ANEMIA
A. Definisi
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah
merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002
:935).
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau
konsentrasi hemoglobin turun dibawah normal.(Wong,2003).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah
merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit)
per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).
B. Klasifikasi
Anemia dibagi menjadi 2 tipe umum :
1. Anemia Hipropropilatif
a. Anemia Aplastik
Anemia aplastik merupakan suatu gangguan yang mengancam jiwa
pada sel induk di sum-sum tulang yang sel-sel darah diproduksi dalam
jumlah yang tidak mencukupi. Anemia aplastik dapat terjadi secara
congenital maupun idiopatik (penyebabnya tidak diketahui). Secara
marfologis, sel darah mer4ah terlihat normositik dan normokronik. Jumlah
retikulosit rendah atau tidak ada dan biop[si sumsum tulang menunjukan
keadaan yang disebut pungsi kering dengan hipoplasia nyata dan
penggatian dengan jarinagan lemak.
b. Anemia defisiensi besi
Anemia defesiensi besi adalah dimana keadaan kandungan besi tubuh
total turun dibawah tingkat normal. Defesiensi besi merupakan penyebab
utama anemia didunia, dan tetutama seringdijumpai pada wanita usia
subur, disebabkan oleh kekurangan darah sewaktu menstruasi dan
peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan. Pada anemia defisiensi
besi pemeriksaan darah menunjukan jumlah sel darah merah normal atau
hamper normal dan kadar Hb berkurang. Pada perifer sel darah merah
Mikrositik dan Hiprokromik disertai poikilositosi dan asisositosis jumlah
retikulosis dapat normal atau berkurang. Kadar besi berkurang, sedangkan
kapasitas mengikat besi serum total meningkat.
c. Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan
asam volat menunjukan perubahan yang sama antara sumsum tulang dan
drah tepi, karena kedua vitamin tersebut esensial bagiu sintesis DNA
normal. Pada setiap kasus, terjadi hyperplasia sumsum tulang, precursor
eritroit dan myeloid besara dan aneh dan beberapa mengalami
multinukleasi. Tetapi beberapa sel ini mati dalam sumsum tulang, sehingga
jumlah sel matang yang meninggalkan sumsum tulang menjadi sedikit dan
terjadilah parisitopenia. Pada keadaan lanjut Hb dapat turun 4-5 gr/dl
hitung leukosit 2000-3000/ml3 dan hitung trombosit kurang dari
50000/ml3.
2. Anemia hemolitik
a. Anemia hemolitik
Pada anemia hemolitik,eritrosit memiliki rentang usia yang
memendek. Untuk mengkompensasi hal ini biasanya sumsum tulang
memproduksi sel darah merah baru 3x/ lebih disbanding kecepatan
normal. Pada pemerikasaan anemia hemolitik ditemukan jumlah
retikulosis meningkat, fraksi bilirubin indirect meningkat,dan haptok
globin biasanya rendah.
b. Anemia hemolitika turunan
1) Sferositosis turunan
Sferositosis turunan merupakan suatu anemia hemolitika ditandai
dengan sel darah merah kecil berbentuk feris dan pembesaran limfa
(spenomegali). Merupakan kelainan yang jarang, diturunkan secara
dominant. Kelainan ini biasanya terdiagnosa pada anak-anak,
namun dapat terlewat sampai dewasa karena gejalanya sangat
sedikit. Penangananya berupa pengambilan limpa secara bedah.
2) Anemia sel sabit
Anemia sel sabit ini merupakan ganggaun genetika resesif auto
somal yaitu individu memperoleh Hb sabit (Hb s) dari kedua orang
tua. Pasien dengan anemia sel sabit biasanya terdiagnosa pada
kanak-kanak karena mereka nampak anemis ketika bayi dan mulai
mengalami krisis sel sabit pada usia 1-2 tahun.
C. Etiologi
Penyebab anemia antara lain :
1. Perdarahan
2. Kekurangan gizi seperti : zat besi, vitamin B12, dan asam folat. (Barbara C.
Long, 1996)
3. Penyakit kronik, seperti gagal ginjal, abses paru, bronkiektasis, empiema,
dll.
4. Kelainan darah
5. Ketidaksanggupan sumsum tulang membentuk sel-sel darah. (Arif
Mansjoer, 2001).
D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-
sum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi
tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus
yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak
sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor
diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau
dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil
samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk
dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)
segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi
normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada
sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya
kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah
membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini
kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat
kerja organ-organ penting, salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel
bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang
memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa
diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).
E. Pathway
F. Tanda dan Gejala
1. Lemah, lesu, pusing, mudah marah atau sulit konsentrasi.
2. Pucat terutama pada gusi dan kelopak mata atau bawah kuku.
3. Jantung berdebar nafas pendek.
4. Sariawan mulut atau lidah, bilur-bilur atau pendarahan tidak biasa.
5. Mati rasa atau kesemutan di daerah kaki.
6. Mual dan diare
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih,
kadar Fe, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12,
hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin, dan waktu
tromboplastin parsial.
2. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity
serum
3. Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan
kronis serta sumber kehilangan darah kronis.
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
a. Transplantasi sumsum tulang
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
2. Anemia pada penyakit ginjal
a. Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam
folat
b. Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
a. Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan
penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan
kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk
membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
a. Dicari penyebab defisiensi besi
b. Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan
fumarat ferosus.
5. Anemia megaloblastik
a. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor
intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus
diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau
malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
c. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan
penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan
gangguan absorbsi.
I. Komplikasi
Komplikasi anemia meliputi gagal jantung ,parestesia dan kejang pada
setiap tingkat anemia pasien dengan penyakit jantung cenderung lebih besar
kemungkinan mengalami angina atau segala gagal jantung kongestif dari pada
seseorang yang tidak mempunyai penyakit jantung (Brunner &
Suddart,2002:937)
Iskemia seluler
Kolaborasi pengawasan mempengaruhi
hasil pemeriksaan jaringan miokardial/
laboraturium. Berikan sel potensial risiko infark.
darah merah
lengkap/packed produk Mengidentifikasi
darah sesuai indikasi. defisiensi dan
kebutuhan pengobatan
/respons terhadap
terapi.
2 Setelah diberikan tindakan Observasi riwayat nutrisi, Mengidentifikasi
keperawatan selama 3x24 jam termasuk makan yang defisiensi,
diharapkan kebutuhan nutrisi disukai. memudahkan
terpenuhi intervensi.
Kriteria hasil : Observasi dan catat Mengawasi masukkan
a. Menunujukkan masukkan makanan pasien. kalori atau kualitas
peningkatan/mempertahankan kekurangan konsumsi
berat badan dengan nilai makanan.
laboratorium normal.
b. Tidak mengalami tanda mal Timbang berat badan Mengawasi
nutrisi. setiap hari.
penurunan berat badan
c. Mual muntah menurun atau efektivitas
d. Terjadi kenaikan BB intervensi nutrisi.
e. Menununjukkan perilaku, Berikan makan sedikit
Menurunkan
perubahan pola hidup untuk dengan frekuensi sering
kelemahan,
meningkatkan dan atau dan atau makan diantara
meningkatkan
mempertahankan berat badan waktu makan.
pemasukkan dan
yang sesuai.
mencegah distensi
gaster.
Observasi dan catat
kejadian mual/muntah, Gejala GI dapat
flatus dan dan gejala lain
menunjukkan efek
yang berhubungan.
anemia (hipoksia)
Berikan dan Bantu hygiene pada organ.
mulut yang baik ; sebelum
dan sesudah makan, Meningkatkan nafsu
gunakan sikat gigi.
makan dan
pemasukkan oral.
Menurunkan
pertumbuhan bakteri,
meminimalkan
kemungkinan infeksi.
Teknik perawatan
mulut khusus
mungkin diperlukan
bila jaringan
rapuh/luka/perdarahan
dan nyeri berat.
Kolaborasi pada ahli gizi Membantu dalam
untuk rencana diet. rencana diet untuk
memenuhi kebutuhan
individual.
Mencegah ekskoriasi
Mempermudah defekasi kulit dan kerusakan.
bila konstipasi terjadi.
Kolaborasi ahli gizi untuk
diet siembang dengan
tinggi serat dan bulk.
Serat menahan enzim
Kolaborasi ; berikan obat pencernaan dan
sesuai indikasi. mengabsorpsi air
dalam alirannya
sepanjang traktus
intestinal dan dengan
demikian
menghasilkan bulk,
yang bekerja sebagai
perangsang untuk
defekasi.
Menurunkan motilitas
usus bila diare terjadi.
Membantu dalam
rencana diet untuk
memenuhi kebutuhan
individual.
Kebutuhan
penggantian
tergantung pada tipe
anemia dan atau
adanyan masukkan
oral yang buruk dan
defisiensi yang
diidentifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC :
Jakarta.
Price, A. Sylvia. 2006. Patofisiologi Edisi I, EGC : Jakarta.