan
secara informal dengan jadwal produksi induk yang kemungkinan
melambung. Pemercepatan digunakan untuk mengendalikan aliran kerja,
penurunan inventori yang tidak terlalu besar tercapai.
Kelas D: Sistem MRP terutama yang ada di dalam pengolahan data.
Banyak catatan tidak akurat. Sistem informal digunakan secara luas untuk
menjalankan perusahaan. Hanya sedikit manfaat yang diperoleh dari sistem
MRP ini.
Ukauran keberhasilan sistem MRP telah didefinisikan oleh Oliver Wight (1981)
dalam kelas perusahaan A, B, C atau D, seperti ditunjukkan pada Kotak 14.3 .
Seperti ditunjukkan pada kotak 14.3 , perusahaan kelas A memiliki sistem putaran
tertutup penuh (full closed-loop system) tipe 2 atau 3 dan menggunakannya
untuk memajemeni perusahaan. Perbedaan antara perusahaan kelas A dengan
kelas B hanya dalam hal cara penggunaan MRP, perangkat lunak yang dipakai
sama. Perusahaan kelas C mempunyai sistem peluncuran pesanan tipe 1, dan
dalam perusahaan Kelas D sistem MRP hanya ada dalam pengolahan data.
Penelitian yang dilakukan oleh Burns, Tumipseed, dan Riggs (1991) menunjukkan
hanya 23 % perusahaan termasuk kelas A, 34 % kelas B, 40 % kelas C dan 3
% elas D. Agaknya masih banyak diperiukan peningkatan di dalam industri.
Penerapan yang efektif merupakan kunci untuk mendapatkan hasil maksimumSIAPA YANG DAPAT MEMPEROLEH MANFAAT DARI MRP?
Dalam praktek telah diperlihatkan bahwa hampir semua perusahaan
manufaktur dapat memperoleh manfaat dari sistem MRP, jika sistem tersebut
dibuat dan dipakai secara benar. Perusahaan yang berhasil dalam pemakaian
MRP berada dalam rentang dari perusahaan dengan satu pabrik sampai
konglomerat besar dengan banyak pabrik. Mereka adalah perusahaan yang berhasil
di berbagai industri - meliputi industri mobil, logam, elektronik, dan industri
pengolahan.
Beberapa perusahaan memperoleh manfaat karena pemakaian sistem MRP
yang sangat teliti, sedangkan perusahaan Jain hanya menggunakan sistem yang
sederhana, Setiap perusahaan harus menentukan jangkauan sistem MRP yang
diperlukan berdasarkan pertimbangan biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang
akan diperoleh. Perusahaan dapat memulai dari sistem MRP yang paling sederhana,
kemudian dapat menambah kelengkapan sistem sesuai dengan kebutuhan dan
mempertimbangkan apakah tambahan biaya sesuai dengan tambahan manfaat.
Dengan menggunakan pendekatan ini, setiap perusahaan dapat menentukan jenis
sistem MRP yang paling baik sesuai dengan kebutuhannya.
Banyak yang berpendapat bahwa perusahaan yang memakai sistem MRP
harus memiliki jadwal induk dan waktu tunggu yang tetap. Suatu perubahan
tidak akan merusak sistem MRP, karena sistem MRP dirancang untuk mampu
menyesuaikan dengan kondisi yang berubah. Akan tetapi, perusahaan yang
mempunyai jadwal induk atau waktu tunggu yang tetap dapat mengoperasikan
sistem MRP dengan inventori yang sedikit dibanding perusahaan yang harus
menambahkan waktu tunggu pengaman atau stok pengaman untuk mengatasi
ketidakpastian permintaan dan penawaran. Meskipun variabel waktu tunggu tidak
menggangu MRP, tetapi dibutuhkan lebih banyak inventori dan menghasilkan
manfaat yang lebih sedikit.
Pemakai sistem MRP dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe bagan bahan
yang dimilikinya, Gambar 14.4a menunjukkan suatu bagan bahan dalam suatu
perusahaan pengolahan di mana masukan tertentu dipisah menjadi beberapa
keluaran yang berbeda. Hal ini biasanya terjadi misalnya pada proses pemisahan
dan penyulingan minyak atau dalam pengolahan makanan. Gambar 14.4b
menunjukkan bagan bahan untuk perusahaan perakitan. Semua suku cadang dibeli,
dan perusahaan tidak terintegrasi secara vertikal.Terakhir, Gambar 14.4¢
merupakan bagan bahan untuk perusahaan yang mengoperasikan baik pabrikasi
maupun perakitan. Perusahaan ini - mungkin berupa pabrik pembuat mesin ataupun
pembuat peralatan - terintegrasi secara vertikal pada semua tahapan prosesmanufaktur, Pada umumnya, perusahaan tipe ketiga mendapatkan manfaat paling
besar dari pemakaian MRP. perusahaan ini mempuntai bagan bahan yang paling
kompleks.
a
Industri Sehgotahan Pedibtan Perakitan Ssh Pabrikast
Gambar 14.4 Tipe struktur bagan bahan
Ada banyak cara dalam menerapkan konsep MRP pada industri jasa, Jika
bagan bahan diganti dengan bagan pekerja (Bill of Labors) atau bagan kegiatan
(Bill of Activities), kita dapat memecah jadwal induk keluaran ke dalam semua
kegiatan dan personil yang dibutuhkan untuk menghasilkan bauran kegiatan jasa
tertentu. Beberapa operasi jasa juga memerlukan bagan bahan jika bahan itu
merupakan bagian penting dari seberkas pelayanan jasa.
Sebagai contoh, perusahaan listrik telah menggunakan konsep MRP sejak
beberapa tahun alu dalam bisnis pemasangan listrik. Jika seorang pelanggan
baru membutuhkan pelayanan listrik, seorang perencana memasukkan permintaan
tersebut ke dalam sistem komputer. Komputer kemudian memecah permintaan
jtersebut ke dalam rincian kegiatan pekerja, bahan, dan sebagainya. Setiap kegiatan
ini membutuhkan tahapan waktu dan diakumulasikan ke seluruh pekerjaan untuk
menentukan apakah sesuai dengan kapasitas yang tersedia. Setelah itu pekerja
pemasangan diberikan pesanan kerja dari sistem Komputer, dan hasil pekerjaan
dilaporkan kembali ke komputer. Sistem MRP kemudian mengeluarkan tagihan,
laporan pekerja dan sistem akuntansi lainnya.
Konsep MRP hanya merupakan awal untuk diterapkan ke dalam industri
jasa. Ada potensi untuk diterapkan dalam semua tahapan operasi jasa meliputi :
restoran, hotel, kantor pengacara, rumah sakit, dan lain-lainnya.INTEGRASI PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN BAHAN
Dalam perusahaan manufaktur salah satu masalah penting adalah
pengintegrasian seluruh aspek perencanaan dan pengendalian bahan.
Pengintegrasian ini bisa dicapai melalui sistem informasi yang komprehensif:
melalui posisi manajer bahan, seperti dijelaskan di atas; dan melalui pengambilan
keputusan yang terkoordinasi, Gambar 14.5 memperlihatkan bagaimana keputusan
yang dijelaskan pada bab terdahulu saling berkaitan dalam lingkungan manufaktur.
Gambar 14.5 Pengintegrasi keputusan bahan.Pada bagian atas gambar, perencanaan fasilitas dan perencanaan agregat
menentukan kapasitas dan tingkat inventori fisik di dalam kerangka waktu di
atas jangka menengah sampai jangka panjang. Keputusan ini membatasi sejumlah
kapasitas yang tersedia terhadap jadwal induk dan sejumlah inventori barang
jadi.
Jika barang jadi sudah tersedia, permintaan dimasukkan ke jadwal induk
melalui inventori barang jadi. Permintaan juga dapat mempengaruhi prakiraan,
yang dapat digunakan pada semua tingkatan, yaitu : fasilitas, perencanaan agregat
dan penjadwalan induk. Penjadwalan induk diikuti dengan proses pemisahan
suku cadang, dijelaskan dalam bab ini. Kemudian perencanaan kapasitas
pemotongan kasar atau terinci, atau pembebanan bengkel digunakan untuk
menentukan apakah kapasitas yang tersedia sudah mencukupi pada tingkat jadwal
induk. Jika kapasitas yang tersedia tidak mencukupi, jadwal induk disesuaikan
melalui proses umpan balik, yang dapat mempengaruhi perencanaan agregat atau
perencanaan fasilitas. Tetapi Jika kapasitas yang tersedia sudah mencukupi, operasi
dapat segera dijadwalkan dan pembelian dapat dilaksanakan. Pesanan kemudian
dimonitor melalui sistem pengendalian bengkel kerja.