Anda di halaman 1dari 12

Makalah Komunikasi Politik,

KOMUNIKASI POLITIK KOALISI KIH


VS KMP
Rahmat Syah Putra
12:05 AM
Pengetahuan
KOMUNIKASI POLITIK KOALISI KIH VS KMP
Mata Kuliah Komunikasi Politik

Dosen Pembimbing :
Kamaruddin, S.Sos. M.Si

Mankom / III

Disusun oleh :

Rahmat Syah Putra (130240001)

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat, Karunia, serta
Taufik dan Hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah Komunikasi Politik ini sebatas
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak
Kamaruddin, S.Sos. M.Si selaku Dosen mata kuliah Komunikasi Politik yang telah memberikan
tugas ini kepada saya.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Manajemen Komunikasi Politik Koalisi KIH Vs KMP. Saya juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari
apa yang saya harapkan. Untuk itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.

Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dalam makalah ini. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun
orang yang membacanya.
Lhokseumawe, Januari 2015

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Komunikasi Politik Sebagai Studi Ilmu Komunikasi .............................................. 3
2.2 Proses Komunikasi Politik .............................................................................................. 3
2.3 Komunikator, Khalayak dan Pesan Politik Antara KIH VS KMP ................................ 5
2.4 Media dan Pemasaran Politik yang Digunakan oleh Koalisi KIH VS KMP .................. 6
2.5 Pencitraan Koalisi KIH VS KMP ................................................................................... 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... .... 8
3.2 Saran ..................................................................................................................... .... 8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Studi komunikasi politik yang sesuai Nilai nilai etika Pancasila merupakan gabungan
dari beberapa disiplin ilmu. Dalam perkembangannya studi tentang komunikasi politik lebih
mendapat perhatian oleh sarjana ilmu politik dibandingkan dengan sarjana ilmu komunikasi
dengan tata aturan Nilai etika Pancasila. Hal serupa juga diungkapkan Cangara bahwa di
Indonesia pada awalnya perhatian untuk membicarakan komunikasi politik justru tumbuh di
kalangan para sarjana ilmu politik daripada para sarjana ilmu komunikasi itu sendiri(Cangara,
2009:34).Meskipun demikian ilmu komunikasi sudah banyak mengajarkan tentang politik
meskimasih belum fokus dan belum sesuai etika nilai pancasila. Mark Roelofs mengatakan
bahwa politik adalah pembicaraan atau lebihtepat, kegiatan politik (berpolitik) adalah berbicara
(Roelofs dalam Rakhmat, 1993:8).

Seiring kemajuan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi sudah semakin berubah pesat,
segala hal telah diungkap. Dulu misteri sekarang terjadi dan terbuka. Dulu stagnan sekarang
sudah semakin lari jauh. Begitu pun dengan ilmu komunikasi, pada awalnya komunikasi hanya
sebatas proses interaksi personal yang meliputi intra dan antarpersonal. Namun saat ini jauh lebih
dari itu. Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan
oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya. Namun Hal
tersebut jauh dari etika Komunikasi berpolitik sesuai Nilai nilai Pancasila

Hadirnya komunikasi politik sudah setua hadirnya ilmu politik itu sendiri, hal itu
merupakan penggunaan secara terorganisir terhadap media massa moderen untuk tujuan politik,
terutama dalam praktik kampanye pemilu, yang awalnya mengarahkan kepada penyelidikan
yang sistematis terhadap komunikasi politik dan telah memberi topik bahasan atas identifikasi
kontemporer utamanya. Bagaimanapun juga, komunikasi politik lebih dari sekadar kampanye
politik. Dalam istilah yang digunakan oleh Seymour-Ure (1974), hal itu memiliki dimensi
horisontal dan juga vertikal. Kajian sebelumnya mengacu pada komunikasi diantara kelompok
yang sederajad, apakah mereka ini adalah anggota elit politik yang sama, atau warga negara yang
saling berinteraksi dan berkumpul bersama-sama. Komunikasi vertikal berlaku diantara pihak
pemerintah (atau partai) dan masyarakat (yang prinsipnya ke salah satu arah diantara dua).

Penekanan yang awal kepada kampanye pemilu difokuskan perhatiannya pada arus top-
down pada dimensi vertikal (dari pemerintah atau partai kepada warga negara atau pengikut).
Hal ini, bagaimanapun juga, mengarah kepada pengabaian komunikasi yang beretika sesuai nilai
nilai pancasila di dalam elit masyarakat tertentu dan komunikasi yang bersifat informal dan
interpersonal. Kita harus juga membuat catatan atas arus komunikasi yang mengarah ke atas,
kepada arah politik yang juga ke atas, dalam bentuk membuat feedback voting, hasil polling
pendapat, atau bentuk pertemuan pemikiran yang diadakan oleh politikus dan pemerintah.
Menurut Pengamatan Klapper (1978:332) dalam Kampanye Politik lewat media massa
juga, Orang yang pandangan asliny diperteguh ternyata jumlahnya 10 kali dari pada orang yang
pendangannya berubah. Kalaupun terjadi perubahan pandangan, itu merupakan peneguhan tidak
langsung dalam arti bahwa orang yang bersangkutan merasa tidak puas dengan pandangan
awalnya sebelum pandangannya kemudian berubah (di Indonesia kecenderungan itu terutama
menyangkut anggota atau simpatisan Golkar dalam pemilu 1999 yang tidak lagi puas dengan
partai beringin tersebut dan anggota atau partai lain dalam pemilu 2014). Dengan kata lain,
mereka telah terprediposisikan untuk berubah, dan komunikasi massa kemudian memperteguh
prediposisi tersebut dan menunjukan jalan tertentu untuk berubah.

Media massa membantu mensosialisasikan pribadi manusia. Melalui media massa kita
melengkapi apa yang hendak dipelajari tentang para pendahulu. Nilai nilai apa yang baik yang
harus diwarisi, nilai nilai manakah yang patut ditolak. Media mengajarkan berbagai sistem
nilai baru yang harus dianuti dan ditolak. Sebagai contoh nilai tentang etika berkomunikasi yang
baik dalam melakukan kegiatan politik yang sesuai nila nilai etika pancasila dan nilai nilai
tentang berpolitik yang baik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Mengapa Pemahaman tentang Pancasila sebagai etika berkomunikasi dalam berpolitik penting
bagi Mahasiswa Ilmu komunikasi?
1.3 Tujuan Penulisan

1. Menganalisis proses komunikasi politik yang digunakan koalisi KIH Vs KMP


2. Menganalisis pesan pesan politiknya
3. Menganalisis pencitraan yang mereka ciptakan serta cara pemasaran komunikasi politik tersebut

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Komunikasi Politik Sebagai Studi Ilmu Komunikasi
Studi komunikasi politik merupakan gabungan dari beberapa disiplin ilmu. Dalam
perkembangannya studi tentang komunikasi politik lebih mendapat perhatian oleh sarjana ilmu
politik dibandingkan dengan sarjana ilmu komunikasi. Hal serupa juga diungkapkan Cangara
bahwa di Indonesia pada awalnya perhatian untuk membicarakan komunikasi politik
justrutumbuh di kalangan para sarjana ilmu politik daripada para sarjana ilmu komunikasi itu
sendiri(Cangara, 2009:34).Meskipun demikian ilmu komunikasi sudah banyak mengajarkan
tentang politik meskimasih belum fokus.
Mark Roelofs mengatakan bahwa politik adalah pembicaraan atau lebihtepat, kegiatan
politik (berpolitik) adalah berbicara (Roelofs dalam Rakhmat, 1993:8).Sejalan dengan
perkembangannya, para ilmuan berusaha untuk memberikan definisitentang komunikasi politik.
Setiap ilmuan dalam mengkaji dan menjelaskan tentang studikomunikasi politik mempunyai
pandangan yang berbeda-beda. Soesanto mendefinisikankomunikasi politik adalah komunikasi
yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruhsedemikian rupa, sehingga masalah yang
dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini, dapatmengikat semua warganya melalui suatu sanksi
yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik (Astrid, S. Soesanto, 1980:2).
Menelaah beberapa pandangan diatas maka dapatdikatakan bahwa kegiatan politik
melibatkan komunikasi diantara beberapa orang yang terlibatdidalamnya.Berorientasi dari
beberapa pandangan ilmuan tentang komunikasi politik dapat dikatakan bahwa secara
keseluruhan tidak mudah untuk mendefinisikan komunikasi politik. Berkaitandengan semakin
bertambahnya definisi komunikasi politik yang disebabkan karena perbedaansudut pandang,
maka secara sederhana dapat dikatakan bahwa komunikasi politik merupakan proses
penyampaian pesan politik.
Kegiatan politik merupakan suatu interaksi atau dapat dikatakan adalah suatu kegiatan
berkomunikasi antara orang-orang. Politik sangat berkaitan erat dengan apa yang disebut
dengankomunikasi. Salah satu kajian penting dalam kegiatan politik yaitu bahwa semua kegiatan
politik sangat berhubungan dengan komunikasi.All political action is a reaction to
communication oneof kind or another. There are, however, different levels and types of
communication. Face-to- face communication is the most basic (Roskin, 1997:166).

2.2 Proses Komunikasi Politik


Seorang ahli Michael Rush dan Phillip Althoff dalam handout perkuliahan Rusnaini
(2008:34) menjelaskan komunikasi politik adalah proses dimana informasi politik yang relevan
diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem
sosial dengan sistem-sistem politik. Proses ini terjadi secara berkesinambungan dan mencakup
pula pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya pada
semua tingkatan.Pada tahun 1948, ilmuan politik, Harold D. Laswell mengemukakan bahwa cara
mudah untuk menggambarkan proses komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut ini:
Who
Says What (apa yang dibicarakan)
In which channel (menggunakan saluran apa)
To Whom (kepada siapa)
With what effect (bagaimana pengaruhnya).
Pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang biasa
terdapat dalam semua komunikasi yaitu adanya:
Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.
Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak
lain.
Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. dalam
komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran
nada/suara.
Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain
Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang
disampaikannya.
Menurut Dan Nimmo, Laswellian Formula merupakan formula paling sederhana yang
bisa dipakai untuk memahami proses komunikasi politik. Namun Nimmo menilai masih ada dua
kekurangan dari rumusan yang dikemukakan Laswell, yakni :Kekurangan pertama terletak pada
pernyataan dari seseorang kepada seseorang yang menyiratkan proses komunikasi
berlangsung linear. Dalam kenyataannya, komunikasi merupakan tindakan bersama yang yang
berlangsung simultan dan silkular antara seseorang dengan orang lain. Kekurangan kedua adalah
penjelasan laswell yang menyiratkan bahwa komunikasi adalah struktur berunsur lima. Dalam
kenyatannya tidak ada demarkasi atau perbatasan diantara bagian- bagian proses
komunikasi.Untuk mengatasi kekurangan ini, Nimmo mereformulasi rumusan Laswell menjadi
berikut :
Laswell:
Siapa?
Mengatakan apa?
Kepada siapa?
Dengan saluran apa?
Dengan akibat apa?
Nimmo:
Siapa?
Mengatakan apa?
Kepada (dengan) siapa?
Dengan saluran (-saluran) apa?
Dengan akibat (- akibat) apa?
2.3 Komunikator, Khalayak dan Pesan Politik Antara KIH VS KMP
Komunikator dalam proses komunikasi politik dapat diposisikan oleh beragam pihak.
Parlemen, partai politik, kelompok kepentingan, warganegara, presiden, menteri, pengamat
politik, dan lain sebagainya. Mereka menjadi komunikator jika menjadi partisipan yang
menyampaikan pesan-pesan politik, dan berubah menjadi komunikan jika mereka berposisi
sebagai penerima. Komunikator politik juga dapat di posisikan terhadap politikus, contohnya
komunikator dari anggota koalisi KIH dan KMP, semua anggota mereka adalah komunikator
politik, karena anggota mereka seorang politikus yang sering berada di dunia politik. Isi pesan
yang mereka sampaikan semuanya berbau politik.
Dalam komunikasi politik,khalayak yang menerima pesan-pesan politik adalah khalayak
politik. Jadi khalayak atau masyarakat luas atau publik yang menerima, memaknai dan
terpengaruh dengan berita dan infoirmasi atau pesanyang mempunyai muatan politik dalam
bentuk apapun adalah khalayak politik. Khalayak politik juga dapat berubah menjadi
komunikator politik dalam situasi dan kepentingan tertentu, juga sebaliknya.
Khalayak politik adalah khalayak yang mempunyai perhatian terhadap perkembangan
keadaan politik, memiliki informasi mengenai perkembnangan tersebut, dan mau aktif
berpartisipasi, merupakan kebutuhan sistem politik. Khalayak politik merupakan salah satu aspek
yang menjadi tongkat bagi para anggota politikus. Namun mereka begitu mudah mendekati para
khalayak politik, karena mereka khalayak politik bersifat heterogen yang dimana mereka sangat
mudah untuk dipengaruhi karena memiliki aliran kapitalis.
Jadi, dalam proses komunikasi politik KIH dan KMP perlu dukungan dari khalayaknya
untuk mempermudah mereka memenagkan pertarungan memperebutkan kekuasaan, dengan
dukungan dari khalayak maka komunikator akan menjadi yakin dan percaya diri terhadap pesan
yang di sampaikannya kepada publik atau khalayaknya. Kedua kubu tersebut berlomba lomba
untuk mencari sebanyak banyaknya khalayak unutk memudahkan mereka menguasai kursi
parlemen.
Pesan politik adalah Pesan pokok atau isu - isu yang disampaikan komunikator kepada
komunikan. Diyakini bahwa komunikator politik selalu merekayasa pesan politik sebelum itu
disampaikan kepada komunikan. Artinya, suatu pesan tidak pernah dibuat secara sembarang oleh
sebab seluruh komunikator percaya selalu ada FeedBack dalam setiap komentar mereka.
Penentuan isu ini berkait dengan konsep-konsep Manajemen Isu dan Kepemilikan Isu.
Dalam persaingan antara koalisi KIH Vs KMP ada beberapa ciri khas tersendiri, kedua
kubu tersebut masing masing merancang isi pesan yang mereka rubah sendiri berdasarkan
opini atau merekayasanya agar menarik khalayak untuk mendukung mereka, karena kedua kubu
tersebut mengharapkan FeedBack yang positif dari khalayaknya, sehingga mereka memasukan
isu isu dengan konsep konsep manajemen isu dan kepemilikan isu agar mendapatkan
FeedBack yang positif dari masyarakat atau khalayak.
2.4 Media dan Pemasaran Politik yang Digunakan oleh Koalisi KIH VS KMP
Media dalam sebuah komunikasi politik mempunyai peranan yang sangat penting karena
merupakan sebagai publisitas politik terhadap masyarakat luas. Tentunya dengan tujuan khalayak
mengetahui agenda politik setelah itu simpati dan menjatuhkan pilihannya kepada partai tersebut.
Siapapun komunikator atau aktivis politik akan berusaha untuk menguasai media. Tak heran,
barang siapa yang telah menguasai media, maka dia hampir memenangi pertarungan politik.
Semenjak kemajuan teknologi dan informasi yang revolusioner, media cetak maupun
elektronik mengantarkan informasi kepada khalayak sangat efektif. Pemanfaatan media untuk
mendongkrak popularitas sebenarnya telah mulai marak dan bebas sejak Pemilu 1999 dan
semakin menguat di Pemilu 2004 hingga Pemilu 2009. Segala kegiatan yang ada nuansa politik
diangkat media bertujuan tak hanya sebagai sarana publisitas namun juga mempengaruhi
khalayak untuk memilihnya. Selain harus memiliki media, untuk memaksimalkan publisitas
politik terhadap masyarakat luas, partai politik atau koalisi politik harus memiliki pemasaran
atau manajemen politik sendiri.
Karena manajemen atau pemasaran politik membantu menyebarluaskan isi pesan politik
melalui media media promosi tertentu seperti, iklan, manajemen isi pesan dan lain lain.
Dapat kita contohkan antara Koalisi KIH Vs KMP, kedua kubu koalisi tersebut memiliki
medianya masing masing sehingga memudahkan mereka menyampaikan isi pesannya kepada
khalayak atau publik. Koalisi KIH memiliki media televisi Metro Tv dan jajaran hubungan
kerjasamanya, sedangakan KMP memiliki media televisi Tv One dan jajaran media lainnya.
Kedua kubu tersebut saling berlomba lomba membuat isi pesan melalui pemasaran komunikasi
politik, seperti mengiklankan jagoan mereka di dalam bentuk pesan politik dan
mempublikasikannya di media mereka masing masing, dan pemasaran politik tersebut
membantu mereka untuk menyampaikan pesan politik yang mereka rancang dan mereka
opinikan kepada khalayak atau publiknya.
2.5 Pencitraan Koalisi KIH VS KMP
Politik Pencitraan dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menarik simpati publik
dengan menjual hasil-hasil atau pencapaian serta janji-janji semu nan palsu serta mengeksploitasi
segala tindakan-tindakan populis yang dibuat-buat dan mengesampingkan berbagai hal-hal yang
sebenarnya lebih subtansial dan lebih penting dari pada hanya sekedar mengejar popularitas citra
semata. Ada tiga faktor penyebab serta pendorong maraknya perilaku Politik Pencitraan ini.
Yang Pertama, munculnya industrialisasi / Korporasi Media-media. Dengan adanya
industrialisasi / kapitalisasi pada media-media itu telah menimbulkan terseretnya media dalam
kepentingan kepentingan politik, yang telah mengaburkan peran penting dari media itu sendiri
yaitu sebagai pembentuk National Building.
Kedua, yaitu adanya pergeseran sifat-sifat dari basis konstituen (Warga Pemilih) yang
telah bergeser ke sifat-sifat konsumerisme, individualis, mudah berubah dan skeptic, Sehingga
membuat mereka mudah dipengaruhi oleh tindakan-tindakan populis yang mereka lihat dari sisi
luarnya saja tanpa pernah melihat dari sisi kedalamannya. Dalam keadaan itulah, dengan
pencitraan politik dianggap oleh para politisi pengagum politik pencitraan dapat dengan mudah
mempengaruhi basis pemilih tersebut, terutama basis-basis pemilih yang masing mengambang.
Dan Ketiga, maraknya fenomena politik pencitraan ini juga tak terlepas dari cacatnya kaderisasi
di tingkat Partai Politik. Yaitu didalam menciptakan sosok-sosok pemimpin dengan kreadibilitas,
integritas dan kapabilitas yang maksimal. Dengan tidak dimilikinya figur atau sosok pemimpin
yang kharismatik, cerdas dan berkarakter, maka parpol-parpol lebih mengandalkan serta
mengejar citra politik semata untuk memenangkan setiap contest politik.Salah satu yang
dihasilkan dari reformasi adalah politik pencitraan oleh para politisi di Indonesia.
Politik pencitraan ini muncul akibat politik Indonesia yang tidak lagi bisa dikelola
melalui cara-cara menakutkan gaya Orde Baru (represi, intimidasi, kekerasan fisik, tuduhan
subversif), tetapi harus dikelola dengan cara-cara yang merangkul rakyat. Lahirlah politik
pencitraan. Namanya juga citra, jadi ya sifatnya pasti permukaan.Seperti yang kita ketahui
Koalisi KIH dan KMP memiliki pencitraan tersendiri yang di sampaikan kepada khalayaknya
atau publik, mereka masing masing membangun citra positif tersendiri melalui medianya untuk
menarik khalayak, terkadang pencitraan yang mereka sampaikan terlalu berlebihan, seakan
akan pencitraan tersebut membuat tokohnya menjadi orang yang paling diagung agungkan di
negaranya, akibat pencitraan yang berlebihan tersebut munculkan statemant statemant dari
masing masing kubu untuk menjatuhkan citra yang telah dibangun oleh lawannya. Karena
statemant statemant itu membuat komunikasi politik menjadi tidak sehat, karena terlalu banyak
sekali pencitraan dan pesan yang menjatuhkan dari masing masing kubu untuk mendapatkan
khalayak yang mereka inginkan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Studi komunikasi politik merupakan gabungan dari beberapa disiplin ilmu. Dalam
perkembangannya studi tentang komunikasi politik lebih mendapat perhatian oleh sarjana ilmu
politik dibandingkan dengan sarjana ilmu komunikasi. Hal serupa juga diungkapkan Cangara
bahwa di Indonesia pada awalnya perhatian untuk membicarakan komunikasi politik
justrutumbuh di kalangan para sarjana ilmu politik daripada para sarjana ilmu komunikasi itu
sendiri(Cangara, 2009:34).Meskipun demikian ilmu komunikasi sudah banyak mengajarkan
tentang politik meskimasih belum fokus.
komunikasi politik adalah proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari
satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem sosial dengan
sistem-sistem politik. Proses ini terjadi secara berkesinambungan dan mencakup pula pertukaran
informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya pada semua
tingkatan.Komunikator dalam proses komunikasi politik dapat diposisikan oleh beragam pihak.
Parlemen, partai politik, kelompok kepentingan, warganegara, presiden, menteri, pengamat
politik, dan lain sebagainya. Mereka menjadi komunikator jika menjadi partisipan yang
menyampaikan pesan-pesan politik, dan berubah menjadi komunikan jika mereka berposisi
sebagai penerima.
Dalam komunikasi politik,khalayak yang menerima pesan-pesan politik adalah khalayak
politik. Jadi khalayak atau masyarakat luas atau publik yang menerima, memaknai dan
terpengaruh dengan berita dan infoirmasi atau pesanyang mempunyai muatan politik dalam
bentuk apapun adalah khalayak politik. Pesan politik adalah Pesan pokok atau isu - isu yang
disampaikan komunikator kepada komunikan.Media dalam sebuah komunikasi politik
mempunyai peranan yang sangat penting karena merupakan sebagai publisitas politik terhadap
masyarakat luasmanajemen atau pemasaran politik membantu menyebarluaskan isi pesan politik
melalui media media promosi tertentu seperti, iklan, manajemen isi pesan dan lain lain.
3.2 Saran
Makalah ini tersusun dari hasil kerja saya dan masih sangat memiliki banyak kekurangan
baik dalam segi materi dan penyajiannya. Oleh karena itu, saya sebagai penulis sangat
mengharapkan karya ini akan bermanfaat bagi saya sendiri maupun kepada para pembaca. Kritik
dan saran yang bersifat membangun juga sangat diharapkan demi terwujudnya kesempurnaan
penyelesaiannya kelak.

DAFTAR PUSTAKA

Dan Nimmo, Komunikasi Politik, Bandung, Rosda Karya, 2000


Rakhmat, J. (1993). Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, Media. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offest.
Cangara, H. (2009). Komunikasi Politik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Akses tanggal 07 Januari 2015 Di: http://www.romeltea.com/2009/12/22/komunikasi-politik

Anda mungkin juga menyukai