Ifa - Minor CHF
Ifa - Minor CHF
A. IDENTITAS
Nama : Ny M
Umur : 61 tahun
Agama :Islam
Pekerjaan :-
No. CM : 340161
B. ANAMNESIS
1
berobat sebelumnya. Karena merasa sering sesak dan bengkak yang
bertambah, kemudian pasien memutuskan untuk berobat ke RSUD Batang.
C. PEMERIKSAAN FISIK
3. Tanda vital
Nadi : 72 kali/menit
Suhu : 36 oC
4. Status Generalis
2
a. Pemeriksaan kepala
b. Pemeriksaan Leher
c. Pemeriksaan thorax
Jantung
Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS, lebar
satu spatium intercosa
3
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
d. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi: datar, distensi (-), venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), vena
kolateral (-), hernia umbikalis (-)
Perkusi : timpani, Pekak alih (-), pekak sisi (-), undulasi (-),
area troube timpani
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba
e. Ekstremitas :
- - - -
- - + +
4
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Diff Count
Neutrofil 56.1 % 42 74
Limfosit 28.2 % 17 45
Monosit H 14.4 % 2.0 8.0
Eosinofil 0.9 % 0.0 5.0
Basofil 0.4 % 01
LimfositAbsolut 2.21 103/ul 0.9 5.20
LED
LED 1 jam mm/jam < 15
LED 2 jam mm/2jam < 30
Kimia Klinik
GDS 74 mg/dl 70 140
Ureum 22.6 mg/dl 10.0 50.0
Kreatinin H 1.52 mg/dl 0.5 0.90
Asam Urat H 9.3 mg/dl 3.4 7.0
5
( 28 Desember 2015)
Cardiomegali
3. EKG
6
Kesan :
Sinus aritmia
Incomplete RBBB
E. DIAGNOSIS KERJA
Hiperurisemia
F. PENATALAKSANAAN
7
Injeksi lasix 1A / 12 jam
DC kateter
FOLLOW UP
S O P
25-12- Kaki KU :baik O2 kanul nasal 3lpm
2015 bengkak Kes : komposmentis Infus RL mikro 20 tpm
(di igd) sesak Tekanan darah : 116/81 Inj. Lasix 1 ampul/12 jam
Nadi : 72 kali/menit Inj. Pantoprazol 1x1
Laju pernapasan : 24 kali Spironolacton 1x25mg
Suhu : 36o C Bisoprolol 1x2,5mg
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Thorax :
Cor : BJ I-II intensitas
regular, bising (-), batas
melebar
Pulmo :
Inspeksi :
pengembangan dada
ka=ki,
Palpasi : fremitus ka=ki
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+)
ronky +/+
8
Abdomen :
Inspeksi : dinding
perut // dinding dada,
distensi (-)
Auskultasi : Bising usus
(+) normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan -
Ekstremitas :
Akral dingin -
Oedema ekstremitas bawah
+
Pulmo :
Inspeksi :
pengembangan dada
ka=ki,
Palpasi : fremitus ka=ki
9
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+)
ronky -/-
Abdomen :
Inspeksi : dinding
perut // dinding dada,
distensi (-)
Auskultasi : Bising usus
(+) normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan -
Ekstremitas :
Akral dingin -
Oedema ekstremitas bawah
+
Pulmo :
10
Inspeksi :
pengembangan dada
ka=ki,
Palpasi : fremitus ka=ki
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+)
ronky -/-
Abdomen :
Inspeksi : dinding
perut // dinding dada,
distensi (-)
Auskultasi : Bising usus
(+) normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan -
Ekstremitas :
Akral dingin -
Oedema ekstremitas bawah
berkurang
11
(-), batas melebar
Pulmo :
Inspeksi :
pengembangan dada
ka=ki,
Palpasi : fremitus ka=ki
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+)
ronky -/-
Abdomen :
Inspeksi : dinding
perut // dinding dada,
distensi (-)
Auskultasi : Bising usus
(+) normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan -
Ekstremitas :
Akral dingin -
Oedema ekstremitas -
12
2015 di ruas Kes : komposmentis Inj. Lasix 1 ampul/12 jam
ruas jari Tekanan darah : 95/66 Inj. Pantoprazol 2x1
kaki Nadi : 77 kali/menit Spironolacton 1x25mg
terutama Laju pernapasan : 20 kali Bisoprolol 1x2,5mg
jempol kaki Suhu : 36o C Enzim ten 2x1 tab
Mata : CA (-/-), SI (-/-) Candesartan 1x4 mg
Thorax : Allopurinol 1x100mg
Cor : BJ I-II regular, bising Aminefron 3x1
(-), batas melebar Meloxicam 2x7,5mg
Abdomen :
Inspeksi : dinding
perut // dinding dada,
distensi (-)
Auskultasi : Bising usus
(+) normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan -
Ekstremitas :
Akral dingin -
Oedema ekstremitas -
13
Status lokalis regio pedis
Falang pedis :
Warna sama dengan kulit
sekitar, suhu sama dengan
sekitar, nyeri tekan +, tofus -
Pulmo :
Inspeksi :
pengembangan dada
ka=ki,
Palpasi : fremitus ka=ki
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+)
ronky -/-
Abdomen :
Inspeksi : dinding
perut // dinding dada,
distensi (-)
Auskultasi : Bising usus
14
(+) normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan -
Ekstremitas :
Akral dingin -
Oedema ekstremitas -
Pulmo :
Inspeksi :
pengembangan dada
ka=ki,
Palpasi : fremitus ka=ki
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+)
ronky -/-
Abdomen :
Inspeksi : dinding
perut // dinding dada,
15
distensi (-)
Auskultasi : Bising usus
(+) normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan -
Ekstremitas :
Akral dingin -
Oedema ekstremitas -
HASIL PEMBELAJARAN
Pasien datang dengan keluhan bengkak kedua kaki sampai tungkai sejak
2 minggu SMRS, bengkak diakui pasien muncul tiba tiba, awalnya hanya
sedikit. Semakin hari bengkak pada kaki semakin bertambah dan 2 hari SMRS
pasien merasa dadanya sesak saat berjalan jauh saat pergi ke pasar ke pasar, sesak
hilang ketika pasien beristirahat dan pasien masih bisa mengerjakan aktivitas
sehari hari seperti membersihkan rumah, mencuci pakaian dan memasak. Pasien
masih bisa tidur dengan tenang tanpa merasa sesak nafas. Pasien belum pernah
terbangun malam karena sesaknya. Sesak yang muncul saat beraktivitas tidak
dipangaruhi cuaca debu dan emosi. Batuk tidak berdahak jarang-jarang, tidak
mengeluarkan dahak darah. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Objektif :
16
Seorang wanita, usia 61 tahun. Pada pemeriksaan fisik ditemukan hasil
sebagai berikut : pada pemeriksaan thorax ditemukan batas cor melebar kearah
kiri bawah. Pada pemeriksaan abdomen dalam batas normal. Pemeriksaan
ekstremitas didaptkan edema ekstremitas bawah. Tanda vital : tekanan darah
111/74 mmHg, nadi 72 kali/menit, laju nafas 24 kali per menit, suhu 36,5 0 C. Pada
pemeriksaan EKG didapatkan sinus aritmia, incomplete RBBB. Pada pemeriksaan
penunjang foto thorax didapatkan cardiomegali. Dari hasil pemeriksaan asam urat
didapatkan hiperurisemia. Dari pemeriksaan fisik dan penunjang mendukung
diagnosis kearah CHF.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi
dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul
dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa
gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau
ketidaksesuaian preload dan afterload. Gagal jantung kongestif (congestive heart
failure) merupakan suatu keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal
jantung dan mekanisme kompensatoriknya.
ETIOLOGI
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit
jantung congenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan
gagal jantung meliputi :
1. Meningkatnya beban awal (preload)
17
Keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan
cacat septum ventrikel.
2. Meningkatnya beban akhir (after load)
Beban akhir meningkat pada keadaan-keaadaan seperti stenosis aorta dan
hipertensi sistemik.
3. Menurunnya kontraktilitas miokardium
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati. Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot
jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun
penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial.
Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional : dilatasi
(kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi
merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada
ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya
antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE,
sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertrofik
dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara
sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada
serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris
yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati
hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan
serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan
dengan kelainan fungsi diastolic (relaksasi) yang menghambat pengisian
ventrikel.4,5 Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung
rematik, walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara
maju.
18
2. Hipoksia dan anemia : memerlukan peningkatan cairan jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik ; menurunkan suplai oksigen ke
jantung.
3. Asidosis (respiratori atau metabolik)
4. Abnormalitas elektrolit : menurunkan kontrktilitas jantung.
5. Disritmia jantung : terjadi denga sendirinya atau secara sekunder akibat
gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungus jantung.
6. Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap
ejeksi ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal jantung kanan.
19
A. Kelainan Mekanik
1. Primer
a. Kardiomiopati
b. Miokarditis
c. Kelainan Metabolik
d. Toksisitas (Alkohol, Kobalt)
e. Presbikardia
2. Kelainan Disdinamik Sekunder (Akibat Kelainan Mekanik)
3. Deprivasi Oksigen (Penyakit Jantung Koroner)
4. Kelainan Metabolik
5. Peradangan
6. Penyakit Sistemik
7. Penyakit Paru Obstruktif Kronis
1. Fibrilasi
2. Takikardia atau bradikardia ekstrim
20
3. Asinkronitas listrik, gangguan konduktif
PATOFISIOLOGI
21
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi
volume sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan
meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel, terjadinya peningkatan tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri. Akibatnya terjadi pula peningkatan tekanan atrium
kiri karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol.
Peningkatan tekanana atrium kiri diteruskan ke belakang kedalam pembuluh darah
paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan
hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah,
akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial sehingga terjadilah edema
interstisial. Peningkatan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke
dalam alveoli dan terjadilah edema paru.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga
akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik
dan edema.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang
dapat terjadi yaitu :
1. Peningkatan aktifitas adrenergik simpatik.
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan
respon simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik
simpatik merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik
jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan
meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu, juga terjadi
vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan
redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ
yang metabolismenya rendah seperti kulit dan ginjal untuk
mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan
meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung dan akan
22
meningkatkan beban awal jantung yang nantinya akan meningkatkan
kontraksi dan curah jantung.
3. Hipertrofi ventrikel.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi
miokardium atau bertambah tebal dinding miokardium. Hipertrofi akan
meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium sehingga dapat
meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel sehingga curah jantung aka
meningkat.
23
1
2 3
Keterangan :
Gambar 1 : Jantungnormal
Gambar 2 : Dinding jantung merentang dan bilik-bilik
jantung membesar, dinding jantung merentang untuk
menahan lebih banyak darah
Gambar 3 : Dinding-dinding jantung menebal, dinding
otot jantung menebal untuk memompa lebih kuat.
24
KLASIFIKASI
Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan.
Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis
dekompensasi, serta gagal jantung kronis. Klasifikasi berdasarkan Killip
digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian:
Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan
paru.
25
Berdasarkan New York Heart Association, Klasifikasi gagal jantung :
MANIFESTASI KLINIS
Orthopnea
Orthopnea, yang didefinisikan sebagai sesak napas yang terjadi pada posisi
berbaring, biasanya merupakan manifestasi lanjut dari gagal jantung
26
dibandingkan dyspneu deffort. Hal ini terjadi akibat redistribusi dari
cairan dari sirkulasi splanchnik dan ektremitas bawah kedalam sirkulasi
pusat selama berbaring, disertai dengan peningkatan tekanan kapiler
pulmoner.
Merupakan gejala yang sering terjadi pada proses ini dan seringkali
menyamarkan gejala gagal jantung yang lain.
Istilah ini berarti adanya episode akut dari sesak napas yang berat dan
batuk yang biasanya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien
dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. PND dapat bermanifestasi
sebagai batuk-batuk atau wheezing, kemungkinan karena peningkatan
tekanan pada arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran udara,
disertai dengan edema pulmoner interstitial yang meyebabkan peningkatan
resistensi saluran udara. Diketahui bahwa orthopnea dapat meringan
setelah duduk tegak, sedangkan pasien PND seringkali mengalami batuk
dan wheezing yang persisten walaupun mereka mengaku telah duduk
tegak.
Ronki
Hemoptisis
27
Disfagia (sulit menelan)
Keluhan gastrointestinal.
Edema perifer
28
Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu
berbaring.
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema tubuh
generalisata.
Pernapasan Cheyne-Stokes
29
penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah
komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan,
mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea.
Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai
sesak napas parah (berat) atau napas berhenti sementara.
Gejala serebral
Pasien dengan gagal jantung dapat pula datang dengan Gejala serebral,
seperti disorientasi, gangguan tidur dan mood, dapat pula diamati pada
pasien dengan gagal jantung berat, terutama pasien lanjut usia dengan
arteriosclerosis serebral dan perfusi serebral yang menurun. Nocturia
umum terjadi pada gagal jantung dan dapat berperan dalam insomnia
DIAGNOSIS
o Sesak nafas
30
o Tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak yang
dirasakan
B. Pemeriksaan fisik
31
j. Dengarkan dengan stethoschope dan periksalah suara jantung, apakah ada
murmur. Bila memungkinkan, dengarkan arteri carotis untuk mencari
radiasi murmur atau bruit.
k. Perkusi dan auskultasi dada di depan dan belakang, carilah apakah ada
efusi pleura. Dengarkan, apakah ada krepitasi pada dasar paru.
C. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks
Mengarah ke kardiomegali, LVH jantung membesar ke kiri, apeks
menekan diafragma (tertanam),RVH jantung membesar ke kiri dengan
apeks terangkat dari diafragma, pinggang jantung merata atau
menonjol,dan ada gambaran double kontur.
Corakan vascular paru menggambarkan kranialisasi
Efusi pleura
EKG
Untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan aritmia.
Hipertropi ventrikel kiri dimana S d V1 + R di V5/V6 35 mm , aritmia misalnya
terdapat fibrilasi atrium dimana jarak R ke R tidak seragam.
Laboratorium :
32
1. Faal Ginjal
Urin :
Darah :
LED turun
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosa ditegakkan gagal jantung
kongestif, yaitu ditemukan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Kriteria mayor :
33
Peningkatan tekanan vena jugularis
Kardiomegali
Gallop S3
Refluks hepatojugular
Kriteria minor :
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspneu deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi (>120x/menit)
PENATALAKSANAAN
1. Aktivitas
34
Walaupun aktivitas fisik berat tidak dianjurkan pada gagal jantung, suatu latihan
rutin ringan terbukti bermanfaat pada pasien gagal jantung dengan NYHA kelas I-
III. Pasien euvolemik sebaiknya didorong untuk melakukan latihan rutin isotonic
seperti jalan atau mengayuh sepeda ergometer statis, yang dapat ditoleransi.
Beberapa penelitian mengenai latihan fisik memberikan hasil yang positif dengan
berkurangnya gejala, meningkatkan kapasitas latihan, dan memperbaiki kualitas
dan durasi kehidupan. Manfaat pengurangan berat badan dengan restriksi intake
kalori belum diketahui secara jelas
2. Diet
Diet rendah garam (2-3 g per hari) dianjurkan pada semua pasien gagal jantung.
3. Diuretik
Kebanyakan dari manifestasi klinik gagal jantung sedang hingga berat diakibatkan
oleh retensi cairan yang menyebabkan ekspansi volume dan gejala kongestif.
Diuretik adalah satu-satunya agen farmakologik yang dapat mengendalikan
retensi cairan pada gagal jantung berat, dan sebaiknya digunakan untuk
mengembalikan dan menjaga status volume pada pasien dengan gejala kongestif
(sesak napas, orthopnea, dan edema) atau tanda peningkatan tekanan pengisian
(rales, distensi vena jugularis, edema perifer). Furosemide, torsemide, dan
bumetanide bekerja pada loop of Henle (loop diuretics) dengan menginhibisi
reabsorbsi Na+, K+,dan Cl pada bagian asendens pada loop of henle; thiazide
dan metolazone mengurangi reabsorbsi Na+ dan Cl- pada bagian awal tubulus
kontortus distal, dan diuretic hemat kalium seperti spironolakton bekerja pada
tingkat duktus koligens.
4. Vasodilator
35
Vasodilator diindikasikan pada gagal jantung akut sebagai first line theraphy,
apabila hipoperfusi padahal tekanan darah adekuat dan tanda-tanda kongesti
dengan diuresis sedikit, untuk membuka sirkulasi perifer dan mengurangi pre-
load. Contoh vasodilator Gliseril trinitrat 5-mononitrat, Isosorbid dinitrat,
Nitropusid, dan Nesitirid.
Efek samping yang kebanyakan terjadi berkaitan dengan supresi sistem renin
angiotensin. Penurunan tekanan darah dan azotemia ringan dapat terjadi selama
pemberian terapi dan biasanya ditoleransi dengan baik sehingga dosis tidak perlu
diturunkan. Akan tetapi, jika hipotensi diikuti dengan rasa pusing atau disfungsi
renal menjadi lebih berat, maka penting untuk menurunkan dosisnya. Pada retensi
potassium yang tidak berespon dengan diuretic, dosis ACE juga perlu diturunkan.
36
Obat ini ditoleransi dengan baik pada pasien yang tidak dapat diberikan ACE
karena batuk, rash kulit, dan angioedema. Walaupun ACEI dan ARB menghambat
sistem rennin-angiotensin, kedua golongan obat ini bekerja dalam mekanisme
yang berbeda. ACEI memblokir enzim yang berperan dalam mengkonversi
angiotensin I menjadi angiotensin II, ARB memblokir efek angiotensin II pada
reseptor angiotensin tipe I. Beberapa penelitian klinik menunjukkan manfaat
terapeutik dari penambahan ARB pada terapi ACEI pada pasien HF kronis.
Baik ACE inhibitor maupun ARBs memiliki efek serupa terhadap tekanan darah,
fungsi ginjal, dan potassium. Sehingga efek samping kedua obat tersebut serupa
pula.
Efek samping dari beta bloker biasanya terkait dengan komplikasi yang timbul
dari penurunan sistem saraf adrenergic. Reaksi ini umumnya terjadi beberapa hari
setelah permulaan terapi dan biasanya responsive setelah dosis dikurangi. Terapi
betabloker dapat menyebabkan bradykardia dan/atau eksaserbasi heart block.
Maka dari itu, dosis beta blocker sebaiknya diturunkan jika heart rate menurun
hingga <50>1 receptor yang dapat mengakibatkan efek vasodilatasi.
8. Antagonis Aldosteron
37
Walaupun dikategorikan sebagai diuretic hemat kalium, obat yang memblokir
efek aldosteron (spironolakton atau eplerenon) memiliki efek bermanfaat yang
independent dari efek keseimbangan sodium. Walaupun ACEI dapat menurunkan
sekresi aldosteron secara transient, dengan terapi jangka panjang, kadar aldosteron
akan kembali seperti sebelum terapi ACEI dilakukan. Maka dari itu, pemberian
antagonis aldosteron dianjurkan pada pasien dengan NYHA kelas III atau kelas IV
yang memiliki EF yang menurun (<35%).
38
DAFTAR PUSTAKA
39