Anda di halaman 1dari 17

Penyakit Parotitis Epidemika pada Anak

Stephania Sofia Inguliman (102011402)

Eveline Sora (102013025)

Maria Agustina Dee (102013075)

Jovei Kurniadi (102013075)

Gabriel Cahyani Harefa (102013165)

Torry Tandi Wijaya (102013245)

Shita Apilla Elya (102014083)

Dewi Luckyta Mahenu (102014195)

Javon Javier (102014226)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jln. Terusan Arjuna no.6 Jakarta Barat

Pendahuluan

Parotitis epidemika merupakan penyakit virus menyeluruh, akut, dan menular biasanya ditandai
dengan pembesaran kelenjar saliva terutama kelenjar parotis dan disertai rasa nyeri. 1 Penyakit
ini disebabkan oleh virus RNA spesifik, yang dikenal sebagai Rubulavirus. Rubulavirus berada
di genus paramyxovirus dan merupakan anggota dari keluarga Paramyxoviridae . Rubulavirus
dapat diisolasi dari air liur, urin , dan cairan serebrospinal.1

Parotitis epidemika terjadi di seluruh dunia . Manusia adalah satu-satunya host yang telah
diketahui. Paramyxovirus ini sangat menular kepada individu yang tidak memiliki kekebalan
imun dan merupakan satu-satunya penyebab parotitis epidemika. Virus ini tidak aktif dalam
senyawa kimia (eter, formalin, kloroform), panas, dan sinar ultraviolet. 2 Parotitis epidemika
adalah infeksi virus yang disebarkan oleh udara yang keluar dari hidung atau tenggorokan.
Meskipun anak-anak kecil bisa terkena parotitis epidemika, namun umumnya penyakit ini paling
sering terjadi setelah usia 2 tahun.1

1
Parotitis epidemika yang dikenal juga dengan mumps adalah salah satu dari infeksi umum pada
masa kanak-kanak sebelum vaksin mumps rutin yang dimulai pada tahun 1968. Kasus ini
dilaporkan menurun 98% jika dibandingkan dengan era sebelum vaksin.Pada kasus
membahaskan tentang seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dengan pipi dan lehernya
membengkak sejak 1 hari yang lalu. Pasien turut mengalami demam dan nyeri leher serta sakit
kepala sejak 3 hari sebelumnya. Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan kelenjar parotis dextra
tampak membesar, teraba hangat, dan tidak nyeri tekan. Indonesia merupakan salah satu negara
tropis, infeksi mumps bukanlah sesuatu yang asing berlaku.1

Tujuan

a) Memperdalam ilmu dalam melakukan proses anamnesis dengan betul dalam


mendapatkan maklumat yang tepat dan benar sehingga dapat memperoleh diagnosis yang
tepat.
b) Mempelajari gambaran klinis penyakit infeksi yang diderita serta komplikasinya.
c) Mempelajari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang terlibat dalam
membantu WD (working diagnosis).
d) Mempelajari etiologi penyebab penyakit infeksi tersebut dan patofisiologi mekanisme
abnormal yang terjadi dalam tubuh sehingga timbulnya penyakit yang diduga.
e) Mempelajari penatalaksanaan yang perlu dilakukan terhadap pasien yang diduga
terinfeksi oleh penyakit tersebut, serta mengetahui prognosis terhadap penatalaksanaan
yang dilakukan.
f) Mengetahui langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan.

Pembahasan

2.1 Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara langsung atau tidak
langsung yang memiliki tiga tujuan utama yaitu mengumpulkan informasi, membagi informasi,
dan membina hubungan saling percaya untuk mendukung kesejahteraan pasien. Informasi atau
data yang dokter dapatkan dari wawancara merupakan data subjektif berisi hal yang diutarakan
pasien kepada dokter mulai dari keluhan utama hingga riwayat pribadi dan sosial.2

Untuk individu dewasa, riwayat komprehensif mencakup Mengidentifikasi Data dan Sumber
Riwayat, Keluhan Utama, Penyakit Saat Ini, Riwayat Kesehatan Masa Lalu, Riwayat Keluarga,

2
dan Riwayat Pribadi dan Sosial. Pasien yang baru dirawat di rumah sakit atau klinik patut
dilakukan pengkajian riwayat kesehatan komprehensif, akan tetapi dalam banyak fasilitas akan
lebih tepat bila dilakukan wawancara yang lebih terfokuskan atau berorientasi masalah yang
pelaksanaannya fleksibel.2

Dalam kasus ini, dokter melakukan anamnesis secara langsung dari pasien dan tidak langsung
dari orang tua pasien karena pasien merupakan seorang anak berusia 5 tahun. Riwayat kesehatan
yang perlu dikumpulkan meliputi (1) Identifikasi data meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat,
agama, suku bangsa, pekerjaan, dan status perkawinan; (2) Keluhan utama yang berasal dari
kata-kata pasien sendiri yang menyebabkan pasien mencari perawatan; (3) Penyakit saat ini
meliputi perincian tentang tujuh karakteristik gejala dari keluhan utama yaitu lokasi, kualitas,
kuantitas, waktu terjadinya gejala, kondisi saat gejala terjadi, faktor yang meredakan atau
memperburuk penyakit, dan manifestasi terkait (hal-hal lain yang menyertai gejala); (4) Riwayat
kesehatan masa lalu seperti pemeliharaan kesehatan, mencakup imunisasi, uji skrining dan
penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak, penyakit yang dialami saat dewasa lengkap
dengan waktunya mencakut empat kategori yaitu medis, pembedahan, obstetrik, dan psikiatrik;
(5) Riwayat keluarga yaitu diagram usia dan kesehatan, atau usia dan penyebab kematian dari
setiap hubungan keluarga yang paling dekat mencakup kakek-nenek, orang tua, saudara
kandung, anak, cucu dan (6) Riwayat Pribadi dan Sosial seperti aktivitas dan gaya hidup sehari-
hari, situasi rumah dan orang terdekat, sumber stress jangka pendek dan panjang, pekerjaan dan
pendidikan.2

Pada kasus skenario, hasil anamnesa adalah sebagai berikut:

Keluhan utama : leher bagian kanan yang bengkak sejak 1 hari yang lalu.
Keluhan tambahan : demam hilang timbul sejak 3 hari sebelumnya, leher yang
bengkak terasa nyeri jika anak makan makanan yang asam.

3
Gambar 1. Gambaran Klinis Anak dengan Mumps

2.2 Pemeriksaan Fisik

Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil

Keadaan umum : anak tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital : suhu 380C, frekuensi napas 20 kali per menit, frekuensi nadi 100
kali per menit
Kepala dan leher : kelenjar parotis dextra tampak membesar, teraba hangat, tidak
nyeri tekan.
Toraks : pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi sela iga, suara nafas
vesikuler, tidak terdapat ronki, tidak terdapat wheezing.
Abdomen : tampak datar, tidak terdapat organomegali.
Genitalia eksterna : testis tidak tampak edema
Ekstremitas : akral hangat

2.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah rutin :

Haemoglobin : 13g/dl
Hematokrit : 40%
Leukosit : 6000/ul
Trombosit : 260ribu/ul
Eritrosit : 5,5juta/ul
MCV : 90fL
MCH : 30pg
MCHC : 35 g/dl

4
Hitung jenis :

Basofil : 1%
Eosinofil : 2%
Batang : 2%
Netrofil segmen : 40%
Limfosit : 50%
Monosit : 5%

2.4 Diagnosis Kerja3

Diagnosis parotitis epidemika mudah ditegakkan berdasarkan gejala klinik, namun jika
manifestasi klinik yang kurang lazim ditemukan, maka diagnosis menjadi tidak jelas. Faktor-
faktor yang harus diperhatikan dalam menegakkan diagnosis parotits epidemika adalah :

1. Riwayat kontak dengan penderita parotitis epidemika 2-3 minggu sebelum onset
penyakit.
2. Adanya parotitis dan keterlibatan kelenjar lain.
3. Tanda meningitis aseptik.

Pada kasus klasik pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan. Pada keadaan tanpa parotitis
menyebabkan kesuliatan mendiagnosis, sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang diskerjakan adalah:3

1. Pemeriksaan laboratorium rutin, yang memberikan hasil tidak spesifik dan sering
menunjukkan adanya leukopenia dengan limfositosis relatif atau kadang normal.5
2. Dapat terjadi peningkatan c-reactive protein (CRP).
3. Tes serologi, dimana didapatkan kenaikan antibodi spesifik terhadap parotitis epidemika
seperti complement fication test (CF), haemagglutaion-inhibition (HI), enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA) dan virus neutralization. Kenaikan titer antibodi dalam
serum 4 kali atau lebih tinggi adalah bukti terjdinya infeksi. Ditemukannya IgM dapat
membantu menegakkan diagnosis pada kasus sulit yang dapat dideteksi pada minggu
pertama sakit.
4. Isolasi virus penyebab dari saliva dan urin selama masa akut penyakit dan dari cairan
serbrospinal saat dini dari meningoensefalitis. Virus masih dapat ditemukan dari urin 2
minggu setelah onset penyakit.
5. Uji kulit kurang dapat diandalkan dibandingkan dengan uji serologi untuk menentukan
infeksi yang telah lewat.

5
6. Peningkatan amilase serum pada parotitis parotitis epidemika dan pankreatitis parotitis
epidemika mencapai puncaknya pada minggu pertama dan menurun pada minggu ke dua
dan ke tiga. Peningkatan serum amilase terjadi pada 70% parotitis epidemika dengan
parotitis.
7. Deteksi virus dengan reverse transciption-PCR (RT-PCR), yang didapat dari hapusan
nasofaring atau dari cairan serebrospinal pernah dilaporkan. RT-PCR lebih sensitif
daripada ELISA untuk menentukan adanya infeksi parotitis epidemika.3

2.5 Diagnosis Banding

Diagnosis banding parotitis epidemika adalah:

1. Parotitis supuratifa
Infeksi bakteri pada kelenjar parotis dan paling sering disebabkan oleh staphylococcus
aureus, namun beberapa peneliti pernah melaporkan infeksi ini disebakan bakteri anaerob
seperti Fuscobacterium, Bacteroides dan Peptostreptococcus. Nanah dapat dilihat keluar
dari duktus Stensoni jika dilakukan penekanan pada kelenjar dan ditemukan peningkatan
polimormofonuklear leukosit pada pemeriksaan darah rutin. Kulit diatas kelenjar panas,
memerah, dan nyeri tekan.1
2. Limfadenitis TB
Suatu peradangan pada satu atau lebih kelenjar getah bening. Penyakit ini masuk dalam
kategori tuberkolosis luar. Siklus munculnya penyakit ini adalah bakteria dapat masuk
melalui makanan ke rongga mulut dan melalui tonsil mencapai kelenjar limfa di leher,
sering tanpa tanda TBC paru. Kelenjar yang sakit akan membengkak dan mungkin sedikit
nyeri. Mungkin secara berangsur kelenjar di dekatnya satu demi satu terkena radang yang
khas dan dingin ini. Di samping itu, dapat terjadi juga perilimfadenitis sehingga beberapa
kelenjar melekat satu sama lain berbentuk massa. Bila mengenai kulit, kulit akan
meradang, merah, bengkak, mungkin sedikit nyeri. Kulit akhirnya menipis dan jebol,
mengeluarkan bahan keperti keju. Tukak yang terbentuk akan berwarna pucat dengan tepi
membiru dan menggangsir, disertai sekret yang jernih. Tukak kronik itu dapat sembuh
dan meninggalkan jaringan parut yang tipis atau berbintil-bintil. Suatu saat tukak
meradang lagi dan mengeluarkan bahan seperti keju lagi, demikian berulang-ulang. Kulit
seperti ini disebut skrofuloderma.4

6
Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat /
keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi
perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri
seperti abses banal. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh oleh karena
keluar secara terus menerus sehingga seperti fistula. Limfadenitis tuberculosa pada
kelenjar getah bening dapat terjadi sedemikian rupa, besar dan konglomerasi sehingga
leher penderita itu disebut seperti bull neck. Pada keadaan seperti ini kadang-kadang sulit
dibedakan dengan limfoma malignum. Limfadenitis tuberkulosa diagnosis ditegakkan
dengan pemeriksaan histopatologi, terutama yang tidak disertai oleh tuberkulosa paru.4

3. Obstruksi duktus Stensoni


Sering disebabkan oleh kalkulus. Penyumbatan kelenjar ini menyebabkan pembengkakan
kelenjar parotis yang hilang timbul.4

4. Infeksi HIV
Pada anak-anak dapat diikuti parotitis. Biasanya terjadi pembengkakan kelnjar bilateral
yang bersifat kronik, berlangsung dalam beberapa bulan atau tahun.4

2.6 Etiologi

Virus penyebab penyakit ini berhasil di kemukakan oleh Johnson dan Goodpasture pada tahun
1934. Virus tersebut merupakan anggota kelompok virus paramyxo.1 Selain parotitis epidemika,
yang tergolong ke dalam kelompok virus tersebut adalah virus-virus parainfluenza dan virus
Newcastle. Partikel-partikel virus mengandung untaian RNA tunggal negative sense, berukuran
100 sampai 600nm, terbungkus dalam selubung protein dan lemak, dengan panjang 15.000
nukleotida termasuk dalam genus Rubulavarius, subfamili Paramyxovirinae dan famili
Paramyxoviridae.5

Selubung tersebut mengandung sebuah hemaglutinin, suatu neuraminidase dan hemolisin. RNA
untai tunggal yang terdapat pada virus ini terdir dari 7 gen yang mengkode 7 protein yaitu
nucleocapsid-associated protein (NP), phospho (P), membrane (M), fusion (F), small
hidrophobic (SH), haemagglutinin-neuramidase (HN), dan large (L). Sekuen nuklotida pada gen
SH dapat membedakan strain virus parotitis epidemika di seluruh dunia yang terdiri dari 10
genotipe dan diberikan nama A-J, berguna untuk penelitian kejadian ikutan pasca vaksinasi serta
menentukan vaksin pada kejadian luar biasa. Strain virus yang berbeda menunjukkan virulensi

7
yang berbeda. Virus parotitis epidemika dapat ditemukan pada saliva, cairan serebrospinal, urin,
darah, jaringan yang terinfeksi dari penderita parotitis epidemika serta dapat dikultur pada
jaringan manusia atau kera.5

2.7 Epidemiologi

Parotitis epidemika ditemukan secara endemis dikalangan penduduk pedesaan; virus tersebut
menyebar dari reservoar manusia melalui kontak langsung, inti droplet di udara, bahan yang
tercemar oleh saliva yang terinfeksi dan mungkin juga melalui urin. Penyakit ini tersebar di
seluruh dunia dan menyerang kedua jenis kelamin sama banyaknya; 85% dari seluruh infeksi
terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 15 tahun. Epidemi dapat terjadi sepanjang tahun
meskipun lebih sering ditemukan selama akhir musim dingin dan musim semi.1

Hingga sekarang belum diketahui secara pasti hingga berapa lama seorang penderita bersifat
menular, tetapi virus tersebut berhasil diisolasi dari saliva selama 6-7 hari sebelum onset
penyakit hingga 9 hari setelah terjadinya pembengkakan kelenjar. Tetapi, penularan terjadi 24
jam sebelum pembengkakan kelenjar ludah atau lebih dari 3 hari setelah pembengkakan mereda.
Virus-virus juga berhasil diisolasi dari urin penderita sejak hari pertama hingga ke 14 setelah
awal pembengkakan kelenjar saliva.1

Setiap tipe infeksi akan menghasilkan kekebalan sumur hidup. Antibodi transplasenta dapat
memberikan hasil efektif dalam melindungi bayi-bayi selama 6-8 bulan pertama kehidupan
mereka. Pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita parotitis epidemika dalam minggu-
minggu sebelum kelahiran, dapat menderita parotitis epidemika secara klinis pada waktu lahir
atau selama periode neonatus. Beratnya penyakit berkisar dari parotitis ringan hingga
pankreatitis berat. Tes netralisasi serum merupakan metode paling terpercaya untuk menentukan
kekebahan seseorang, tetapi pelaksanaannya merepotkan dan mahal. Selain itu, tersedia pula tes
fiksasi komplemen antibodi. Adanya antibodi-antibodi virus memberikan petunjuk terjadinya
infeksi parotitis epidemika sebelumnya.1

2.8 Patogenesis dan Patologi

Virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Setelah memasuki tubuh dan dan
bermultiplikasi awal di dalam sel-sel saluran napas, maka virus akan diangkut oleh darah ke

8
banyak jaringan tubuh.1 Selanjutnya, lokasi yang dituju virus adalah kelenjar parotis, ovarium,
pankreas, tiroid, ginjal, jantung, atau otak. Virus masuk ke sistem saraf pusat dan menyebabkan
meningitis.5

Hanya terdapat sedikit keterangan mengenai lesi-lesi yang terjadi akibat parotitis epidemika pada
manusia. Pada kelenjar parotis, dimana virus berhasil diisolasi 70 hari setelah masa prodormal
penyakit, ternyata asinus-asinusnya masih tetap dipertahankan dengan baik, tetapi terdapat
edema periduktal dan infiltrasi limfosit kedalam jaringan ikat. Kerusakan utama terjadi di dalam
saluran, mulai dari pembengkakan ringan pada sel-sel epitel yang disertai sejumlah sel-sel
polimorfonuklir di dalam lumen yang melebar. Pada sejumlah sel epitel terdapat pembengkakan
sitoplasma, tetapi jarang mengandung badan inklusi basofilik besar. Pengkajian-pengkajian lain
atas kelenjar parotis yang didapat dari penderita parotitis epidemika secara klinis tanpa
keberhasilan isolasi virus, memastikan temuan-temuan umum tersebut meskipun pada beberapa
kejadian, dapat terjadi kerusakan pada asinus-asinus. Perubahan-perubahan yang terjadi pada
testis penderita melalui biopsi yang dilakukan dalam 1 atau 2 hari setelah masa prodormal rasa
nyeri, bervariasi mulai dari edema intertisial ringan tanpa gangguan spermatogenesis pada
kebanyakan kasus hingga kerusakan fokal epitel disertai penutupan ekstensif daerah perivaskuler
oleh limfosit. Kerusakan dasarnya adalah kerusakan pembuluh darah; pada infeksi yang lebih
berat didapatkan perdarahan yang tidak teratur. Tetapi dalam keadaan demikian, masih tetap
terdapat epitel germinal normal.1

Parotitis epidemika menyebabkan peningkatan IgG dan IgM yang dapat terdeteksi dengan
ELISA (enzyme linked immunosorbent assay). IgM meningkat pada stadium awal infkesi (hari
kedua sakit), mencapai punckanya dalam minggu pertama dan bertahan selama 5-6 bulan.
Immunoglobulin G muncul pada akhir minggu pertama, mencapai punckanya 3 minggu
kemudian dan bertahan seumur hidup. Immunoglubulin A juga meningkat saat infeksi.5

2.9 Manifestasi Klinik

Masa inkubasi penyakit ini berkisar mulai dari 14-24 hari disertai dengan puncak insidens pada
hari ke 17-18. Pada anak-anak, jarang ditemukan gejala-gejala dan tanda-tanda prodromal. 1 Masa
prodromal ditandai perasaan lesu, nyeri pada otot terutama daerah leher, sakit kepala, nafsu
makan menurun diikuti pembesaran cepat satu/dua kelenjar parotis serta kelenjar ludah lain

9
seperti submaksilaris dan sublingual. Pembesaran kelenjar unilateral terjadi pada 25% kasus
sedangkan pembengkakan kelenjar bilateral terjadi pada 70-80% kasus. Kelenjar parotis tersebut
akan membengkak secara khas; dimulai dengan pengisian ruangan diantara batas belakang
tulang rahang bawah dan tulang mastoid kemudian meluas dalam bentuk bulan sabit kebawah
dan depan, karena perluasan kearah atas dibatasi oleh tulang zigomastikus. Edema pada kulit dan
jaringan lunak biasanya akan meluas lebih jauh dan mengaburkan batas pembengkakan kelenjar
itu, sehingga pembesaran tersebut lebih dapat dinilai berdasarkan penglihatan dari pada
perabaan.5

Pembengkakan dapat berkembang dengan sangat cepat, mencapai besar maksimal dalam jangka
waktu beberapa jam saja, meskipun biasanya untuk mencapai puncak pembengkakan dibutuhkan
1-3 hari. Jaringan yang membengkak akan mendorong cuping telinga ke atas dan keluar sudut
dan rahang bawah tidak terlihat lagi. Pembengkakan akan mereda perlahan-lahan dalam waktu 3-
7 hari; kadang-kadang dapat berlangsung lebih lama. Biasanya pembengkakan kelenjar parotis
akan mendahului pembengkakan kelenjar lainnya selama 1 atau 2 hari, tetapi pembengkakan
yang terbatas pada sebuah kelenjar saja sering ditemukan.1

Daerah yang mengalami pembengkakan terasa lunak dan nyeri; perasaan nyeri ini terutama
dibangkitkan ketika mencicipi cairan asam seperti sari jeruk atau cuka. Gejala klasik yang timbul
dalam 24 jam adalah anak akan mengeluh sakit telinga dan diperberat jika mengunyah makanan.
Kemerahan dan pembengkakan sering terjadi di sekitar muara duktus Stensoni. Bersamaan
dengan pembengkakan kelenjar parotis dapat terjadi edema laring dan langit-langit lunak sesisi
yang mendorong kelenjar tonsil ke tengah; dilukiskan pula terjadinya edema laring akut. Dapat
ditemukan pula adanya diatas manubrium sterni serta dinding dada bagian atas yang mungkin
terjadi akibat pembendungan aliran limfatik.5

Pembengkakan kelenjar parotis biasanya disertai oleh demam sedang tetapi sering ditemukan
pula suhu badan normal (sebanyak 20%) dan yang mencapai 40C (104F) atau lebih jarang
didapatkan; tidak terdapat hubungan diantara luasnya pembengkakan dengan derajat demam
yang diderita.1 Demam akan turun dalam 1-6 hari, dimana suhu tubuh kembali normal sebelum
pembengkakan kelenjar hilang.5

10
Walaupun hanya kelenjar parotis yang tersering sebagaimana yang ditemukan pada kebanyakan
penderita, pembengkakan kelenjar submandibular sering pula dijumpai dan biasanya mempunyai
atau menyusul pembengkakan pada kelenjar parotis. Tetapi, pada 10-15% penderita hanya
kelenjar-kelenjar submandibular saja yang mengalami pembengkakan.1 Nyeri yang timbul lebih
ringan daripada pembengkakan kelenjar parotis tapi menghilang lebih lambat. Pembengkakan ini
menempuh 2 pola yaitu:5

1. Berbentuk lonjong yang meluas ke arah depan dan bawah mulai dari sudut tulang rahang
bawah.
2. Berbentuk setengah lonjong yang meluas secara langsung ke arah bawah.

Yang paling jarang terlibat adalah kelenjar-kelenjar sublingual, jika terjadi biasanya akan
mengenai kedua sisi; pembengkakan tersebut dapat terlihat dengan nyata pada daerah submental
dan dasar mulut.1

2.10 Pengobatan atau Terapi

Parotitis epidemika adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri. Terapi konservatif diberikan
berupa hidrasi yang adekuat dan nutrisi yang cukup untuk membantu penyembuhan. Parasetamol
dapat digunakan untuk mengurangi nyeri karena pembengkakan kelenjar. Kompres hangat dapat
membantu penyembuhan. Tidak ada antivirus yang tepat digunakan untuk parotitis epidemika.
Terapi cairan intravena diindikasikan untuk penderita meningoensefalitis dan muntah-muntah
yang persisten. Orkhitis harus diobati dengan memberikan dukungan lokal dan istirahat baring.4

2.11 Komplikasi

Viremia pada awal penyakit mungkin bertanggung jawab atas manisfestasi-manifestasi infeksi
parotitis epidemika pada organ-organ lain selain kelenjar-kelenjar saliva.4

Meningoensefalitis. Penyakit ini merupakan penyulit yang paling sering ditemukan selama masa
kanak-kanak. Insidens sesungguhnya sukar dipperkirakan, karena infeksi subklinis yang
mengenai susunan saraf pusat yang dibuktikan dengan pleiostosis cairan serebrospinal pada lebih
dari 65% penderita parotitis. Manifestasi-manifestasi klinis dilaporkan terjadi pada lebih dari
10% penderita. Insidens meningoensefalitis oleh penyakit parotitis epidemika kira-kira sebesar
250/100.000 kasus; sebanyak 10% dari semua kasus terjadi pada penderita berusia lebih dari 20

11
tahun. Sedangkan mortilitasnya kurang lebih 2%. Laki-laki terserang 3-5 kali lebih sering dari
pada perempuan. Penyakit parotitis epidemika merupakan salah satu penyebab meningitis
aseptik tersering.4

Patogenesis meningoensefalitis oleh parotitis epidemika digambarkan sebagai suatu infeksi


primer neuron-neuron oleh virus maupun suatu ensefalitis pasca infeksi disertai demielinisasi.
Pada tipe pertama, parotitis kerap kali akan muncul pada saat yang bersamaan atau menyusul
masa prodormal ensefalitis. Pada tipe kedua, ensefalitis menyusul rata-rata 10 hari setelah
terjadinya parotitits pada penderita.1

Secara khas, meningoensefalitis mulai dengan terjadinya kenaikan suhu, sakit kepala, muntah-
muntah, iritabilitas dan kadang-kandang dijumpai kekejangan. Gambaran klinis demikian tidak
dapat dibedakan dari meningoensefalitis dengan penyebab lainnya. Pada penderita tampak
adanya kekakuan sedang pada kuduk, tetapi pemeriksaan neurologis lainnya memberikan hasil
normal. Kadang-kadang terjadi kelemahan leher, bahu dan tungkai. Cairan serebrospinal
biasanya mengandung kurang dari 500 sel/mm3 walaupun kadang-kadang jumlahnya dapat
melebihi 2000 sel. Sel-sel ini hampir secara eksklusif adalah limfosit; suatu keadaan yang
berlawanan dengan apa yang didapatkan pada meningitis aseptik oleh virus antero di mana pada
awal penyakit lekosit polimorfonuklirlah yang paling menonjol jumlahnya. Kadar glukosa dalam
cairan serebrospinal normal. Jumlah protein sedikit meningkat. Pada awal penyakit ini dapat
diisolasi virus parotitis epidemika dari cairan serebrospinal penderita.1

Orkhitis, Epidedimitis. Lesi-lesi jarang terjadi pada anak laki-laki usia pra pubertas, tetapi sering
ditemukan pada remaja dan dewasa (14-35%). Testis paling sering terkena infeksi dengan atau
tanpa suatu epidedimitis atau epidedimitis terjadi secara tersendiri. Jarang dijumpai adanya
hidrokel. Orkhitis biasanya terjadi 8 hari setelah parotitis, tetapi penampilannya dapat tertunda
dan juga terjadi tanda adanya infeksi kelenjar saliva nyata. Kurang lebih 30% penderita orkhitis,
maka kedua testis terserang penyakit tersebut. Masa prodormal penyakit biasanya terjadi secara
mendadak, menggigil, sakit kepala, mual-mual dan rasa nyeri daerah abdomen bagian bawah;
jika testis kanan terlibat didalam proses penyakit maka apendisitis dapat terlihat sebagai suatu
kemungkinan diagnosis. Testis yang terserang terasa nyeri, membengkak dan kulit sekitarnya
mengalami edema serta berwarna merah. Lama penyakit rata-rata 4 hari. Dengan meredanya
pembengkakan, maka testis akan kehilangan turgor normalnya; kurang lebih 30-40% testis yang

12
terkena penyakit akan mengalami atrofi. Gangguan kesuburan timbul dan diperkirakan sebesar
kurang lebih 13%, tetapi kemandulan mutlak mungkin jarang didapatkan sebagai akibat
penyakit.2

Ooforitis. Pada penderita ini sering timbul rasa nyeri didaerah pelvis. Keadaan ini dapat dijumpai
pada kurang lebih 7% dari semua penderita perempuan berusia pra pubertas. Pada penderita ini
tidak terdapat bukti-bukti terjadiya gangguan kesuburan.3

Pankreatitis. Keterlibatan kelenjar pankreas secara hebat jarang ditemukan, tetapi infeksi ringan
atau subklinis mungkin lebih banyak terjadi. Keadaan ini dapat terjadi tanpa berkaitan dengan
manifestasi-manifestasi pada kelenjar saliva dan didiagnosis secara keliru sebagai gastroenteritis.
Rasa nyeri epigastrium dan nyeri tekan memberikan petunjukan dugaan penyakit tersebut;
keadaan ini dapat disertai demam, menggigil, muntah-muntah dan kelemahan. Secara khas
penderita parotitis epidemika akan dijumpai kenaikan amilase didalam serum dengan atau tanpa
adanya manifestasi-manifestasi klinis suatu pankreatitis. Penentuan kadar lipase serum dapat
menolong untuk menegakkan diagnosis. Kemungkinan bahwa diabetes melitus dapat merupakan
sekuele yang jarang, sedang dalam penyelidikan.3

Nefritis. Seringkali dilaporkan adanya viruria pada penderita. Pada pengkajian pada orang
dewasa, dapat diamati terjadinya fungsi ginjal abnormal pada suatu saat dari masing-masing
penderita dan viruria didapatkan sebanyak 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-anak
tidak diketahui. Telah dilaporkan pula tentang terjadinya nefritis fatal pada 10-14 hari setelah
terjadinya parotitis.1

Tiroiditis. Walaupun gangguan ini jarang ditemukan pada anak-anak, tetapi pembengkakan
dengan nyeri tekan dapat terjadi kurang lebih 1 minggu setelah masa prodormal parotitis dan
kemudian disusul dengan terjadi serta berkembangnya antibodi-antibodi antitiroid penderita.1

Miokarditis. Manifestasi-manifestasi jantung yang hebat sangat jarang ditemukan, tetapi infeksi
ringan yang menyerang miokardium mungkin lebih sering terjadi dan diabaikan. Pada satu seri
orang dewasa, penelusuran elektrokardiografis telah berhasil mengungkapkan terjadinya
perubahan-perubahan, kebanyakan berupa depresi segmen ST sebagaimana yang didapatkan
pada 13% dari seluruh penderita. Keterlibatan demikian dapat menerangkan rasa nyeri prekordial
dan bradikardi serta kelelahan.5

13
Artritis. Artralgia yang berhubungan dengan pembengkakan dan kemerahan pada persendian
merupakan penyulit-penyulit parotitis epidemika yang jarang ditemukan, terjadinya 12-14 hari
setelah masa prodormal parotis. Gangguan ini akan mengalami penyembuhan sempurna.1

Mastitis. Gangguan ini merupakan panyakit yang jarang ditemukan baik di kalangan penderita
laki-laki maupun perempuan.1

Ketulian. Ketulian saraf yang terjadi setelah penderita mengalami parotitis epidemika mungkin
bersifat unilateral atau secara jarang dapat pula bilateral. Meskipun gangguan ini
memperlihatkan insidens yang tendah (1:15.000), tetapi parotitis epidemika dianggap sebagai
penyebab utama ketulian saraf unilateral. Gangguan terjadi secara mendadak atau secara
perlahan-lahan. Kehilangan pendengaran dapat bersifat sementara atau menetap.1

Penyulit-penyulit Okuler. Penyulit-penyulit tersebut meliputi dakrioadenitis, yaitu suatu


pembengkakan disertai rasa nyeri pada kelenjar-kelenjar lakrimal yang biasanya bersifat
bilateral; neuritis optik (papilitis) dengan gejala-gejala bervariasi mulai dari kehilangan
pengelihatan hingga kekaburan ringan dan penyembuhan akan terjadi dalam waktu 10-20 hari;
uveokeratitis biasanya bersufat unilateral disertai foto fobia, lakrimasi, kehilangan pengelihatan
yang berlangsung cepat dan penyembuhan akan berlangsung dalam 20 hari.1

Komplikasi neurologis yang lain adalah mielitis dan neuritis saraf fasialis (demirci). Komplikasi
yang terjadi pasca ensefalitis sangat fatal seperti epilepsi, gangguan motorik, retardasi mental,
iritabel, emosi tidak stabil, sulit tidur, halusinasi aneuresis, anak jadi perusak, tindakan asosial
yang lain, stenosis aquaductus dan hidrosefalus.5

2.12 Prognosis

Secara umum prognosis parotitis epidemika baik, kecuali pada keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis dan sekuele karena
meningoensefalitis.5

2.13 Pencegahan

Pasif

14
Gamaglobulin parotitis epidemika hiperimun telah tersedia, tetapi tidak dapat memberikan hasil
efektif dalam pencegahan parotitis epidemika atau menurunkan penyulit-penyulit yang tadi
terjadi.

Aktif

Vaksin virus parotitis epidemika hidup yang telah dilemahkan berhasil dikembangkan
(Mumpsvax [Merck, Sharp & Dohme]). Vaksin tersebut diberikan subkutan pada anak-anak
berusia lebih dari 15 bulan. Anak-anak yang telah mendapatkan vaksinasi, biasanya tidak
mengalami demam atau reaksi klinis lain. Mereka tidak mengeluarkan virus dari dalam
tubuhnya, karena itu tidak bersifat menular bagi kontak yang rentan. Kadang-kadang parotitis
dapat timbul 7-10 hari setelah vaksinasi. Vaksin tersebut akan membangkitkan antibodi pada
kurang lebih 96% penerima yang sebelumnya seronegatif. Antibodi yang dihasilkan dengan cara
demikian, kadarnya kurang lebih seperlima dari yang dihasilkan oleh infeksi alamiah tetapi telah
memperlihatkan efektivitas perlindungan sebesar 97% terhadap parotitis epidemika yang
didapatkan secara alamiah. Perlindungan yang diberikan oleh vaksin tersebut tampaknya
berlangsung untuk jangka waktu lama. Pada suatu cetusan parotitis epidemika, ternyata beberapa
anak yang sebelumnya telah mendapatkan imunisasi menderita sakit yang ditandai dengan
demam, malase, mual dan ruam-ruam kulit berwarna merah berbentuk papuler yang melibatkan
tubuh dan semua anggota gerak, sementara pada telapak tangan maupun telapak kaki bebas dari
ruam-ruam kulit tersebut. Ruam-ruam kulit berlangsung selama kurang lebih 24 jam. Tidak ada
virus yang diisolasi dari anak-anak tersebut, tetapi titer antibodi terhadap parotitis epidemika
memperlihatkan peningkatan.1

Selain vaksin Mumpsvax, ada juga imunisasi aktif dengan virus parotitis epidemika hidup
tersedia dalam kombinasi dengan vaksin campak dan rubela yang disebut MMR (mumps,
measles, rubella). Penggunaan vaksin kombinasi ini menghasilkan respon imun yang sama
dengan pemberian terpisah. Faktor-faktor yang mempengaruhi serokonversi dari vaksinasi
adalah umur saat vaksinasi. Kebanyakan bayi yang lahir dari ibu dengan antibodi terhadap
parotitis epidemika akan seronegatif dalam 4 bulan. Jika diberikan vaksinasi pada usia 6 bulan
terjadi serokonversi 70% dan vaksinasi pada usia 9-12 bulan terjadi serokonversi 90%.
Serokonversi pada dewasa biasanya lebih rendah dibandingkan anak-anak. Penelitian uji klinis

15
acak terkontrol mendaptkan daya guna vaksin mencapai 91-99%, namun hasil guna yang didapat
di lapangan saat terjadi wabah parotitis epidemika selalu lebih rendah yaitu antara 78-91%.6

Antibodi netralisasi yang terbentuk setelah vaksinasi lebih rendah dibandingkan dengan setelah
infeksi parotitis epidemika alamiah, namun penelitian mendapatkan anak yang tervaksinasi tidak
menderita parotitis epidemika selama 12 tahun dibandingkan dengan anak yang tidak
mendapatkan vaksinasi. Penelitian lain juga mendapatkan titer antibodi yang terbentuk setelah
vaksinasi lebih rendah daripada infeksi alamiah, namun penurunan titer setelah 12 tahun lebih
besar (80%) pada anak dengan infeksi alamiah dibandingkan dengan yang mendapat vaksinasi.6

Di Indonesia vaksinasi parotitis epidemika diberikan pada anak berumur 12-18 bulan dalam
bentuk vaksin kombinasi (MMR). Vaksin ini diberikan secara subkutan dalam atau intramuskuler
dan harus digunakan dalam waktu 1 jam setelah tercampur dengan pelarutnya. Lebih dari 10
galur vaksin parotitis epidemika yang digunakan diseluruh dunia. Vaksin yang digunakan di
Indonesia adalah dari galur Jeryl Lynn dan Urabe Am-9.6

Kesimpulan

Parotitis epidemika merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus rubulavirus
dengan ciri khas terlihat adanya pembengkakan pada kelenjar parotis dan/atau kelnjar ludah lain.
penyebaran virus ini dapat melalui kontak langsung, droplet di udara, bahan yang terkena saliva
yang terinfeksi dan melalui urin. Pada awal infeksi, penderita akan mengalami lesu, nyeri otot
leher, sakit kepala serta demam seiring dengan munculnya pembengkakan. Parotitis epidemika
biasanya akan sembuh sendiri dengan istirahat dan nutrisi yang cukup, tetapi parasetamol akan
membantu mengurangi rasa nyeri. Pencegahan parotitis epidemika dapat dilakukan secara pasif
dengan gamaglobulin hiperimun atau secara aktif dengan vaksin mumps sendiri atau bisa juga
digunakan vaksin kombinasi MMR (mumps, measles, rubella).

16
Daftar Pustaka

1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: ilmu kesehatan anak. 15th ed. Jakarta: EGC;
2012.h.1074-7.
2. Nelson WE. Ilmu Kesehatan Anak. Ed.15. vol.2. Jakarta : EGC; 2008.h.97-100.
3. Christanto, Liwang F, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran jawetz, melnick, dan
adelberg. Edisi ke-23. Jakarta: EGC;2007.h.448-52.
4. Wilson, Walter R, Merle A Sande. Current Diagnosis and Treatment in Infectious
Disease. USA : the McGraw-Hill Companies, Inc; 2001.
5. Sodarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, dkk. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. 2nd
ed. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.h.195-202.
6. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, dkk. Pedoman imunisasi di Indonesia. 3rd ed.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.h.179-85.

17

Anda mungkin juga menyukai