Anda di halaman 1dari 8

1 Bagaimana tatalaksana endoskopi pada pecah varises esofagus?

Jawab: Penatalaksanaan perdarahan pada varises esofagus dengan terapi farmakologi,


endoskopi antara lain adalah skleroterapi dan ligasi, tamponade balon, transjagular
intrahepatic portosistemic shunt (TIPS), dan operasi.

Terapi endoskopi

Terapi dilakukan pada kasus perdarahan varises, terutama dalam upaya mencapai
homeostasis. Tehnik endoskopi yang digunakan untuk mencapai homeostasis adalah dengan
memutuskan aliran darah kolateral dengan cepat seperti ligasi atau skelroterapi karena
trombosis. Ligasi bertujuan untuk merangsang trombosis, nekrosis, dan terbentuk parut.
Keuntungan terapi ini adalah rata-rata komplikasi rendah, secara keseluruhan morbiditas dan
mortalitas karena perdarahan lebih rendah dibandingkan skleroterapi. Varises ditarik kedalam
ujung endoskop dan diligasi dengan pita plastik.

Skleroterapi dengan polidoconol (etoksikerol) pada prinsipnya adalah memberikan tekanan


dan trombosis pada varises, menginduksi inflamasi dengan akibat terbentuk parut.
Disuntikkan pada daerah para varises atau intra varises. Tehnik tindakan skleroterapi
dilakukan dengan posisi miring, bagian atas fleksi, terpasang oksimetri, alat dimasukkan dan
perdarahan varises diidentifikasi. Injeksi dimulai didekat kardia. Suntikan pada intra varises
dan para varises. Disuntikkan 0,5 ml disekitar varises (untuk kompresi, inflamasi, dan
fibrosis) dan 0,1 ml langsung pada vvarises (merangsang trombosis), maksimum suntikan 2
ml pada setiap tempat suntukan. Jika terdapat perdarahan setelah suntikan, berikan tekanan
pada varises sekitar 1 menit.

2. Bagaimana tatalaksana PSMBA ec Varises Bleeding


Pengobatan umum
a. Infuse / transfusi darah
Perdarahan dengan 500- 1000 cc perlu diberi cairan infuse, yaitu : dektrose 5%, atau
Ringer Laktat, atau NaCl 0.9%. Hanya kepada penderita sirosis hati dengan asites / edema
sabaiknya jangan memberikan cairan NaCl 0.9%. selain dari pada itu perlu dipersiapkan
kemungkinan untuk memberikan transfusi darah. Apalagi bagi penderita yang
memperlihatkan perdarahan masif / jatuh dalam syok, maka pemberian transfusi darah harus
pertama pertama dipikirkan. Harus diingat , bahwa darah yang keluar bila melebihi 50%
dari volume darah di badan, akan membahayakan jiwa penderita, bahkan kemungkinan fatal.
Kapan tranfusi darah di berikan sifatnya sangat individual, tergantung jumlah darah yang
hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung, dan
akibat klinik perdarahan tersebut. Indikasi transfuse darah pada perdarahan saluran cerna
dipertimbangkan pada keadaan seperti ini:
1. Perdarahan dalam keadaan hemodinamik tidak stabil
2. Perdarahan baru atau masi berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih
3. Perdarahan baru atau masi berlangsung dengan hemoglobin , 10 % g atau hematokrit < 30 %
4. Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menurun.
Perlu di pahami dipahami bahwa nilai hematokrit untuk memperkirakan jumlah perdarahan
kurang akurat bila perdarahan sedang atau berlangsung. Proses hemodilusi dari cairan
ekstravaskular 24-27 jam setelah onset perdarahan. Target penapaian hematokrit setelah
transfusi darah tergantung kasus yang di hadapi, untuk usia muda dengan kondisi sehat cukup
20-25 % usia lanjut 30 %, sedangkan pada hipertensi portal jangan melebihi 27-28%.

b. Psikoterapi
Sebagai akibat perdarahan yang banyak sekali penderita menjadi gelisah. Untuk itu perlu
psikoterapi dilakukan.

c. istirahat
Istirahat sangat dianjurkan, sekurang-kurangnya selama 3 hari setelah perdarahan yang
masif berhenti. Tapi pada umumnya diberikan istirahat mutlak lebih kurang 2 minggu. Pada
saat-saat tersebut perlu diperhatikan hygiene penderita.

d. Diet
Dianjurkan berpuasa sekurang kurangnya sampai 24 jam setelah perdaran terhenti.
Setelah 24-48 jam perdarahan berhenti, dapat diberikan makanan cair. Sebelum itu dapat
diberikan batu es, selain untuk menjaga mulut jangan kering, dapat juga menghentikan
perdarahan.

e. Obat obatan
Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang mengalami perdarahan
SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan pemberian tersebut tidak merugikan dan relatif
murah.

Pengobatan kusus

a. Vasopressin
Vasopressin dapat menghentikan perdarahan PSMBA lewat efek vasokontriksi pembuluh
darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta menurun. Terdapat dua
bentuk sediaan, yakni pitresin yang mengandung vasopressin murni dan preparat pituitary
gland yang mengandung vasopressin dan oxcytocin. Pemberian vasopressin dilakukan
dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5 %, diberikan
0.5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam atau setelah pemberian
pertama dilanjutkan per infuse 0.1-0.5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan efek
samping serius berupa insufisiensi koroner mendadak, oleh karena itu pemberiannya
disarankan bersamaan preparat nitrat, misalnya nitrogliserin iv dengan dosis awal 40mcg/
menit kemudian secara titrasi dinaikkan maksimal hingga 400mcg/menit dengan
mempertahankan tekanan sistolik diatas 90 mmHg.

b. Somastostatin
Somatostatin dan analognya (octreotide) diketahui dapat menurunkan aliran darah
splanknik, khasiatnya lebih selektif disbanding vasopressin. Penggunaan di klinik pada
perdarahan akut varises esofagus dimulai sekitar tahun1978.
Somastotatin dapat menghentikan perdarahan akut varises esofagus pada 70-80%
kasus, dan dapat pula digunakan pada perdarahan non varises. Dosis pemberian diawali
dengan bolus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti, oktreotide
dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infuse 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai
perdarahan berhenti.

c. Balon Tamponade

Penggunaan balon tamponade untuk menghentikan perdarahan varises esofagus


dimulai sekitar tahun1950, paling popular adalah Sengstaken-Blakemore tube (SB-tube) yang
mempunyai tiga pipa serta dua balon masing-masing untuk esofagus dan lambung.
Komplikasi pemasangan SB tube yang bisa berakibat fatal adalah pnemoni aspirasi, laserasi
sampai perforasi. Pengembangan balon sebaiknya tidak melebihi 24 jam dan dilakukan oleh
tenaga medic yang berpengalaman dan observasi ketat.

d. Endoskopi
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang massif aktif atau tukak
dengan pembuluh darah yang tampak.
Metode terapinya meliputi:
1. Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe)
2. Noncontact thermal (laser)
3. Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alcohol, atau pemakaian klip).
Berbagai cara endoskopi tersebut akan efektif dan aman apabila dilakukan ahli
endoskopi yang terampil dan berpengalaman. Endoskopi trapeutik ini dapat diterapkan pada
90 % kasus perdrahan saluran cerna baggaian atas, sedangkan 10 % sisanya tidak dapat
dikerjakan karena alasan teknis seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan terhalang
sehingga pengamatan terhlang atau letak lesi tidak terjangkau. Secara keseluruhan 80%
perdarahan tukak peptic dapat berhenti spontan, namun pada kasus perdarahan arterial yang
bisa berhenti spontan hanya 30 %. Terapi endoskopi yang relatif mudah dan tanpa banyak
peralatan mendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan menggunakan
adrenalin 1:10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau alcohol
absolud (98 %) tidak melebihi 1 ml. penyuntikan bahan sklerosa seperti alcohol absolute atau
polidokanol umumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya tukak dan perforasi akibat
nekrosis jaringan di lokasi penyuntikan. Keberhasilan terapi endoskopi dalam penghentian
perdarahan bisa mencapai diatas 95 % dan tanpa terapi tambahan lain perdarahan ulang
frekuensinya sekitar 15-20 %.
Hemostatis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena varises
osefagus. Dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping akibat pemakaian sklerosan,
lebih sedikit frekuensi terjadinya ulserasi dan striktur. Ligasi dilakukan mulai distal
mendekati cardia bergerak spiral setiap 1-2 cm. dilakukan pada varises yang sedang berdarah
atau bila ditemukan tanda baru mengalami perdarahan seperti bekuan darah yang melekat,
bilur bilur merah, noda hematokistik, vena pada vena. Skleroterapi endoskopik sebagai
alternatife bila ligasi endoskopik sulit dilakukan karena perdarahan yang massif, terus
berlangsung, atau teknik tidak memungkinkan. Sklerosan yang bisa digunakan antara lain
campuran sama banyak polidokanol 3%, NaCl 0,9%, dan alcohol absolute. Campuran dibuat
sesaat sebelum skleroterapi dikerjakan. Penyuntikan dimulai dari bagian paling distal
mendekati cardia dilanjutkan ke proksimal bergerak spiral sampai sejauh 5 cm. pada
perdarahan varises lambung dilakukan penyuntikan cyanoacrylate, skleroterapi untuk varises
lambung hasilnya kurang baik.

e. Terapi Radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung dan belum
bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan pembedahan
sangat beresiko. Tindakan hemostasis yang bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin
atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontraindikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada
perdarahan varises dapat dipertimbangkan TIPS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic
Shunt).

f. Pembedahan
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medic, endoskopi dan radiologi
dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim multidisipliner
pada pengelolaan kasus perdarahan PSBA untuk menentukan waktu yang tepat kapan
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

3.ANEMIA

Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein pembawa
O2) dari nilai normal dalam darah
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa O2
dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman O2 ke jaringan menurun.

Diagnosis anemia meliputi berikut analisis laboratorium dan tes (1-5):

Jumlah darah rutin. Sampel darah yang diambil dari urat di lengan dinilai untuk darah
hitungan. Anemia terdeteksi jika tingkat hemoglobin lebih rendah daripada normal.

Mungkin ada lebih sedikit sel darah merah daripada normal. Di bawah mikroskop sel
mungkin tampak kecil dan pucat daripada biasanya dalam kasus besi kekurangan
anemia.

Ukuran kecil disebut microcytic anemia. Dalam vitamin B12 folat kekurangan sel
mungkin tampak pucat tetapi lebih besar daripada ukuran mereka biasa. Ini disebut
macrocytic anemia.
Feritin. Feritin adalah protein penyimpan zat besiyang larut dalam air. Jika tingkat
darah feritin rendah menunjukkan rendah penyimpanan besi dalam tubuh dan
membantu mendeteksi anemia defisiensi besi.

Tes darah termasuk berarti sel volume (MCV) dan lebar distribusi sel darah merah
(RDW).

Retikulosit adalah eritrosit muda . Ini menunjukkan efektifitas produksi dari sel darah
merah yang berkangsung di sumsum tulang.

Vitamin B12 dan folat tingkat dalam darah-ini membantu mendeteksi jika anemia jika
karena kekurangan vitamin ini.

Analisis sumsum tulang untuk mendeteksi sel dewasa terlalu banyak seperti yang
terlihat dalam aplastic anemia atau kanker darah. Kurangnya besi dalam sumsum
tulang juga menunjuk ke arah besi kekurangan anemia.
4. HIPERTENSI PORTAL

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan aliran darah portal diatas 10-12 mmHg yang
menetap, dimana tekanan dalam keadaan normal berkisar 4-8 mmHg. Hipertensi portal juga
didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang terjadi karena peningkatan tekanan vena portal
yang kronis. Merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada anak dengan
penyakit hati.

Patogenesis

Hipertensi portal diklasifikasikan menurut tempat utama terjadinya resistensi aliran


darah portal yaitu : ekstrahepatik dan intrahepatik. Hipertensi portal tergantung pada dua
komponen dasar, yaitu : aliran darah porta dan tahanan vaskuler. Peningkatan tahanan
vaskuler adalah faktor yang paling sering sebagai penyebab hipertensi portal. Tahanan
terhadap aliran darah porta dipengaruhi oleh vaskuler intrahepatik, pembuluh darah porta dan
porto-kolateral. Selain dipengaruhi oleh faktor mekanik, aliran porta juga dipengaruhi oleh
beberapa mediator vasoaktif, diantaranya nitrogen oksida, noredrenalin, angiotensin II serta
endotelin. Obstruksi vena porta ekstra hepatik merupakan penyebab terpenting hipertensi
portal pada anak-anak. Akibat hipertensi portal terjadi penurunan aliran darah ke vena porta,
sehingga mendorong terbentuknya kolateral (portosystemic collateral) baik superfisial
maupun profundus. Komplikasi hipertensi portal terjadi jika tekanan portal mencapai 12
mmHg atau lebih. Komplikasi terbesar adalah perdarahan gastrointestinal sebesar 80% dari
kasus, dan 5% menyebabkan kematian.

Gejala Klinis

Munculnya hipertensi portal tidak selalu disertai gejala, gejala klinis biasanya muncul
akibat komplikasi yaitu :
Hematemesis

Melena

Ensefalopati akibat fungsi hati yang buruk

Asites

Hepatomegali

Splenomegali

Pelebaran vena dinding perut dan caput medusa


Ikterus

Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada penderita hipertensi portal ditujukan untuk
menentukan kemungkinan penyebab hipertensi portal dan komplikasi yang terjadi, misalnya :
Riwayat kuning
Riwayat transfusi (penularan hepatitis B dan C)

Riwayat penyakit hati dalam keluarga (hemochromatosis, Wilson disease)

Beberapa pemeriksaan penunjang juga membantu menegakkan diagnosis :


Laboratorium : darah lengkap, tes fungsi hati, faal hemostasis, albumin, serologi
hepatitis, defisiensi alfa-1 antitripsin
Radiologi : foto polos abdomen, USG Doppler, CT scan, MRI, CT-angiografi

Endoskopi
Biopsi hati

Diagnosis Banding

Ekstrahepatik :
- Obstruksi vena porta: trombosis vena porta
- Peningkatan aliran porta: arteriovenous fistula
Intrahepatik :
- Penyakit hepatoseluler : hepatitis virus (akuit/kronis), sirosis, fibrosis hepar
kongenital, penyakit Wilson, defisiensi 1- antitripsin, penyakit glycogen storage
tipe IV, hepatotoksisitas (methotrexate, nutrisi parenteral)
- Penyakit traktus bilier: atresia bilier ekstrahepatik, cystic fibrosis, kista duktus
koledokus, kolangitis sklerosis, gangguan saluran empedu intrahepatik
- Hipertensi portal idiopatik :
Obstruksi postsinusoidal : sindrom Budd-Chiari, penyakit veno-occlusive
(trombosis dan malformasi kongenital segmen toraks vena cava inferior,
perikarditis konstriktif, gangguan katup trikuspid, miokardiopati kongestif berat)

Terapi

Perdarahan gastrointestinal akibat pecahnya varises esofagus merupakan komplikasi


tersering dan kegawat-daruratan pada penderita hipertensi portal, sehingga terapi hipertensi
portal dapat dibagi menjadi terapi kegawat-daruratan dan profilaksis terhadap perdarahan
atau perdarahan berulang.

Terapi perdarahan varises esofagus :


Resusitasi cairan (cairan kristaloid maupun darah)

Koreksi koagulopati : vitamin K, transfusi trombosit dan Fresh Frozen Plasma

Pasang sonde lambung : monitor perdarahan

Reseptor H2 bloker (ranitidin)

Medikamentosa :
- Octreotide/Somatostatin : 1 mcg/Kg BB/jam sampai 12 jam setelah perdarahan
berhenti
- Vasopressin : 0,33 U/Kg BB selama 20 menit dan dilanjutkan dengan dosis
yang sama tiap jam
Skleroterapi endoskopik

Terapi preventif perdarahan varises esofagus :


-blocker: propanolol 0,5 mg/Kg BB/12 jam

Skleroterapi preventif

Ligasi Varises endoskopik (jarang)

Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS)

Splenektomi

Devaskularisasi

Transplantasi hati

Prognosis

Hipertensi portal akibat kelainan intrahepatik mempunyai prognosis yang buruk.


Hipertensi portal umumnya bersifat progresif sejalan dengan memburuknya fungsi hati.
Usaha yang dilakukan ditujukan pada penanganan perdarahan akut dan pencegahan
perdarahan berulang. Sedangkan pada penderita dengan sumbatan vena porta (ekstrahepatal),
episode perdarahan jarang dan lebih ringan. Sebagian besar penderita dapat diterapi secara
konservatif.

Anda mungkin juga menyukai