Anda di halaman 1dari 7

Komplikasi

1. Efusi Pleura
Jika terjadi efusi pleura kemungkinan disebabkan oleh infeksi stafilokokkus.

Jika efusi minimal dan respon pasien baik terhadap pemberian antibiotika maka

pemberian antibiotika tetap diteruskan. Jika efusi cukup banyak maka perlu

dilakukan pungsi cairan pleurauntuk diagnostik (pemeriksaan makroskopik,

pengecatan gram, jumlah sel, kultur). Penentuan antibiotika selanjutnya dapat

didasarkan dari hasil kultur. Penentukan antibiotika selanjutnya dapat didasarkan

dari hasil kultur. Indikasi pemasangan pleural drain :


Perjalanan klinis berlangsung progresif
Efusi pleura bertambah walaupun sudah mendapat antibiotik
Distress nafas berat
Terjadi pergeseran mediastinum
Didapatkan cairan yang purulen saat dilakukan pungsi pleura
2. Abses Paru
Staphylococcus aureus merupakan penyebab yang paling banyak, tetapi juga

terdapat kemungkinan infeksi oleh kuman anaerob. Pemberian antibiotika

parenteral diteruskan sampai 7 hari bebas demam, dilanjutkan pemberian oral

antibiotik selama minimal 4 minggu. Abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan

foto thorax dengan sinar x atau CT scan. Abses-abses khas terjadi pada pneumonia

aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik cukup

untuk pengobatan abses pada paru,tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh ahli

bedah atau ahli radiologi.


3. Empiema/piopneumothoraks
Seringkali disebabkan oleh staphylococcus aureus, streptococcus

pneumoniae,haemophillus influenzae dan streptococcus group A. Selain itu dapat

juga kemungkinan infeksi kuman anaerob, diindikasikan juga pemasangan pleural

drain.
Tujuan akhir perawatan adalah mengeliminasi infeksi dan komplikasi,

mengembangkan kembali paru-paru serta menurunkan waktu perawatan.


4. Sepsis

Sepsis sebagai komplikasi dari pneumonia terutama disebabkan oleh

Staphlococcus aureus dan streptococcus pneumoniae. Penanganan dengan

antibiotika yang sesuai dan terapi suportif lainya. Syok sepsis dan septik merupakan

komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis terjadi karena mikroorganisme masuk

ke aliran darah dan respon sistem imun melalui sekresi sitokin. Sepsis seringkali

terjadi pada pneumonia karena bakteri; streptoccocus pneumonia merupakan salah

satu penyebabnya. Individu dengan sepsis atau septik membutuhkan unit perawatan

intensif di rumah sakit. Mereka membutuhkan cairan infus dan obat-obatan untuk

membantu mempertahankan tekanan darah agar tidak turun sampai rendah. Sepsis

dapat menyebabkan kerusakan hati,ginjal,dan jantung diantara masalah lain dan

sering menyebabkan kematian.

5. Gagal nafas

Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orang yang menderita pneumonia

sering kesulitan bernafas, dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup

bernafas tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasiv yang

dapat membantu seperti mesin untuk jalan nafas dengan bilevel tekanan positif,

dalam kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator mekanik

dapat digunakan untuk membantu pernafasan.

Pneumonia dapat menyebabkan gagal nafas oleh pencetus akut respiratory

distress syndrome (ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respon inflamasi dalam

paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu
dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan alveoli,harus

membuat ventilasi mekanik yang dibutuhkan.

Pencegahan

Pemberian imunisasi memberikan arti penting dalam pencegahan pneumonia.

Pneumonia diketahui dapat sebagai komplikasi dari campak, pertusis, dan varisela sehingga

imunisasi dengan vaksin yang berhubungan dengan penyakit tersebut akan membantu

menurunkan insiden pneumonia. Pneumonia yang disebabkan oleh Haemophillus influenza

dapat juga dicegah dengan pemberian imunisasi Hib.

Penggunaan vaksin pneumococcal heptavalen secara rutin di USA ternyata mampu

menurunkan bakteremia yang disebabkan streptococcus pneumoniae sebesar 84% dan

sebesar 67% untuk bakteremia secara keseluruhan pada populasi anak 3 bulan 3 tahun.

The American of pediatric (AAP) merekomendasikan vaksinasi influenzae untuk semua

anak dengan resiko tinggi yang berumur6 bulan dan pada usia tua. Untuk memberikan

perlindungan terhadap komplikasi influenzae termasuk diantaranya adalah pneumonia. AAP

juga merekomendasikan vaksinasi untuk semua anak usia 6 bulan sampai 23 bulan jika

kondisi ekonomi memungkinkan.

Pencegahan lain dapat dilkaukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok dan

polusi udara, membatasi penularan terutama di rumah sakit misalnya dengan membiasakan

cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi penderita, menghindarkan

bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum, pemberian ASI, menghindarrkan bayi/anak

kecil dari kontak dengan penderita ISPA.

Tata laksana
1. Apakah penanganan pneumonia membutuhkan antibiotik atau tidak
2. Jika diperlukan antibiotik, apakah menggunakan antibiotik spektrum luas atau

sempit
3. Pemakaian antibiotik apakah secara oral atau parenteral
4. Kapan pasien diindikasikan rawat inap
1. Apakah penanganan pneumonia membutuhkan antibiotik atau tidak
Idealnya tata laksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun

karena berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia

diberikan antibiotik secara empiris. Walaupun pneumonia viral dapat

tatalaksanan tanpa antibiotika, tetapi pasien diberikan antibiotik karena kesulitan

membedakann pneumonia karena infeksi virus atau karena bakteri, kesulitan

diagnosa virologi, dan kesulitan dalam isolasi penderita, disamping itu

kemungkinan infeksi sekunder juga tidak dapat disingkirkan.


2. Jika diputuskan untuk membrikan antibiotik, apakah menggunakan antibiotik

spektrum sempit atau luas.


Golongan beta laktam (penisilin, sefalosporin, karbapenenm, dan mono baktam)

merupakan jenis-jenis antibiotik yang sudah dikenal cukup luas. Biasanya

digunakan untuk terapi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri seperti

streptoccous pneumoniae, haemophilus influenza dan staphylococcus aureus.

Pada kasus yang berat dapat diberikan golongan sefalosporin sebagai pilihan

terutama bila penyebabnya belum dikteahui. Sedangkan pada kasus ringan

sedang dipilih golongan penisilin. Streptococcus dan pneumokokkus merupakan

kuman gram positif yang dapat dicakup oleh ampisilin, sedangkan hemofilus

sebagai kuman gram negati dapat dicakup oleh ampisilin dan kloramfenikol.

Dengan demikian keduanya dapat digunakan untuk kasus pneumonia anak tanpa

komplikasi . Pada pasien pneumonia komuniti umumnya ampisilin dan

kloramfenikol masih sensitif. Pilihan berikutnya sefalosporin.


Penanganan pneumonia pada neonatus serupa dengan penanganan infeksi

neonatus pada umumnya. Antibiotik yang diberikan harus mencakup kuman

kokkus gram positif treutama streptococcus group B dan batang gram negatif.

Penisilin dan derivatnya pilihan utama gram positif, sedangkan gram negatif

terutama Eschericia coli dan proteus mirabilis digunakan golongan


aminoglokosida. Kombinasi kloksasilin dan gentamisin efektif untuk terapi

pneumonia dibawah 3 bulan, karena mencakup kuman staphylococcus aureus.

Umur kehamilan, berat badan lahir, dan umur bayi akan menentukan dosis dan

frekuensi pemberianobat golongan aminoglikosid. Sefalosporin generasi 3 dapat

digunakan bila curiga karena kuman batang gram negatif.


Penggunaan makrolid pada pneumonia atipik yang diduga disebabkan oleh

klamidia atau mikpolasma yaitu dengan pemberian azitromisin dan

klaritromisinn sama efktifnya dengan amoksisilin asam klavulanik.


Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan klinis,

pemberian antibiotik sampai anak sembuh.

Lama pengobatan antibiotik diberikan 10-14 hari. Bila stafilokokkus, diberikan

parenteral 6-8 minggu. Jika Haemophillus influenza dan streptococcus pneumoniae

diberikan secara parenteral 7-14 hari.


zPada keadaan imunokompromise(gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan

neuromuskular, keganasan, kortikostreoid jangka panjang, fibrosis kistik, infeksi

HIV) pemberianantibiotik harus segera dimulai dengan sefalosporin generasi 3.

Pertimbangkan juga kotrimoksasol pada pneumonia Pneumokistik karini, anti viral

(asiklovir,gansiklovir) pada pneumonia karena sitomegalovirus, anti jamur

(amphotericin B, ketokonazol, flokonazole) pada pneumonia karena jamur,

pemberian imunoglobulin.
3. Pemakaian antibiotik apakah secara oral atau parenteral
WHO menyarankan untuk pengobatan pneumonia adanya nafas cepat tanpa

penarikan dindingdada sebaiknya dirawat secara poliklinis dengan menggunakan

antibiotik oral. Pilihan yang digunakan adalah amoksisilin, ampisilin, trimetoprim

sulfametoksazol selama 5 hari. Bila terdapat penarikan dinding dada, dirawat inap

diberikan antibiotik parenteral benzylpenisilin atau penisilin.


4. Kapan diindikasikan rawat inap
Pada anak dengan pneumonia, penentuan rawat inap apabila penderita tampak

toksik, umurkurang 6 bulan, disrtes pernapasan berat, hipoksemia saturasi 93-

94%, dehidrasi atau muntah, terdapat efusi pleura atau abses, kondisi

imunokompromise,ketidakmampuan orang tua untuk merawat, didapatkan

penyakit jantung bawaan, pasien membutuhkan antibiotik parenteral.


Terapi supportif pemberian oksigen melalui kateter hidung atau masker. Alat

bantu napas mungkin perlu bila ada tanda gagal napas, pemberian cairan dan

nutrisi adekuat, dan jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan

salin normal untuk memperbaiki transpor mukosiliar, koreksi kelainan elektrolit

atau metabolik, mengatasi penyakit penyerta seperti kejang demam, diare dan

komplikasi bila ada.

Faktor resiko
Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi, usia muda, kelengkapan imunisasi,

kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zn, paparan asap rokok secara

pasif dan polusi udara.


Faktor predisposisi
Adanya kelainan kongenital (penyakit jantung bawaan, fistula tracheesofagus),

gangguan fungsi imun(penggunaan sitostatika, steroid jangka panjang, HIV),

campak,pertusis,gangguan neuromuskula, kontaminasi perinatal dan gangguan

klirens mukus/sekresi pada fibrosis kistik,aspirasi benda asing atau disfungsi silier.

Secara radiologik dibedakan 2 jenis yaitu pneumonia alveolar dan pneumonia

interstitial.
Pneumonia alveolar
Pneumonia alveolar terjadi karena adanya radang bakteri yang menyebabkan

kerusakan pada dinding alveolar serta edema dan eksudat alveolar. Eksudatnya dapat

berupa serous, serosaunginus,atau seropurulen, tergantung pada perkembangan

penyakit. Lumen bronkiolus terisi dengan eksudat, tetapi dinding bronkus dan

jaringan interstitial tidak radang. Limfadenopati kadang-kadang ditemukan. Eksudat

alveolar menyebabkan gambaran perselubungan. Air bronchogram biasanya

ditemukan di antara daerah konsolidasi. Prosesnya bisa terjadi segmental atau non

segmental. Penyebab jenis pneumonia ini umumnya klebsiella dan pneumococcus.

Kadang-kadang sulit dibedakan dengan efusi pleura ayau adanya masssa paru.

Gambaran radiologi bervariasi sesuai dengan stadium dan etiologinya.

Ultrasonografi dan tomografi komputer dapat mambantu membedakan ini.


Pneumonia interstitial
Umumnya jenis pneumonia interstitial ini disebabkan oleh virus. Infeksi oleh virus

berawal dari permukaan dengan terjadinya kerusakan silia sel goblet dan kelenjar

mukus bronkioli, sehingga dinding bronkioli menjadi edematus. Juga terjadi edema

jaringan interstitial peribronkial. Kadang-kadang alveolus terisi cairan edema.

Gambaran radiologis pada fase akut dapat dibedakan penyakit infeksi oleh bakteri

atau virus. Pada fase akut terlihat gambaran bronchial cuffing, yaitu penebalan dan

edema dinding bronkiolus. Corakan bronkovascular meningkat, hiperareasi, bercak

infiltrat dan efusi pleura dapat ditemukan.

Anda mungkin juga menyukai