Anda di halaman 1dari 5

Keterangan :

Dokter (saja) = dokter umum

DLP merupakan paduan dari ilmu kedokteran keluarga, kedokteran komunitas, dan
kesehatan masyarakat. Apakah ini kelanjutan dari dokter keluarga?
DLP adalah nama profesi, seperti halnya surgeon atau pediatrician. Nama tidak
substansial dan tidak seharusnya terlalu dipusingkan, lebih baik memperhatikan
kompetensinya apa. DLP sendiri memang core competence-nya kedokteran
keluarga, sehingga DLP memang dokter keluarga. Namun DLP tidak sama persis
dengan family physician-nya luar negeri karena kondisi Indonesia yang berbeda.
Selain core competence di kedokteran keluarga, DLP juga dibekali dengan
kompetensi tambahan public health dan kedokteran komunitas, namun hanya
sedikit dan bukan merupakan kompetensi utama.
Apa urgensi adanya DLP di masyarakat?
Penguatan layanan kesehatan primer. Upaya preventif dan promotif dilakukan
dengan tujuan supaya masyarakat yang sakit berkurang, dan DLP bertugas
menyaring masyarakat yang sudah terlanjur sakit supaya sesedikit mungkin yang
perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan sekunder / dokter spesialis. Mengapa? Karena
semakin tinggi tingkatan fasilitas kesehatan, biaya yang dikeluarkan semakin tinggi.
Bukan hanya negara, namun juga pasien, karena seringkali fasilitas kesehatan
lanjutan jaraknya jauh dari tempat tinggal, tidak seperti fasilitas kesehatan primer
yang dekat dengan rumah. Untuk mencapai fasilitas kesehatan lanjutan, pasien
perlu mengeluarkan biaya perjalanan, mungkin akomodasi dan konsumsi juga.
Bagaimana cara DLP melakukan hal tersebut?
Dengan kompetensi klinis yang lebih, sehingga lebih banyak pasien yang tuntas di
layanan primer. Misalnya untuk pasien diabetes, sebelumnya dokter di faskes
primer hanya bisa mendiagnosis namun untuk pengobatan lebih lanjut perlu
merujuk ke faskes sekunder. DLP memiliki kompetensi klinis untuk menangani
pasien diabetes hingga tuntas.
Bedanya dengan Magister Kedokteran Keluarga?
Pendidikan itu jenisnya ada 3 : akademik, profesi, vokasi. Pendidikan dokter yang
S.Ked itu akademik, dr. dan spesialis itu profesi. Magister Kedokteran Keluarga
adalah gelar akademik, tidak dapat digunakan untuk praktek karena yang
mendapat lisensi untuk praktek hanya profesi dan vokasi. Sementara itu, DLP
adalah gelar profesi, sehingga dapat berpraktek.
Mengapa peningkatan kompetensi layanan primer tidak dilakukan dengan
pembenahan pendidikan dokter (dokter umum) saja?
Berdasarkan World Federation of Medical Education, pendidikan dokter terbagi
menjadi 3 jenis : basic medical education / BME ( di Indonesia S.Ked + koas,
lulusannya menjadi seorang dokter), postgraduate (setelah basic medical
education, terstruktur dan bergelar), dan continuing professional development
(CPD) yang tidak bergelar. BME diperuntukkan sebagai fondasi untuk arah karir /
pendidikan selanjutnya (misal berbagai spesialisasi, researcher, dosen, birokrat
kesehatan, dsb).

Pendidikan DLP sendiri terletak di postgraduate, diperuntukkan hanya bagi yang


ingin berkarir di layanan primer. Akan sangat tidak adil apabila seorang mahasiswa
kedokteran harus belajar ilmu-ilmu DLP apabila nantinya ia ingin melanjutkan karir /
pendidikan di bidang lain, karena ilmu DLP-nya tidak akan terpakai. Selain itu,
dengan memasukkan ilmu DLP dalam basic medical education, masa studi dokter
akan makin lama karena pendidikan DLP membutuhkan waktu 3,5 tahun.
Menurut UU DikDok, Dokter adalah dokter, dokter layanan primer, dokter
spesialis-subspesialis lulusan pendidikan dokter [dst]. Mengapa membuat
hierarki baru di dunia kedokteran di Indonesia?
DLP bukan hierarki baru. DLP memiliki tingkatan setara spesialis. Disebut setara
karena inputnya sama (dokter) dan outputnya sama, yaitu berupa tingkatan KKNI
yang sama.
Di Indonesia, terdapat KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) sebagai
patokan learning outcome pendidikan, dengan skor 1-9. Untuk S.Ked KKNI-nya 6.
Doktor memiliki tingkatan KKNI 9. Sub-spesialis memiliki tingkatan KKNI 9. Spesialis
memiliki tingkatan KKNI 8. DLP memiliki tingkatan KKNI 8, sama dengan spesialis.
Namun DLP bukan spesialis karena ilmunya tidak mengerucut di satu bidang, tetap
generalis.
Kalau begitu, mengapa DLP perlu disebut secara khusus dalam UU
DikDok?
Kita ingin memperkuat layanan primer. DLP disebut di UU, supaya pemerintah
memiliki kewajiban untuk mengalokasikan anggaran untuk dokter layanan primer.
Selama ini anggaran untuk tugas belajar dokter spesialis bisa mencapai 6T per
tahun, namun untuk dokter-dokter di layanan primer nyaris tidak ada.
Saat ini kan residen spesialis mulai diberi tunjangan. Apakah DLP juga?
Iya, makanya DLP perlu disebut dalam UU supaya ada dananya.
Jika ingin memajukan layanan primer, mengapa tidak menggunakan CPD
saja? Atau mewajibkan seluruh dokter untuk mempelajari layanan primer /
mengikuti residensi DLP?
CPD itu self-directed. Dokter disyaratkan untuk memenuhi minimal 250 SKP dalam 5
tahun, sehingga dokter-dokter diwajibkan mengikuti berbagai seminar / pelatihan,
namun bebas sesuai apa yg dimau dan diinginkan. Kompetensi meningkat, namun
setiap orang akan berbeda-beda peningkatannya dan tidak terstruktur.
Sementara itu, seperti halnya pendidikan spesialis, pendidikan DLP meningkatkan
kompetensi secara terstruktur. Bedanya dengan spesialis, spesialis meningkat
kompetensinya hanya di cakupan bidang yang sempit, sementara DLP meningkat
kompetensinya secara merata di semua bidang.
Untungnya apa? Ada evidence yang membuktikan bahwa family doctor lebih sedikit
merujuk ke atas jika dibandingkan dengan dokter. Dengan rujukan ke atas yg lebih
sedikit, biaya pun irit.
Selain itu, dengan peningkatan kompetensi dokter di layanan primer yg terstruktur
dan bergelar seperti DLP, sekarang dokter yang ingin berkarir di layanan primer
dapat memiliki jenjang karir, sehingga diharapkan lebih banyak dokter yang
memang memilih berkarir di layanan primer. Keadaan sekarang kan, dokter yang
berkarir di layanan primer nggak punya jenjang karir, mentok jadi dokter umum
saja dengan gaji yang jauh jika dibandingkan dengan spesialis. Sehingga, hampir
semua dokter ingin menjadi spesialis, dan masyarakat sangat memuja dokter
spesialis. Masyarakat pelan-pelan harus diedukasi bahwa menjadi dokter di layanan
primer sama baiknya dengan dokter spesialis.
Juga, dengan DLP yang memberi gelar dan tingkat KKNI tambahan, tidak seperti
CPD yang tidak bergelar, akan valid bagi Negara untuk meningkatkan kesejahteraan
dokter di layanan primer serta tidak menimbulkan kecemburuan antar profesi,
karena tentu saja tingkat pendidikan yang lebih tinggi berhak atas tunjangan yang
lebih tinggi.
Mewajibkan seluruh dokter untuk mengikuti residensi DLP seperti di Kuba dinilai
terlalu berlebihan dan tidak perlu, cuman memperpanjang masa studi kedokteran
saja bagi dokter2 yang ingin berkarir di bidang lain. Kasus di Kuba beda dengan di
Indonesia, di mana di Kuba kebanyakan dokter + anggaran kesehatan besar sekali.
Jika ingin memperkuat layanan primer, mengapa tidak meningkatkan
kualitas fasilitas kesehatan terlebih dahulu, daripada membuat DLP?
Fasilitas kesehatan memang perlu ditingkatkan. Berdasarkan Risfaskes 2011 dari
Litbang Kemenkes dan World Bank, hanya 70% puskesmas di Indonesia yang
peralatannya lengkap. Hingga tiga tahun kemudian, keadaannya tidak jauh
berbeda.
Apa yang dikerjakan pemerintah? Di tahun 2016, untuk pertama kalinya anggaran
untuk pelayanan kesehatan primer lebih besar daripada pelayanan kesehatan
sekunder. Dengan demikian, pemenuhan kebutuhan fasilitas kesehatan serta
pendidikan untuk tenaga kesehatan yang akan menjalankan sama-sama dijalankan.
Tentunya penyediaan fasilitas dan sumber daya manusia yang akan
menjalankannya harus berlangsung secara simultan, dan itulah yang saat ini
dilakukan oleh Kemenkes.
Apa perbedaan wewenang antara dokter dengan DLP?
Tidak ada. Yang ada hanya perbedaan kompetensi
- tambahan kompetensi klinis
- pendekatan dalam diagnosis (pendekatan kedokteran keluarga, bukan hanya
biokimia)
- jika praktek mandiri, tidak di puskesmas, harus mengelola manajemen klinik juga.
Bagaimana nantinya pembagian kerja antara DLP dengan dokter (dokter
umum)?
Diatur oleh tempat bekerja masing-masing. Seperti halnya pembagian kerja antara
dokter spesialis & subspesialis, atau antar dokter spesialis yang berbeda ketika
terdapat kasus yang jatuh ke dalam cakupan 2 / lebih bidang spesialisasi yang
berbeda
Apakah akan ada kesenjangan antara DLP dengan dokter?
Tentu saja senjang, terutama dari segi insentif karena yang satu telah menempuh
pendidikan lebih tinggi. Seperti halnya dokter spesialis dan sub-spesialis, tentu
insentifnya berbeda.
Apakah DLP akan merampas lahan kerja dokter?
Tidak, karena dalam program pendidikan DLP, pemerintah akan mendahulukan
dokter umum yang telah ada untuk dididik sebagai DLP. Lalu lahan siapa yang
dirampas?
Apakah DLP akan merampas lahan kerja dokter spesialis?
Selama ini masyarakat memilih dokter atas dasar kecocokan pribadi. Apabila sudah
cocok dengan dokter X, misal spesialis anak, orang tersebut akan cenderung tetap
berobat ke dokter tersebut. Jadi lahan kerja dokter sebenarnya bukan pasar bebas
yang mudah direbut.
Namun berdasarkan pengalaman narasumber yang merupakan seorang dokter
spesialis, dari sekitar 50 pasien yang ia tangani dalam sehari, 30 pasien sebenarnya
dapat ditangani di layanan primer. Hanya 20 sisanya yang narasumber perlu
berpikir dan menggunakan ilmu yang dipelajari di pendidikan spesialis.
Apakah BPJS hanya akan merekrut DLP dan tidak akan merekrut dokter?
Tidak. BPJS akan tetap merekrut dokter juga, dan tidak ada perbedaan apapun
selain kapitasi yang lebih tinggi bagi DLP.
Dengan adanya DLP, kira-kira apa yang akan terjadi pada dokter umum 15-
20 tahun ke depan? Apakah masih akan ada dokter (dokter umum) yang
hanya lulusan basic medical education (BME)? Apakah nantinya dokter
lulusan BME wajib menjalani residensi, tidak bisa langsung berpraktek?
Kalau berdasarkan pengamatan saya di luar negeri, pelan-pelan dokter lulusan BME
akan menghilang, namun tidak akan ada aturan / paksaan bagi lulusan BME untuk
tidak bisa berpraktik sebagai dokter. Hal ini terjadi secara alami saja. Dengan DLP
yang memiliki insentif lebih daripada dokter, apalagi sekolahnya gratis dan bahkan
digaji, tentu lulusan BME yang ingin berkarir di layanan primer akan banyak yang
memilih menjadi DLP.
Rencana masa transisi kemenkes untuk DLP ini adalah 15 tahun. Diharapkan
setelah 15 tahun, pemenuhan tenaga dan fasilitas pendidikan bagi DLP, termasuk
wahana pendidikan, telah selesai. Jadi kapasitas program pendidikan DLP
diharapkan akan sesuai dengan demand dalam 15 tahun.
Artinya, pendidikan dokter menjadi semakin lama?
Karena diperkirakan nantinya dokter yang hanya lulusan BME saja jumlahnya
semakin sedikit, secara tidak langsung begitu. Namun perlu diingat, concern utama
pemerintah adalah peningkatan taraf kesehatan rakyat Indonesia, dan berdasarkan
kajian literatur serta contoh di banyak negara di dunia, adanya family physician
meningkatkan taraf kesehatan masyarakat sekaligus menghemat anggaran
kesehatan Negara. Jika tidak ingin sekolah lama, ya tidak usah menjadi dokter.

Anda mungkin juga menyukai