Laporan Kel.2 Modul Batuk Dan Sesak
Laporan Kel.2 Modul Batuk Dan Sesak
Disusun oleh :
KELOMPOK 2
Pembimbing : Dr. dr. Sri Vitayani, Sp.KK (K)
St. Ainulhayati M.Zein 110 213 0009
Maulani Nurfitri 110 213 0010
Kanana Adiwijaya 110 213 0033
St. Nur Indah Sari 110 213 0034
Zulfa Mahfudzah 110 213 0063
Nurul Insyirah Junaid 110 213 0064
Khaerunnisa A.Y 110 213 0094
Vania Firliyanti 110 213 0095
Siti Nurhandayani 110 213 0124
Nur Azizah 110 213 0125
Dian Ekawati H 110 213 0156
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2014
A. Skenario 2
Seorang anak 5 tahun yang Nampak kurus, dibawa ibunya ke poli anak karena
demam tinggi . Anak rewel dan tak pernah tidur sejak malam sebelumnya. Anak
ini sudah sering batuk yang disertai beringus dan hamper 1 bulan terakhir ini
batuk dan beringusnya tidak pernah berhenti. Kadang ia sesak bila batuk, serta
1
kadang-kadang juga diserati demam. Riwayat imunisasi: hanya mendapatkan
imunisasi wajib. Tinggi badan anak 110 cm, dan berat badan 15 kg.
B. Kata sulit :
Imunisasi adalah induksi agar terjadi pembentukan imunitas dengan
berbagai cara baik aktif maupun pasif. Imunisasi bertujuan untuk
meningkatkan derajat kekebalan serta memberikan perlindungan
kekebalan dengan menginduksi respons memori terhadap pathogen atau
toksin tertentu dengan menggunakan preparat antigen nonvirulen atau
nontoksik. 1
2
Demam adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal (37C).
C. Kata kunci :
Anak 5 tahun
Demam tinggi
Batuk dan beringus 1 bulan terakhir
Kadang sesak bila batuk dan disertai demam
Imunisasi wajib
IMT : 12,39 : underweight
D. Identifikasi Masalah :
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi dari system pernafasan!
2. Bagaimana etiologi dari gejala pada scenario diatas?
3. Jelaskan patomekanisme semua gejala dari scenario?
4. Mengapa batuk dan pilek tidak berhenti?
5. Jelaskan hubungan gizi dengan penyakit pada anak?
6. Apa yang dimaksud dengan imunisasi wajib?
7. Jelaskan hubungan riwayat imunisasi dengan penyakit anak tersebut?
8. Jelaskan hubungan gejala penyakit terdahulu dengan sekarang!
9. Jelaskan tahap-tahap pemeriksaan pada kelainan system respirasi?
10. Bagaimana diferential diagnosis kasus diatas?
11. Bagaimana pencegahan yang berkaitan dengan kasus diatas
E. Analisis masalah
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi dari sistem pernafasan!
Jawab :
2
darah dan atmosfer sedangkan respirasi internal adalah proses pertukaran gas
antara darah sirkulasi dan sel jaringan.Struktur yang membentuk system
pernapasan dapat dibedakan menjadi struktur utama (principal structure), dan
struktur pelengkap (accessory structure). 3
3
2 Saluran udara pernapasan bagian bawah (lower respiratory tract) yang
terdiri dari trakea,bronkus,bronkiolus dan alveolus. 3
STRUKTUR PELENGKAP SISTEM PERNAPASAN
Yang digolongkan ke dalam struktur pelengkap sistem pernapasan adalah
struktur penunjang yang diperlukan untuk bekerjanya sistem pernapasan itu
sendiri.Struktur pelengkap tersebut adalah dinding dada yang terdiri dari iga
dan otot,otot abdomen dan otot lainnya,diafragma serta pleura. 3
Terdiri dari :
M.Pectoralis mayor
M.Pectoralis minor
M.Serratus anterior
M.Subclavicula
M.Intercostalis eksterna
M.Intercostalis interna
M.Sternalis
4
M.Toraksis transversus 3
OTOT PERNAPASAN
M.Intercostalis eksterna,
M.Interkartilaginus parasternal,dan
Otot diafragma. 3
Otot Inspirasi tambahan (accessory respiratory muscle) yang sering juga disebut
sebagai otot bantu napas,yaitu :
M.Skalenus anterior
M.Skalenus medius
M.Skalenus posterior3
M.Intercostalis interna
M.Interkartilaginus parasternal
M.Rectus abdominis
M.Obliqus abdominis eksternus
M.Transversus abdominis3
5
DIAFRAGMA
Hiatus aortikus yang dilalui oleh aorta desenden,vena azigos dan duktus
torasikus;
Hiatus esophagus yang dilalui oleh esophagus;
Aperture yang satu lagi dilalui oleh vena cava inferior. 3
PLEURA
Diantara kedua pleura tadi,terbentuk ruang yang disebut rongga pleura yang
sebenarnya tidak berupa rongga tetapi merupakan ruang potensial.Pada keadaan
nomal, rongga pleura berisi cairan pleura dalam jumlah yang sangat sedikit (0,1-
0,2 mL/Kg BB),meskipun sangat tipis cairan ini telah dapat memisahkan lapisan
pleura viseralis dengan pleura parietalis agar tidak saling bersinggungan atau
berlengketan.3
6
SALURAN NAPAS BAGIAN BAWAH
Trakea
Bronkus
Bronkiolus
Alveolus3
PARU
Ada dua buah paru,yaitu paru kanan dan paru kiri.Paru kanan mempunyai
tiga lobus sedangkan paru kiri mempunyai dua lobus.Lobus paru terbagi menjadi
beberapa segmen paru.Paru kanan mempunyai sepuluh segmen paru sedangkan
paru kiri mempunyai delapan segmen paru.3
ALVEOLUS
Alveolus dibentuk dan dibatasi oleh dinding alveolus yang dibentuk oleh
dua macam sel,yaitu :
Kedua macam sel ini (Tipe I dan tipe II) saling berhubungan secara erat.sel
pneumosit squamosa disebut tipe I,sedangkan pneumosit kuboid disebut tipe
II,walau sebetulnya yang merupakan sel progenitor epitel alveoli adalah sel tipe II
yang berfungsi menhasilkan surfaktans. 3
7
FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN
8
hangatkan oleh radiasi panas dari pembuluh darah yang terletak di
bawahnya.
c Resepsi odor, epithelium olfaktori yang terletak di bagian atas rongga
hidung di bawah lempeng kribriform,mengandung sel-sel olfaktori yang
mengalami spesialisasi untuk indera penciuman.4
9
MEKANISME DEMAM
Substansi penyebab demam adalah pirogen. Pirogen dapat berasal dari
eksogen maupun endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh sedangkan
pirogen endogen berasal dari dalam tubuh. Pirogen eksogen, dapat berupa infeksi
atau non-infeksi, akan merangsang sel-sel makrofag, monosit, limfosit, dan
endotel untuk melepaskan interleukin (IL)-1, IL-6, Tumor Necrosing
Factor(TNF)-, dan interferon(IFN)- yang selanjutnya akan disebut pirogen
endogen/sitokin. Pirogen endogen ini, setelah berikatan dengan reseptornya di
daerah preoptik hipotalamus akan merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi
fosfolipase-A2, yang elanjutnya melepas asam arakhidonat dari membran
fosfolipid, dan kemudian oleh enzim siklooksigenase-2 (COX-2) akan diubah
menjadi prostaglandin E2 (PGE2). Rangsangan prostaglandin inilah, baik secara
langsung maupun melalui pelepasan AMP siklik, menset termostat pada suhu
tubuh yang lebih tinggi. Hal ini merupakan awal dari berlangsungnya reaksi
terpadu sistem saraf autonom, sistem endokrin, dan perubahan perilaku dalam
terjadinya demam (peningkatan suhu).7
Pusat panas di hipotalamus dan batang otak kemudian akan mengirimkan
sinyal agar terjadi peningkatan produksi dan konservasi panas sehingga suhu
tubuh naik sampai tingkat suhu baru yang ditetapkan. Hal demikian dapat dicapai
dengan vasokonstriksi pembuluh darah kulit, sehingga darah yang menuju
permukaan tubuh berkurang dan panas tubuh yang terjadi di bagian inti akan
memelihara suhu inti tubuh. Epinefrin yang dilepas akibat rangsangan saraf
simpatis akan meningkatkan metabolisme tubuh dan tonus otot. Mungkin akan
terjadiproses menggigil dan atau individu berusaha mengenakan pakaian tebal
serta berusaha melipat bagian-bagai tubuh tertentu untuk mengurangi penguapan.7
MEKANISME BATUK
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :
1. Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus
besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat
10
menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan
esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.7
2. Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot
abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga
udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini
disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma,
sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume
paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan
keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat
serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme
pembersihan yang potensial.7
3. Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor
kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan
intratoraks meninggi sampai 300 cmHO agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan
pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi
tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan
intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.7
4. Fase ekspirasi/ ekspulsi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot
ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan
kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-
bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus
merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi
fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret
yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.7
11
membrane mukosa system respirasi, seperti pada bronchitis bacterial atau viral,
penyakit selesma disebabkan oleh iritasi akibat proses eksudatif, seperti postnasal
drip dan aspirasi refluks lambung. Stimulus semacam itu dapat timbul dalam
saluran napas ( seperti pada laryngitis, trakeitis, bronchitis, dan bronkiolitis) atau
dalam alveoli paru ( seperti pada pneumonitis dan abses paru). Stimulus mekanis
ditimbulkan oleh inhalasi partikel kecil, seperti partikel debu dan oleh kompresi
saluran napas dan bersifat ekstramural atau intramural. Tekanan atau tegangan
pada saluran napas biasanya ditimbulkan oleh lesi yang berkaitan dengan
penurunan kelenturan jaringan paru. Stimulus kimiawi dapat terjadi akibat inhalasi
gas yang iritatif, termasuk asap rokok dan gas kimia. 23
SESAK NAPAS
Dispnea atau yang biasa dikenal dengan sesak napas adalah perasaan sulit
bernapas dan biasanya merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonal.
Orang yang mengalami sesak napas sering mengeluh napas nya terasa pendek dan
dangkal. Gejala objektif sesak napas termasuk juga penggunaan otot otot
pernapasan tambahan seperti sternocleidomastoidseus, scalenus, trapezius, dan
pectoralis mayor, adanya pernapasan cuping hidung, tachypnea dan hiperventilasi.
Tachypnea adalah frekuensi pernapasan yang cepat, yaitu lebih dari 20 kali
permenit yang dapat muncul dengan atau tanpa dispnea. Hiperventilasi adalah
ventilasi yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahan
kan pengeluaran CO2 normal, hal ini dapat diidentifikasikan dengan memantau
tekanan parsial CO2 arteri, atau tegangan pa CO2 yaitu lebih rendah dari angka
normal yaitu 40mmHg. 8
1. Reseptor reseptor mekanik pada otot otot pernapasan, paru, dinding dada dalam
teori tegangan panjang, elemen-elemen sensoris, gelendong otot pada khususnya
berperan penting dalam membandingkan tegangan otot dengan derjat elastisitas
nya. Dispnea dapat terjadi jika tegangan yang ada tidak cukup besar untuk satu
panjang otot.
12
2. Kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2.
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Ketinggian tempat
- Penyakit kardiovaskular
- Emboli paru
- Penyakit paru interstisial atau alveolar
- Gangguan dinding dada atau otot otot dada
- Penyakit obstruktif paru
- Kecemasan8
Dispnea adalah gejala utama dari edema paru, gagal jantung kongestif dan
penyakit katup jantung. Emboli paru ditandai oleh dispnea mendadak. Dispnea
adalah gejala yang paling nyata pada penyakit yang menyerang percabangan
trakeo bronchial, parenkim paru dan rongga pleura. Dispnea biasanya juga
dikaitkan dengan penyakit restriktif yaitu terdapat peningkatan kerja pernapasan
13
akibat meningkatnya resistensi elastic paru seperti pada pneumonia, atelektasis
kongestif atau dinding dada seperti obesitas dan kifoskoliosis. Atau penyakit jalan
napas obstruktif dengan meningkat nya resistensi non elastic bronchial seperti
emfisema bronchitis dan asma. Dispnea juga dapat terjadi jika otot pernapasan
lemah seperti pada penyakit miastenia gravis, lumpuh, seperti pada polio mielitis.
Letih akibat meningkat nya kerja pernapasan kurang mampu melakukan kerja
mekanis seperti pada penderita emfisema yang berat dan obesitas. 8
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika
ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada
pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi
makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini
hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam
keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat.
Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga
akan terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea.9
14
membawa kondisi bernapas menjadi sesuatu yang disadari. Reseptor jukstakapiler
yang terlokasi di intertisium alveolar dan disuplai oleh saraf vagus tidak
termielinisasii akan distimulasi oleh terhambatnya aktivitas paru. Segala kondisi
tersebut akan mengaktivasi reflex harring-Bauer dimana usaha inspirasi akan
dihentikan sebelum inspirasi maksimal dicapai dan menyebabkan pernapasan
yang cepat dan dangkal. Reseptor jukstakapiler juga bertanggungjawab terhadap
munculnya dyspnea pada situasi dimana terdapat hambatan pada aktivitas paru. 9
DEFINISI RINOREA
Istilah rhinorrhea berasal dari kata Yunani, rhinos artinya hidung dan -
rrhea artinya aliran atau cairan. Dengan demikian, rhinorrhea dapat didefinisikan
sebagai aliran atau drainase cairan hidung. 7
Rinore ditandai oleh jumlah mucus yang berlebihan yang diproduksi oleh
membrane mucus di rongga hidung. Membran mucus menghasilkan mucus lebih
cepat daripada proses mucus itu sendiri, menyebabkan cadangan mucus di kavum
nasi. Setelah kavum terisi , aliran udara terhambat, menyebabkan kesulitan
bernapas melalui hidung. Udara terperangkap dalam kavum nasi, rongga sinus,
yang tidak dapat dilepaskan dan menghasilkan tekanan sehingga menyebabkan
nyeri kepala atau nyeri pada wajah. Jika sinus tetap terhalang, dapat menyebabkan
sinusitis. Jika mucus terus mengalir ke belakang ke arah tuba eustachi, dapat
menyebabkan nyeri telinga atau infeksi telinga. Mucus yang berlebihan yang
terakumulasi di tenggorokan atau belakang hidung menyebabkan post-nasal
drip, mengakibatkan sakit tenggorokan atau batuk. Tambahan gejala termasuk
bersin, mimisan, dan nasal discharge.8
Jawab :
15
Penyakit saluran pernafasan 6 :
Non-infeksi :
Asma bronchial.
Bronchitis kronik.
Emfisema.
PPOK.
Bronchitis akut.
Bronchiolitis dan bronchiekstasis terinfeksi.
Pneumonia bacterial.
Pneumonia pneukosistis.
Tuberculosis paru.
Penyakit diatas mempunyai gejala klinis berupa batuk dan produksi mukus.
Batuk pada dasarnya adalah iritasi dari mukosa bronkus yang dapat disebabkan
oleh inflamasi (peradangan), baik oleh bakteri, virus, jamur, disertai dengan
mukus yang banyak.10
Jawab :
16
15
IMT tubuh pada anak di skenario yaitu (1,1)2 = 12,3 interpretasi:
underweight.
Status gizi setiap individu sangat dipengaruhi oleh asupan dan penggunaan
zat zat gizi oleh tubuhnya. Adanya ketidakseimbangan antara asupan dan
penggunaan zat gizi tersebut dapat menyebabkan suatu kondisi yang disebut
malnutrisi. Kondisi malnutrisi didefinisikan sebagai suatu gangguan status gizi
akut, subakut dan kronik, dimana terjadi defisiensi asupan gizi, gangguan
metabolisme gizi, atau kelebihan zat gizi yang dapat atau tanpa disertai inflamasi
yang berakibat terjadinya perubahan komposisi tubuh dan terganggunya fungsi.
Hal ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada pasien. Oleh karena
itu pencegahan terjadinya malnutrisi melalui penilaian status gizi sedini mungkin
dianggap lebih efektif daripada bertindak setelah pasien mengalami kondisi
malnutrisi. 11
17
6. Apa yang
Vaksinasi sesuai dengan program imunisasi Vaksin bukan program imunisasi nasional
nasional (vaksinasi yang di anjurkan
1. Tuberculosis 1. MMR (Campak, Gondong, Rubella)
2. Hepatitis B 2. Haemophilus influenzatipe B
3. DPT (Dipteri, Tetanus, Pertusis) 3. Demam tifoid
4. Poliomielitis 4. Varisela
5. Campak 5. Hepatitis A
6. Rabies
7. Influenza
8. Pneumokokus
9. Rotavirus
10. Kolera+ETEC
11. Yellow fever
12. Japannese encephalitis
13. Meningokokus
14. Human papilloma virus (HPV). 13
7.Jelaskan hubungan riwayat imunisasi dengan penyakit anak tersebut?
Jawab :
18
Mengingat tinnginya angka kejadian kematian bayi dan balita yang yang
disebabkan oleh ISPA, maka diharapkan dengan pemberian imunisasai
lengkap( BCG, polio, DPT, hepatitis B dan campak sebelum usia 12
bulan)perkembangan penyakitnya tidak menjadi berat. Hal ini dapat dibuktikan
pada penelitian ini dimana dimana kejadian ISPA berulang lebih banyak terjadi
pada sampel dengan imunisasi yang kurang disbanding dengan responden yang
imunisasi baik. 15
Jawab :
Riwayat pasien yang sering mengalami gejala flu sangat berhubungan dengan
penyakit bronkopneumonia yang diderita sekarang. Flu yang disebabkan baik oleh
Haemophilus influenza maupun virus influenza keduanya dapat mengakibatkan
gangguan pada silia di traktus respiratorius sehingga mekanisme pertahanan
escalator mukosiliaris tidak dapat berfungsi dengan baik. Akibatnya, partikel
asing yang ditangkap oleh silia tidak dapat dibawa keluar oleh mucus, sehingga
akibat sering flu, pasien menjadi rawan terhadap infeksi saluran pernapasan
sekunder, yaitu dalam kasus ini pneumonia.16
19
9. Jelaskan tahap-tahap pemeriksaan pada system respirasi!
1.Anamnesis
2.Pemeriksaan Fisis
3.Pemeriksaan Penunjang
a.Prosedur Radiografi
20
digunakan untuk melihat lesi di mediastinum, lesi pleura, maupun oklusi
pembuluh arteri pulmonalis.17
b.Tes Kulit
Tersedia dengan berbagai antigen spesifik yang dapat di tes langsung pada
kulit. Dapat membantu pada diagnosa penyakit TB, toksoplasmosis, aspergilosis,
dll.17
c.Tes Serologik
d.Pemeriksaan Sputum
Warna, bau, keadaan darah, maupun dalam bentuk sediaan apus dapat
memberikan gambaran bakteri apa yang menginfeksi. Walaupun kadang hasil
sputum yang diekspektorasi telah terkontaminasi dengan bakteri di orofaring.
Prosedur Invasif
a.Bronkoskopi
b.Bronkografi
21
Pada metode ini, bahan kontras radioopak dimasukkan ke percabangan
trakeobronkial lewat kateter atau bronkoskop. Namun kini sudah digantikan
dengan pemindaian CT toraks. 17
e. Biopsi Paru
Jawab :
22
karena bakteri
pneumococcu
s atau H.
Influenzae17
Tanda dan Batuk kering, Demam, anorexia, lemas, Dispneu, Nyeri dada,
Gejala sesak nafas, penurunan berat badan, batuk, batuk dengan
nafas pendek, malnutris, batuk, diare. 7 wheezing, sputum
rhinitis, hiperreaktivita mukoid dan
ronkhi, s bronkus, ekspektorasi,
demam7 rinore, rhinitis takikardi,
alergi. 7 takipnea,
demam dan
mengiggil17
23
infeksi saluran binatang,
pernafasan, udara,
terkena iritasi exercise) 7
paru. 7
Terapi Anak Rifampisin : 10-20 Edukasi pada Ampicilline
dianjurkan mg/kgBB/hari keluarga 50-100mg
agar minum (1x1) pasien18 im/iv (4x1)
lebih banyak, Gentamycine
pemberian uap Pyrazinamide :25-35 5-7mg im/iv
atau mukolitik mg/kgBB/hari (2x1)
(bila perlu (2x1) Cloxacilline
diikuti 50mg im/iv
fisioterapi (4x1)
dada), hati- Meropenem
hati dalam Ethambutol : 30-5-mg iv
pemberian 15-20 mg/kgBB/hari (3x1)
antihistamin (1x1 atau 2x1) Netromycine
dan antitusif 5-7mg im/iv
karena akan (1x1) 18
mengakibatka Streptomycine: 15-40
n sekret mg/kgBB/hari
menjadi lebih (1x1 im)/ 18
kental..18
Jawab :
24
pengembangan imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang
telah dilakukan pemerintah beberapa tahun ini dapat menurunkan proporsi
kematian balita akibat pneumonia. Hal ini dimengerti karena campak, pertusis,
dan juga difteri dapat menyebabkan pneumonia atau merupakan penyakit penyerta
pada pneumonia pada balita. Disamping itu sekarang juga tersedia vaksin Hib dan
vaksin pneumokokus konjugat untuk pencegahan terhadap infeksi bakteri
penyebab pneumonia dan penyakit berat lainnya seperti meningitis. Namun vaksin
ini belum masuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI) Pemerintah.
2. Anak dihindarkan dari infeksi saluran pernapasan (jika ada gejala flu harus
segera diobati)
25
3.Desentisisasi atau hiposensitisasi (stimulan alergen) sehingga terbentuk
kekebalan dengan alergen yang bersangkutan.
4. Melakukan fisioterapi
5. Melakukan akupuntur21
Pencegahan bronkhitis :
E. Kesimpulan
26
Daftar Pustaka
27
20. Hull, David. 2008. Dasar-Dasar Pediatri. Derek I. Johnson : alih bahasa,
Hartono Gunadi: editor edisi bahasa indonesia,Daulika Yusna, Huriawati
Hartanto. Ed.3. Jakarta : EGC.
21. : Widjaja, M.C. Mencegah dan Mengatasi Alergi dan Asma pada Balita.
Jakarta : EGC
22. Price, Sylvia Anderson.2006. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit. Ed.6. Jakarta: EGC. Hal. 695.
23. Harrison. 1999. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.Jakarta : EGC
28