Anda di halaman 1dari 4

Morula

Telur yang telah siap difertilisasi mengandung sitoplasma pada semua komponen lapisan
germ. Pembelahan membagi sel tunggal ke dalam sel-sel yang lebih kecil dalam ukuran yang
lebih kecil dan membentuk suatu kompleks yang kemudian dapat disusun kembali dan dicetak
menjadi organisme multiseluler (Surjono, 2001).

Semua telur tidak dapat membelah. Yang dapat membelah hanya kubangan sitoplasma
yang berada pada bagian atas dari pembelahan kuning telur. Kuning telur yang menebal
membentuk halangan yang berat menjadi alur pembelahan. Pada telur ayam, kuning telur sangat
banyak menghentikan semua alur pembelahan. Pembelahan ini terjadi secara meroblastik
diskoidal, yaitu pembelahan sel tidak membagi telur dengan lengkap, sehingga pembelahan ini
disebut meroblastik (Greek, meros=bagian). Karena hanya sitoplasma pada blastodisk yang
menjadi embrio, maka pembelahan meroblastik ini disebut dengan diskoidal (Burley & Vadehra,
1989).

Telur yang baru dibuahi (zigot) mengandung suatu struktur berbentuk cakaram dan
keping keputihan yang disebut dengan blastodiskus atau germinal disk. Blastodiskus merupakan
protoplasma aktif yang berdiameter 3 mm dan terdapat di kutub animal. Daerah seputar
blastodiskus tampak gelap dan disebut periblas (Surjono, 2001).

Alur pembelahan pertama terjadi di tengah blastodiskus, tetapi tidak menembus seluruh
permukaan telur. Tahapan pembelahan embrio unggas tidak selalu beraturan dan setelah
pembelahan ketiga prosesnya sudah tidak sinkron lagi. Alur pembelahan tempat sirkumferensial
(melingkar) yang memotong bagian tengah deretan blastomer dari daerah peripheral (Surjono,
2001).

Blastomer-blastomer yang terbentuk dari hasil beberapa pembelahan awal, biasanya


bagian atas dan pinggirnya dibatasi membrane plasma, tetapi pada bagian bawahnya terbuka
pada yolk yang mendasarinya. Pembelahan selanjutnya, menyebabkan embrio meluas secara
radial kea rah periblas. Sel-sel yang terdapat pada blastoderm di daerah perifer yang jarang
berinti. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya inti sperma tambahan yang merangsang
pembelahan sitoplasma sel di daerah perifer. Pembelahan ini terjadi hingga 32 sel (Surjono,
2001)
Gambar proses pembelahan pada embrio unggas (bagian blastodiskusi); (a)
pembelahan pertama; (b) pembelahan kedua; (c) pembelahan ketiga; (d)
pembelahan keempat; (e) pembelahan kelima; (f) morula muda (Carlson,
1988 dalam Surjono, 2001)

Blastula

Setelah pembelahan yang terjadi di daerah permukaan telur, pada embrio 32 sel,
kemudian terjadi pembelahan secara ekuatorial di bawah permukaan lapisan sel berinti, sehingga
sel-sel tersebut terbagi menjadi 2 lapisan, yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang berbatasan
dengan kuning telur (Surjono, 2001). Antara blastoderm dan kuning telur terdapat ruang yang
bernama rongga subgerminal. Ruang ini terbentuk ketika sel-sel blastoderm menyerap cairan dari
albumin (putih telur) dan sekresi antara sel-sel blastoderm dan kuning telur. Pada tahap ini, sel
yang cekung yang berada di tengah blastoderm lepas dan hilang, meninggalkan ke belakang
menjadi satu sel yang tebal yaitu area pellusida. Bagian ini blastoderm membentuk embrio
sesungguhnya. Pada cincin tepi sel blastoderm yang tidak lepas oleh sel yang cekung akan
terdapat area opaca. Antara area pellusida dan area opaca terdapat lapisan sel yang tebal yang
disebut dengan rongga marginal (atau sabuk marginal). Beberapa sel pada rongga marginal
menjadi sangat penting dalam menentukan sel nasib selama sejak perkembangan anak ayam
(Gilbert, 2008).

Gambar (a) pembentukan Epiblas; (b) pembentukan hipoblas (Gilbert, 2008).

Pembelahan terjadi selanjutnya yang sejenis menyebabkan sel berlapis-lapis. Pembelahan


terjadi secara sentrifugal ketika blastoderm memperbesar ukurannya. Tetapi perluasan tersebut
tidak mencapai daerah paling tepi, sehingga bagian tepi daerah perifer blastoderm masih
mempunyai ketebalan selapis sel. Ketika embrio mencapai 100 sel, bagian dasar blastoderm
berbatasan dengan rongga submarginal (Surjono, 2001).

Selanjutnya, sel-sel blastoderm akan bermigrasi secara individual ke rongga submarginal,


kemudian beragregasi dan dengan proses delaminasi terbentuk lapisan kedua. Dengan demikian
sekarang embrio unggas terdiri atas 2 lapisan, yaitu lapisan atas (epiblas) dan lapisan bawah
(hipoblas). Di antara epiblas dan hipoblas terdapat blastocoel (Surjono, 2001)..
Epiblas dibandingkan dengan embrio amfibia serta dengan daerah animal dan hipoblas
setara dengan daerah vegetal. Seperti blastula hewan lainnya, blastula unggas telah mempunyai
daerah-daerah pembentuk alat (Surjono, 2001)..

Epiblas akan membentuk bakal ectoderm epidermis dan ectoderm saraf, mesoderm, dan
notokord. Sedangkan hipoblas membentuk bakal endodermis ekstraembrio. Bagian anterior
epiblas membentuk bakal ectoderm epidermis, di sebelah posteriornya secara berturut-turut
adalah bakal ectoderm saraf, notokorda, prekorda, dan yang paling posterior adalah mesoderm
(Surjono, 2001).

Gambar bakal pembentuk alat pada blastula ayam (Yatim,1990 dala Surjono, 2001)

Rujukan

Burley, R. W. and D. V. Vadehra. 1989. The Avian Egg: Chemistry and Biology. New York: John
Wiley and Sons
Gilbert, Scott. 2008. Development Biology Seventh Edition. New York: The MC. Graw-Hill Inc.

Surjono, Tien Wiati. 2001. Perkembangan Hewan. Jakarta: Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai