Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Pembimbing :
dr. Maroef Sp.OG.

Disusun Oleh :
Niqma N. S
201510401011052

SMF ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


RSU HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

1
BAB 1
PENDAHULUAN

Penyebab kematian ibu dibagi menjadi dua yaitu penyebab langsung dan
tidak langsung. Penyebab kematian ibu langsung antara lain akibat komplikasi
kehamilan, persalinan, masa nifas, dan segala intervensi atau penanganan tidak
tepat dari komplikasi tersebut. Sedangkan penyebab kematian ibu tidak langsung
merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul
sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria,
anemia, HIV/AIDS, dan penyakit kardiovaskuler. 1
Menurut Survey Demografi kesehatan Indonesia (SKDI) 2007, Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Namun, menurut SKDI 2012, AKI di Indonesia mengalami peningkatan menjadi
359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Angka ini masih jauh dari
target MDGs yaitu menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2015.2
Penyakit hipertensi dalam kehamilan (Preeklampsia dan Eklampsia)
adalah salah satu dari tiga penyebab utama kematian ibu disamping perdarahan
dan infeksi. Ada sekitar 85% preeklampsia terjadi pada kehamilan pertama.
Preeklamsia terjadi pada 14% sampai 20% kehamilan dengan janin lebih dari satu
dan 30% pasien mengalami anomali rahim yang berat. Pada ibu yang mengalami
hipertensi kronis, penyakit ginjal, insiden mencapai 25%. Menurut WHO terdapat
sekitar 585.000 ibu meninggal per tahun saat hamil atau bersalin dan 58,1%
diantaranya dikarenakan oleh preeklampsia dan eklampsia.2
Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil yang
sebelumnya tidak mengalami hipertensi. Biasanya sindroma ini muncul pada akhir
trimester kedua sampai ketiga kehamilan. Gejalanya berkurang atau menghilang
setelah melahirkan sehingga terapi definitifnya mengakhiri kehamilan.
Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang
dikandungnya. Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (hemolysis,

2
elevated liver enzyme, low platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan,
solusio plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat berupa
kelahiran prematur, gawat janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine fetal
death (IUFD). Angka kejadian preeklampsia berkisar antara 5-15 % dari seluruh
kehamilan di seluruh dunia.3

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik


atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita
yang sebelumnya normotensi. Bila ditemukan tekanan darah tinggi (140/90
mmHg) pada ibu hamil, lakukan pemeriksaan kadar protein urin dengan tes celup
urin atau protein urin 24 jam dan tentukan diagnosis.4

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the
National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood
Pressure in Pregnancy tahun 2001, ialah :3
1. Hipertensi Kronik
Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan
sebelum kehamilan atau yang ditemukan pada umur kehamilan < 20
minggu, dan yang menetap setelah 12 minggu pascasalin.
2. Preeklampsia- eklampsia
Yang dimaksud dengan preeklamsi adalah timbulnya hipertensi disertai
proteinuri akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan.
Sedangkan yang dimaksud dengan eklamsi adalah kelainan akut pada
preeklamsi dalam kehamilan, persalinan, atau nifas yang ditandai dengan
timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan kesadaran (gangguan
sistem saraf pusat).
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi
kronis disertai tanda tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.

4
4. Hipertensi Gestasional.
Sedangkan hipertensi gestasional adalah timbulnya hipertensi dalam
kehamilan pada wanita yang tekanan darah sebelumnya normal dan tidak
disertai proteinuri. Gejala ini akan menghilang dalam waktu < 12 minggu
pascasalin.

2.3 Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan


Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan
mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklamsi sukar
dicegah, tetapi berat dan terdinya eklamsi biasanya dapat dihindari dengan
mengenal secara dini penyakit tersebut dan dengan penanganan secara sempurna.5

Tekanan darah sebaiknya diukur pada posisi duduk dengan posisi cuff
setinggi jantung. Adanya penekanan vena kava inferior oleh uterus gravid pada
posisi berbaring dapat mengganggu pengukuran sehingga terjadi pengukuran yang
lebih rendah. Sebelum pengukuran, wanita hamil dianjurkan untuk duduk tenang
5-10 menit. 5

Hipertensi didiagnosa apabila tekanan darah pada waktu beristirahat


140/90 mmHg atau lebih besar, fase ke V Korotkoff digunakan untuk menentukan
tekanan darah diastolik.. Pada masa lalu, telah dianjurkan agar peningkatan
tambahan tekanan diastolik 15 mmHg atau sistolik 30 mmHg digunakan sebagai
kriteria diagnostik, bahkan apabila tekanan darah saat diukur di bawah 140/90
mmHg. Kriteria tersebut sekarang ini tidak lagi dianjurkan karena bukti
menunjukkan bahwa wanita tersebut tidak memiliki kecenderungan untuk
mengalami efek samping merugikan saat kehamilan. Sebagai tambahan, tekanan
darah biasanya menurun pada trimester ke-II kehamilan dan tekanan diastolik
pada primigravida dengan kehamilan normotensi kadang-kadang naik sebesar 15
mmHg. Oedem telah ditinggalkan sebagai kriteria diagnostik karena hal tersebut
juga banyak terjadi pada wanita hamil yang normotensi. Oedem dianggap
patologis bila menyeluruh dan meliputi tangan, muka, dan tungkai. Sebagai
catatan, oedem tidak selalu terdapat pada pasien preeklamsi maupun eklamsi.6

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Hipertensi dalam kehamilan 5

5
2.3.1 Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional didiagnosis pada wanita dengan tekanan darah
mencapai 140/90 mmHg atau lebih besar, untuk pertama kalinya selama
kehamilan tetapi tidak terdapat proteinuria. Hipertensi gestasional disebut juga
transient hypertension jika preeklampsia tidak berkembang dan tekanan darah
telah kembali normal pada 12 minggu postpartum. Apabila tekanan darah naik
cukup tinggi selama setengah kehamilan terakhir, hal ini berbahaya terutama
untuk janin, walaupun proteinuria tidak pernah ditemukan. Seperti yang
ditegaskan oleh Chesley, 10% eklamsi berkembang sebelum proteinuria yang
nyata diidentifikasi. Dengan demikian, jelas bahwa apabila tekanan darah mulai
naik, ibu dan janin menghadapi risiko yang meningkat. Proteinuria adalah suatu
tanda dari penyakit hipertensi yang memburuk, terutama preeklampsia.
Proteinuria yang nyata dan terus-menerus meningkatkan risiko ibu dan janin.3

Kriteria Diagnosis pada hipertensi gestasional yaitu :4

- TD 140/90 mmHg yang timbul pertama kali selama kehamilan.

- Tidak ada proteinuria.

- TD kembali normal < 12 minggu postpartum.

- Diagnosis akhir baru bisa ditegakkan postpartum.

- Mungkin ada gejala preeklampsia lain yang timbul, contohnya nyeri


epigastrium atau trombositopenia.4

6
2.3.2 Preeklamsi
Proteinuria adalah tanda penting dari preeklampsia, dan Chesley (1985)
menyimpulkan secara tepat bahwa diagnosis diragukan dengan tidak adanya
proteinuria. Proteinuria yaitu protein dalam urin 24 jam melebihi 300mg per 24
jam, atau pada sampel urin secara acak menunjukkan 30 mg/dL (1 + dipstick)
secara persisten. Tingkat proteinuria dapat berubah-ubah secara luas selama setiap
periode 24 jam, bahkan pada kasus yang berat. Oleh karena itu, satu sampel acak
bisa saja tidak membuktikan adanya proteinuria yang berarti.5

Dengan demikian, kriteria minimum untuk diagnosis preeklamsi adalah


hipertensi dengan proteinuria yang minimal. Temuan laboratorium yang abnormal
dalam pemeriksaan ginjal, hepar, dan fungsi hematologi meningkatkan kepastian
diagnosis preeklamsi. Selain itu, pemantauan secara terus-menerus gejala
eklampsia, seperti sakit kepala dan nyeri epigastrium, juga meningkatkan
kepastian tersebut.5

Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas merupakan akibat
nekrosis hepatocellular, iskemia, dan oedem yang merentangkan kapsul Glissoni.
Nyeri ini sering disertai dengan peningkatan serum hepatik transaminase yang
tinggi dan biasanya merupakan tanda untuk mengakhiri kehamilan.5

Trombositopeni adalah karakteristik dari preeklamsi yang memburuk, dan


hal tersebut mungkin disebabkan oleh aktivasi dan agregasi platelet serta
hemolisis mikroangiopati yang disebabkan oleh vasospasme yang berat. Bukti
adanya hemolisis yang luas dengan ditemukannya hemoglobinemia,
hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemi dan merupakan indikasi penyakit yang
berat.5

Faktor lain yang menunjukkan hipertensi berat meliputi gangguan fungsi


jantung dengan oedem pulmonal dan juga pembatasan pertumbuhan janin yang
nyata.5

Beratnya preeklamsi dinilai dari frekuensi dan intensitas abnormalitas


yang dapat dilihat pada Tabel 2.2. Semakin banyak ditemukan penyimpangan
tersebut, semakin besar kemungkinan harus dilakukan terminasi kehamilan.

7
Perbedaan antara preeklamsi ringan dan berat dapat sulit dibedakan karena
preeklamsi yang tampak ringan dapat berkembang dengan cepat menjadi berat.5

Tabel 2.2 Gejala Beratnya Hipertensi Selama Kehamilan 5

Abnormalitas Tidak berat Berat


Tekanan darah diastolik < 110 mmHg 110 mmHg
Tekanan darah Diastolik < 160 160 mmHg
Proteinuria + +
Sakit kepala Tidak ada Ada
Nyeri perut bagian atas Tidak ada Ada
Oliguria Tidak ada Ada
Kejang (eklamsi) Tidak ada Ada
Serum Kreatinin Normal Meningkat
Trombositopeni Tidak ada Ada
Peningkatan enzim hati Minimal Nyata
Hambatan pertumbuhan janin Tidak ada Nyata
Oedem paru Tidak ada Ada

2.3.3 Eklamsi
Serangan konvulsi pada wanita dengan preeklampsia yang tidak dapat
dihubungkan dengan sebab lainnya disebut eklamsi. Konvulsi terjadi secara
general dan dapat terlihat sebelum, selama, atau setelah melahirkan. Pada studi
terdahulu, sekitar 10% wanita eklamsi, terutama nulipara, serangan tidak muncul
hingga 48 jam setelah postpartum. Setelah perawatan prenatal bertambah baik,
banyak kasus antepartum dan intrapartum sekarang dapat dicegah, dan studi yang
lebih baru melaporkan bahwa seperempat serangan eklampsia terjadi di luar 48
jam postpartum.5

2.3.4 Superimposed Preeclampsia

8
Kriteria diagnosis Superimposed Preeclampsia adalah : 4

- Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi yang


belum ada sebelum kehamilan 20 minggu.

- Peningkatan tiba-tiba proteinuria atau tekanan darah atau jumlah


trombosit <100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi atau

proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.

2.3.5 Hipertensi Kronis

Diagnosis hipertensi kronis yang mendasari dilakukan apabila : 4

- Tekanan darah 140/90 mmHg


- Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya
hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu
- Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
- Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan
ginjal.

Hipertensi kronis dalam kehamilan sulit didiagnosis apalagi wanita


hamil tidak mengetahui tekanan darahnya sebelum kehamilan. Pada
beberapa kasus, hipertensi kronis didiagnosis sebelum kehamilan usia 20
minggu, tetapi pada beberapa wanita hamil, tekanan darah yang meningkat
sebelum usia kehamilan 20 minggu mungkin merupakan tanda awal
terjadinya preeklamsi. 3

Sebagian dari banyak penyebab hipertensi yang mendasari dan


dialami selama kehamilan dicatat pada Tabel 2.2. Hipertensi esensial
merupakan penyebab dari penyakit vaskular pada > 90% wanita hamil.
Selain itu, obesitas dan diabetes adalah sebab umum lainnya. Pada
beberapa wanita, hipertensi berkembang sebagai konsekuensi dari penyakit
parenkim ginjal yang mendasari.5

Pada beberapa wanita dengan hipertensi kronis, tekanan darah dapat


meningkat sampai tingkat abnormal, khususnya setelah 24 minggu. Jika
disertai oleh proteinuria, maka preeklamsi yang mendasarinya dapat
didiagnosis. Preeklamsi yang mendasari hipertensi kronis ini sering

9
berkembang lebih awal pada kehamilan daripada preeklamsi murni, dan hal
ini cenderung akan menjadi lebih berat dan sering menyebabkan hambatan
dalam pertumbuhan janin. Indikator tentang beratnya hipertensi sudah
diperlihatkan pada 5

2.4 Faktor Risiko


Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi kehamilan, yang
dapat dikelompokkan dalam faktor resiko sebagai berikut : 3

- Primigravida

- Hiperplasentosis (mola hidatidosa, kehamilan multipel, DM,


hidrops fetalis, bayi besar)

- Usia < 18 tahun atau > 35 tahun

- Riwayat preeklamsi dalam keluarga

- Obesitas (BMI 30)

- Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

2.5 Patofisiologi
Proses patologi pada preeklampsia disebabkan oleh jejas pada sel-sel
endotel, yang menyebabkan terjadinya mikroangiopati pada berbagai lokasi di
tubuh (hati, otak, ginjal, dan organ lainnya). Jejas tersebut disebabkan antara lain
oleh mediator-mediator inflamasi (tromboksan dan endotelin) dan vasokonstriksi
(angiotensin II) yang bersirkulasi dalam darah. Penyebab peningkatan jumlah
mediator tersebut dan patofisiologi preeklampsia hingga kini masih belum jelas,
banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan
tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori
yang sekarang banyak dianut adalah : 3
a) Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga

10
memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi.
Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini member dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan peningkatan aliran darah pada
daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi
jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan
baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.3
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas
pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
spiralis menjadi tetap kaku dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri
spiralis, sehingga alirah darah utero plasenta menurun, dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta.5

Gambar 2.1 Abnormal Invasi Trofoblas5

Gambar 2.2 Atherosis pada pembuluh darah plasenta5

11
b) Teori iskemia plasenta, radikal bebas, disfungsi endotel
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan (radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima
electron atau atom/ molekul yang mempunyai electron yang tidak berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal
hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh
darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal,
karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal
hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang
beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut toxaemia.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak
membran sel, juga akan merusak nukleus, protein sel endotel. Produksi oksidan
(radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan
produksi antioksidan.3
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kdar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E
pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan/
radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran
darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah
mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung
berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil,
yang akan berubah menjadi peroksida lemak.3

12
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel (disfungsi endotel). Pada waktu
terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka
akan terjadi : 3
Gangguan metabolism prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin
(PGE2) suatu vasodilator.
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi sel trombosit ini untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel
yang mengalami kerusakan dan agregasi trombosit memproduksi tromboksan
(TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan
kadar protasiklin/tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga
terjadi vasokonstriksi, dengan kenaikan tekanan darah.
Perubahan khas pada endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliosis).
Peningkatan permeabilitas kapilar.
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
(vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat.
Peningkatan faktor koagulasi.
c) Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya
hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut : 3
Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
sebelumnya.
Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah
makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya
hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respons imun,

13
sehingga ibu tidak trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupaka prakondisi untuk terjadinya invasi
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel NK.
Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke
dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi
lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-
G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi
inflamasi. Kemungkinan terjadinya Immune-Maladaptation pada preeklampsia.3
d) Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya
sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa
daya refrakter terhadapa bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin
sisntesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin).
Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin.3
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan
vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan
terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi
pada trimester 1. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi
hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan 20 minggu.3

e) Teori defisiensi gizi


Berdasarkan penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak
ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia.

14
Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat
menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan
mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba
melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang
mengandung asam lemak tak jenuh dala mencegah preeklampsia. Hasil sementara
menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai
sebagai alternatif pemberian aspiri.3
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet
perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsi/ eklampsia.
Peneliti di Negara Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar,
dengan membandingkan pemberian kalsium dan plasebo. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang
mengalami preeklampsia adalah 14 % sedang yang diberikan glukosa 17 %.3
f) Teori inflamasi
Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas,
sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress
oksidatif. Bahan-bahan sebagai bahan asing yang kemudian merangsang
timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal jumlah debris trofoblas masih
dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal.
Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana pada preeklampsia
terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan
nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya
pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat
meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga semakin meningkat.
Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh
lebih besar, dibandingkan reaksi inflamasi dalam kehamilan normal. Respons
inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag atau granulosit,
yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang
menimbulkan gejala-gejal preeklampsia pada ibu.3
Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat
produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan
aktivitas leukosit yang sangat tinggi pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh

15
Redman disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravascular
yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.3

Gambar 2.3 Patofisiologi Preeklampsia3


2.6 Perubahan sistem organ pada preeklampsia
1. Volume plasma
Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna guna
memenuhi kebutuhan janin. Sebaliknya oleh karena sebab yang tidak
jelas, pada preeklampsia penurunan plasma antara 30-40%, disebut
hipovolemia. 3

2. Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis
hipertensi dalam kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi
perifer, sedangkan tekanan sistolik menggambarkan besarnya curah
jantung. Pada preeklampsia peningkatan reaktivitas vaskular dimulai

16
umur kehamilan 20 minggu. Tekanan darah menjadi normal beberapa
hari pasca salin, kecuali pada beberapa kasus PEB, kembalinya normal
dapat 2-4 minggu pasca persalinan.
Hipertensi dengan diastolik 90 mmHg yang disertai proteinuria
mempunyai kolerasi yang tinggi dengan kematian perinatal. 3
3. Fungsi ginjal
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh : 3
Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia
Kerusakan sel glomerulus akibat meningkatnya permeabilitas
membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan
proteinuria
Terjadi Glomerular Capillary Endothelosis akibat sel endotel
glomerular membengkak disertai deposit fibrin
GGA terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal
Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme
pembuluh darah.
Proteinuria
Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsi, tetapi
proteinuria umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan.
Pengukuran proteinuria dapat dilakukan dengan cara a) urun dipstik :
100 mg/L atau +1,sekurang kurangnya diperiksa 2 kali urin acak
selang 6 jam dan b) pengumpulan proteinuri dalam 24 jam.
Dianggap patologi jika proteinuri lebih dari sama dengan 300 mg/24
jam.
Asam urat, umunya meningkat lebih dari sama dengan 5 mg/cc.
Kreatinin, dapat mencapai kadar plasma lebih dari sama dengan 1 mg/cc
Oliguria dan anuria, terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke
ginjal menurun dan terjadi penurunan produksi urin. 3

4. Elektrolit
Pada preeklampsia kadar elektrolit total sama seperti hamil normal.
Kadar kalium dan natrium pada preeklampsia sama dengan hamil
normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air pada tubuh. 3
5. Tekanan osmotik koloid plasma/tekanan onkotik

17
Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8
minggu. Pada preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena
kebocoran protein dan terjadi peningkatan permeabilitas vaskular. 3
6. Viskositas darah
Pada preeklampsia viskositas darah meningkat mengakibatkan
meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ. 3
7. Hematokrit
Hematokrit meningkat karena hipovolemia. 3
8. Hematologik
Perubahan hematologik disebabkan hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan
hemolisis akibat kerusakan endotel arteriole. Disebut trombositopenia
bila trombosit < 100.000 sel.ml. 3
9. Edema
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel
kapilar. Edema yang oatologik adalah edema nonindependen pada muka
dan tangan, atau edema generalisata dan biasanya disertai dengan
kenaikan BB yang cepat. 3
10. Hepar
Dasar perubahan pada hepar adalah vasospasme, iskemia, dan
perdarahan. Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan
terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini
dapat meluas hingga dibawah kapsula hepar dan disebut supkapsular
hematoma. Supkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeru di daerah
epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur hepar sehingga perlu
pembedahan. 3

11. Neurologik3
Nyeri kepala akibat hipoperfusi otak, sehingga menimbulkan
vasogenik edema
Akibat spasme arteri retina dan edem retina dapat terjadi gangguan
visus.
Hiperrefleksi sering dijumpai pada PEB
Dapat timbul kejang eklamptik. Faktor yang menyebabkan
timbulnya kejang adalah edema serebri, vasospasme serebri dan
iskemia serebri
12. Kardiovaskular

18
Perubahannya adalah terjadi peningkatan afterload akibat hipertensi dan
penurunan cardiac preload akibat hipovolemia. 3
13. Paru
Mempunyai resiko besar terhadap edema paru. Disebabkan oleh payah
jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru,
dan menurunnya diuresis. 3
14. Janin 3
IUGR
Oligohidramnion
Prematuritas
Solusio plasenta
K
2.7 Pencegahan Preeklampsia
1. Pencegahan nonmedikal3
Cara yang paling sederhana adalah tirah baring. Restriksi garam tidak
terbukti dapat mencegah terjadinya preeklampsia. Diet ditambah a)
minyak ikan b) antioksidan : vitamin C, vitamin E c) elemen logam berat :
zinc, magnesium, kalsium
2. Pencegahan medikal3
Pemberian kalsium : 1500-2000 mg/hari
Zinc 200 mg/hari
Magnesium 365 mg/hari
Obat antitrombotik, aspirin dosis rendah 100 mg/hari atau dipiridamole.
Obat obatan antioksidan seperti vitamin C, E, N-Asetilsistein, asam lipoik.
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Preeklampsia ringan
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan atau edema selama kehamilan 20 minggu. 3
Hipertensi sistolik/diastolik 140/90 mmHg
Proteinuria 300 mg/24 jam atau +1 dipstik
Edema: edema pada lengan, muka, perut edema generalisata.
a) Sikap terhadap penyakitnya3
1. Rawat jalan
- Tirah baring dengan posisi miring
- Tidak perlu restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih baik.
- Diet cukup protein, karbohidrat, lemak, garam secukupnya
Tidak diberikan obat antihipertensi, diuretik, sedatif. Dilakukan
pemeriksaan Hb, Hct, Fungsi hati, fungsi ginjal, UL.
2. Rawat inap
- Bila tidak ada perbaikan dari tekanan darah dan proteinuria selama 2
minggu
- Adanya satu atau lebih gejala dan tanda preeklampsia berat.

19
Selama di RS dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorik.
Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa USG dan doppler, pemeriksaan
NST dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan bagian mata,
jantung dan lain lain.

b) Sikap terhadap kehamilannya


Pada kehamilan < 37 minggu, bila tekanan darah mencapai normotensif,
selama perawatan, persalinan ditunggu sampai aterm
Sementara pada kehamilan > 37 minggu, persalinan ditunngu sampai onset
persalinan atau dipertimbangkan untuk induksi persalinan pada taksiran
persalinan. 3

2.8.2 Preeklampsia berat

Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklampsia berat sebagaimana


tercantum di bawah ini : 3

Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
Kenaikan kadar kreatinin plasma.
Gangguan visus dan serebral yaitu penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma dan pandangan kabur.
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen.
Edema paru-paru dan sianosis.
Hemolisis mikroangiopatik.
Trombositopenia berat : 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat.
Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselulear) : peningkatan kadar
alanin dan aspartate aminotransferase.
Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.
Sindrom HELLP.

Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih


gejala di atas. Preeklampsia berat dibagi menjadi dua yaitu preeklampsia berat
tanpa impending eclampsia dan preeklampsia berat dengan impending eclampsia.

20
Disebut impending eclampsia bila preeclampsia berat disertai gejala-gejala
subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.5

Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia


ringan, yaitu dibagi menjadi dua unsur diantaranya adalah :3

a) Sikap terhadap penyakit : pengobatan medikamentosa


o Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan
karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai faktor risiko
tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua
keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan
terjadinya edema paru dan oliguria ialah hipovolemia, vasospasme,
kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid/
pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu, monitoring input
cairan (melalui oral ataupun infus) dan output cairan (melalui urin)
menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara cepat
berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin.
Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi.
Cairan yang diberikan dapat berupa : 3
- 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan : < 125 cc/
jam.
- Infus dekstrose 5% yang tiap liternya diselingi dengan infus ringer
laktat (60-125 cc/ jam) 500 cc.

Dipasang Folley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria


terjadi bila produksi urin < 30 cc/ jam dam 2-3 jam atau < 500 cc/ 24 jam.
Diberikan antasida untuk menetralisir lambung sehingga bila mendadak
kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat
asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.5

o Pemberian obat anti kejang


Obat antikejang adalah :

21
MgSO4
Obat lain untuk antikejang :
- Diasepam
- Fenitoin
Fenitoin sodium ini mempunyai khasiat stabilisasi membran
neuron, cepat masuk jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3
menit setelah injeksi intravena, diberikan dalam dosis 15 mg/kg
berat badan dengan pemberian intravena 50 mg/menit.
Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat. 3

Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada


rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada
pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium,
sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition
antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam
darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat
sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada
preeklampsia atau eklampsia. 3

o Cara pemberian : 3
- Magnesium sulfat regimen :
Loading dose : initial dose
4 gram MgSO4 : intravena, (40% dam 10 cc) selama 15 menit.
Maintenance dose :
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/ 6 jam atau
diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose
diberikan 4 gram i.m tiap 4-6 jam.
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10 % = 1 g (10 % dalam 10 cc) diberikan i.v
3 menit.
- Refleks patella (+) kuat.
- Frekuensi pernapasan >16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda
distress napas.
- Urin sekurang-kurangnya 150 cc/ 6 jam.
MgSO4 dihentikan bila :
- Ada tanda-tanda intoksikasi

22
- Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir.
Pemberian obat diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada
edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. 3
Pemberian antihipertensi

Pemberian antihipertensi jika tekanan darah sistolik 160 mmHg dan/

atau tekanan diastolik 90 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara


bertahap, yaitu penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik. 3

1. Antihipertensi lini pertama : Nifedipin dengan dosis 10-20 mg per oral,


diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. 5
Nifedipin 5-10 mg tiap 8 jam atau Methyldopa 250-500 mg tiap 8
jam.10
2. Antihipertensi lini kedua : Sodium nitroprusside 0,25 g

i.v/kg/menit, infus ditingkatkan. Diazokside 30-60 mg i.v/5 menit


b) Sikap terhadap kehamilannya 3
1. Perawatan Aktif (agresif) : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Indikasi :
Ibu
o Umur kehamilan 37 minggu. Lockwood dan Paidas mengambil
batasan umur kehamilan > 37 minggu untuk preeklampsia ringan
dan batasan umur kehamilan 37 minggu untuk preeklampsia
berat.
o Adanya tanda-tanda/ gejala-gejala Impending Eclampsia.
o Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu : keadaan
klinik dan laboratorium memburuk.
o Diduga terjadi solusio plasenta.
o Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.
Janin
o Adanya tanda-tanda fetal distress.
o Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR).
o NST non reaktif dengan profil biofisik abnormal.
o Terjadinya oligohidramnion.
Laboratorium
o Adanya tanda-tanda Sindroma HELLP khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat.
2. Perawatan konservatif

23
Berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa.
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan 37 minggu tanpa

disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.5


diberikan pengobatan yang sama seperti pengelolahan secara aktif. Sikap
terhadap kehamilan afalah observasi dan evaluasi sama seperti perawatan
aktif, kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu
sudah mencapai tanda tanda preeklampsia ringan selambat lambatnya
dalam waktu 24 jam. 24 jam tidak membaik dianggap sebagai kegagalan
medikamentosa dan harus diterminasi. 3
2.8.3 Eklapmsia

Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang


disertai kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeklampsia,
eklampsia dapat timbul ante, intra dan postpartum. Eklampsia postpartum umuya
hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah bersalin. Pada penderita
preeklampsia yang akan kejang, umumnya memberikan gejala atau tanda yang
khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodorma akan terjadinya kejang.
Preeklampsia yang disertai tanda tanda prodorma ini disebut sebagai impending
eklampsia atau imminent eclampsia.3
Kejang-kejang pada eklampsia dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda
kejang tonik ialah dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-
otot muka khususnya sekitar mulut yang beberapa detik kemudan disusul
kontraksi otot-otot tubuh yang menegang sehingga seluruh tubuh menjadi kaku.
Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua
lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua
otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung
15-30 detik.3
Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik
dimulai dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan
kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian
disusul dengan kontraksi intermiten pada otot-otot muka dan otot-otot seluruh
tubuh. Begitu kuat kontraksi pada otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita

24
terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot
rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa
yang kadang-kadang disertai bercak-bercak darah. Wajah tampak membengkak
karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik perdarahan. 3
Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernapasan
tertahan, kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-
angsur kejang melemah dan akhirnya penderita diam tidak bergerak dan dapat
jatuh dalam koma. Pada waktu timbul kejang, tekanan darah cepat meningkat,
yang mungkin oleh karena gangguan serebral. Penderita mengalami inkontinentia
disertai dengan oliguria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahkan
muntah. Koma yang terjadi setelah kejang sangat bervariasi dan bila tidak segera
diberi obat-obatan antikejang akan disusul dengan episode kejang berikutnya. 3
Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernapasan meningkat, dapat
mencapai 50 kali permenit akibat terjadinya hiperkardia atau hipoksia. Pada
beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar
kembali dari koma, umumnya mengalami disorientasi dan sedikit gelisah. Untuk
menilai kedalaman koma digunakan Glasgow coma scale. Namun untuk
mengevaluasi koma pada eklampsia ditambah penilaian kejang yang disebut
Glasgow-Pittsburg Coma Scoring System. 3
2.8.3.1 Perawatan Eklampsia
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk
stabilisasi fungsi vital. Yang harus selalu diingat Airway,Breathing,Circulation
(ABC), Mengatasi dan mencegah kejang,mengatasi hipoksemia dan asidemia,
mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah
khususnya pada waktu krisis hipertensi, dan melahirkan janin pada waktu yang
tepat dan dengan cara yang tepat.Perawatanmedikamentosa dan perawatan
suportif eklampsia merupakan perawatan yang sangat penting. Tujuan utama
pengobatan medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan menghentikan kejang,
mencegah dan mengatasi penyulit khususnya krisis hiperteni, mencapai stabilisasi
ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan
cara yang tepat. 3
2.8.3.2 Pengobatan medikamentosa

25
- Obat anti kejang
Obat anti kejang menjadi pilihan utama adalah magnesium sulfat. Bila dengan
obat ini kejang masih sulit diatasi dapat dipakai obat jenis lain, misalnya
thiopental. Diazepam dapat menjadi alternative namun diperlukan dosis yang
sangat besar sehingga hanya digunakan oleh mereka yang telah
berpengalaman. Pemberian diuretikum hendaknya selalu disertai dengan
memonitor plasma elektrolit. Obat-obat kardiotonika ataupun obat-obatan anti
hipertensi hendaknya selalu disiapkandan diberikan benar-benar atas indikasi.
3

- Magnesium Sulfat
Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian
magnesium sulfat pada preeclampsia berat. Pengobatan suporitf terutama
ditujukan untuk gangguan fungsi organ-organ penting misalnya tindakan-
tindakan utama memperbaiki asidosis, mempertahankan ventilasi paru-paru,
mengatur tekanan darah, mencegah dekompensasi kordis.
Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, nursing care sangat
penting
misalnya meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi,
mencegah aspirasi, mengatur infuse penderita, dan monitoring produksi urin. 3
- Perawatan pada waktu kejang
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan ini ialah
mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut.
Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang, tidak di kamar gelap agar bila
terjadi sianosis dapat segera diketahui. Penderita dibaringkan di tempat tidur
yang lebar dengan rail tempat tidur harus dipasang dan dikunci dengan kuat.
Selanjutnya masukkan sudap lidah kedalam mulut penderita dan jangan
mencoba melepas sudap lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan
gigi. Kepala direndahkan dan daerah orofaring diisap. Hendaknya dijaga agar
kepala dan ekstremitas penderita yang kejang tidak terlalu kuat menghentak
benda keras di sekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup
kendor untuk mencegah fraktur. Bila penderita selesai kejang- kejang, segera
beri oksigen. 3

26
- Perawatan koma
Perlu bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau mempertahankan diri
dengan suhu yang ekstrim, posisi tubuh yang menimbulkan nyeri dan aspirasi
karena hilangnya reflex muntah. Bahaya terbesar yang mengancam penderita
koma ialah terbuntunya jalan napas atas. Setiap penderita eklampsia yang
jatuh dalam koma harus dianggap bahwa jalan napas akan terbuntu kecuali
dibuktikan lain sehingga tindakan pertama pada penderita yang jatuh koma
ialah menjaga dan mengusahakan agar jalan napas atas tetap terbuka. 3
Untuk menghindari terbuntunya jalan napas oleh pangkal lidah dan epiglottis
dilakukan tindakan sebagai berikut. Cara yang sederhana dan cukup efektif
dalam menjaga terbukanya jalan napas atas ialah dengan maneuver head tilt
neck lift yaitu kepala direndahkan dan leher dalam posisi ekstensi ke
belakang atau head tilt chin lift yaitu kepala direndahkan dan dagu ditarik ke
atas atau jaw thrust yaitu mandibula kiri kanan diekstensikan ke atas sambil
mengangkat kepala ke belakang. Tindakan ini kemudian dilanjutkan dengan
pemasangan oropharyngeal airway. 3
Hal penting kedua yang perlu diperhatikan ialah bahwa penderita koma akan
kehilangan reflex muntah sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi bahan
lambung sangat besar. Lambung ibu hamil harus selalu dianggap sebagai
labung penuh oleh karena itu, semua benda yang ada dalam rongga mulut dan
tenggorokan, baik berupa lendir maupun sisa makanan harus segera dihisap
secara intermitten. Penderita ditidurkan dalam posisi stabil untuk drainase
lendir. 3
Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan
penderita. Pada koma yang lama, bila kondisi tidak mungkin dapat diberikan
melalui NGT.

- Perawatan edema paru


Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita dirawat di ICU karena
memerlukan
perawatan animasi dengan respirator. 3
2.8.3.3 Perawatan obstetric

27
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus
diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri
bila sudah mencapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu.
Pada perawatan pasca persalinan, bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring
tanda-tanda vital dilakukan sebagimana lazimnya. 3
2.8.4 Sindroma HELLP

Sindroma HELLP adalah PE/E disertai timbulnya hemolisis, peningkatan


enzim hepar, dan trombositopenia. 3
Diagnosis
- Didahului tanda dan gejala tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual,
muntah.
- Adanya tanda dan gejala preeklampsia.
- Tanda-tanda hemolisis intravaskular, khusunya kenaikan LDH, AST, dan
bilirubin ndirek.
- Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar : kenaikan ALT, AST, LDH
- Trombositopenia, trombosit 150.000/ml
Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen,
tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala PE, harus dipertimbangkan
sindroma HELLP.
Klasifikasi
Klas 1 : trombosit 50.000/ml, LDH 600 IU/l, AST dan/atau ALT 40 IU/l.
Klas 2 : trombosit > 50.000 100.000/ml, LDH 600 IU/l, AST dan/atau
ALT 40 IU/l.
Klas 3 : trombosit > 100.000 - 150.0000/ml, LDH 600 IU/l, AST dan/atau
ALT 40 IU/l.

Terapi medikamentosa
Mengikuti terapi medikamentosa PE/E dengan monitoring kadar trombosit
tiap 12 jam. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif,
maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan
fibrinogen. Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit 100.000
-150.000/ml dengan disertai tanda-tanda eklampsia, hipertensi berat, nyeri
epigastrium, maka diberikan deksametason 10 mg i.v. tiap 12 jam. Pada

28
postpartum deksametason diberikan 10 mg i.v. tiap 12 jam 2 kali, kemudian
diikuti 5 mg i.v. tiap 12 jam 2 kali. 3
Terapi deksametason dihentikan, bila terjadi perbaikan laborotorium, yaitu
trombosit > 100.000/ml dan penurunan LDH serta perbaikan tanda dan gejala-
gejala klinik PE-eklampsia. Dapat dipertimbangkan pemberian transfusi
trombosit, bila kadar trombosit < 50.000/ml dan antioksidan. 3
Sikap terhadap kehamilan
Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu
kehamilan diakhiri tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat
dilakukan pervaginam atau perabdominal. 3

2.8.5 Hipertensi Kronik

Pengelolaan pada Kehamilan


Tujuan pengelolaan hipertensi kronik dalam kehamilan adalah
meminimalkan atau mencegah dampak buruk pada ibu ataupun janin akibat
hipertensinya sendiri ataupun akibat obat-obat antihipertensi. Secara umum ini
berarti mencegah terjadinya hipertensi yang ringan menjadi lebih berat, yang
dapat dicapai dengan cara farmakologik atau perubahan pola hidup : diet,
merokok, alcohol, dan substance abuse. 3
Terapi hipertensi kronik berat hanya mempertimbangkan keselamatan
ibu, tanpa memandang status kehamilan. Hal ini untuk menghindari terjadinya
CVA, infark miokard, serta disfungsi jantung dan ginjal. 3

Antihipertensi diberikan :
- Sedini mungkin pada batas tekanan darah dianggap hipertensi, yaitu pada stage
I hipertensi tekanan darah sistolik >= 140 mmHg, tekanan diastolic >= 90 mmHg.
- Bila terjadi disfungsi end organ. 3

Obat Antihipertensi
Jenis antihipertensi yang digunakan pada hipertensi kronik, ialah :

29
- Alfa-metildopa : dosis awal 500 mg 3 x per hari, maksimal 3 gr per hari
- Calcium-channel blockers : nifedipin dengan dosis bervariasi antara 30 90 mg
per hari.
- Diuretic thiazide : tidak diberikan karena akan mengganggu volume plasma
sehingga mengganggu aliran darah utero-plasenta
Evaluasi Janin
Untuk mengetahui apakah terjadi insufisiensi plasenta akut atau kronik,
perlu dilakukan nonstress test dan pemeriksaan USG bila dicurigai terjadinya fetal
growth restriction atau terjadi superimposed PE. 3
2.9 Komplikasi

2.9.1 Ibu

Eklampsia
Sistem saraf pusat : perdarahan intrakranial, trombosis vena sentral,
hipertensi ensefalopati, edema serebri, edema retina, makular atau retina
detachment dan kebutaan korteks.
Gastrointestinal-hepatik : subkapsular heamatoma hepar, ruptur kapsul
hepar.
Ginjal : gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut.
Hematologik : DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi.
Kardiopulmonar : edema paru, cardiac arrest, iskemia miokardium.
Lain-lain : asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendali.

2.9.2 Janin

Prematuritas
Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)
Gawat janin
Kematian janin dalam rahim Intra Uterine Fetal Death (IUFD)6

2.10 Prognosis

Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur gestasi
janin, adatidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan bagaimana proses
bersalin dilaksanakan, dan apakah terjadi eklampsia. Kematian ibu antara 9.8%-
25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.2

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Wulandari Retno, Artika Fristi F. 2012. Faktor Risiko Kejadian

Preeklampsia Berat Pada Ibu Hamil. Dalam : Jurnal Kesehatan, ISSN

1979-7621. Vol. 5. No.1. hal. 29-35.


2. Hanum Huda, Faridah. 20013. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan

Kejadian Peeklampsia pada Ibu Bersalin. Dalam : Poltekkes Kemenkes

Jurusan Kebidanan Padang. hal. 1-9.

31
3. Dikman Angsar. 2011. Hipertensi Dalam Kehamilan. Dalam : Ilmu

Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. hal. 530-561.


4. Kemenkes RI. 2013. Hipertensi dalam Kehamilan, Preeklampsia dan

Eklampsia. Dalam. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas

Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia. hal. 109-117.


5. Cunningnam, Leveno, Bloom Hauth, dkk. 2013. Hipertensi dalam

Kehamilan. Dalam. Obstetri Williams, edisi 23, Vol. 2. Jakarta :

Kedokteran EGC. hal. 740-770.


6. Abadi Agus, Nadir Abdullah, Erry G, dkk. Preeklampsia Berat. Dalam :

Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit

Kandungan. Edisi Ketiga. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga. 2008. hal. 83-87.

32

Anda mungkin juga menyukai