Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Ny M

Umur : 61 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama :Islam

Pekerjaan :-

Alamat : Kalisalak 2/5 Limpung, Batang

No. CM : 340161

Tanggal Masuk : 24 Desember 2015

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : bengkak kedua tungkai

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan bengkak kedua kaki sampai tungkai


sejak 2 minggu SMRS, bengkak diakui pasien muncul tiba tiba,
awalnya hanya sedikit. Semakin hari bengkak pada kaki semakin
bertambah dan 2 hari SMRS pasien merasa dadanya sesak saat berjalan
jauh saat pergi ke pasar ke pasar, sesak hilang ketika pasien beristirahat
dan pasien masih bisa mengerjakan aktivitas sehari hari seperti
membersihkan rumah, mencuci pakaian dan memasak. Pasien masih bisa
tidur dengan tenang tanpa merasa sesak nafas. Pasien belum pernah
terbangun malam karena sesaknya. Sesak yang muncul saat beraktivitas
tidak dipangaruhi cuaca debu dan emosi. Mengi (-), nyeri dada (-), batuk
tidak berdahak jarang-jarang, tidak berdarah, mual (-), muntah (-), nyeri
ulu hati (-), demam (-). BAB dan BAK normal. Pasien belum pernah

1
berobat sebelumnya. Karena merasa sering sesak dan bengkak yang
bertambah, kemudian pasien memutuskan untuk berobat ke RSUD Batang.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat hipertensi : disangkal


Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit jantung disangkal


Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
seperti pasien

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien sudah tidak bekerja, biaya kehidupan sehari hari ditanggung oleh
anaknya. Biaya pengobatan menggunakan BPJS kelas III.
Kesan ekonomi : menengah kebawah

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik di bangsal Melati, dilakukan tanggal 26 Desember 2015.

1. Keadaan umum : tampak sakit ringan

2. Kesadaran : composmentis, GCS E4M6

3. Tanda vital

Tekanan darah : 117/74

Nadi : 72 kali/menit

Laju napas : 24 kali/menit

Suhu : 36 oC

4. Status Generalis

2
a. Pemeriksaan kepala

a. Bentuk kepala : mesocephal (+)

b. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

c. Telinga : discharge (-/-), deformitas (-)

d. Hidung : discharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping hidung


(-)

e. Mulut : sianosis (-)

b. Pemeriksaan Leher

Deviasi trakea (-), pembesaran limfonodi (-)

Palpasi : JVP tidak meningkat

c. Pemeriksaan thorax

bentuk normochest, simetris, artrofi musculus pectoralis (-/-), spider


nevi (-), Gynecomastia (-), retraksi interkostalis (-), retraksi
supraklavikula (-),pernapasan thorako abdominal, sela iga melebar (-),
pembesaran kelenjar getah bening aksilla (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS, lebar
satu spatium intercosa

Perkusi : Batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra

Batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra

Batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra

Batas kiri bawah : SIC VI 1 jari lateral linea


midclavicularis sinistra

3
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru

Inspeksi : Hemithorak dextra = sinistra, ketinggalan gerak

Palpasi : Pergerakan kanan = kiri

Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri

Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri

Perkusi Kanan : Sonor, batas absolut paru hepar SIC V linea


midclavicularis dekstra

Kiri : Sonor, mulai redup pada batas paru jantung dan


lobus inferior pulmo dextra dan sinistra , batas paru
lambung SIC VI linea axillaris anterior sinistra

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronky (-/-), wheezing (-/-)

d. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi: datar, distensi (-), venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), vena
kolateral (-), hernia umbikalis (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : timpani, Pekak alih (-), pekak sisi (-), undulasi (-),
area troube timpani

Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba

e. Ekstremitas :

Akral dingin Oedema

- - - -

- - + +

4
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan 25/12 27/12 Satuan Nilai


Rujukan
Hematologi
CBC
Leukosit 7.85 103/ul 4.50 11.00
Eritrosit H 5.11 106/ul 4.10 5.10
Hemoglobin 15.3 g/dl 12 16
Hematokrit 45.7 % 36.0 46.0
MCV 89.4 fL 78.0 102.0
MCH 29.9 pg 25.0 35.0
MCHC 33.5 g/dL 31.0 37.0
Trombosit 202 103/ul 150 450
RDW-SD H 61 fL 37 54
RDW-CV H 20.4 % 11 - 16

Diff Count
Neutrofil 56.1 % 42 74
Limfosit 28.2 % 17 45
Monosit H 14.4 % 2.0 8.0
Eosinofil 0.9 % 0.0 5.0
Basofil 0.4 % 01
LimfositAbsolut 2.21 103/ul 0.9 5.20
LED
LED 1 jam mm/jam < 15
LED 2 jam mm/2jam < 30
Kimia Klinik
GDS 74 mg/dl 70 140
Ureum 22.6 mg/dl 10.0 50.0
Kreatinin H 1.52 mg/dl 0.5 0.90
Asam Urat H 9.3 mg/dl 3.4 7.0

2. Foto Rontgen Thorax PA

5
( 28 Desember 2015)

Apex kedua pulmo tenang

Corakan bronkovaskuler pulmo dalam batas normal

Sinus lancip. Diafragma licin

Cor CTR > 0.5

Kesan : Pulmo tenang

Cardiomegali

3. EKG

6
Kesan :

Sinus aritmia

Incomplete RBBB

NSTEMI non spesifik

E. DIAGNOSIS KERJA

Gagal Jantung Congestive

Hiperurisemia

F. PENATALAKSANAAN

O2 kanul nasal 2-3 lpm

IVFD RL 20 tpm mikro

7
Injeksi lasix 1A / 12 jam

Injeksi pantoprazol 1 A/ 24 jam

Spironolacton tablet 1x25mg

Bisoprolol tablet 1x2,5 mg

DC kateter

FOLLOW UP

S O P
25-12- Kaki KU :baik O2 kanul nasal 3lpm
2015 bengkak Kes : komposmentis Infus RL mikro 20 tpm
(di igd) sesak Tekanan darah : 116/81 Inj. Lasix 1 ampul/12 jam
Nadi : 72 kali/menit Inj. Pantoprazol 1x1
Laju pernapasan : 24 kali Spironolacton 1x25mg
Suhu : 36o C Bisoprolol 1x2,5mg
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Thorax :
Cor : BJ I-II intensitas
regular, bising (-), batas
melebar

Pulmo :
Inspeksi :
pengembangan dada
ka=ki,
Palpasi : fremitus ka=ki
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+)
ronky +/+

8
Abdomen :
Inspeksi : dinding
perut // dinding dada,
distensi (-)
Auskultasi : Bising usus
(+) normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan -

Ekstremitas :
Akral dingin -
Oedema ekstremitas bawah
+

26-12- Kedua lutut, KU :baik Infus RL mikro 20 tpm


2015 pergelangan Kes : komposmentis Inj. Lasix 1 ampul/8 jam
kaki dan Tekanan darah : 117/72 Inj. Pantoprazol 2x1
ruas-ruas Nadi : 74 kali/menit Spironolacton 1x25mg
jari kaki Laju pernapasan : 20 kali Bisoprolol 1x2,5mg
terasa linu Suhu : 36.5o C Enzim ten 2x1 tab
Sesak Mata : CA (-/-), SI (-/-) Candesartan 1x4 mg
minimal Thorax :
Cor : BJ I-II intensitas Cek asam urat, ureum,
regular, bising (-), batas creatinin
melebar Foto thorax

Pulmo :
Inspeksi :
pengembangan dada
ka=ki,
Palpasi : fremitus ka=ki

9
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+)
ronky -/-

Abdomen :
Inspeksi : dinding
perut // dinding dada,
distensi (-)
Auskultasi : Bising usus
(+) normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan -

Ekstremitas :
Akral dingin -
Oedema ekstremitas bawah
+

27-12- Kedua lutut, KU :baik Infus RL mikro 20 tpm


2015 pergelangan Kes : komposmentis Inj. Lasix 1 ampul/8 jam
kaki dan Tekanan darah : 118/86 Inj. Pantoprazol 2x1
ruas-ruas Nadi : 83 kali/menit Spironolacton 1x25mg
jari kaki Laju pernapasan : 20 kali Bisoprolol 1x2,5mg
terasa linu Suhu : 36.5o C Enzim ten 2x1 tab
Sesak (-) Mata : CA (-/-), SI (-/-) Candesartan 1x4 mg
Thorax :
Cor : BJ I-II intensitas
regular, bising (-), batas
melebar

Pulmo :

10
Inspeksi :
pengembangan dada
ka=ki,
Palpasi : fremitus ka=ki
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+)
ronky -/-

Abdomen :
Inspeksi : dinding
perut // dinding dada,
distensi (-)
Auskultasi : Bising usus
(+) normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan -

Ekstremitas :
Akral dingin -
Oedema ekstremitas bawah
berkurang

28-12- ruas-ruas KU :baik Infus RL mikro 20tpm


2015 jari kaki Kes : komposmentis Inj. Lasix 1 ampul/8 jam
terasa linu Tekanan darah : 100/65 Inj. Pantoprazol 2x1
Sesak (-) Nadi : 70 kali/menit Spironolacton 1x25mg
Laju pernapasan : 20 kali Bisoprolol 1x2,5mg
Suhu : 36.5o C Enzim ten 2x1 tab
Mata : CA (-/-), SI (-/-) Candesartan 1x4 mg
Thorax : Allopurinol 1x100mg
Cor : BJ I-II regular, bising Aminefron 3x1

11
(-), batas melebar

Pulmo :
Inspeksi :
pengembangan dada
ka=ki,
Palpasi : fremitus ka=ki
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+)
ronky -/-

Abdomen :
Inspeksi : dinding
perut // dinding dada,
distensi (-)
Auskultasi : Bising usus
(+) normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan -

Ekstremitas :
Akral dingin -
Oedema ekstremitas -

Status lokalis regio pedis


Falang pedis :
Warna sama dengan kulit
sekitar, suhu sama dengan
sekitar, nyeri tekan +, tofus -

29-12- Linu linu KU :baik Infus RL mikro 20 tpm

12
2015 di ruas Kes : komposmentis Inj. Lasix 1 ampul/12 jam
ruas jari Tekanan darah : 95/66 Inj. Pantoprazol 2x1
kaki Nadi : 77 kali/menit Spironolacton 1x25mg
terutama Laju pernapasan : 20 kali Bisoprolol 1x2,5mg
jempol kaki Suhu : 36o C Enzim ten 2x1 tab
Mata : CA (-/-), SI (-/-) Candesartan 1x4 mg
Thorax : Allopurinol 1x100mg
Cor : BJ I-II regular, bising Aminefron 3x1
(-), batas melebar Meloxicam 2x7,5mg

Pulmo : Aff DC kateter


Inspeksi :
pengembangan dada
ka=ki,
Palpasi : fremitus ka=ki
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+)
ronky -/-

Abdomen :
Inspeksi : dinding
perut // dinding dada,
distensi (-)
Auskultasi : Bising usus
(+) normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan -

Ekstremitas :
Akral dingin -
Oedema ekstremitas -

13
Status lokalis regio pedis
Falang pedis :
Warna sama dengan kulit
sekitar, suhu sama dengan
sekitar, nyeri tekan +, tofus -

30-12- Badan KU :baik Infus RL mikro 20 tpm


2015 lemas Kes : komposmentis Inj. Lasix 1 ampul/24 jam
Sesak - Tekanan darah : 90/68 Inj. Pantoprazol 2x1
Nadi : 74 kali/menit Spironolacton 1x25mg
Laju pernapasan : 20 kali Bisoprolol 1x2,5mg
Suhu : 36o C Enzim ten 2x1 tab
Mata : CA (-/-), SI (-/-) Candesartan 1x4 mg
Thorax : Allopurinol 1x100mg
Cor : BJ I-II regular, bising Aminefron 3x1
(-), batas melebar Meloxicam 2x7,5mg

Pulmo :
Inspeksi :
pengembangan dada
ka=ki,
Palpasi : fremitus ka=ki
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+)
ronky -/-

Abdomen :
Inspeksi : dinding
perut // dinding dada,
distensi (-)
Auskultasi : Bising usus

14
(+) normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan -

Ekstremitas :
Akral dingin -
Oedema ekstremitas -

31-12- BAK agak KU :baik BLPL


2015 panas Kes : komposmentis
Keluhan Tekanan darah : 100/68 Furosemid 40mg 1-0-0
lain Nadi : 72 kali/menit Lansoprazol 2x1
Pasien Laju pernapasan : 20 kali Spironolacton 1x25mg
minta Suhu : 36o C Bisoprolol 1x2,5mg
pulang Mata : CA (-/-), SI (-/-) Candesartan 1x4 mg
Thorax : Aminefron 3x1
Cor : BJ I-II regular, bising Meloxicam 2x7,5mg
(-), batas melebar Cefixime 2x200mg

Pulmo :
Inspeksi :
pengembangan dada
ka=ki,
Palpasi : fremitus ka=ki
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+)
ronky -/-

Abdomen :
Inspeksi : dinding
perut // dinding dada,

15
distensi (-)
Auskultasi : Bising usus
(+) normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan -

Ekstremitas :
Akral dingin -
Oedema ekstremitas -

HASIL PEMBELAJARAN

Subyektif : Autoanamnesis dilakukan di Bangsal Melati pada tanggal 26


Desember 2015

Keluhan utama : bengkak kedua tungkai dan kaki

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan bengkak kedua kaki sampai tungkai sejak
2 minggu SMRS, bengkak diakui pasien muncul tiba tiba, awalnya hanya
sedikit. Semakin hari bengkak pada kaki semakin bertambah dan 2 hari SMRS
pasien merasa dadanya sesak saat berjalan jauh saat pergi ke pasar ke pasar, sesak
hilang ketika pasien beristirahat dan pasien masih bisa mengerjakan aktivitas
sehari hari seperti membersihkan rumah, mencuci pakaian dan memasak. Pasien
masih bisa tidur dengan tenang tanpa merasa sesak nafas. Pasien belum pernah
terbangun malam karena sesaknya. Sesak yang muncul saat beraktivitas tidak
dipangaruhi cuaca debu dan emosi. Batuk tidak berdahak jarang-jarang, tidak
mengeluarkan dahak darah. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Objektif :

16
Seorang wanita, usia 61 tahun. Pada pemeriksaan fisik ditemukan hasil
sebagai berikut : pada pemeriksaan thorax ditemukan batas cor melebar kearah
kiri bawah. Pada pemeriksaan abdomen dalam batas normal. Pemeriksaan
ekstremitas didaptkan edema ekstremitas bawah. Tanda vital : tekanan darah
111/74 mmHg, nadi 72 kali/menit, laju nafas 24 kali per menit, suhu 36,5 0 C. Pada
pemeriksaan EKG didapatkan sinus aritmia, incomplete RBBB. Pada pemeriksaan
penunjang foto thorax didapatkan cardiomegali. Dari hasil pemeriksaan asam urat
didapatkan hiperurisemia. Dari pemeriksaan fisik dan penunjang mendukung
diagnosis kearah CHF.

Kriteria Farmingham terdapat 1 kriteria mayor yaitu cardiomegali dan 2 kriteria


minor yaitu edema ekstremitas bawah dan dyspneu deffort.

Assesment : CHF , hiperurisemia

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi
dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul
dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa
gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau
ketidaksesuaian preload dan afterload. Gagal jantung kongestif (congestive heart
failure) merupakan suatu keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal
jantung dan mekanisme kompensatoriknya.

ETIOLOGI
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit
jantung congenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan
gagal jantung meliputi :
1. Meningkatnya beban awal (preload)

17
Keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan
cacat septum ventrikel.
2. Meningkatnya beban akhir (after load)
Beban akhir meningkat pada keadaan-keaadaan seperti stenosis aorta dan
hipertensi sistemik.
3. Menurunnya kontraktilitas miokardium
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati. Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot
jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun
penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial.
Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional : dilatasi
(kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi
merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada
ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya
antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE,
sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertrofik
dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara
sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada
serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris
yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati
hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan
serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan
dengan kelainan fungsi diastolic (relaksasi) yang menghambat pengisian
ventrikel.4,5 Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung
rematik, walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara
maju.

Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung dapat berupa :


1. Meningkatnya laju metabolisme (misalnya, demam dan tirotoksikosis)

18
2. Hipoksia dan anemia : memerlukan peningkatan cairan jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik ; menurunkan suplai oksigen ke
jantung.
3. Asidosis (respiratori atau metabolik)
4. Abnormalitas elektrolit : menurunkan kontrktilitas jantung.
5. Disritmia jantung : terjadi denga sendirinya atau secara sekunder akibat
gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungus jantung.
6. Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap
ejeksi ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal jantung kanan.

Penyebab Seluruh Kegagalan Pompa Jantung

19
A. Kelainan Mekanik

1. Peningkatan Beban Tekanan


a. Sentral (Stenosis aorta)
b. Perifer (hipertensi sistemik)
2. Peningkatan Beban Volume (Regurgitasi katup, peningkatan beban
awal)
3. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau
trikuspidal)
4. Tamponade Perikardium
5. Pembatasan Miokardium atau Endokardium
6. Aneurisme Ventrikel
7. Dissinergi Ventrikel

B. Kelainan Miokardium (otot)

1. Primer
a. Kardiomiopati
b. Miokarditis
c. Kelainan Metabolik
d. Toksisitas (Alkohol, Kobalt)
e. Presbikardia
2. Kelainan Disdinamik Sekunder (Akibat Kelainan Mekanik)
3. Deprivasi Oksigen (Penyakit Jantung Koroner)
4. Kelainan Metabolik
5. Peradangan
6. Penyakit Sistemik
7. Penyakit Paru Obstruktif Kronis

C. Perubahan Irama Jantung atau Urutan Hantaran

1. Fibrilasi
2. Takikardia atau bradikardia ekstrim

20
3. Asinkronitas listrik, gangguan konduktif

PATOFISIOLOGI

21
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi
volume sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan
meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel, terjadinya peningkatan tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri. Akibatnya terjadi pula peningkatan tekanan atrium
kiri karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol.
Peningkatan tekanana atrium kiri diteruskan ke belakang kedalam pembuluh darah
paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan
hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah,
akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial sehingga terjadilah edema
interstisial. Peningkatan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke
dalam alveoli dan terjadilah edema paru.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga
akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik
dan edema.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang
dapat terjadi yaitu :
1. Peningkatan aktifitas adrenergik simpatik.
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan
respon simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik
simpatik merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik
jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan
meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu, juga terjadi
vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan
redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ
yang metabolismenya rendah seperti kulit dan ginjal untuk
mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan
meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung dan akan

22
meningkatkan beban awal jantung yang nantinya akan meningkatkan
kontraksi dan curah jantung.

2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem renin-angiotensin-


aldosteron.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan mengakibatkan
penurunan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus akibatnya
terjadilah pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus. Interaksi renin
dengan angiotensinogen di dalam darah akan menghasilkan angiotensi I.
Kemudian akan terjadi konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.
Angiotensin II akan merangsang sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal
yang akan meningkatkan reabsorspi natrium pada tubulus distal dan
duktus pengumpul.Natrium akan menarik air. Selain itu, angiotensin II jua
menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah.

3. Hipertrofi ventrikel.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi
miokardium atau bertambah tebal dinding miokardium. Hipertrofi akan
meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium sehingga dapat
meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel sehingga curah jantung aka
meningkat.

Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah


jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung
pada tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal dan pada
keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung
biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka
kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.

Perubahan-perubahan yang terlihat pada gagal jantung :

23
1
2 3
Keterangan :
Gambar 1 : Jantungnormal
Gambar 2 : Dinding jantung merentang dan bilik-bilik
jantung membesar, dinding jantung merentang untuk
menahan lebih banyak darah
Gambar 3 : Dinding-dinding jantung menebal, dinding
otot jantung menebal untuk memompa lebih kuat.

24
KLASIFIKASI

Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan.
Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis
dekompensasi, serta gagal jantung kronis. Klasifikasi berdasarkan Killip
digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian:

Derajat I : Tanpa gagal jantung


Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3
galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis

Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan
paru.

Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik <


90 mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis)

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda


kongesti (adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato
jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau
square wave blood pressure pada manuver valsava) dan kecukupan perfusi
(adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik,
ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran). Pasien yang mengalami kongesti
disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan
perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan
hal tersebut penderta dibagi menjadi empat kelas, yaitu:

Kelas I (A) : kering dan hangat (dry warm)


Kelas II (B) : basah dan hangat (wet warm)

Kelas III (L) : kering dan dingin (dry cold)

Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet cold)

25
Berdasarkan New York Heart Association, Klasifikasi gagal jantung :

Kelas I : Tanpa keluhan Masih bisa melakukan aktivitas fisik


sehari-hari tanpa disertai kelelahan, sesak napas, ataupun palpitasi.
Kelas II : Ringan aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan
kelelahan, sesak napas, ataupun palpitasi, tetapi jika aktivitas ini
dihentikan maka keluhan pun hilang.

Kelas III : Sedang aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan


kelelahan, sesak napas, ataupun palpitasi, tetapi keluhan akan berkurang
jika aktivitas dihentikan.

Kelas IV : Berat tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari,


bahkan pada saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika
melakukan aktivitas

MANIFESTASI KLINIS

Gejala dan tanda gagal ke belakang jantung kiri:

Dispnea (sulit bernapas)

Merupakan keluhan yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh


peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskular paru yang
mengurang kelenturan paru dan peningkatan tahanan aliran udara. Dispnea
saat beraktivitas (dyspneu deffort) menunjukan gejala awal dari gagal
jantung kiri.

Orthopnea

Orthopnea, yang didefinisikan sebagai sesak napas yang terjadi pada posisi
berbaring, biasanya merupakan manifestasi lanjut dari gagal jantung

26
dibandingkan dyspneu deffort. Hal ini terjadi akibat redistribusi dari
cairan dari sirkulasi splanchnik dan ektremitas bawah kedalam sirkulasi
pusat selama berbaring, disertai dengan peningkatan tekanan kapiler
pulmoner.

Batuk nocturnal (batuk yang dialami pada malam hari)

Merupakan gejala yang sering terjadi pada proses ini dan seringkali
menyamarkan gejala gagal jantung yang lain.

Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)

Istilah ini berarti adanya episode akut dari sesak napas yang berat dan
batuk yang biasanya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien
dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. PND dapat bermanifestasi
sebagai batuk-batuk atau wheezing, kemungkinan karena peningkatan
tekanan pada arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran udara,
disertai dengan edema pulmoner interstitial yang meyebabkan peningkatan
resistensi saluran udara. Diketahui bahwa orthopnea dapat meringan
setelah duduk tegak, sedangkan pasien PND seringkali mengalami batuk
dan wheezing yang persisten walaupun mereka mengaku telah duduk
tegak.

Ronki

Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru merupakan


ciri khas dari gagal jantung kiri. Awalnya terdengar dibagian bawah paru-
paru karena pengaruh gaya gravitasi.

Hemoptisis

Disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi


vena.

27
Disfagia (sulit menelan)

Disebabkan oleh distensi atrium kiri atau vena pulmonalis yang


menyebabkan kompresi esofagus dan disfagia.

Gejala dan tanda gagal ke belakang jantung kanan:

Kongesti vena sistemik

Dapat diamati dengan peningkatan tekanan vena jugularis (JVP), vena-


vena leher mengalami bendungan. Tekanan vena sentral (CVP) dapat
meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal
tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke
jantung selama inspirasi.

Hepatomegali (pembesaran hati)

Nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati.

Keluhan gastrointestinal.

Anorexia, nausea, dan perasaan penuh yang berkaitan dengan nyeri


abdominal merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan dapat berkaitan
dengan edema pada dinding usus dan/atau kongesti hepar.

Edema perifer

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-


mula tampak pada bagian tubuh yang bergantung seperti palpebra pada
pagi hari. Siangnya edema akan tampak pada ekstremitas terutama tungkai
akibat gravitasi.

Nokturia (diuresis malam hari)

28
Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu
berbaring.

Asites dan edem anasarka

Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema tubuh
generalisata.

Gejala dan tanda gagal ke depan jantung kiri:

Hipoperfusi ke organ-organ nonvital

Penurunan cardiac output menimbulkan hipoperfusi ke organ-organ


nonvital demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak sehingga
manifestasi paling dini dari gagal ke depan adalah berkurangnya perfusi ke
organ seperti kulit, otot rangka, dan ginjal.

Kulit pucat dan dingin disebabkan oleh vasokonstriksi perifer.


Demam ringan dan keringat yang berlebihan disebabkan oleh
vaskonstriksi kulit yang dapat menghambat kemampuan tubuh untuk
melepaskan panas.

Kelemahan dan keletihan disebabkan oleh kurangnya perfusi ke otot


rangka. Gejala juga dapat diperberat oleh ketidakseimbangan elektrolit dan
cairan atau anoreksia.

Anuria akibat kurangnya perfusi darah ke ginjal.

Pernapasan Cheyne-Stokes

Juga disebut sebagai pernapasan periodic atau pernapasan siklik,


pernapasan Cheyne-Stokes umum terjadi pada gagal jantung berat dan
biasanya berkaitan dengan rendahnya cardiak ouput. Pernapasan Cheyne-
Stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi
terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat

29
penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah
komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan,
mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea.
Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai
sesak napas parah (berat) atau napas berhenti sementara.

Gejala serebral

Pasien dengan gagal jantung dapat pula datang dengan Gejala serebral,
seperti disorientasi, gangguan tidur dan mood, dapat pula diamati pada
pasien dengan gagal jantung berat, terutama pasien lanjut usia dengan
arteriosclerosis serebral dan perfusi serebral yang menurun. Nocturia
umum terjadi pada gagal jantung dan dapat berperan dalam insomnia

DIAGNOSIS

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan


penunjang.
A. Anamnesis
Manifestasi klinis

Gagal jantung ringan dan moderat :

o Perasaan tidak nyaman jika berbaring pada permukaan yang datar


dalam beberapa menit.

o Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi.

Gagal jantung berat :

o Pasien harus duduk dengan tegak

o Sesak nafas

30
o Tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak yang
dirasakan

o Tekanan darah sistolik berkurang karena adanya disfungsi LV


berat

Peningkatan aktivitas adrenergic menyebabkan :

o Sianosis pada bibir dan kuku

o Sinus takikardi (merupakan tanda nonspesifik)

Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang menandakan adanya


penurunan stroke volume

Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer

B. Pemeriksaan fisik

a. Pada waktu anamnesa, perhatikan wajah pasien, apakah terlihat cemas,


tertekan, sesak napas atau tanda-tanda khas penyakit tertentu.
b. Periksalah tangan pasien, apakah terasa hangat, berkeringat atau cyanosis
perifer; periksalah adanya clubbing atau splinter haemorrhages pada kuku .
c. Palpasi arteri radialis, hitung frekwensi denyut dan tentukan iramanya.
d. Tentukan lokasi dan palpasi arteri brachialis, tentukan sifatnya. Ukur
tekanan darah. Bila ada kecurigaan ada masalah pada arcus aorta, maka
bandingkan denyutnyapada kedua lengan.
e. Pasien berbaring 45, tentukan tekanan vena jugularis dan bentuk denyut-
nya.
f. Perhatikan wajah pasien, periksa konjunctiva, lidah dan mulut.
g. Palpasi arteri carotis dan tentukan sifatnya.
h. Perhatikan dada pasien, inspeksi pericardium dan tentukan jenis
pernapasannya,serta perhatikan apakah ada pulsasi yang abnormal
i. Palpasi precordium, tentukan lokasi denyut apex dan sifatnya. Perhatikan
precordium saat istirahat, apakah ada vibrilasi atau trill yang abnormal.

31
j. Dengarkan dengan stethoschope dan periksalah suara jantung, apakah ada
murmur. Bila memungkinkan, dengarkan arteri carotis untuk mencari
radiasi murmur atau bruit.
k. Perkusi dan auskultasi dada di depan dan belakang, carilah apakah ada
efusi pleura. Dengarkan, apakah ada krepitasi pada dasar paru.

C. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks
Mengarah ke kardiomegali, LVH jantung membesar ke kiri, apeks
menekan diafragma (tertanam),RVH jantung membesar ke kiri dengan
apeks terangkat dari diafragma, pinggang jantung merata atau
menonjol,dan ada gambaran double kontur.
Corakan vascular paru menggambarkan kranialisasi

Garis Kerley A/B

Infiltrat prekordial kedua paru

Efusi pleura

EKG

Untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan aritmia.
Hipertropi ventrikel kiri dimana S d V1 + R di V5/V6 35 mm , aritmia misalnya
terdapat fibrilasi atrium dimana jarak R ke R tidak seragam.

Pemerikasaan lain : pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi untuk kelainan


katup , angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi.

Laboratorium :

32
1. Faal Ginjal
Urin :

Berat jenis <


Volume urin menurun

Darah :

Ureum meningkat dan kreatinin clearance menurun, maka menunjukkan gagal


jantung yang berat.
Na, Bl dan albumin menurun, sehingga meningkatkan volume darah dan cairan
udema karena rennin dan aldosteron meningkat.

Asidosis metabolic : pH turun, HCO3 turun, maka menunjukkan gagal jantung


dan gagal ginjal.
2. Faal Hati
Bilirubin darah, urin dan urobilinogen meningkat

LED turun

LDH naik, terutama LDH5

Fosfatase alkali naik (ringan/berat)

Protombin agak naik


3. Faal Paru
Tekanan O2 turun karena pertukaran gas terganggu , paru udema

Alkalosis respiratorik : pH naik, pCO2 turun, maka terjadi dapat


hiperventilasi, respon terhadap hipoksemia

Asidosis respiratorik : pH turun, pCO2 naik, maka dapat terjadi udema


paru akut yang menyebabkan kegagalan ventilasi dan retensi CO2.

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosa ditegakkan gagal jantung
kongestif, yaitu ditemukan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

Kriteria mayor :

Paroksismal nocturnal dispnea


Distensi vena leher

33
Peningkatan tekanan vena jugularis

Rongki basah halus tidak nyaring

Kardiomegali

Edema paru akut

Gallop S3

Refluks hepatojugular

Kriteria minor :

Edema ekstremitas
Batuk malam hari

Dyspneu deffort

Hepatomegali

Efusi pleura

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Takikardi (>120x/menit)

Kriteria mayor atau minor

Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.

PENATALAKSANAAN

1. Aktivitas

34
Walaupun aktivitas fisik berat tidak dianjurkan pada gagal jantung, suatu latihan
rutin ringan terbukti bermanfaat pada pasien gagal jantung dengan NYHA kelas I-
III. Pasien euvolemik sebaiknya didorong untuk melakukan latihan rutin isotonic
seperti jalan atau mengayuh sepeda ergometer statis, yang dapat ditoleransi.
Beberapa penelitian mengenai latihan fisik memberikan hasil yang positif dengan
berkurangnya gejala, meningkatkan kapasitas latihan, dan memperbaiki kualitas
dan durasi kehidupan. Manfaat pengurangan berat badan dengan restriksi intake
kalori belum diketahui secara jelas

2. Diet

Diet rendah garam (2-3 g per hari) dianjurkan pada semua pasien gagal jantung.

3. Diuretik

Kebanyakan dari manifestasi klinik gagal jantung sedang hingga berat diakibatkan
oleh retensi cairan yang menyebabkan ekspansi volume dan gejala kongestif.
Diuretik adalah satu-satunya agen farmakologik yang dapat mengendalikan
retensi cairan pada gagal jantung berat, dan sebaiknya digunakan untuk
mengembalikan dan menjaga status volume pada pasien dengan gejala kongestif
(sesak napas, orthopnea, dan edema) atau tanda peningkatan tekanan pengisian
(rales, distensi vena jugularis, edema perifer). Furosemide, torsemide, dan
bumetanide bekerja pada loop of Henle (loop diuretics) dengan menginhibisi
reabsorbsi Na+, K+,dan Cl pada bagian asendens pada loop of henle; thiazide
dan metolazone mengurangi reabsorbsi Na+ dan Cl- pada bagian awal tubulus
kontortus distal, dan diuretic hemat kalium seperti spironolakton bekerja pada
tingkat duktus koligens.

4. Vasodilator

35
Vasodilator diindikasikan pada gagal jantung akut sebagai first line theraphy,
apabila hipoperfusi padahal tekanan darah adekuat dan tanda-tanda kongesti
dengan diuresis sedikit, untuk membuka sirkulasi perifer dan mengurangi pre-
load. Contoh vasodilator Gliseril trinitrat 5-mononitrat, Isosorbid dinitrat,
Nitropusid, dan Nesitirid.

5. ACE Inhibitor (ACEI)

Terdapat banyak bukti yang menyatakan bahwa ACE inhibitor sebaiknya


digunakan pada pasien simptomatis dan asimptomatis dengan EF (Ejection
fraction) menurun. ACE inhibitor mempengaruhi sistem rennin-angiotensin
dengan menginhibisi enzyme yang berperan terhadap konversi angiotensin
menjadi angiotensin II. Tidak hanya itu, karena ACE inhibitor (ACEI) juga dapat
menghambat kininase II, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan bradykinin,
yang akan meningkatkan efek bermanfaat dari supresi angiotensin. ACEI
menstabilkan LV remodeling, meringankan gejala, mengurangi kemungkinan
opname, dan memperpanjang harapan hidup. Karena retensi cairan dapat
menurunkan efek ACEI, dianjurkan untuk diberikan diuretic sebelum memulai
terapi ACEI. Akan tetapi, penting untuk mengurangi dosis diuretic selama awal
pemberian ACEI dengan tujuan mengurangi kemungkinan hipotensi simptomatik.
ACEI sebaiknya dimulai dengan dosis rendah, diikuti dengan peningkatan dosis
secara bertahap jika dosis rendah dapat ditoleransi.

Efek samping yang kebanyakan terjadi berkaitan dengan supresi sistem renin
angiotensin. Penurunan tekanan darah dan azotemia ringan dapat terjadi selama
pemberian terapi dan biasanya ditoleransi dengan baik sehingga dosis tidak perlu
diturunkan. Akan tetapi, jika hipotensi diikuti dengan rasa pusing atau disfungsi
renal menjadi lebih berat, maka penting untuk menurunkan dosisnya. Pada retensi
potassium yang tidak berespon dengan diuretic, dosis ACE juga perlu diturunkan.

6. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

36
Obat ini ditoleransi dengan baik pada pasien yang tidak dapat diberikan ACE
karena batuk, rash kulit, dan angioedema. Walaupun ACEI dan ARB menghambat
sistem rennin-angiotensin, kedua golongan obat ini bekerja dalam mekanisme
yang berbeda. ACEI memblokir enzim yang berperan dalam mengkonversi
angiotensin I menjadi angiotensin II, ARB memblokir efek angiotensin II pada
reseptor angiotensin tipe I. Beberapa penelitian klinik menunjukkan manfaat
terapeutik dari penambahan ARB pada terapi ACEI pada pasien HF kronis.

Baik ACE inhibitor maupun ARBs memiliki efek serupa terhadap tekanan darah,
fungsi ginjal, dan potassium. Sehingga efek samping kedua obat tersebut serupa
pula.

7. -Adrenergic Receptor Blockers

Terapi Beta blocker menunjukkan kemajuan utama dalam penanganan pasien


dengan penurunan EF. Obat ini mempengaruhi efek berbahaya dari aktivasi sistem
adrenergic yang berkepanjangan dengan secara kompetitif memblokir satu atau
lebih reseptor adrenergik (1, 1, and 2). Walaupun terdapat manfaat potensial
dalam memblokir tiga reseptor ini, kebanyakan efek penurunan aktivasi
adrenergic dimediasi oleh reseptor 1. Jika diberikan bersamaan dengan ACEI,
beta blocker menghambat proses LV remodeling, meringankan gejala pasien,
mencegah opname, dan memperpanjang harapan hidup. Maka dari itu beta
blocker diindikasikan pada pasien HF simptomatik atau asimptomatik dengan EF
menurun (<40%).

Efek samping dari beta bloker biasanya terkait dengan komplikasi yang timbul
dari penurunan sistem saraf adrenergic. Reaksi ini umumnya terjadi beberapa hari
setelah permulaan terapi dan biasanya responsive setelah dosis dikurangi. Terapi
betabloker dapat menyebabkan bradykardia dan/atau eksaserbasi heart block.
Maka dari itu, dosis beta blocker sebaiknya diturunkan jika heart rate menurun
hingga <50>1 receptor yang dapat mengakibatkan efek vasodilatasi.

8. Antagonis Aldosteron

37
Walaupun dikategorikan sebagai diuretic hemat kalium, obat yang memblokir
efek aldosteron (spironolakton atau eplerenon) memiliki efek bermanfaat yang
independent dari efek keseimbangan sodium. Walaupun ACEI dapat menurunkan
sekresi aldosteron secara transient, dengan terapi jangka panjang, kadar aldosteron
akan kembali seperti sebelum terapi ACEI dilakukan. Maka dari itu, pemberian
antagonis aldosteron dianjurkan pada pasien dengan NYHA kelas III atau kelas IV
yang memiliki EF yang menurun (<35%).

Permasalahan utama pemberian antagonis aldosteron adalah peningkatan resiko


hyperkalemia, dimana lebih cenderung terjadi pada pasien yang menerima terapi
suplemen potassium atau mengalami insufisiensi renal sebelumnya. Antagonis
aldosteron tidak direkomendasikan jika kreatinin serum >2.5 mg/dL (atau klirens
kreatinin <30>5.0 mmol/L.

9. Antikoagulan dan Antiplatelet

Pasien HF memiliki peningkatan resiko terjadinya kejadian thromboembolik.


Pada penilitan klinis, angka kejadian stroke mulai dari 1,3 hingga 2,4% per tahun.
Penurunan fungsi LV dipercaya mengakibatkan relative statisnya darah pada
ruang kardiak yang berdilatasi dengan peningkatan resiko pembentukan thrombus.
Penatalaksanaan dengan warfarin dianjurkan pada pasien dengan HF, fibrilasi
atrial paroxysmal, atau dengan riwayat emboli sistemik atau pulmoner, termasuk
stroke atau transient ischemic attack (TIA). Pasien dengan iskemik kardiomyopati
simptomatik atau asimptomatik dan memiliki riwayat MI dengan adanya
thrombus LV sebaiknya diatasi dengan warfarin dengan permulaan 3 bulan setelah
MI, kecuali terdapat kontraindikasi terhadap pemakaiannya.

Aspirin direkomendasikan pada pasien HF dengan penyakit jantung iskemik


untuk menghindari terjadinya MI dan kematian. Namun, dosis rendah aspirin (75
atau 81 mg) dapat dipilih karena kemungkinan memburuknya HF pada dosis lebih
tinggi.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahlquist David A, Camilleri M. Harrisons Principles of Internal


Medicine. 15th edition. Braunwald, Fauci, Kasper et all (Editor). 2008.
2. Mansjoer, Arief et all. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1.
Media Aescalapius
3. Prof. dr. H. M. Noer Syaifoellah et all. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edesi 3 Jilid 1. Jakarta: Balai Penerbit FKM
4. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S.
Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007
5. Simadibrata K, Daldiyono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Aru W
Sudoyo (Editor), Balai Penerbit UI. Jakarta, 2006.

39

Anda mungkin juga menyukai