Anda di halaman 1dari 21

PEMERIKSAAN GENITALIA EKTERNA

1. Inspeksi
- Posisi pasien telentang dengan pinggul fleksi, abduksi, dan rotasi eksternal dan lutut
fleksi (litotomi)
- Genitalia eksterna: labia mayora, labia minora, klitoris, orifisium uretra, dan introitus
vaginalis (himen). Lihat apakah ada tanda-tanda inflamasi, benjolan, pembesaran
klitoris pada maskulanisasi.
2. Palpasi
- Palpasi labia mayora, labia minora, dan kelenjar bartolini. Dalam menentukan apakah
ada lesi, tanda-tanda inflamasi dan pembengkakan kelenjar bartolini.

PEMERIKSAAN SPEKULUM

a. Pemilihan Spekulum
Pilih spekulum kecil untuk pasien nulipara atau menopause dan ukuran medium untuk
multipara. Spekulum pediatrik untuk pasien anak-anak.
b. Insersi Spekulum dan Visualisasi Cerviks.
- Pegang spekulum pada pegangannya dalam keadaan tertutup. Membasahi spekulum
dengan air akan mempermudah insersi. Bahan lubrikan akan mengkontaminasi
spesimen, sebaiknya dihindari.
- Intoritus vagina dibuka dengan menyisihkan labium minus kelateral dengan jari tangan
kiri.
- Insersikan spekulum dengan posisi jam3-4. Spekulum harus melewati seluruh panjang
vagina. Hati-hati jangan sampai menyentuh daerah sensitif.
- Posisikan kembali spekulum kegaris tengah (jam6). Kemudian bukalah spekulum untuk
menampakkan serviks secara utuh. Kemudian kunci, untuk mempertahankan
pembukaan mulut spekulum.
- Perhatikan bentuk, ukuran, warna, massa, discharge dan lesi yang ada pada serviks dan
sekitarnya.
- Lakukan pap smear dan IVA bila memang direncanakan dari awal.
c. Setelah selesai, keluarkan spekulum setelah membuka kunci dan dengan posisi seperti saat
dimasukkan.
Referensi : Pengantar Klinik ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

PEMERIKSAAN BIMANUAL
Dengan pemeriksaan ini pemeriksa berusaha mendapatkan kesan tentang keadaan
genitalia interna. Pemeriksaan ini hanya bisa dilakukan pada penderita yang sudah atau
pernah menikah.
a. Prosedur Umum
Dua jari tangan kanan pemeriksa (Jari telunjuk dan jari tengah) dimasukkan kedalam
vagina dan tangan kiri pemeriksa diletakkan pada perut bagian bawah di atas symphysis
pubis. Gunakan bahan lubrikan untuk memudahkan pemeriksaan.
b. Pemeriksaan Organ Pelvis
Serviks
Periksalah bentuk, ukuran, mobilitas dan ada tidaknya nyeri dan lesi.
Uterus
Periksalah bentuk, ukuran, mobilitas dan ada tidaknya nyeri, dan posisi (antefleksi
atau retrofleksi)
Ukuran tergantung pada paritas dan umur pasien, tetapi secara rata-rata ukuran uterus
normal adalah sebesar telur bebek. Bentuk uterus seperti bola lampu yang gepeng
dalam arah muka belakang, sedangkan permukaannya licin.
Konsistensi pada saat tidak hamil padat kenyal seperti konsistensi otot bisep saat
berkontraksi. Pada saat hamil konsistensinya lunak.
Letak uterus dianggap normal bila dalam posisi antefleksi. Dengan kedua jari dalam
forniks posterior uterus dalam antefleksi jelas teraba, sebaliknya uterus dalam
retrofleksi hanya teraba portionya saja. Supaya lebih jelas maka jari yang berada di
dalam dipindahkan ke forniks anterior dan kedua tangan didekatkan. Pada posisi
antefleksi corpus uteri dapat teraba sedangkan pada retrofleksi tidak dapat teraba
apa-apa.
Kemungkinan pergerakan uterus dapat diketahui dengan cara mencoba mengangkat
uterus dengan jari yang berada di dalam dan kemudian menekannya kebawah dengan
tangan yang berada diluar. Perhatikan apakah pergerakan menimbulkan nyeri. Dicoba
pula apakah serviks dapat digerakkan kekanan dan kekiri. Kemungkinan pergerakan
ini sangat tergantung pada kekenyalan (elastisitas) parametrium.
Adneks
Kemudian pemeriksa meletakkan jari yang berada didalam pada forniks lateral dan
tangan yang berada diluar dipindahkan kesamping. Hal ini untuk melakukan
pemeriksaan ovarium dan adneksa. Pemeriksaan ini juga sekaligus untuk memeriksa
keadaan parametrium. Bila ovarium tertekan maka pasien akan mengalam perasaan
nyeri seperti yang dialami pria saat testisnya tertekan karenanya harus dihindari.
Bila teraba tumor ditentukan besarnya, konsistensi, mobilitas, batas, nyeri dan
kemungkinan pergerakannya.
Referensi : Pengantar Klinik ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

PEMERIKSAAN REKTAL
Pemeriksaan colok dubur merupakan pelengkap pemeriksaan fisik abdomen dan genitalia
yang dilakukan dengan indikasi pemeriksaan rekto abdominal, pemeriksaan uterus dan adneksa
serta pemeriksaan genitalia pada nullipara.
Alat dan Bahan : 1. Ranjang periksa 2. Sarung tangan 3. Pelumas 4. Sabun dan air bersih
5. Handuk bersih dan kering 6. Larutan antiseptik 7. Senter
Prosedur Tindakan dan Pelaksanaan :
1. Persiapan alat dan bahan
2. Persetujuan pemeriksaan
3. Jelaskan tentang prosedur pemeriksaan
4. Jelaskan tentang tujuan pemeriksaan
5. Jelaskan bahwa proses pemeriksaan mungkin akan menimbulkan perasaan khawatir/ kurang
menyenangkan tetapi pemeriksa berusaha menghindarkan hal tersebut.
6. Pastikan bahwa pasien telah mengerti prosedur dan tujuan pemeriksaan.
7. Mintakan persetujuan lisan untuk melakukan pemeriksaan.
Pada pemeriksaan ini, kita dapat memilih posisi pasien sbb:
a. Left lateral prone position Letak miring memudahkan pemeriksaan inspeksi dan palpasi anal
kanal dan rektum. Tetapi posisi ini kurang sesuai untuk pemeriksaan peritoneum.
b. Litothomy position Posisi litotomi biasanya dilakukan pada pemeriksaan rutin yang tidak
memerlukan pemeriksaan anus secara detail. Dianjurkan dalam pemeriksaan prostate dan vesika
seminalis karena memudahkan akses pada cavum peritoneal.
c. Knee-chest position Posisi ini biasanya tidak/kurang menyenangkan bagi pasien.
d. Standing elbow-knee position Posisi ini jarang digunakan. Pemeriksaan :
1. Mintalah pasien mengosongkan kandung kemih.
2. Persilahkan pasien untuk berbaring dengan salah satu posisi diatas.
3. Minta pasien untuk menurunkan pakaian dalam (celana), hingga regio analis terlihat
jelas.
4. Mencuci tangan.
5. Menggunakan sarung tangan
6. Menggunakan pelumas secukupnya pada tangan kanan.
7. Inspeksi regio analis, perhatikan apakah ada kelainan
8. Penderita diminta mengedan, letakkan ujung jari telunjuk kanan pada anal orificium
dan tekanlah dengan lembut sampai sfingter relaksasi. Kemudian fleksikan ujung jari
dan masukkan jari perlahan-lahan sampai sebagian besar jari berada di dalam canalis
analis.
9. Palpasi daerah canalis analis, nilailah adakah kelainan
10. Menilai tonus sfingter ani.
11. Menilai struktur dalam rektum yang lebih dalam.
12. Menilai ampula rekti kolaps atau tidak
13. Pemeriksaan khusus - Uterus dan adneksa : Periksa dan nilai kavum Douglas pada
forniks posterior vagina.
14. Setelah selesai, keluarkan jari telunjuk dari rectum, perhatikan apakah pada sarung
tangan terdapat bekas feses, darah, dan lendir.
15. Cuci tangan yang masih memakai sarung tangan dengan air mengalir
16. Buka sarung tangan dan tempatkan pada wadah yang disediakan
17. Bersihkan pasien dengan larutan antiseptik di sekitar regio analis.
18. Beritahukan pasien bahwa pemeriksaan sudah selesai dan persilahkan pasien untuk
duduk di tempat yang sudah disediakan.
19. Dokumentasi hasil pemeriksaan
Referensi : BUKU PANDUAN KETERAMPILAN KLINIK UNHAS

PEMERIKSAAN REKTOVAGINAL

Pemeriksaan ini hanya boleh dilakukan pada penderita yang sudah atau pernah
menikah. Pemeriksaan ini berguna untuk melihat proses di belakang dan kiri kanan
dari uterus. Cara pemeriksaannya :
a. Masukkan jari tengah tangan kanan ke dalam rektum kemudian telunjuk
dimasukkan ke dalam vagina. Gunakan lubrikasi.
b. Tangan yang berada di luar mendekatkan apa yang hendak diperiksa pada tangan
yang berada di dalam.
c. Palpasi pada struktur pelvis melengkapi palpasi vagina. Palpasi ligamen
uterosakral untuk mengetahui adanya nodul, nyeri atau kekakuan (infiltrat).
Keadaan seperti endometriosis retrocervical dan keadaan parametrium lebih jelas
teraba. Juga akan bisa teraba infiltrat dan tumor.
Referensi : Pengantar Klinik ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

SWAB VAGINAL DAN DUH (DISCHARGE) GENITAL

INDIKASI
Pasien yang dicurigai mengalami :
a. Bakterial vaginosis
b. Vaginitis akibat infeksi Trichomonas vaginalis
c. Vulvovaginitis Candida albicans
PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN
- Air mengalir
- 5 ml NaCl fisiologis steril dalam tabung reaksi
- Larutan antiseptik
- Kapas lidi steril / cotton swab/ dacron (3-4 batang)
- Lap kering, handuk kecil atau tissue
- Kapas dengan alkohol 70%
- Lampu spiritus/bunsen
- Kaca benda
- Sarung tangan steril
- Vaginal Swab Specimen Collection Kit
- Cover glass/ De Glass
- KOH 10%
- Baskom berisi larutan khlorin 0,5%
- Tempat sampah medis
- Sabun cair
- Tempat sampah non-medis
Menyiapkan Pasien
1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri anda, serta
tanyakan keadaannya. Klien dipersilakan duduk.
2. Berikan informasi umum pada klien atau keluarganya tentang pengambilan
darah, tujuan dan manfaat untuk keadaan klien.
3. Berikan jaminan pada klien atau keluarganya tentang keamanan atas tindakan
yang anda lakukan.
4. Berikan jaminan pada klien atau keluarganya tentang kerahasiaan yang
diperlukan klien.
5. Jelaskan pada klien tentang hak-hak klien atau keluarganya, misalnya tentang
hak untuk menolak tindakan pengambilan sekret pada alat kelamin tanpa
kehilangan hak akan pelayanan lain.
6. Mintalah kesediaan klien untuk pengambilan genital discharge.
Menyiapkan Alat dan Bahan
7. Letakkan semua alat dan bahan yang diperlukan di tempatnya yang mudah
dicapai.
8. Bersihkanlah kaca benda yang akan dipakai dengan kapas alkohol dan
sterilkan dengan melewatkan kaca benda tersebut pada nyala api.
9. Tulislah identitas penderita dengan spidol permanen pada Beri nilai untuk
setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: 1. Perlu
perbaikan: langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak
sesuai urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan. 2. Mampu:
Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya, tetapi
tidak efisisen 3. Mahir: Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai
dengan urutan dan efisien. TS Tidak Sesuai: Langkah tidak perlu dilakukan
karena tidak sesuai dengan keadaan. bagian kaca benda tersebut: nama atau
nomor register penderita.
10. Letakkan kaca benda tersebut mendatar di atas meja.
Menyiapkan Diri Untuk Pengambilan Specimen
11. Lakukanlah cuci tangan cuci tangan rutin
12. Pakailah sarung tangan steril
13. Berdirilah disebelah kanan penderita
Mengambil Genital Discharge
14. Pasien diminta melepaskan celana yang menutupi bagian organ genitalnya dan
diminta untuk tidur tertelentang.
15. Pasien diminta dalam posisi litotomi
Prosedur umum pengambilan vaginal discharge
a. Bukalah sebagian pembungkus kapas lidi steril. Ambillah secara perlahan
dengan lege artis, jangan menyentuh bagian halus dari kapas lidi atau mengenai
bagian luar dari pembungkus kapas lidi.
b. Peganglah kapas lidi dengan meletakkannya diantara ibu jari dan jari telunjuk.
c. Masukkan kapas lidi steril ke dalam vagina secara berhati - hati kira-kira 2 inchi
( sekitar 5 cm ) melalui introitus vagina kemudian putar secara hati hati selama
10 sampai 30 detik. Pastikan kapas lidi menyentuh dinding vagina sampai
spesimen meresap pada kapas lidi.
d. Keluarkann kapas lidi perlahan tanpa menyentuh vulva dan kulit.
e. Sambil memegang swab, bukalah penutup dari tabung. Jangan menumpahkan
isi tabung. Jika isi tabung tumpah, maka ambil Vaginal Swab Specimen
Collection Kit yang baru.
f. Segera masukkan kapas lidi ke dalam medium transport, jangan mengenai
dinding tabung. Pastikan semua bagian kapas berada dalam isi medium
transport.
g. Patahkanlah ujung atas kapas lidi secara berhati-hati.
h. Tutuplah medium transport dengan erat.
i. Buanglah ujung kapas lidi ke dalam tempat sampah medis.
Preparat Basah dan Pewarnaan Gram Vaginal Discharge
Pengambilan vaginal discharge untuk memdeteksi T. Vaginalis, C. Albicans dan G.
Vaginalis
Persiapan pasien :
Pasien diminta memposisikan dirinya dalam posisi litotomi.
a. Membuat preparat basah untuk melihat motilitas pada T.vaginalis :
1. Ambillah kapas lidih steril kemudian masukkan ke dalam vagina
perlahan tanpa menyentuh daerah vulva.
2. Putarlah kapas lidi dan tekan sekitar 10 sampai 30 detik untuk
memastikan discharge meresap pada kapas lidi dan keluarkan perlahan.
3. Letakkan vaginal discharge pada kaca benda yang telah didisinfeksi.
Pastikan semua discharge mengenai kaca benda.
4. Teteskan cairan fisiologis ( NaCl 0,9% ) dan buat apusan secara
perlahan hingga merata.
5. Buanglah kapas lidi ke dalam tempat sampah medis.
6. Tutuplah apusan dengan cover glass.
7. Lakukan pengamatan terhadap preparat basah di bawah mikroskop.

b. Pembuatan preparat kering untuk pewarnaan gram ( untuk melihat adanya clue
cells dan pseudohyphae pada C.albicans.
1. Ambillah kapas lidih steril kemudian masukkan ke dalam vagina
perlahan tanpa menyentuh daerah vulva.
2. Putarlah kapas lidi dan tekan sekitar 10 sampai 30 detik untuk
memastikan discharge meresap pada kapas lidi dan keluarkan perlahan.
3. Buatlah apusan secara tipis dan merata pada kaca benda yang telah di
desinfeksi.
4. Buanglah kapas lidi ke dalam tempat sampah medis.
5. Lakukan pewarnaan gram
6. Lakukan pengamatan terhadap preparat kering di bawah mikroskop.
Pemeriksaan pH
a. Ambillah kapas lidih steril kemudian masukkan ke dalam vagina perlahan tanpa
menyentuh daerah vulva.
b. Putarlah kapas lidi dan tekan sekitar 10 sampai 30 detik untuk memastikan
discharge meresap pada kapas lidi dan keluarkan perlahan.
c. Ambillah kertas pH kemudian apuskan vaginal discharge yang ada pada kapas
lidi di atas permukaan kertas pH.
d. Lakukan pengamatan terhadap perubahan warna sesegera mungkin dengan
membandingkannya pada color chart untuk menentukan pH sampel tersebut.
e. Lakukan pencatatatn hasil pada lembaran hasil pemeriksaan laboratorium atau
pada rekam medik pasien.
WHIFF TEST
a. Ambillah kaca benda steril dan letakkan vaginal discharge pada permukaan kaca
benda.
b. Tambahkan 1 tetes KOH 10% ( potassium hydroxide 10%) pada permukaan
kaca benda mengenai vaginal discharge.
c. Lakukan penilaian terhadap bau yang ditimbulkan. Whiff test dikatakan positif
jika berbau seperti fishy odor.
Pemeriksaan KOH 10% untuk menilai budding yeast atau pseudohyphae.
a. Ambillah kaca benda steril dan buatlah apusan vaginal discharge pada
permukaan kaca benda.
b. Tambahkan 1 hingga 2 tetes KOH 10% kemudian tutup dengan cover glass.
c. Lakukan pengamatan di bawah mikroskop tehadapa prepasat basah KOH untuk
melihat budding yeast atau pseudohyphae.
Setelah Pengambilan Specimen Selesai
1. Masukkan tangan yang masih bersarung tangan ke dalam baskom berisi larutan
khlorin 0,5%, gosokkan kedua tangan untuk membersihkan bercak-bercak sekret
urethra yang mungkin menempel pada sarung tangan.
2. Lepaskanlah kedua sarung tangan dan buanglah ke dalam tempats ampah medis
3. Cucilah kedua tangan secara asepsis.
Pengiriman Specimen
1. Tulislah surat pengantar pemeriksaan laboratorium yang lengkap berisi: a. Tanggal
pengiriman b. Tanggal dan jam pengambilan specimen c. Data penderita (nama, umur,
jenis kelamin, alamat, nomor rekam medik) d. Identitas pengirim e. Jenis spesimen:
vaginal discharge f. Pemeriksaan laboratorium yang diminta g. Transport
media/pengawet yang digunakan h. Keterangan klinis.
2. Tulislah pada label tabung medium transpor: - Data penderita - Tanggal pengambian
vaginal discharge.
3. Masukkanlah botol/tabung medium transpor ke dalam tabung lain.
4. Bungkuslah preparat hapus ayang telah difiksasi dalam kertas tissue, dan masukkan
ke amplope dengan data penderita
5. Bawalah botol medium transpor dan preparat hapus tadi ke laboratorium pada suhu
kamar.
Referensi : BUKU PANDUAN KETERAMPILAN KLINIK UNHAS
PAP SMEAR

Definisi Pap Smear

Pap Smear atau tes Pap adalah suatu proseduruntuk memeriksa kanker serviks pada
wanita. Pap Smear meliputi pengumpulan sel-sel dari leher rahim dan kemudian diperiksa
di bawah mikroskop untuk mendeteksi lesi kanker atau prakanker. Tes Pap merupakan tes
yang aman, murah dan telah dipakai bertahun-tahun lamanya untuk mendeteksi kelainan-
kelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim.6,7
Skrining utama dari kanker serviks selama 60 tahun terakhir adalah tes
Papanicolaou. Tes Papanicolaou, juga dikenal sebagai tes Pap atau Pap smear,
dikembangkan pada 1940-an oleh Georgios Papanikolaou. Pap smear mengambil nama dari
Papanikolau, yang merupakan seorang dokter yang meneliti, mengumumkan serta
mempopulerkan tentang teknik tersebut. Berkas penelitian yang dilakukan dengan ahli
patologi Dr Herbert Traut mempunyai dampak yang luar biasa pada pengurangan jumlah
kematian akibat kanker rahim di seluruh dunia. Pada awalnya diharapkan untuk mendeteksi
kanker leher rahim pada tahap awal, tetapi seiring waktu bahkan lesi pra-kanker juga dapat
terdeteksi.7,8

Tujuan dan Manfaat Pap Smear

Tujuan dan manfaat pap smear, yaitu:


1. Evaluasi sitohormonal

Penilaian hormonal pada seorang wanita dapat dievaluasi melalui pemeriksaan


pap smear yang bahan pemeriksaannya adalah sekret vagina yang berasal dari dinding
lateral vagina satu per tiga bagian atas.

2. Mendiagnosis peradangan

Peradangan pada vagina dan serviks pada umumnya dapat didiagnosa dengan
pemeriksaan pap smear. Baik peradangan akut maupun kronis. Sebagian besar akan
memberi gambaran perubahan sel yang khas pada sediaan pap smear sesuai dengan
organisme penyebabnya. Walaupun terkadang ada pula organisme yang tidak
menimbulkan reaksi yang khas pada sediaan pap smear.

3. Identifikasi organisme penyebab peradangan

Dalam vagina ditemukan beberapa macam organisme/kuman yang sebagian


merupakan flora normal vagina yang bermanfaat bagi organ tersebut. Pada umumnya
organisme penyebab peradangan pada vagina dan serviks sulit diidentifikasi dengan pap
smear, sehingga berdasarkan perubahan yang ada pada sel tersebut, dapat diperkirakan
organisme penyebabnya.

4. Mendiagnosis kelainan prakanker (displasia) leher rahim dan kanker leher rahim dini
atau lanjut (karsinoma/invasif).

Pap smear paling banyak dikenal dan digunakan adalah sebagai alat pemeriksaan
untuk mendiagnosis lesi prakanker atau kanker leher rahim. Pap smear yang semula
dinyatakan hanya sebagai alat skrining deteksi kanker mulut rahim, kini telah diakui
sebagai alat diagnostik prakanker dan kanker leher rahim yang ampuh dengan ketepatan
diagnostik yang tinggi, yaitu 96% terapi didiagnostik sitologi tidak dapat menggantikan
diagnostik histopatologik sebagai alat pemasti diagnosis. Hal itu berarti setiap diagnosik
sitologi kanker leher rahim harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi jaringan
biopsi leher rahim, sebelum dilakukan tindakan selanjutnya.

5. Memantau hasil terapi

Memantau hasil terapi hormonal, misalnya infertilitas atau gangguan endokrin.


Memantau hasil terapi radiasi pada kasus kanker leher rahim yang telah diobati dengan
radiasi, memantau adanya kekambuhan pada kasus kanker yang telah dioperasi,
memantau hasil terapi lesi prakanker atau kanker leher rahim yang telah diobati dengan
elekrokauter kriosurgeri, atau konisasi.9

Indikasi tes pap smear

Tes Pap Smear diindikasikan untuk skrining lesi kanker dan lesi prakanker dari serviks.
Wanita yang dianjurkan untuk melakukan tes pap smear biasanya mereka yang tinggi aktifitas
seksualnya. Namun tidak menjadi kemungkinan juga wanita yang tidak mengalami aktivitas
seksualnya memeriksakan diri.
Abnormal sitologi serviks paling sering pada wanita muda dan hampir seluruh kelainan
sitologi pada remaja terselesaikan tanpa pengobatan. Wanita di bawah usia 21 tahun terhitung
hanya 0,1% yang mengidap kanker serviks dan tidak ada bukti yang kuat bahwa skrining kanker
serviks pada kelompok usia tersebut dapat menurunkan insidensi, morbiditas atau mortalitas dari
kanker serviks. Menyadari fakta tersebut dan kemungkinan skrining kanker serviks
menyebabkan evaluasi tidak perlu dan berpotensi berbahaya pada wanita berisiko sangat rendah
untuk keganasan, ACOG merevisi pedoman skrining kanker serviks, yaitu dimulai saat usia 21
tahun, tanpa mempertimbangkan riwayat seksual sebelumnya.8

Tabel.1 Summary of 2012 Screening Guidelines from the American Cancer Society, American
Society for Colposcopy and Cervical Pathology, and American Society for Clinical Pathology
Parameter ACS Rekomendasi

Usia memulai Mulai skrining sitologi pada usia 21 tahun, tanpa mempertimbangkan riwayat
skrining seksual sebelumnya.
Skrining antara Skrining dengan sitologi saja setiap 3 tahun. * Pemeriksaan HPV tidak harus
usia 2129 dilakukan pada kelompok umur ini.
Skrining antara Skrining dengan kombinasi sitologi dan pemeriksaan HPV setiap 5 tahun
usia 30-65 (dianjurkan) atau sitologi saja setiap 3 tahun. * Skrining HPV saja secara umum
tidak direkomendasikan..
Usia berhenti Usia 65 tahun, jika wanita memiliki skrining awal negatif dan tidak dinyatakan
skrining risiko tinggi kanker serviks.
Skrining setelah tidak diindikasikan untuk wanita tanpa leher rahim dan tanpa riwayat lesi prakanker
histerektomi grade tinggi (misalnya, CIN2 atau CIN3) dalam 20 tahun terakhir atau kanker
serviks.
Wanita yang vaksin Skrining dengan rekomendasi yang sama dengan wanita tanpa vaksin HPV.
HPV
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pap Smear
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pap smear, yaitu :
1. Umur
Perubahan sel-sel abnormal pada leher rahim paling sering ditemukan pada usia
35-55 tahun dan memiliki resiko 2-3 kali lipat untuk menderita kanker leher rahim.
Semakin tua umur seseorang akan mengalami proses kemunduran, sebenarnya proses
kemunduran itu tidak terjadi pada suatu alat saja, tetapi pada seluruh organ tubuh. Semua
bagian tubuh mengalami kemunduran, sehingga pada usia lebih lama kemungkinan jatuh
sakit.
2. Sosial ekonomi
Golongan sosial ekonomi yang rendah sering kali terjadi keganasan pada sel-sel
mulut rahim, hal ini karena ketidak mampuan melakukan pap smear secara rutin.
3. Paritas
Paritas adalah seseorang yang sudah pernah melahirkan bayi yang dapat hidup.
Paritas dengan jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak persalinan terlampau dekat
mempunyai resiko terhadap timbulnya perubahan sel-sel abnormal pada leher rahim. Jika
jumlah anak menyebabkan perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut rahim yang
dapat berkembang pada keganasan.
4. Usia wanita saat nikah
Usia menikah <20 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami perubahan sel-
sel mulut rahim. Hal ini karena pada saat usia muda sel-sel rahim masih belum matang,
maka sel-sel tersebut tidak rentan terhadap zat-zat kimia yang dibawa oleh sperma dan
segala macam perubahanya, jika belum matang, bisa saja ketika ada rangsangan sel yang
tumbuh tidak seimbang dan sel yang mati, sehingga kelebihan sel ini bisa merubah sifat
menjadi sel kanker.9
Prosedur Pemeriksaan Pap Smear

Prosedur pemeriksaan Pap Smear adalah:


1.
Persiapan alat-alat yang akan digunakan, meliputi spekulum bivalve (cocor bebek),
spatula Ayre, kaca objek yang telah diberi label atau tanda, dan alkohol 95%.
2.
Pasien berbaring dengan posisi litotomi.
3.
Pasang spekulum sehingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks posterior, serviks
uterus, dan kanalis servikalis.
4.
Periksa serviks apakah normal atau tidak.
5.
Spatula dengan ujung pendek dimasukkan ke dalam endoserviks, dimulai dari arah jam
12 dan diputar 360 searah jarum jam.
6.
Sediaan yang telah didapat, dioleskan di atas kaca objek pada sisi yang telah diberi tanda
dengan membentuk sudut 45 satu kali usapan.
7.
Celupkan kaca objek ke dalam larutan alkohol 95% selama 10 menit.
8.
Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam wadah transpor dan dikirim ke ahli patologi
anatomi. 10,11,12
Pada gambar dibawah ini, terdapat ilustrasi dari pemeriksaan Pap Smear.

Gambar 1. Prosedur Pemeriksaan Pap Smear

Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/1947979-overview

Syarat Pengambilan Bahan


Penggunaan pap smear untuk mendeteksi dan mendiagnosis lesi prakanker dan
kanker leher rahim, dapat menghasilkan interpretasi sitologi yang akurat bila memenuhi
syarat yaitu:
1.
Bahan pemeriksaan harus berasal dari porsio leher rahim.
2.
Pengambilan pap smear dapat dilakukan setiap waktu diluar masa haid, yaitu sesudah
hari siklus haid ketujuh sampai dengan masa pramenstruasi.
3.
Apabila klien mengalami gejala perdarahan diluar masa haid dan dicurigai penyebabnya
kanker leher rahim, sediaan pap smear harus dibuat saat itu walaupun ada perdarahan.
4.
Pada peradangan berat, pengambilan sediaan ditunda sampai selesai pengobatan.
5.
Klien dianjurkan untuk tidak melakukan irigasi vagina (pembersihan vagina dengan zat
lain), memasukkan obat melalui vagina atau melakukan hubungan seks sekurang-
kurangnya 24 jam, sebaiknya 48 jam.
6.
Klien yang sudah menopause, pap smear dapat dilakukan kapan saja.13

Interpretasi Hasil Pap Smear


Terdapat banyak sistem dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan Pap Smear,
sistem Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithelial Neoplasma (CIN), dan sistem
Bethesda.
Klasifikasi Papanicolaou membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas, yaitu:
1. Kelas I : tidak ada sel abnormal.
2. Kelas II : terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi adanya
keganasan.
3. Kelas III : gambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia ringan sampai
sedang.
4. Kelas IV : gambaran sitologi dijumpai displasia berat.
5. Kelas V : keganasan.

Sistem CIN pertama kali dipublikasikan oleh Richart RM tahun 1973 di Amerika Serikat
Pada sistem ini, pengelompokan hasil uji Pap Smear terdiri dari:
1.
CIN I merupakan displasia ringan dimana ditemukan sel neoplasma pada kurang dari
sepertiga lapisan epitelium.
2.
CIN II merupakan displasia sedang dimana melibatkan dua pertiga epitelium.
3.
CIN III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang dimana telah melibatkan
sampai ke basement membrane dari epitelium.14

Klasifikasi Bethesda pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988. Setelah melalui beberapa
kali pembaharuan, maka saat ini digunakan klasifikasi Bethesda 2001. Klasifikasi Bethesda 2001
adalah sebagai berikut :
1. Sel skuamosa
a. Atypical Squamous Cell of Undetermined Significance (ASC-US) yaitu sel skuamosa
atipikal yang tidak dapat ditentukan secara signifikan. Sel skuamosa adalah datar, tipis
yang membentuk permukaan serviks.
b. Low-grade Squamous Intraephitelial Lesion (LSIL) , yaitu tingkat rendah berarti
perubahan dini dalam ukuran dan bentuk sel. Lesi mengacu pada daerah jaringan
abnormal, intaepitel berarti sel abnormal hanya terdapat pada permukaan lapisan sel-sel.
c. High-grade Squamosa Intraepithelial (HSIL) berarti bahwa terdapat perubahan yang jelas
dalam ukuran dan bentuk abnormal sel-sel (prakanker) yang terlihat berbeda dengan sel-
sel normal.
d. Squamous Cells Carcinoma

2. Sel glandular
a.
Atypical Glandular Cells(AGC), specify endocervical, endometrial or not otherwise
specified (NOS)
b.
Atypical Endocervical Cells, favor neoplastic, specify endocervical or not otherwise
specified (NOS)
c.
Endocervical AdenocarcinomaIn situ(AIS)
d.
Adenocarcinoma.15

Gambar 2. Alur penatalaksanaan hasil pap smear


DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. In: Pemeriksaan Ginekologik. Jakarta: PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo,164-165.
2. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi6.

Jakarta: EGC.
3. Ries LA, Melbert D, Krapcho M, Stinchcomb DG, Howlander N, Horner MJ, et al.

2009. SEER cancer statistics review. Bethesda (MD): National Cancer Institute.
4. U.S. Cancer Statistics Working Group. 2010. United States Cancer Statistics: 1999-

2007 Incidence and Mortality Web-based Report . Atlanta (GA): Department of Health

and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, and National Cancer

Institute.
5. Cervical cancer, human papillomavirus (HPV), and HPV vaccines: Key points for

policy-makers and health professionals. 31 December 2008. World Health Organization.


6. Diananda, R. 2009. Panduan Lengkap Mengenai Kanker. Yogyakarta: Mirza Media Pustaka.
7. Mayo Clinic. 2011. (http://www.mayoclinic.com/health/pap-smear/MY00090 diakses 18 Juli

2012).
8. Karjane NW, Chelmow D. Pap Smear. Medscape Medical News; 2012.

(http://emedicine.medscape.com/article/1947979-overview#showall diakses 18 Juli 2012).


9. Lestadi, Julisar. 2009. Sitologi Pap Smear : Alat Pencegahan & Deteksi Dini Kanker Leher

Rahim. Jakarta : EGC.


10. Cervical Cytology Screening. December 2009. ACOG Practice Bulletin.
11. Fitria, A. 2007. Panduan Lengkap Kesehatan Wanita. Yogyakarta: Gala Ilmu Semesta.
12. Soepardiman. 2002. Cermin Dunia Kedokteran: Pemeriksaan Pap Smear.
13. Manuaba, Ida Ayu Chandranita. Memahami Kesehatan Reproduksi Perempuan.Jakarta; EGC.

2009. Hal. 61-62.


14. Rasjidi, Imam. 2008. Manual Prakanker Serviks. Jakarta : Sagung Seto.
15. Romauli, S. dan Vindari, A. 2011. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Nuha Medik.
16. Octavia, Chintami. 2009. Gambaran Pengetahuan Ibu Mengenai Pemeriksaan Pap Smear di

Kelurahan Petisah Tengah, Skripsi. Medan USU.


17. Marquardt, N., 2002. Cervical Neoplasma and Carcinoma. In: Marquardt, N., ed.Obstetrics

and Gynecology, 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,547-565.

PEMERIKSAAN IVA

Pada pemeriksaan ini, pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat


serviks yang telah diberi asam asetat 3-5% secara inspekulo. Setelah

Pengertian serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada
serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai
normal atau abnormal. Dibutuhkan waktu satu sampai dua menit untuk
dapat melihat perubahan-perubahan pada jaringan epitel.

Prosedur
A. JADWAL IVA
1. Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
2. Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia
35-55 tahun

3. Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-
55 tahun (Nugroho Taufan, dr. 2010:66)

4. Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada


wanita usia 25-60 tahun.

5. Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali


seumur hidup memiliki dampak yang cukup signifikan.

6. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif


(+) adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun
B. SYARAT MENGIKUTI PEMERIKSAAN IVA

1. 1Sudah pernah melakukan hubungan seksual


2. Tidak sedang datang bulan/haid
3. Tidak sedang hamil
4. 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual

C. PERSIAPAN ALAT
1. Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi
litotomi.

2. Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada


pada posisi litotomi.

3. Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks

4. Spekulum vagina

5. Asam asetat (3-5%)

6. Swab-lidi berkapas

7. Sarung tangan
D. PELAKSANAAN
1. Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien akan mendapat
penjelasan mengenai prosedur yang akan dijalankan. Privasi
dan kenyamanan sangat penting dalam pemeriksaan ini.
2. Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi (berbaring dengan
dengkul ditekuk dan kaki melebar).
3. Vagina akan dilihat secara visual apakah ada kelainan dengan
bantuan pencahayaan yang cukup.
4. Spekulum (alat pelebar) akan dibasuh dengan air hangat dan
dimasukkan ke vagina pasien secara tertutup, lalu dibuka untuk
melihat leher rahim.
5. Bila terdapat banyak cairan di leher rahim, dipakai kapas steril
basah untuk menyerapnya.
6. Dengan menggunakan pipet atau kapas, larutan asam asetat 3-
5% diteteskan ke leher rahim. Dalam waktu kurang lebih satu
menit, reaksinya pada leher rahim sudah dapat dilihat.
7. Bila warna leher rahim berubah menjadi keputih-putihan,
kemungkinan positif terdapat kanker. Asam asetat berfungsi
menimbulkan dehidrasi sel yang membuat penggumpalan
protein, sehingga sel kanker yang berkepadatan protein tinggi
berubah warna menjadi putih.
8. Bila tidak didapatkan gambaran epitel putih padadaerah
transformasi bearti hasilnya negative.

E. KATEGORI IVA
Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang
dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan
adalah:

1. IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.


2. IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan
jinak lainnya (polip serviks).
3. IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium).
Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker
serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada
diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat
atau kanker serviks in situ).
4. IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya
penurunan temuan stadium kanker serviks, masih akan
bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks bila
ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA).

F. PENATALAKSANAAN IVA
1. Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung
leher rahim yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-
5%, jika ada perubahan warna atau tidak muncul plak putih,
maka hasil pemeriksaan dinyatakan negative. Sebaliknya jika
leher rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak
putih, maka dinyatakan positif lesi atau kelainan pra kanker.
2. Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa
langsung diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin
yang menyemprotkan gas CO2 atau N2 ke leher rahim.
Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40%
dengan metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu
sekitar dua menit tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak
dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan tidak
berkembang menjadi kanker stadium lanjut.
3. Metode krioterapi adalah membekukan serviks yang terdapat
lesi prakanker pada suhu yang amat dingin (dengan gas CO2)
sehingga sel-sel pada area tersebut mati dan luruh, dan
selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru yang sehat (Samadi
Priyanto. H, 2010)
4. Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang
terlihat dari adanya perubahan dinding leher rahim dari merah
muda menjadi putih, artinya perubahan sel akibat infeksi
tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa dimatikan atau
dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian,
penyakit kanker yang disebabkan human papillomavirus (HPV)
itu tidak jadi berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.
Referensi : Puskesmas Keputih, 2015. STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMERIKSAAN IVA (INSPEKSI VISUAL DENGAN ASAM ASETAT)

Anda mungkin juga menyukai