Anda di halaman 1dari 18

Gejala Batuk Berdarah pada Beberapa Penyakit Paru

Winaldi Sandimusti

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061

Abstract

Hemoptysis is a symptom or a sign of an illness. This is also the expectoration of blood from
bleeding in the lower respiratory tract larynx. The source of bleeding can be derived from the
circulation pulmonary or bronchial circulation. This happens due to rupture of blood vessels.
Hemoptysis is usually a symptom of lung diseases such as pulmonary tuberculosis, bronchiectasis,
lung cancer, pneumonia, chronic bronchitis. Etiology or cause of hemoptysis must be sought to
further examination so that it can be done in accordance with the procedure of the exact cause

Keywords: Hemoptysis, symptom, lung diseases.

Abstrak

Hemoptisis merupakan suatu gejala atau tanda dari suatu penyakit. Ini juga merupakan
ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran nafas bagian bawah laring. Sumber perdarahan
bisa berasal dari sirkulasi pulmoner atau sirkulasi bronkial. Ini terjadi karena pecahnya pembuluh
darah. Hemoptisis ini biasanya merupakan gejala dari penyakit paru seperti TBC paru,
bronkiektasis, kanker paru, pneumonia, bronkitis kronik. Etiologi atau penyebab hemoptisis ini
harus dicari dengan pemeriksaan yang lebih lanjut agar sehingga bisa dilakukan tatalaksana yang
tepat sesuai dengan penyebabnya

Kata Kunci: Hemoptisis, gejala, penyakit paru.

Pendahuluan

Pernafasan merupakan serangkaian aktivitas pengambilan dan pengeluaran udara yang


dilakukan oleh alat-alat pernafasan. Pengambilan udara pernafasan dikenal sebagai inspirasi dan
pengeluaran udara pernapasan disebut sebagai ekspirasi. Sistem pernapasan atau respirasi
melibatkan organ paru berserta bagian-bagiannya. Pada saat terjadi gangguan pada sistem
pernapasan terdapat beberapa gejala yang akan dikeluhkan salah satunya adalah batuk darah atau
hemoptisis ini terjadi karena adanya darah yang dikeluarkan pada saat batuk yang berasal dari
saluran napas bagian bawah. Batuk darah dapat bervariasi jumlahnya. Batuk darah adalah suatu
gejala yang paling penting pada penyakit paru. Ada beberapa penyakit yang keluhan atau gejalanya
ialah batuk darah diantaranya tuberkulosis paru, bronkiektasis, karsinoma paru, pneumonia,
bronkitis kronik (PPOK).1

1
Anamnesis

Anamnesis yang baik merupakan komponen utama diagnosis. Anamnesis dimulai dengan
memperoleh keterangan mengenai identitas pasien kemudian tentang kondisi pasien yaitu keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat
pribadi, riwayat sosial pasien tersebut. Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan atau
yang paling berat sehingga mendorong pasien datang berobat atau mencari pertolongan medis.
Kemudian dilanjutkan dengan menanyakan riwayat penyakit sekarang. Tahapan ini penting untuk
menanyakan beberapa masalah seperti perjalanan penyakit, gambaran atau deskripsi keluhan utama
atau gejala penyerta dan usaha berobat. Selain menanyakan riwayat penyakit sekarang, kita juga
menyakan apakah sebelumnya pasien pernah menderita penyakit yang sama seperti ini atau tidak
dan menanyakan apakah dikeluarga pasien adakah yang memiliki sakit atau bahkan riwayat sakit
yang sama seperti ini dan juga ditanyakan riwayat pribadi dari kebiasaan makan, kebersihan pasien,
dan kebersihan lingkungan dari pasien.2

Dari kasus yang dibahas didapatkan seorang laki-laki berusia 56 tahun dengan keluhan
batuk darah sekitar setengah gelas air mineral sejak 1 hari lalu. Pada kasus pasien juga sudah
mengalami batuk sejak 4 bulan terkahir dengan disertai sedikit dahak serta pasien tidak memiliki
riwayat sesak nadas dan nyeri dada. Selain itu juga terjadi penurunan berat badan dalam 3 bulan
terakhir. Belum pernah berobat sebelumnya dan tidak ada riwayat penyakit dalam keluarga yang
sejenis atau terkait.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan diawali dengan melihat keadaan umum dari pasien yaitu tanda tanda vital
pasien terlebih dahulu. Tanda tanda vital mencakup suhu, tekanan darah, frekuensi napas,
frekuensi nadi. Keadaan umum pasien apakah sakit berat, sedang atau ringan, nyaman atau tidak,
tenang atau gelisah. Kemudian lakukan pemeriksaan seperti inspeksi, palpasi, dan perkusi, dan
auskultasi. Pemeriksaan dilakukan meliputi kepala, toraks, abdomen, dan juga ekstremitas. Pada
inspeksi dengan melihat apakah ada kelainan pada dinding dada terutama pada bentuknya, ada
tidaknya retraksi interkostal, serta lihat jenis pernapasannya. Pada bagian kepala juga dilihat mata,
sklera, serta ada tidak pembesaran pada kelenjar getah bening dan juga kelenjar tiroid. Pada palpasi
dengan menekan, apakah ada nyeri tekan dan tumor, serta lakukan juga pemeriksaan vokal fremitus.
Selain inspeksi dan palpasi, dilakukan juga pemeriksaan perkusi dengan cara mengetuk dan
mengenali bunyi normal dari seluruh lapang paru yaitu sonor. Jika muncul bunyi yang lebih keras,
lebih rendah dan berdurasi lebih lama daripada sonor atau hipersonor maka bisa dicurigai adanya
keadaan abnormal dari paru. Dan yang penting juga untuk dilakukan adalah auskultasi dengan
menilai suara nafas dengan menggunakan stetoskop pada bagian toraks dan juga abdomen.3

Pada kasus didapatkan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan fisik umum keadaan umum
tampak sakit ringan, dan kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/90, frekuensi nadi
78x/menit, frekuensi nafas 20x/menit dan suhu 37,2oC. Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,
dan kelenjar getah bening tidak teraba membesar. Pada pemeriksaan auskultasi didapat pemeriksaan
suara nafas bronkovesikuler. Rhonki, whezzing, murmur, dan gallop negatif dan bunyi jantung I-II
murni reguler. Pada abdomen didapat perut datar, tidak terdapat nyeri tekan dan bising usus positif
normal.

2
1. TBC Paru
Tuberkulosis paru atau TBC paru merupakan penyakit infeksi kronik yang menyerang
jaringan parenkim paru dan juga merupakan penyebab utama batuk darah pada negara
berkembang dengan angka pasien tuberkulosis yang sangat tinggi, seperti indonesia.4

Etiologi

Tuberkulosis paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bakteri


patogen pada manusia. Mycobacterium tuberculosis termasuk famili Mycobacteriaceae dan
termasuk ordo Actinomycetales. Bakteri ini memiliki sifat tahan asam yang bergantung pada
integritas selubung yang terbuat dari lilin serta dapat diwarnai dengan pewarnaan Ziehl Neelsen.
Mikrobakterium adalah aerob obligat yang mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen
karbon sederhana sehingga peningkatan tekanan CO2 mendukung pertumbuhan dan juga
merupakan bakteri yang tidak membentuk spora. Cepat mati dengan sinar matahari langsung
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat gelap dan lembab. Oleh karena itu tubuhnya
dapat dorman dalam beberapa tahun. Penularan dari penyakit ini secara inhalasi.4

Epidemiologi

Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk indonesia. WHO
menyatakan TB saat ini telah menjadi ancaman global. Diperkirakan 1,9 milyar manusia atau
sepertiga penduduk dunia terinfeksi. Setiap tahun sekitar 9 juta penderita baru TB dengan
kematian sebesar 3 juta orang. Di negara berkembang kematian mencakup 25% dari keseluruhan
kasus, yang sebenarnya dapat dicegah sehubungan dengan telah ditemukannya kuman penyebab
TB. Kematian tersebut pada umumnya disebabkan karena tidak terdeteksinya kasus dan
kegagalan pengobatan. Kasus TB yang tidak terobati tersebut akan terus menjadi sumber
penularan. Indonesia merupakan negara dengan pasien tuberkulosis (TB) terbanyak ke-3 di dunia
setelah India dan Cina. Perkiraan jumlah pasien TB sekitar 10% dari seluruh pasien TB di dunia.
Hasil survei prevalens TB tahun 2004 menunjukkan angka prevalens TB BTA positif secara
nasional 110/100.000 penduduk. Berdasarkan data di atas TB masih merupakan masalah utama
kesehatan masyarakat Indonesia.1

Kategori Tuberculosis Paru

1. Kasus baru merupakan pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).4
2. Kasus kambuh (Relaps), merupakan kasus dimana pasien tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).4
Kasus setelah putus berobat (Default, pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan
atau lebih dengan BTA positif.4
Kasus setelah gagal (Failure), pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.4
3. Kasus Pindahan (Transfer In), pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB
lain untuk melanjutkan pengobatannya.4
Kasus lain yaitu termasuk semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.4
3
Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologis

Merupakan cara praktis menemukan lesi tuberkulosis namun membutuhkan biaya


lebih dibandingkan dengan biaya pemeriksaan sputum. Lokasi lesi TB umumnya berada di
apex paru, tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau di daerah hilus yang dapat
menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia
gambaran berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila
lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang
tegas. Lesi ini di kenal sebagai tuberkuloma. Gambaran lain yang sering menyertai TB paru
adalah penebalan pleura, massa cairan dibagian bawah paru (efusi pleura/empiema),
bayangan hitam radiolusen di pinggir paru.4

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dipakai adalah darah dan sputum. Pada pemeriksaan
darah, saat TBC baru mulai (aktif) maka leukosit sedikit meninggi, sedangkan limfosit
masih dibawah normal, dan LED sedikit meninggi. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah
leukosit kembali normal, limfosit mulai meninggi dan LED mulai kembali normal.4

Pemeriksaan sputum cukup penting karena dengan pemeriksaan sputum, kita dapat
melihat adanya kuman BTA jika memang pasien menderita TB. Kriteria sputum BTA positif
adalah sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Untuk
biakan di gunakan adalah LJ (Lowenstein Jensen). Dapat juga di gunakan PCR.4

3. Tes Tuberkulin

Dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis TB terutama pada anak-anak. Tes


tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang pernah atau sedang mengalami infeksi
Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, vaksinasi BCG, dan mycobacteria
patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi tipe lambat. Baik dengan penularan
kuman patogen baik yang virulen atau tidak tubuh manusia akan mengadakan reaksi
immunologi dengan dibentukknya antibodi selular pada permulaan dan kemudian diikuti
oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam peranannya akan menekan antibodi selular.
Bila pembentukkan antibodi selular sangat cukup misalnya pada penularan dengan kuman
yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau keadaan dimana antibodi humoral
sangat berkurang, maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan. Kelemahan tes ini
terdapat positif palsu pada pemberian vaksin BCG dan infeksi dengan mycobacterium lain.
Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif palsu.5

Manifestasi Klinis

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis bermacam-macam atau bisa juga ditemukan
tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan prevalensi kesehatan. Keluhan utama tuberkulosis

4
paru adalah batuk lebih dari 4 mnggu dengan atau tanpa sputum, batuk darah, malaise, gejala flu,
demam derajat rendah, dan nyeri dada.1

Demam biasanya subfebril menyerupai influenza tetapi terkadang dapat mencapai 40-41oC.
Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali ini
sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis
yang masuk.1

Terjadi pula batuk yang merupakan gejala yang banyak ditemukan. Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada
setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang
lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk
darah pada TB terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.1

Gejala lainnya adalah sesak napas. Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.1

Nyeri dada agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekann kedua pleura sewaktu pasien
menarik atau melepaskan napasnya.1

Selain itu ada pula gejala malaise. Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur. Dan juga
terdapat gejala anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri
otot, dan keringat malam.1

Patofisiologi

Terjadinya TB paru ada dua yaitu infeksi primer dan pasca primer. Infeksi primer terjadi saat
seseorang pertama kali terpapar dengan bakteri penyebab TBC. Droplet yang terhirup sangat
kecil ukurannya sehingga dapat melewati pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan
sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Saluran limfe akan membawa kuman
TBC ke kelenjar limfe disekitar hilus paru sehingga ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu
antara terjadinya infeksi sampai terbentuknya kompleks primer sekitar 4-6 minggu.4

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh
tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan
tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan 17 menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan
mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Kedua tuberkulosis paska
primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya
karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas
5
dari tuberkulosis paska primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau
efusi pleura.5

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan TB paru adalah untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan mata rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT. Pengobatan TB terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam
jangka waktu lama. Obat-obat ini juga digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis
pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi. Obat yang digunakan untuk tuberculosis
digolongkan menjadi dua kelompok yaitu obat lini-pertama dan obat lini-kedua.5
Obat Lini Pertama
1. Isoniazid (INH)
Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Mekanisme kerjanya,
yaitu: menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid, unsur penting dinding sel
mikobakterium), mencegah perpanjangan rantai asam lemak (merupakan bentuk awal dari
asam mikolat), serta menghilangkan sifat tahan asam. Isoniazid mudah diabsorbsi pada
pemerian oral maupun parenteral, dan akan diasetilasi di hati. Efek samping yang sering
ditimbulkan adalah neuritis perifer, neurotoksisitas (kejang, kedut otot, ataksia), reaksi
hipersensitifitas (demam, urtikaria), kelainan hepar (ikterus), mulut kering, tinnitus, dan
lain-lain. Isoniazid merupakan obat yang penting untuk mengobati semua tipe tuberculosis.
Harus dikombinasi dengan obat anti tuberkulosis (OAT) lain.6
2. Rifampisin
Secara in vitro rifampisin akan menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis.
Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh. Kerjanya menghambat
DNA-dependent RNA polymerase dari mikobakeria dan mikroorganisme lain dengan
menekan mula terbentuknya rantai dalam sintesis RNA. Obat ini berdifusi baik ke berbagai
jaringan termaksud ke cairan otak. Luasnya distribusi ini tercermin dari warna merah pada
urin, tinja, sputum, air mata, dan keringat pasien. Dieksresi melalui urin, empedu dan ASI.
Efek sampingnya adalah ruam kulit, demam, mual dan muntah. Rifampisin merupakan
pemacu metabolism obat yang cukup kuat, sehingga berbagai obat hipoglikemik oral,
kortikosteroid dan kontrasepsi oral akan berkurang efektifitasnya bila diberikan bersama
rifampisin. Pemberian PAS dengan rifampisin akan menghambat absorbsi rifampisin.6
3. Etambutol
Sensitive untuk seluruh strain M. tuberkulosis termaksud yang sudah resisten terhadap
INH dan streptomisin. Etambutol akan menghambat sintesis metabolisme sel, sehingga
kuman mati. Etambutol tidak dapat menembus sawar otak tapi pada meningitis tbc dapat
dicapai kadar terapi utuh. Efek samping yang timbul neuritis retrobulbar (gangguan
penglihatan bilateral berupa hilangnya kemampuan membedakan warna, lapangan
pengelihatan mengecil, dan skotoma sentral/lateral). Manfaat utamanya adalah mencegah
resistensi kuman tbc dan menggantikan kedudukan PAS dalam terapi tbc.6
4. Streptomisin
Termasuk golongan aminoglikosida. Streptomisin in vitro bersifat bakteriostatik dan
bakteriosid. Obat ini bersifat neurotoksik dan ototoksik, sehingga dianjurkan tidak diberi
pada usia >65 tahun, kehamilan trimester pertama, selain itu dosis total tidak boleh melebihi
20 gram dalam 5 bulan terakhir kehamilan untuk mencegah ketulian pada bayi.6
5. Pirazinamid

6
Merupakan analog nikotinamid, bersifat tuberkulostatik. Efek samping yang sering
terjadi adalah kelainan hati (ikterus, menghambat ekskresi asam urat sehingga menyebabkan
penyakit pirai). Obat ini lebih aktif dalam suasana asam. 6 Penatalaksanaan Tuberculosis
paru dapat dilihat pada gambar 1

Obat Lini Kedua


1. Asam para aminosalisilat (PAS)
Bersifat bakteriostatik, mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh obat sekitar
satu jam. Diekskresi melalui ginjal, efek sampingnya mual dan gangguan saluran cerna
lainnya.7
2. Sikloserin
Merupakan antibiotic yang dihasilkan oleh Streptomyces orchidaceus. Secara in vitro,
obat ini mengahambat pertumbuhan kuman tbc, dengan cara menghambat sintesis diniding
sel. Dapat menembus sawar otak. Efek samping yang timbul: gangguan SSP (somnolen,
sakit kepala, tremor, disartria, vertigo, dan gangguan tingkah laku.7
3. Etionamid
Obat ini akan menghambat pertumbuhan M. tuberculosis. Efek sampingnya anoreksia,
mual, muntah, hipotensi posturnal, depresi mental, rasa metalik.7
4. Amikasin dan Kanamisin
Termasuk antibiotic golongan aminoglikosida. Bersifat bakterisid dengan menghambat
sintesis protein bakteri.7
5. Kapreomisin
Suatu antituberkulosis polipeptida yang dihasilkan oleh Sterptomyces sp. Digunakan
pada infeksi paru oleh M. tuberculosis yang resisten terhadap antituberkulosis primer. Efek
sampingnya neurotoksik dan otottoksik.6
Gambar 1. Penatalaksanaan TB pada Orang Dewasa5

Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas dua komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini
7
meliputi pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, poncet's arthropathy. Sedangkan
komplikasi lanjut meliputi obstruksi jalan napas, kerusakan parenkim berat, karsinoma paru,
amiloidosis, dan sindrom gagal napas dewasa.5

Prognosis
Dengan terapi jangka pendek yang menggunakan empat obat lini pertama, diharapkan
dapat terjadi kesembuhan. Kadang- kadang pasien meninggal akibat infeksi berat dan beberapa
pasien mengalami komplikasi lanjut tuberkulosis.5

1. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah suatu kelainan permanen dimana terjadi dilatasi dari bronkus. Bronkus
yang terkena umumnya adalah bronkus bagian lobus bawah (lobus inferior), terutama lobus
kanan bawah. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena letak anatomis dari lobus ini yang lebih
mudah terkena infeksi. Bagian yang lebih banyak mengalami ekstasi adalah bronkus
subsegmental.1

Etiologi

Bronkiektasis timbul secara kongenital maupun didapat. Kelainan kongenital, ini terjadi
sejak masih dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembanga
memegang peranan penting. Biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau
kedua bronkus. Sedangkan kelainan didapat sering berkaitan dengan obstruksi bronkus. Dilatasi
bronkus mungkin disebabkan karena kelainan didapat kebanyakan akibat dari proses infeksi,
obstruksi bronkus. Pada infeksi, biasanya terjadi sesudah seorang menderita pneumonia yang
sering kambuh dadiln berlangsung lama. Imunisasi pada masa kanak-kanak yang efektif
ditandai dengan penurunan insidensi bronkiektasis. Selain karena infeksi bronkiektasis juga
disebabkan oleh obstruksi bronkus oleh karena korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan
dari luar lainnya terhadap bronkus. Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa infeksi
ataupun obstruksi bronkus tidak selalu menimbulkan bronkiektasis tapi masih ada faktor
intrinsik lain yang masih belum diketahui yang ikut berperan dalam timbulnya bronkiektasis.4

Epidemiologi

Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada negara-negara


berkembang. Di negara maju seperti AS, bronkiektasis mengalami penurunan seiring dengan
kemajuan pengobatan. Prevalensi bronkiektasus lebin tinggi pada penduduk dengan golongan
sosial ekonomi yang rendah. Broniektasis umumnya terjadi pada penderita dengan umur rata-
rata 39 tahun, terbanyak pada usia 60-80 tahun. Sebab kematian yang terbanyak pada
bronkiektasis adalah karena gagal napas. Lebih sering terjadi pada bronkiektasis adalah karena
gagal napas. Lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki, dan yang bukan perokok.4

Pemeriksaan Penunjang

1. Spirometri
8
Pada spirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran udara, dengan rasio penurunan
volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV 1) untuk memaksa volume kapasitas paksa
(FVC), FVC normal atau sedikit berkurang dan FEV 1 menurun. Penurunan FVC
menunjukkan bahwa saluran udara tertutup oleh lendir, dimana saluran napas kolaps saat
ekspirasi paksa atau adanya pneumonitis pada paru.4

2. Foto Thoraks

Pemeriksaan foto thoraks maka pada bronkiektasis dapat ditemukan gambaran seperti ring
shadow, gambaran seperti cincin dengan berbagai ukuran hingga mencapai diameter 1 cm.
Selain itu terdapat juga tramline shadow terlihat dua garis paralel yang putih dan tebal yang
dipisahkan oleh daerah berwarna hitam. Terdapat juga tubular shadow yang merupakan
bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya mencapai 8 mm dengan gambaran bronkus yang
penuh dengan sekret.4

3. Bronkografi

Pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada
posisi AP, lateral dan obliq. Selain itu dapat juga menentukan bentuk bronkiektasis dalam
bentuk silindris, sekuler dan varikosis.5

4. CT-Scan Thorax
Ini merupakan pemeriksaan penunjang terbaik. Dapat melihat letak kelainan jalan napas
yang tidak dapat terlihat pada foto thorax biasa. Pada CT-Scan resolusi tinggi akan
memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus dan lobus mana yang
terkena.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinisnya adalah batuk dan produksi sputum harian yang mukopurulen sering
ber.langsung bulanan sampai tahunan. Selain itu terdapat juga sputum yang bercampur darah
atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan napas dengan infeksi akut. Sputum
dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental, dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum
menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dispnea dan mengi terjadi pada 75% pasien.
Nyeri dada pleuritis terjadi pada 50% pasien dan mencermikan adanya distensi saluran napas
perifer atau pneumonitis distal yang berdekatan dengan permukaan pleura viseral.5

Patogenesis

Bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi dilatasi bronkus yang


ireversibel yang merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding
bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses infeksi, dan juga
oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan neotrophilic protease yang dilepaskan oleh
sistem imun tubuh sebagai respon terhadap antigen. Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan
secara langsung dari dinding bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan
normal jalan nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan
nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mucus yang normal
melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada lapisan mukus
tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian batukkan keluar atau tertelan.8
9
Penatalaksanaan

Tatalaksana dari bronkiektasis dapat dilakukan dengan menciptakan lingkungan yang baik,
memperbaiki drainase sekret dari bronkus dengan bronkoskopi, mengontrol infeksi saluran
napas dengan pemberian antibiotik, pengobatan obstruksi dengan bronkodilator, pengobatan
batuk berdarah/hemoptisis dengan obat hemostatik, pengobatan demam dengan antibiotik dan
antipiretik.8

Selain itu dapat juga dilakukan pembedahan untuk mengangkat segmen atau lobus yang
terkena. Indikasinya pada pasien yang terbatas dan resaktable yang tidak berespon terhadap
tindakan konservatif yang adekuat, pasien bronkiektasis terbatas, yang sering mengalami infeksi
berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut. Pada pasien dengan hemoptisis
masif mutlak perlu tindakan operasi.8

Komplikasi

Ada beberapa komplikasi yang dapat dijumpai pada pasien bronkiektasis antara lain
Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering mengalami infeksi berulang,
biasanya sekunder terhadap infeksi saluran napas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada pasien
dengan drainase sputum kurang baik. Pleuritis, komplikasi ini dapat timbul bersama dengan
timbulnya pneumonia. Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
Hemoptisis, terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis), cabang
arteri (arteri bronkial) atau anastomosis pembuluh darah. Hemoptisis hebat dan tidak terkendali
merupakan tindakan bedah gawat darurat. Korpulmonale, sering terjadi pada pasien dengan
bronkiektasis yang berat dan lanjut. Kegagalan pernapasan, merupakan komplikasi paling akhir
yang timbul pada bronkiektasis lanjut dan luas.8

Prognosis

Prognosis tergantung pada berat ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat
pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tetap dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada
kasis yang berat dan tidak diobati, prognosisnya buruk, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15
tahun. Kematian biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan
lain-lain. Pada kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya
ringan.8

2. Kanker Paru
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel
bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas,
dan merusak sel-sel jaringan yang normal.4

Etiologi

Penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi
berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama
disamping faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain. Selain itu merokok juga
merupakan faktor yang berperan penting. Perokok pasif juga memiliki resiko mengidap kanker
paru meningkat 2 kali lipat. Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara
tetapi pengaruhnya lebih kecil dibandingkan dengan merokok. Selain itu berdasarkan penelitian
10
rendahnya betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan resiko terkena kanker paru.
Faktor genetik juga berpengaruh, anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar
terkena panyakit ini. Penyakit paru yang juga mendasari terjadinya kanker paru seperti
tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat menjadi risiko kanker paru.5

Epidemiologi

Masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering berkisar 20% dari seluruh kanker
paru pada laki-laki dengan resiko terkena 1 dari 13 orang dan 12% dari semua kasus kanker
pada perempuan dengan resiko terkena 1 dari 23 orang. Perkiraan insidensi kanker paru pada
laki-laki tahun 2005 di Amerika Serikat adalah 92.305 dengan rata-rata 91.537 orang
meninggal karena kanker paru. Risiko terjadinya kanker paru sekitar 4 kali lebih besar pada
laki-laki dibandingkan dengan perempuan dan risiko meningkat sesuai dengan usia.8

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan untuk menilai kerusakan pada paru dengan pemeriksaan faal paru atau
pemeriksaan analisis gas.8
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan utama untuk mendiagnosa kanker paru. Pemeriksaan ini untuk menentukan
keganasan tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar getah bening dan metastasis ke
organ lain.9
3. Sitologi
Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai diagnostik yang
tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan dilakukan untuk mempelajari pada sel
pada jaringan. Pemeriksaan ini dapat menunjukan gambaran perubahan sel, pada stadium
prakanker maupun kanker dan juga dapat menunjang proses peradangan.9
4. Bronkoskopi
Menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan mikroskop mukosa bronkus dapat dilihat
berupa nodul atau gumpalan daging. Lebih mudah dilakukan pada tumor yang letaknya
disentral pada tumor yang letaknya diperifer sulit dicapai oleh bronkoskop.9
5. Biopsi Trantorakal
Pemeriksaan dengan menggunakan jarum halus transtorakal. Digunakan untuk diagnosis
tumor yang letaknya di perifer tapi perlu peranan radiologis untuk menentukan ukuran dan
letak, juga menuntun jarum sampai mencapai massa tumor.9

Manifestasi Klinis

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala klinis. Bila sudah
tampak gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejalanya berupa batuk, batuk berdarah,
mengi, kadang terdapat kavitas seperti abses paru, nyeri dada dan juga dispnea karena efusi
pleura.5

Patogenesis

Terjadinya kanker paru didasari dari tampilnya gen supresor tumor dalam genom (onkogen).
Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi) atau
penyisipan (insersi) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau erbB2
berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah,programmed cell
11
death). Perubahan tampilan gen ini menyebabkan sel sasaran, yaitu sel paru berubah menjadi sel
kanker dengan sifat pertumbuhan otonom.9

Rokok selain sebagai inisiator, juga merupakan promoter dan progresor, dan rokok diketahui
sangat berkaitan dengan terjadinya kanker paru. Dengan demikian kanker merupakan penyakit
genetik yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan
sekitarnya bahkan mengenai organ lain.9

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dengan pembedahan pada kanker paru yang bertujuan untuk


mengangkat tumor secara total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Luasnya reseksi atau
pembedahan tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan dapat juga
dilakukan pada stadium lanjut tetapi lebih bersifat paliatif dengan mereduksi tumor agar
radioterapi dan kemoterapi lebih efektif sehingga kualitas hidup penderita kanker paru menjadi
lebih baik.8

1. Radioterapi
Digunakan untuk tujuan pengobatan kanker paru dengan tumor yang tumbuh terbatas pada
paru. Dapat dilakukan pada stadium awal atau karena kondisi tertentu tidak dapat dilakukan
pembedahan.8
2. Kemoterapi
Terapi yang paling umum dilakukan pada kanker paru stadium lanjut yang telah
bermetastasis ke luar paru seperti otak, ginjal, dan hati. Kemoterapi untuk memperkecil sel
kanker, memperlampat pertumbuhan dan mencegah penyebaran dari sel kanker. Kadang
juga diberikan pada kombinasi dengan pembedahan dan radioterapi. Digunakan obat
sitostatika untuk membunuh sel kanker.10

Komplikasi

Komplikasi dari kanker paru dapat berupa komplikasi torakal, ekstra torakal atau kanker
paru itu bermetastasis ke otak dan organ lainnya.10

Prognosis

Yang terpenting pada kanker paru adalah menentukan stadium penyakit. Pada kasus kanker
paru pada stadium awal yang dilakukan penatalaksanaan maka prognosisnya akan lebih baik
dibandingkan pada kanker paru stadium lanjut yang sudah dilakukan tatalaksana atau bahkan
belum dilakukan tatalaksana.10

3. Pneumonia

Pneumonia adalah terjadinya peradangan paru oleh karena proses infeksi akut yang
penyebab terseringnya Streptococcus pneumoniae. Tanda-tanda fisik pada pneoumonia klasik
didapatkan berupa demam, sesak napas, tanda-tanda konsoliasi paru (perkusi paru yang pekak,
ronki nyaring, suara pernapasan bronkial).4

Etiologi

12
Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau kerusakan fisik dari
paru-paru, maupun pengaruh tidak langsung dari penyakit lain. Bakteri yang biasa menyebabkan
pneumonia adalah Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang
menyebabkan pneumonia adalah adenoviruses, rhinovirus, influenza virus, respiratory syncytial
virus (RSV) dan para influenza virus.5

Epidemiologi

Pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada balita di dunia. Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) melaporkan kejadian pneumonia sebulan terakhir (period prevalence)
mengalami peningkatan pada tahun 2007 sebesar 2,1 menjadi 2,7 pada tahun 2013.
Kematian balita yang disebabkan oleh pneumonia tahun 2007 cukup tinggi, yaitu sebesar 15,5%.
Demikian juga hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), yang melaporkan
bahwa prevalensi pneumonia dari tahun ke tahun terus meningkat, yaitu 7,6% pada tahun 2002
menjadi 11,2% pada tahun 2007.5

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan
diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan air
broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral
atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.5
2. Pada Pemeriksaan Labolatorium
Terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang
mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur
darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik.5

Manifestasi klinis

Gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau
produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena
pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit
dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan
dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus,
perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara
pernafasan bronkial, pleural friction rub.5

Patogenesis
Pada umumnya, pneumonia dikategorikan dalam penyakit menular yang
ditularkan melalui udara, dengan sumber penularan adalah penderita
13
pneumonia yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada
saat batuk atau bersin. Untuk selanjutnya, kuman penyebab pneumonia masuk
ke saluran pernapasan melalui proses inhalasi (udara yang dihirup), atau
dengan cara penularan langsung, yaitu percikan droplet yang dikeluarkan oleh
penderita saat batuk, bersin, dan berbicara langsung terhirup oleh orang di
sekitar penderita, atau memegang dan menggunakan benda yang telah
terkena sekresi saluran pernapasan penderita.9
Patogen yang sampai ke trakea berasal dari aspirasi bahan yang ada di
orofaring, kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi dan sumber
patogen yang mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal. Faktor risiko pada
inang dan terapi yaitu pemberian antibiotik, penyakit penyerta yang berat, dan
tindakan invansif pada saluran nafas. Faktor resiko kritis adalah ventilasi
mekanik >48jam, lama perawatan di ICU. Faktor predisposisi lain seperti pada
pasien dengan imunodefisien menyebabkan tidak adanya pertahanan terhadap
kuman patogen akibatnya terjadi kolonisasi di paru dan menyebabkan infeksi.
Proses infeksi dimana patogen tersebut masuk ke saluran nafas bagian bawah
setelah dapat melewati mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan
mekanik (epitel,cilia, dan mukosa), pertahanan humoral (antibodi dan
komplemen) dan seluler (leukosit, makrofag, limfosit dan sitokinin). Kemudian
infeksi menyebabkan peradangan membran paru ( bagian dari sawar-udara
alveoli) sehingga cairan plasma dan sel darah merah dari kapiler masuk. Hal ini
menyebabkan rasio ventilasi perfusi menurun, saturasi oksigen menurun. Pada
pemeriksaan dapat diketahui bahwa paru-paru akan dipenuhi sel radang dan
cairan , dimana sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk membunuh
patogen, akan tetapi dengan adanya dahak dan fungsi paru menurun akan
mengakibatkan kesulitan bernafas, dapat terjadi sianosis, asidosis respiratorik
dan kematian.9

Penatalaksanaan
Pengobatan awal yang biasanya dilakukan adalah antibiotik yang manjur dalam mengatasi
etiologi dari bakteri. Selain antibiotik pasien juga bisa mendapat pengobatan dengan pengaturan
pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Istirahat juga diperlukan
untuk mengembalikan kondisi tubuh. Pasien pneumonia juga disarankan untuk minum yang banyak
dan penobatan secara simptomatik seperti demam, nyeri dada dan gejala lainnya.9

Komplikasi
Kelompok orang yang lebih berisiko mengalami komplikasi pneumonia atau paru-paru
basah adalah manula, anak-anak, dan orang yang memiliki penyakit lain, misalnya diabetes.
beberapa jenis komplikasi yang dapat terjadi adalah Infeksi darah/septikemia adalah salah satu
komplikasi pneumonia yang serius. Selain demam dan tekanan darah rendah, gejala septikemia juga
dapat meliputi, detak jantung yang cepat, napas yang meningkat, demam, serta kulit yang terasa
dingin, lembap, dan pucat. Infeksi darah ditangani dengan antibiotik dosis tinggi melalui infus. Saat
darah Anda terinfeksi, infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti selaput rongga perut
(peritonitis), selaput otak (meningitis), persendian (artritis septik), dan selaput jantung
(endokarditis). Selain infeksi darah terjadi juga pleuritis dan abses paru.8

14
Prognosis

Prognosis pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman penyebab dan penggunaan
antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik serta intensif sangat mempengaruhi
prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.10

4. PPOK
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut.
Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami perburukan
yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi gejala harian normal
sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang sudah biasa digunakan. Bronkitis.4

Etiologi

Secara umum penyebab PPOK dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti merokok,
pajanan lingkungan pekerjaan, polusi udara, hiperresponsivitas bronkial, faktor genetik, penyakit
autoimun, dan eksaserbasi akut. Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan
patologik yang mengenai beberapa alat tubuh, yaitu penyakit jantung menahun, baik pada katup
maupun myocardium. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya
sehingga infeksi bakteri mudah terjadi. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, merupakan
sumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus. Dilatasi bronchus (bronchiectasis)
menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah
terjadi. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga
drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri.8

Epidemiologi

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) prevalensi dan angka mortalitas yang terus
meningkat. Di Amerika kasus PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000
memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Penyebab
kematian PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit
serebrovaskular. Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor
risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.8

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Fungsi Paru

Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan abnormalitas


fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan
untuk mengevaluasi efek dari terapi. Dilakukan dengan bronchodilator test dan spirometri.5

2. Analisa Gas Darah

Pemeriksaan darah dapat dilakukan dengan darah arteri untuk memeriksa kadar gas
darah (arterial blood gas), hemoglobin dan hematokrit untuk melihat hipoksemia dan
tingginya kadar karbondioksida. Darah perifer juga dapat dipakai untuk melihat polisitemia
(produksi sel darah merah ditingkatkan untuk kompensasi oksigen jaringan) akibat
hipoksemia yang berlangsung lama dan tanda-tanda infeksi.5
15
3. Radiologi
Pemeriksaan radiologis dapat dilakukan dengan x-ray. Penampakan yang paling
umum terjadi adalah hiperinflasi paru, peningkatan udara retrosternal, dan adanya bulla.
Selain menunjang diagnosis, pemeriksaan ini juga dapat menghilangkan diagnosis banding
terhadap penyakit-penyakit paru lainnya.5

Manifestasi Klinis

Sesak Napas timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan
selanjutnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah berat mendadak
menandakan adanya eksaserbasi. Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat
waktu pagi hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi.10

Kontraksi otot polos, bersama dengan hipersekresi dan retensi mukus menyebabkan
pengurangan kaliper saluran napas dan tuberlensi aliran darah yang berkepanjangan, yang
menimbulkan mengi yang dapat didengar dengan stetoskop. Intesitas mengi tidak berkolerasi
baik dengan keparahan penyempitan saluran napas contohnya, pada obtruksi saluran napas
ektrem, aliran udara dapat sedemikian berkurang, sehingga mengi mungkin sama sekali tidak
terdengar. Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan komponen
reversibel penyakitnya.10

Batuk Darah dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran napas
yang radang dan khasnya blood streaked purulen sputum. Selain itu anoreksia dan berat badan
menurun merupakan tanda progresif jelek.10

Patofisiologi

Walaupun PPOK terdiri dari berbagai penyakit tetapi seringkali memberikan kelainan
fisiologis yang sama. Akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada lumen bronkus, sebagian
bronkus tertutup oleh secret yang berlebihan, hal ini menimbulkan dinding bronkus menebal,
akibatnya otot-otot polos pada bronkus dan bronkielus berkontraksi, sehingga menyebabkan
hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mucus dan akhirnya terjadi edema dan inflamasi. Penyempitan
saluran pernapasan terutama disebabkan elastisitas paru-paru yang berkurang. Bila sudah timbul
gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Gangguan ventilasi
yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas mengakibatkan hiperventilasi (napas lambat dan
dangkal) sehingga terjadai retensi CO2 (CO2 tertahan) dan menyebabkan hiperkapnia (CO2 di
dalam darah/cairan tubuh lainnya meningkat).9

Penatalaksanaan

Bronkodilator merupakan pilihan lini pertama terutama dalam sediaan inhalasi karena
kapasitas eksersisenya tinggi menurunkan gejala sesak napas dengan cepat. Bronkodilator
golongan simpatomimetik bekerja sebagai beta-adregenik selektif yang menyebabkan relaksasi
otot polos bronkus dan bronkodilatasi dengan cara merangsang enzim adenil siklase untuk
membentuk cAMP (AMP siklik). Obat ini juga memperbaiki mukosilia yang dapat diberikan
secara inhalasi dengan Metered Dose Inhaler (MDI).6

16
Obat golongan anti kolinergik juga dapat digunakan karena obat ini bekerja menghambat
kompetitif reseptor kolinergik pada otot polos bronkus yang akan menghambat asetilkolin
sehingga terjadi penurunan cGMP (GMP siklik) sehingga terjadi bronkodilatasi. Sediaannya
diberikan dalam bentuk inhalasi. Preparat anti kolinergik yaitu ipratropium bromida dan
tiotropium bromida. Ipratropium bromida memiliki efek bronkodilator yang panjang tetapi mulai
kerjanya lebih lambat dibandingkan dengan beta agonis yang short acting. Efek samping berupa
mulut kering, nausea, rasa metalik, penglihatan kabur, retensi urin, dan takikardi.6

Kortikosteroid digunakan karena efek antiinflamasinya. Obat ini akan menurunkan


permeabilitas kapiler sehingga produksi mukus menurun dan menimbulkan hambatan pelepasan
enzim proteolitik dari leukosit dan menghambat prostaglandin. Penggunaan kronis tidak
dianjurkan, indikasi kortikosteroid digunakan hanya pada eksaserbasi akut untuk terapi jangka
pendek. Sediaan yang digunakan adalah dalam bentuk inhalasi. Efek samping berupa suara
serak, nyeri telan, kandidiasis oral dan skin bruising. Pada keadaan yang parah dapat juga terjadi
supresi adrenal, osteoporosis, dan katarak apabila inhalasi diberikan dalam jangka panjang dan
dosis tinggi.6

Pengobatan secara simptomatik juga perlu dilakukan terutama apabila eksaserbasi terjadi
akibat infeksi bakteri atau virus. Antibiotik dapat diberikan apabila pasien mengalami dyspnea
dan peningkatan volume sputum yang purulen. Obat yang dapat digunakan adalah preparat
markolid, azitromisin, klaritromisin, sefalosporin generasi 2 atau 3, dan doksisiklin. Apabila
kuman penyebab adalah penghasil beta-laktamase maka digunakan amoksisilin ditambah asam
klavulanat, juga dapat diberikan fluorokuinolon (levofloxasin, gatifloxasin, moxifloxasin, dll).6

Komplikasi

Komplikasi pada PPOK dapat terjadi di luar sistem pulmonal seperti penurunan berat
badan, hipertensi pulmonal, dan payah jantung kanan. Terkadang dapat pula terjadi komplikasi
seperti osteoporosis, penyakit jantung, atrofi otot, dan kelainan psikologis (depresi).8

Prognosis

Prognosisnya bervariasi. Bila pasien tidak berhenti merokok, penurunan fungsi paru akan
lebih cepat daripada bila pasien berhenti merokok. Prognosis jangka pendek maupun jangka
panjang bergantung pada umur dan gejala klinis pada waktu berobat. Penderita dengan penyakit
emfisema paru akan lebih baik daripada penderita yang penyakitnya bronkitis kronik. Penderita
dengan sesak nafas ringan (<50 tahun), 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila
penderita datang dengan sesak sedang, maka 5 tahun kemudian 42% penderita akan sesak lebih
berat dan meninggal.8

Kesimpulan

Batuk darah merupakan suatu gejala atau tanda dari suatu penyakit sehingga etiologinya
harus dicari dengan pemeriksaan penunjang yang lebih akurat. Beberapa penyakit paru juga
bergejala batuk darah, penyakit tersebut antara lain TBC paru, bronkiektasis, kanker paru,
pneumonia, mikosis paru, bronkitis kronik, dan abses paru. Pasien dengan gejala tersebut yang
harus dilakukan adalah dengan mempertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi cairan.
Setelah keadaan stabil pasien baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari sumber

17
perdarahan dan penyebab perdarahan misalnya dengan foto toraks, CT scan, bronkoskopi dan
beberapa pemeriksaan lainnya.

Daftar Pustaka
1 Zulkifli A, Asril B. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2009.p. 2231-39.
2 Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2010.h. 77,80-8.
3 Cleopas Martin Rumende. Pemeriksaan fisis dada dan paru. In: Aru W.S, Bambang S, Idrus A,
Marcellus SK, Siti S, editors. Ilmu penyakit dalam. 6th Ed, Jilid 1. Jakarta: Interna publishing;
2009.p.54- 62
4 Rifal A, Laurentius A. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: interna
publishing; 2010, hal 627-684, 721-726.
5 Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid III. Edisi 5. Jakarta : Internal Publishing; 2009:h.2231-9, 2254-62, 2323-8,2297-313.
6 Departemen farmakologi dan terapeutik FKUI. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: balai
penerbit FKUI; 2008.p. 64-8.
7 Hardman JG, Limbird LE. Dasar farmokologi terapi. Jakarta: EGC;2008.h.935-7.
8 Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.721-3.
9 PriceSA.Patofisiologi.Jakarta:PenerbitBukuKedokteranEGC;2010.h.5047.
10 Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Sjaifoellah. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:
CV Sagung Seto; 2012.h.171-88.

18

Anda mungkin juga menyukai