Telah memiliki akar, batang dan daun sejati serta berkas pengangkut
sehingga termasuk ke dalam kelompok tumbuhan Tracheophyta.
Tubuhnya makroskopis dengan ukuran yang bervariasi. Dapat berupa
semak, perdu, pohon, atau liana.
Alat perkembangbiakan jelas antara jantan dan betina yang berupa bunga
atau strobilus, dan dalam reproduksinya akan menghasilkan biji yang di
dalamnya terdapat embrio.
Generasi saprofitnya berupa tumbuhan dan generasi gametofitnya berupa
bunga.
Pada dasarnya tumbuhan berbiji dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
Gymnospermae telah hidup di bumi sejak periode Devon (410-360 juta tahun yang
lalu), sebelum era dinosaurus. Pada saat itu, Gymnospermae banyak diwakili oleh
kelompok yang sekarang sudah punah dan kini menjadi batu
bara: Pteridospermophyta (paku biji), Bennettophyta dan Cordaitophyta.
Anggota-anggotanya yang lain dapat melanjutkan keturunannya hingga sekarang.
Angiospermae yang ditemui sekarang dianggap sebagai penerus dari salah satu
kelompok Gymnospermae purba yang telah punah (paku biji).
Ciri-ciri Gymnospermae
Reproduksi Gymnospermae
1) Divisi Coniferophyta
Tetumbuhan runjung atau konifer (Pinophyta atau Coniferae) adalah
sekelompok tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae) yang
memiliki runjung ("cone") sebagai organ pembawa biji. Kelompok ini sekarang
ditempatkan sebagai divisio tersendiri setelah diketahui bahwa
pemisahan Gymnospermae dan Angiospermae secara kladistik adalah polifiletik.
Kurang lebih ada 550 spesies anggotanya, dengan bentuk berupa semak, perdu,
atau pohon. Kebanyakan anggotanya memiliki tajuk berbentuk kerucut dan
memiliki daun yang memanjang (lanset) atau berbentuk jarum (sehingga dikenal
juga sebagai tumbuhan berdaun jarum). Bentuk daun semacam ini dianggap
sebagai adaptasi terhadap habitat hampir semua anggotanya yang banyak dijumpai
di wilayah bersuhu relatif sejuk, seperti sekeliling kutub (circumpolar) atau di
dataran tinggi.
Di daerah tropika hanya beberapa jenis yang tumbuh di alam dan secara alami
menyukai daerah pegunungan yang sejuk. Di Indonesia terdapat beberapa
perwakilannya, seperti tusam (Pinus merkusii),
sejumlah Araucariaceae seperti damar (Agathis alba)dan damar laki-
laki (Araucaria cunninghamii), serta beberapa Podocarpus.
2) Divisi Coniferophyta
3) Divisi Ginkgophyta
Ginkgophyta merupakan genus tunggal dari salah satu divisio anggota tumbuhan
berbiji terbuka yang pernah tersebar luas di dunia. Pada masa kini tumbuhan ini
diketahui hanya tumbuh liar di Asia Timur Laut, namun telah tersebar luas di
berbagai tempat beriklim sedang lainnya sebagai pohon penghias taman atau
pekarangan. Bentuk tumbuhan modern ini tidak banyak berubah dari fosil-
fosilnya yang ditemukan. Petunjuk adanya Ginkgo diperoleh dari fosil-fosil
berumur dari kala Perm awal (280 juta tahun yang lalu). Pada masa keemasannya,
anggota Ginkgoaceae diperkirakan mencakup 16 marga (genera) dan merupakan
bagian penting dari vegetasi dunia. Diperkirakan keragaman ini terakhir menyusut
ketika terjadi periode glasial di awal Pleistosen. Akibatnya, pada masa kini hanya
tinggal satu jenis yang menjadi representasinya, yaitu pohon yang dikenal sebagai
ginkgo. Berdasarkan kajian cpDNA, populasi yang berhasil bertahan adalah yang
tumbuh di wilayah barat daya Cina sekarang. Dari sini, para
rahib Buddhisme menyebarkannya ke berbagai tempat di Asia Timur Laut.
Tumbuhan ini dimasukkan ke dalam Daftar Merah IUCN sejak 1997 karena
populasi-populasi alami di pedalaman Cina terancam oleh desakan populasi.
Biji ginkgo dapat dimakan dan diolah menjadi obat. Sejumlah produk
makanan suplemen mengandung ekstrak biji ginkgo, karena dianggap berkhasiat
mempertahankan daya ingat. Secara umum bermanfaat untuk kesehatan otak,
memperkuat daya ingat dan melancarkan aliran darah perifer.
4) Divisi Gnetophyta
Bunga
Bunga menjadi penciri yang paling nyata dan membedakannya dari kelompok
tumbuhan berbiji yang lain. Bunga membantu kelompok tumbuhan ini memperluas
kemampuan evolusi dan lungkang (ruang prasyarat hidup
atau niche) ekologisnya sehingga membuatnya sangat sesuai untuk hidup di
daratan.
Benang sari
Stamen atau benang sari jauh lebih ringan daripada organ dengan fungsi serupa
pada tumbuhan berbiji terbuka (yaitu strobilus). Benang sari telah berevolusi untuk
dapat beradaptasi dengan penyerbuk dan untuk mencegah pembuahan sendiri.
Adaptasi ke arah ini juga memperluas jangkauan ruang hidupnya.
Gametofit jantan yang sangat tereduksi (berada dalam serbuk sari dan hanya terdiri
dari tiga sel) sangat membantu mengurangi waktu antara penyerbukan, di saat
serbuk sari mencapai organ betina, dan pembuahan. Selang waktu normal antara
kedua tahap tersebut biasanya 12-24 jam. Pada Gymnospermae waktu yang
diperlukan untuk hal tersebut dapat mencapai setahun.
Karpela atau daun buah rapat membungkus bakal biji atau ovulum, sehingga
mencegah pembuahan yang tidak diinginkan. Sel sperma akan dikontrol
oleh putik untuk membuahi sel telur (ovum). Setelah pembuahan, karpela dan
beberapa jaringan di sekitarnya juga akan berkembang menjadi buah. Buah
berfungsi adaptif dengan melindungi biji dari perkecambahan yang tidak
diinginkan dan membantu proses penyebaran ke wilayah yang lebih luas.
Sebagaimana pada gametofit jantan, ukuran gametofit betina juga sangat berkurang
menjadi hanya tujuh sel dan terlindung dalam bakal biji. Ukuran yang mengecil ini
membantu mempercepat perkembangan hidup tumbuhan. Hanya kelompok
Angiospermae yang memiliki perilaku semusim dalam proses kehidupannya.
Perilaku ini membuatnya sangat mudah menjelajah lungkang yang jauh lebih luas.
Endosperma
Pembentukan endosperma pada biji adalah ciri khas Angiospermae yang sangat
mendukung adaptasi karena melengkapi embrio atau kecambah dengan cadangan
makanan dalam perkembangannya. Endosperma secara fisiologis juga memperkuat
daya serap biji akan hara yang diperlukan tumbuhan muda dalam
perkembangannya.
Pada awalnya, nama Angiospermae dimaksudkan oleh Paul Hermann (1690) bagi
seluruh tumbuhan berbunga dengan biji yang terbungkus dalam kapsula, dan
dipertentangkan dengan Gymnospermae sebagai tumbuhan berbunga dengan
buah achene atau berkarpela terbelah. Dalam pengertiannya, keseluruhan buah atau
bagiannya dianggap sebagai biji dan "terbuka". Kedua istilah ini dipakai
oleh Carolus Linnaeus dengan pengertian yang sama tetapi digunakan sebagai
nama-nama dari kelas Didynamia.
Ketika Robert Brown pada tahun 1827 menemukan bakal biji yang benar-benar
terbuka (tak terlindung) pada sikas dan tumbuhan runjung, ia memberikan nama
Gymnospermae bagi kedua kelompok tumbuhan ini. Tahun 1851 Wilhelm
Hofmeister menemukanperubahan-perubahan yang terjadi pada kantung
embrio dari tumbuhan berbunga (penyerbukan berganda). Hasil penemuan ini
menjadikan Gymnospermae sebagai kelas yang benar-benar berbeda dari dikotil,
dan istilah Angiospermae mulai diterapkan untuk semua tumbuhan berbiji yang
bukan kedua kelompok yang disebutkan Robert Brown. Pengertian terakhir inilah
yang masih bertahan hingga sekarang.
Tumbuhan berbiji belah (atau tumbuhan berkeping biji dua atau dikotil)
adalah segolongan tumbuhan berbunga yang memiliki ciri khas yang sama:
memiliki sepasang daun lembaga (kotiledon). Daun lembaga ini terbentuk sejak
dalam tahap biji sehingga biji sebagian besar anggotanya bersifat mudah terbelah
dua. Secara klasik, tumbuhan berbunga dibedakan menjadi dua kelompok besar,
yaitu tumbuhan berkeping biji dua dan tumbuhan berkeping biji
tunggal (monokotil). Sejumlah sistem klasifikasi tumbuhan yang berpengaruh,
seperti sistem Takhtajan dan sistem Cronquist mengakui kelompok ini
sebagai takson dan menamakannya kelas Magnoliopsida. Nama ini dibentuk
dengan menggantikan akhiran -aceae dalam nama Magnoliaceae dengan akhiran -
opsida (Pasal 16 dalam ICBN). Kelas Magnoliopsida dipakai sebagai
nama takson bagi semua tumbuhan berbunga bukan monokotil. Magnoliopsida
adalah nama yang dipakai untuk menggantikan nama yang dipakai sistem
klasifikasi yang lebih lama, kelas Dicotyledoneae (kelas "tumbuhan berdaun
lembaga dua" atau "tumbuhan dikotil").
Sistem klasifikasi APG II, yang perlahan-lahan mulai luas dipergunakan, tidak
mengakui kelompok ini lagi karena bersifat parafiletik: tidak utuh jika tumbuhan
berbiji tunggal tidak dimasukkan. Lebih jauh lagi, sistem ini menemukan bahwa
dalam kelompok ini terdapat paling tidak tujuh klade yang berbeda secara genetik.
(a) Suku getah - getahan (Euphorbiaceae), apabila dilukai bagian tubuhnya akan
mengeluarkan getah berwarna putih.
(c) Suku terung terungan (Solanaceae), cirinya bunga berbentuk bintang, terompet,
buah buni /buah kotak dengan lapisan dalam berair atau berdaging.
Tumbuhan bijinya berkeping tunggal (atau monokotil) adalah salah satu dari
dua kelompok besar tumbuhan berbunga yang secara klasik diajarkan; kelompok
yang lain adalah tumbuhan bijinya berkeping dua atau dikotil. Ciri monokotil yang
paling khas adalah bijinya tunggal karena hanya memiliki satu daun
lembaga,berakar serabut, daun berseling, tumbuhan biji berkeping satu, tulang
daun sejajar dan berbentuk pita . Kelompok ini diakui
sebagai takson (sebagai kelas maupun subkelas) dalam berbagai sistem klasifikasi
tumbuhan dan mendapat berbagai nama, seperti Monocotyledoneae, Liliopsida,
dan Liliidae.
Terdapat sekitar 50 ribu hingga 60 ribu jenis yang telah dikenal; menurut IUCN
terdapat 59.300 jenis. Orchidaceae (suku anggrek-anggrekan) adalah suku yang
memiliki anggota terbesar dalam dunia tumbuhan berbunga, dengan 20 ribu jenis.
Anggota suku padi-padian (Poaceae atau Graminae) dikenal sebagai suku dengan
areal penanaman terluas di dunia karena nilai pentingnya sebagai sumber bahan
pangan. Suku-suku lainnya yang tak kalah penting adalah suku pinang-pinangan
(Arecaceae atau Palmae), suku bawang-bawangan (Alliaceae), suku temu-temuan
(Zingiberaceae), dan suku pisang-pisangan (Musaceae). Banyak juga di antaranya
yang dibudidayakan sebagai tanaman hias.
Dampak Menurunnya Keanekaragaman Tumbuhan
KEPUNAHAN
KEKERINGAN
BANJIR
Pada musim penghujan dapat terjadi banjir karena tidak adanya pepohonan di
hutan yang dapat menyerap air hujan. banjir akan memberikan dampak terhadap
hidup manusia, seperti rusaknya infrastruktur, terputusnya transportasi, korban
nyawa, wabah penyakit dan masih banyak lainnya yang merugikan kelangsungan
hidup.
LONGSOR
Sebagaimana kita ketahui, pohon-pohon di hutan atau tebing dapat menahan tanah
dengan akarnya. Oleh karenanya jika pepohonan berkurang, tanah yang terguyur
air hujan tidak ada lagi yang menopangnya. Hal ini dapat mengakibatkan longsor
yang berdampak pada hilangnya nyawa manusia, rusaknya infrastruktur,
terputusnya jalur transportasi, dan masih banyak lainnya yang merugikan
kehidupan.
Penebangan bakau pada pesisir akan menyebabkan kenaikan muka air laut.
Sehingga tambak-tambak ikan dan udang beberapa wilayah di Indonesia akan ikut
tenggelam. Seperti di pantai-pantai Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh,
Sulawesi Selatan dan masih banyak lagi.