Anda di halaman 1dari 34

JURNAL READING

STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


TORCH

Disusun oleh:
Monica Dea Rosana
2012730063
Pembimbing :
dr. Baharuddin Hafied Sp.OG

STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN & KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TOKSOPLASMOSIS
2.1.1. Definisi
Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh
parasit Toxoplasma gondii. Toksoplasmosis kongenital adalah infeksi
pada bayi baru lahir yang berasal dari ibu yang terinfeksi. Bayi tersebut
biasanya asimptomatik, namun manifestasi selanjutnya bisa menjadi
1,2,3
korioretinitis, strabismus, epilepsy dan retardasi psikomotor.

2.1.2. Etiologi
Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa obligat intraseluler
yang menginfeksi burung dan beberapa jenis mamalia terutama kucing di
1,2,3
seluruh dunia.

2.1.3. Patogenesis
Tahap utama daur hidup parasit adalah pada kucing (hospes
definitif). Dalam sel epitel usus kecil kucing berlangsung daur aseksual
(skizogoni) dan daur seksual (gametogoni, sporogoni) yang menghasilkan
ookista yang dikeluarkan melalui tinja. Bila ookiosta tertelan oleh hospes
perantara maka pada berbagai jaringan akan terjadi pembelahan cepat
menjadi takizoit bereplikasi pada seluruh sel kecuali di eritrosit
1,2,3
bradizoit (masa infeksi laten) stadium istirahat (kista jaringan).
Pada manusia takizoit ditemukan pada infeksi akut dan dapat
memasuki tiap sel yang berinti. Takizoit pada manusia adalah parasit
obligat intraseluler. Takizoit berkembang biak dalam sel secara
endodiogeni. Bila sel pennuh dengan takzoit maka sel menjadi pecah dan
takizoit memasuki sel sekitarnya atau di fagositosis oleh makrofag. Kista
jaringan dibentuk didalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah
membentuk dinding. Kista jaringan ini bisa bertahan seumur hidup
1,2,3
terutama di otak, otot jantung, dan otot lurik.
Bila kista jaringan yang mengandung bradizoit atau ookista
yang mengandung sporozoit terlelan oleh hospes, parasit akan bebas dari
kista didalam eritrosit, parasit transformasi, peningkatan invasif
takizoit parasit menyebar ke jar. Limfatik, otot lurik, miokardium,
retina, plasenta, dan SSP terjadi infeksi replikasi invasi sel
1,2,3
sekitar kematian sel dan nekrosis fokal + inflamasi akut.

Pada hospes imunokompromais atau pada janin, faktor-faktor imun


yang dbutuhkan untuk mengontrol penyebaran penyakit jumlahnya rendah.
Akibatnya takizoit menetap dan penghancuran progresif berlangsung dan
1,2,3
terjadi kegagalan organ.
Toxoplasma gondii dapat menular ke manusia melalui beberapa rute,
yaitu:
Pada toksoplasmosis kongenital transmisi
terjadi in utero melalui plasenta, bila ibu
mengalami infeksi primer saat hamil.
Pada infeksi akuisita infeksi dapat terjadi bila
makan daging
mentah atau kurang matang.
Infeksi dapat terjadi dengan transplantasi organ dari
donor
yang menderita toksoplasmosis laten.
Transfusi darah lengkap juga dapat menginfeksi
Transmisi melalui ookista juga dapat
menginfeksi, seekor
kucing yang terinfeksi dapat mengeluarkan
sampai dengan
10juta butir ookista setiap hari selama 2
minggu. Ookista
menjadi matang dalam waktu 1-5hari dan dapat lebih
dari
1tahun di tanah yang panas atau lembab.
Ookista mati pada
suhu 45-55C.
Toksoplasma menginfeksi hospes melalui mukosa saluran
cerna, hal ini akan merangsang sistem imun untuk membentuk IgA
spesifik. T.gondii dengan cepat akan merangsang IgM dan IgG.
Immunoglobulin ini dapat membunuh takizoit ekstraseluler. IgG dapat
terdeteksi sejak dua sampai tiga minggu setelah infeksi, mencapai puncak
pada enam sampai delapan minggu dan kemudian menurun perlahan
sampai batas tertentu dan bertahan seumur hidup. IgM dapat terdeteksi
kurang lebih satu minggu setelah infeksi akut dan menetap selama
beberapa minggu atau bulan, bahkan antibody ini dapat masih terdeteksi
sampai lebih dari satu tahun. IgA terdeteksi segera setelah IgM, dan
1,2,3
bertahan selama 6-7 bulan.
2.1.4. Manifestasi Klinis Toksoplasmosis
Gejala yang dapat timbul pada toksoplsmosis adalah fatigue,
nyeri otot dan kadang-kadang limfadenopati, tetapi seringkali infeksi
terjadi subklinis. .Infeksi toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu
sedang hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu
(misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapatkan
1,2,3
obat penekan respon imun).
Jika wanita hamil terinfeksi toxoplasma maka akibat yang
dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%)
atau bayi menderita toxoplasmosis bawaan. Pada toxoplasmosis bawaan,
gejala dapat
Sedangkan
muncul setelah
bila janin
dewasa,
lahir
misalnya
setelahkelinan
ibu terinfeksi
mata dan telinga,
selama
kehamilan, bayi bisa lahir dalam keadaan hidrosefalus, berat bayi lahir
rendah, hepatospleenomegali,
retardasi mental, ikterus
kejang-kejang dan dan 1,2,3
ensefalitis. anemia. Gejala defisit
neurologis seperti kejang-kejang, kalsifikasi intracranial, retardasi mental
dan hidrosefalus atau mikrosefalus. Pada kedua kelompok biasanya terjadi
1,2,3
korioretinitis.
First half of pregnancy : dapat menyebabkan
malformation pada CNS, microcephali,
hydrocephalus dan perinatal mortality.
gejala dapat
Sedangkan
muncul setelah
bila janin
dewasa,
lahir
misalnya
setelahkelinan
ibu terinfeksi
mata dan telinga,
selama
kehamilan, bayi bisa lahir dalam keadaan hidrosefalus, berat bayi lahir
rendah, hepatospleenomegali, ikterus dan anemia. Gejala defisit
neurologis seperti kejang-kejang, kalsifikasi intracranial, retardasi mental
dan hidrosefalus atau mikrosefalus. Pada kedua kelompok biasanya terjadi
1,2,3
korioretinitis.
First half of pregnancy : dapat menyebabkan
malformation pada CNS, microcephali,
hydrocephalus dan perinatal mortality.
Second half of pregnancy :
Ringan/asymtomatic, demam (fu like syndrome,
limfadenopati servikal ataupun aksila, namun
tidak sakit.
Gejala-gejala ini beberapa minggu s/d bulan.
Anemia, leukopenia, kadang leukositosis. Dapat
terjadi chorioretinitis dan kelainan pada CNS setelah
beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian.
Congenital Toxoplasmosis : Anak hidup dengan
kemunduran
mental yang parah, kejang-kejang, strabismus dan
kebutaan.

2.1.5. Diagnosis Prenatal Toksoplasmosis


Diagnosis pranatal umumnya dilakukan pada usia kehamilan
1,2,3
14-27 minggu. Aktivitas diagnosis meliputi ;
1. Kordosentesis (pengambilan sampel darah
janin melalui tali pusat) ataupun amniosentesis
(aspirasi cairan ketuban) dengan tuntunan
Ultrasonografi.
2. Pembiakan darah janin ataupun cairan ketuban
dalam kultur sel fibroblast, ataupun
diinokulasi ke dalam ruang peritoneum dan
diikuti isolasi parasit. Pemeriksaan dengan PCR
untuk mendeteksi adanya DNA Toksoplasma gondii
pada darah janin ataupun cairan ketuban.
Pemeriksaan dengan teknik ELISA pada darah janin
gejala dapat
Sedangkan
muncul setelah
bila janin
dewasa,
lahir
misalnya
setelahkelinan
ibu terinfeksi
mata dan telinga,
selama
kehamilan, bayi bisa lahir dalam keadaan hidrosefalus, berat bayi lahir
rendah, hepatospleenomegali, ikterus dan anemia. Gejala defisit
neurologis seperti kejang-kejang, kalsifikasi intracranial, retardasi mental
dan hidrosefalus atau mikrosefalus. Pada kedua kelompok biasanya terjadi
1,2,3
korioretinitis.
First half of pregnancy : dapat menyebabkan
malformation pada CNS, microcephali,
hydrocephalus dan
guna mendeteksi perinatal mortality.
antibodi IgM janin spesifik
(antitoksoplasma)
Pola hasil intepretasi komentar Saran
pemeriksaan
IgG- IgM+ Rentan infeksi akut Rentan infeksi akut Pencegahan dan
infeksi berkala
IgG+ igM- Infeksi lama Tidak ada risiko BIla terjadi pada
infeksi kongenital trimester pertama dan
kedua umumnya
mengindikasikan
infeksi akut sebelum
konsepsi
IgG- igM+ 1. infeksi akut Beresiko infeksi Lakukan
tes
2. antibody kongenital konfirmasi
alami b-c tidakada resiko
3. positif palsu infeksi kongenital
IgG+ igM+ 1. infeksi akut 1. berisiko
Perhatikan usia
atau lama infeksi
kandungan. Lakukan
2. positif palsu kongenital tes
konfirmasi.
2. tidak ada
resiko

Dikutip dari : Montoya JG dan sensini A. infeksi

2.2. RUBELA
2.2.1 Definisi
Infeksi ini juga dikenal dengan campak Jerman dan sering diderita
anak-anak. Rubela yang dialami pada tri semester pertama kehamilan 90
persennya menyebabkan kebutaan, tuli, kelainan jantung, keterbelakangan
mental, bahkan keguguran. Ibu hamil disarankan untuk tidak berdekatan dengan
4,5,6
orang yang sedang sakit campak Jerman.
2.2.2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella, sebuah togavirus yang
3,4,5
menyelimuti dan memiliki genom RNA beruntai tunggal. Virus ini ditularkan
melalui rute pernapasan dan bereplikasi dalam nasofaring dan kelenjar getah
bening. Virus ini dapat ditemukan dalam darah 5 sampai 7 hari setelah infeksi
dan menyebar ke seluruh tubuh. Virus memiliki sifat teratogenik dan mampu
menyeberangi plasenta dan menginfeksi janin di mana sel-sel berhenti dari
4,5,6
berkembang atau menghancurkan mereka.

4,5,6
2.2.3. Manifestasi Klinis
1. Gejala yang di timbulkan adalah demam, ruam pada kulit , batuk, nyeri sendi,
nyeri kepala, limfadenopati post auricular and suboccipital
2. Gejala klinis biasanya ringan dan 50-75% kasus, gejala tdk tampak

4,5,6
2.2.4. Dampak Terhadap Kehamilan
Derajat penyakit terhadap ibu tidak berdampak terhadap resiko
infeksi janin. Infeksi yang terjadi pada trimester I memberikan dampak
besar terhadap janin. Infeksi fetal :
1. Tidak berdampak terhadap bayi dan janin
dilahirkan dalam
keadaan normal
2. Abortus spontan
3. Sindroma Rubella kongenital
Secara spesifik, infeksi pada trimester I berdampak terjadinya
sindroma rubella kongenital sebesar 25% ( 50% resiko terjadi pada 4
minggu pertama ), resiko sindroma rubella kongenital turun menjadi 1%
bila infeksi terjadi pada trimester II dan III :
Dampak-dampak Sindroma Rubela Kongenital:
1. Intra uterine growth retardation simetrik,
gangguan pendengaran, kelainan jantung :PDA
(Patent Ductus Arteriosus) dan hiplasia arteri
pulmonalis
2. Gangguan Mata : Katarak, Retinopati,
Mikroptalmia
3. Hepatosplenomegali, gangguan sistem saraf
pusat, mikrosepalus, panensepalus, kalsifikasi
otak, retardasi psikomotor, hepatitis, trombositopenik
purpura
Infeksi rubella tidak merupakan kontra indikasi pemberian ASI.

Waktu Frekuensi
terinfeksi janin
(mgg) terkena
(%)
0-4 50
4-8 <25
8-12 10
>12 <1

4,5,6
2.2.5 Diagnosis
Diagnosis infeksi Rubella yang tepat perlu ditegakkan dengan bantuan
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi
pemeriksaan Anti-Rubella IgG dan IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika
ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan
Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut
4,5,6
pada kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella bawaan.
Deteksi IgM mencapai puncak pd 7-10 hari setelah onset dan perlahan
-lahan menurun selama 4-8 minggu. Infeksi janin dpt dideteksi dgn memeriksa
4,5,6
IgM dlm darah janin setelah usia kehamilan 22 minggu.
Mereka yang non-imune harus memperoleh vaksinasi pada masa pasca
persalinan. Tindak lanjut pemeriksaan kadar rubella harus dilakukan oleh karena
20% yang memperoleh vaksinasi ternyata tidak memperlihatkan adanya respon
pembentukan antibodi dengan baik.
2.3. Cytomegalovirus (CMV)
6,7,8
2.3.1. Definisi
Cytomegalovirus (infeksi sitomegalovirus) adalah penyakit yang
disebabkan oleh sitomegalovirus. Virus ini termasuk dalam keluarga besar
virus herpes. Penyakit ini termasuk penyakit yang mewabah di seluruh negara
dan menular melalui kontak manusia. Hampir 4 dari 5 orang yang berumur 35
6,7,8
tahun pernah terinfensi CMV.

6,7,8
2.3.2. Etiologi
Sitomegalovirus termasuk virus asam deokisiribunokleat dan sensitif
6,7,8
eter.

6,7,8
2.3.4. Manifestasi Klinis
1. Mononukleos sitomegaloviru disertai dengan demam
tinggi yang tidak teratur selama 3 minggu atau lebih (orang dewasa).
Infeksi CMV terdisemisasi bisa menyebabkan koriorenitis (kebutaan),
koloitis atau ensafilitis (jika pasien juga mengalami acquired
immunedeficiency syndrome). Infeksi virus CMV pada bayi yang
berusia 3 6 bulan, biasanya terinfeksi , seperti : asimtomati/disfungsi
hepatitik, hepatosplenomegali, angioma laba laba, pneumonitis,
imfadenotenopati, kerusakan otak
6,7,8
2.3.5. Infeksi CMV pada kehamilan
Transmisi dari ibu ke janin dpat terjadi selama kehamilan dan infeksi
pada umur kehamilan kurang dari 16 minggu menyebabkan kerusakan yang
serius. Infeksi CMV kongenital berasal dari infeksi maternal eksogen maupun
endogen. Infeksi eksogen dapat bersifat primer yaitu terjadi apabila ibu hamil
dalam pola imunologik seronegatif, dan nonprimer bila ibu hamil dalam
keadaan seropositif. Infeksi endogenous adalah hasil dari reaktivasi virus yang
sebelumnya dalam keadaan paten. Infeksi maternal primer akan memberikan
akibat klinik yang jauh lebih buruk pada janin dibandingkan infeksi rekurens.
Pemeriksaan laboratorium dapat ditegakkan baik dengan metode
serologik atau dengan virologik. Dengan metyode serologik, diagnosis infeksi
maternal primer dapat ditujukkan degan adanya perubahan dari seronegatif
menjadoi seropositif (tampak adanya IgM dan IgG anti CMV) sebagai
pemeriksaan hasil serial dengan iinterval kira-kira 3minggu. Dalam metode
serologik infeksi primer bisa juga ditentukan dengan Low IgG Avidity , yaitu
antibodi klas IgG menunjukan fungsional aviditasnya yang rendah serta
berlangsung selama 20minggu setelah infeksi primer. Dengan metode
virologik, viremia maternal dapat ditegakkan dengan menggunakan uji imuno
floresens. Uji ini menggunakan monoklonal antibodi yang mengikat antigen
Pp 65, suatu protein polipetida dengan berat molekul 65kilo dalton dari CMV
di dalam sel leukosit ibu.

2.3.6. Diagnosis Pranatal Citomegalovirus


Saat ini terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi intervensi
karena pengobatan dengan antivirus (ganciclovir) tidak efektif dan memuaskn.
Diagnosis pranatak dilakukan dengan metode PCR dan isolasi virus pada
cairan ketuban yang diperoleh setelah amniosentesis. Amniosentesis pada
hubungan ini palong baik dikerjakan pada usia kehamilan 21-23 minggu
karena tiga hal berikut:
1. Mencegah hasil negatif palsu sebab diuresis
janin belum sempurna sebelum usia 20minggu
sehingga janin belum optimal mengeksresikan
virus melalui urine ke dalam cairan ketuban.
2. Dibutuhkan waktu 6-9minggu setelah
terjadinya infeksi
maternal agar virus dapat ditemukan dalam cairan
ketuban.
3. Infeksi janin yang berat akibat transmisi
CMV pada umumnya bila infeksi maternal
terjadi pada umur kehammila 12 minggu.

1.

2.4. HEPATITIS DALAM KEHAMILAN


9,10,11
2.4.1 Definisi
Hepatitis adalah peradangan pada sel-sel hati karena toxin, seperti
kimia atau obat ataupun agen penyebab infeksi seperti virus. Hepatitis yang
berlangsung kurang dari 6 bulan disebut "hepatitis akut", hepatitis yang
berlangsung lebih dari 6 bulan disebut "hepatitis kronis".

2.4.2 Etiologi
Virusvirus hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis akut yaitu
virus hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC), E (VHE) dan virus-virus hepatitis
9,10,11
yang menyebabkan hepatitis kronis yaitu hepatitis B dan C.
Infeksi virus hepatitis yang sering menimbulkan masalah yang
berhubungan dengan kehamilan adalah, Virus Hepatitis B (VHB) dan Virus
Hepatitis E (VHE). Meskipun masalah yang ditimbulkan pada kehamilan oleh
VHB dan VHE hampir sama, tetapi terdapat perbedaan pada endemisitas, cara
9,10,11
penularan, cara pencegahan dan morbiditas serta mortalitas.

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama


kali ditemukan oleh Blumberg tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen
Australia yang termasuk DNA virus. VHB merupakan partikel 2 lapis
berukuran 42 nm yang disebut Partikel Dane, Lapisan luar terdiri atas antigen
HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada partikel ini terdapat
hepatitis B core antigen (HBcAg) dan hepatitis B antigen (HBeAg). Antigen
permukaan (HBsAg) terdiri atas lipoprotein dan menurut sifat imunologiknya
protein virus hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan aye.
Subtype ini secara epidemiologis penting karena menyebabkan perbedaan
9,10,11
geografikdan rasio dalam penyebaran.
Sumber penularan berupa darah, saliva, kontak dengan mukosa
penderita virus, feses dan urine, pisau cukur, selimut, alat makan, alat
kedokteran yang terkontaminasi virus hepatitis B. Penularan VHB melalui
berbagai cara yaitu parenteral dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa
kemudian secara non parenteral yaitu karena persentuhan yang erat dengan
benda yang tercemar virus hepatitis B. secara epidemiologi penularan VHB dari
ibu yang HBsAg nya positif kepada anak dilahirkan yang terjadi selama masa
perinatal, dan secara horizontal yaitu penularan infeksi VHB dari seorang
pengidap virus kepada orang lain disekitarnya, misalnya melalui hubungan
9,10,11
seksual.

2.4.3 Patogenesis
Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis . Virus
hepatitis mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar
kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam
sitoplasma virus hepatitis melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan
nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di
dalam inti asam nukleat virus hepatits akan keluar dari nukleokapsid dan akan
menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya
DNA virus hepatits memeritahkan hati untuk membentuk protein bagi virus
baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke
peredarahan darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik
9,10,11
disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi.

2.4.4 Kehamilan Dengan Infeksi Virus Hepatits B


Prevalensi pengidap VHB pada ibu hamil berkisar antara 1-5
9,10,11
%. Penularan VHB Vertikal dapat dibagi menjadi:
Penularan in-utero atau intra uterine ( pada saat
bayi didalan kandungan). Kalau ini terjadi
umumnya tidak dapat dicegah dengan imunisasi.

Penularan perinatal , terjadi pada persalinan,


karena
terkontaminasi darah ibu yang mengandung VHB.
Penularan post natal, penularan ini tidak begitu penting
artinya karena selain membutuhkan titer virus
dalam jumlah yang tinggi, vaksinasi yang
diberikan segera setelah lahir dapat menghasilkan
anti Hbs yang dapat mengeliminasi VHB. Faktor
prediposisi terjadinya penularan vertikal:
a. Titer DNA-VHB tinggi atau HbeAg positif
pada ibu, makin tinggi jumlah VHB
makin besar kemungkinan bayi tertular.
b. Terjadinya infeksi akut terutama pada
kehamilan
trimester ketiga.
c. Persalinan lama cenderung meningkatkan
penularan
vertikal ( lebih dari 9 jam).

2.4.5 Masalah Yang Ditimbulkan Pada Ibu dan Bayi


Pada pengidap kronik VHB, kehamilan tidak akan memperberat
infeksi virus hepatitis. Tetapi jika terjadi infeksi akut pada kehamilan bisa
mengakibatkan terjadinya hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan
mortalitas tinggi pada ibu dan bayi. Pada ibu dapat menimbulkan abortus dan
terjadinya perdarahan pasca persalinan (HPP) akibat adanya gangguan
9,10,11
pembekuan darah karena gangguan fungsi hati yang berat.
Pada bayi masalah yang serius, tidak terjadi pada masa neonatus,tetapi
pada masa dewasa karena jika terjadi penularan vertikal VHB 60-90 % bayi
kemungkinan akan menjadi Pengidap kronik VHB, dan 30 % kemungkinan
9,10,11
akan mengidap kanker hati atau sirosis hati sekitar 40 tahun kemudian .

2.4.6. Penanganan pada Kehamilan dan Persalinan


Persalinan pengidap VHB tanpa infeksi akut tidak berbeda
dengan penanganan persalinan umumnya. Tetapi jika ibu hamil dengan
ikterus, waspadai kemungkinan infeksi akut VHB dan adanya hepatitis
fulminan ( sangat ikterik, nyeri perut kanan atas, kesadaran menurun dan
hasil periksaan urine ; warna seperti teh pekat , urobilin dan bilirubin
posif, sedangkan pemeriksaan darah selain urobilin dan bilirubin positip
SGOT dan SGPT sangat tinggi (biasanya diatas 1000). Persalinan pada
ibu hamil dengan titer VHB tinggi ( 3,5 pg /mL) atau HBeAg positif lebih
baik seksio Sesarea pada persalinan yang lebih dari 14 jam. Pada infeksi
akut persalinan per vaginam usahakan dengan trauma sekecil mungkin
9,10,11
dan rawat bersama dengan Ahli Penyakit Dalam (Hepatoloog).
Mengenai menyusui bayi, tidak ada masalah untuk menyusui
bayinya. Jika bayi telah divaksinasi segera setelah lahir, maka tubuh bayi
akan membentuk antibodi sehingga tidak terjadi penularan dari ibu ke
bayi . Pada penelitian telah dibuktikan bahwa penularan melalui saluran
cerna membutuhkan titer virus yang jauh lebih tinggi dari penularan
9,10,11
parenteral.

2.5. SIFILIS
2.5.1. Definisi
Sifilis kongenital adalah penyakit yang didapatkan janin dalam
3
uterus dari ibunya yang menderita sifilis. Infeksi sifilis terhadap janin
dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan setiap masa kehamilan.
Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin berusia 18
minggu, karena lapisan Langhans yang merupakan pertahanan janin
terhadap infeksi masih belum atrofi. Tetapi ternyata dengan mikroskop
elektron dapat ditemukan Treponema pallidum pada janin berusia 9-10
12,13,14
minggu.
Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifilis yang muncul
pada dua tahun pertama kehidupan anak, dan jika muncul setelah dua
tahun pertama kehidupan anak disebut dengan sifilis kongenital lanjut.
12,13,14
2.5.2. Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Sshaudinn
dan Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo
Spirochaetales, familia Spirochaetaceae dan genus Treponema. Bentuk
seperti spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri
dari delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi
sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak
secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga
puluh jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar
badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah
12,13,14
untuk transfusi dapat hidup tujuh puluh dua jam.
Penularan sifilis dapat melalui cara sebagai berikut :
1. Kontak langsung : - sexually tranmited
diseases (STD)
2. Non-sexually : Transplasental, dari ibu
yang
menderita sifilis ke janin yang dikandungnya.
3. Transfusi : Syphilis d emblee,
tanpa primer
lesi8,9

2.5.3. Patofisiologi
Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun
sebagian besar kasus sifilis kongenital merupakan akibat penularan in
utero. Resiko sifilis kongenital berhubungan langsung dengan stadium
sifilis yang diderita ibu semasa kehamilan. Lesi sifilis kongenital
biasanya timbul setelah 4 bulan in utero pada saat janin sudah dalam
keadaan imunokompeten. Penularan inutero terjadi transplasental,
sehingga dapat dijumpai Treponema pallidum pada plasenta, tali pusat,
12,13,14
serta cairan amnion.

Treponema pallidum melalui plasenta masuk ke dalam


peredaran darah janin dan menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian
berkembang biak dan menyebabkan respons peradangan selular yang
akan merusak janin. Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga
terjadi abortus atau lahir mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada
berbagai tingkat kehidupan intrauterin maupun ekstrauterin. Seperti
12,13,14
terlihat pada bagan berikut ini :
2.5.4 Tanda dan Gejala
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya
infeksi tersebut terjadi, dan pada pengobatannya. Jika segera diobati
dengan baik, maka ibu akan melahirkan bayinya sengan keadaan sehat.
Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati akan menyebabkan abortus
dan partus prematurus dengan bayi meninggal di dalam rahim atau
menyebabkan sipilis kongenital. Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-
12,13,14
4 kehamilan.
Berdasarkan gambaran klinisnya, sifilis kongenital dapat dibagi
menjadi sifilis kongenital dini, sifilis kongenital lanjut dan stigmata.
Dianggap sifilis kongenital dini jika timbul pada anak di bawah usia 2
tahun dan sifilis kongenital lanjut bila timbul di atas 2 tahun. Sigmata
adalah jaringan parut atau deformitas yang terjadi akibat penyembuhan
12,13,14
dua stadium tersebut.

1. Sifilis kongenital dini: Gambaran klinis sifilis


kongenital dini sangat bervariasi, mengenai
berbagai organ dan menyerupai sifilis stadium II.
Karena
melalui infeksi
aliran pada
darahjanin
maka tidak dijumpai
kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi
dapat tampak sehat dan kelainan timbul
setelah beberapa minggu, tetapi dapat pula
kelainan ada sejak lahir. Pada bayi dapat
dijumpai kelainan
berupa kondisi berikut : 12,13,14

1. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat


2. Kelainan membrane mukosa : Mucous
patch dapat ditemukan di bibir, mulut,
farings, laring dan mukosa genital. Rinitis
sifilitika (snuffles). Hidung menjadi
tersumbat sehingga menyulitkan pemberian
makanan.
3. Kelainan kulit, rambut dan kuku Dapat berupa
makula eritem, papula, papuloskuamosa
dan bula. Bula dapat sudah ada sejak
lahir, tersebar secara simetris, terutama
pada telapak tangan dan telapak kaki.
Makula, papula atau papulomatous
tersebar secara generalisata dan simetris.
Pada kasus yang berat tampak kulit
menjadi keriput sehingga bayi tampak
seperti orang tua. Rambut jarang dan
kaku, alopesia areata terutama pada sisi
dan belakang kepala. Onikosifilitika yaitu
kuku menjadi terlepas. Kuku baru yang
tumbuh berwarna suram, tidak teratur
dan menyempit pada bagian dasarnya.
4. Kelainan tulang Pada 6 bulan pertama,
osteokondritis, periostitis, dan osteitis pada
tulang-tulang panjang merupakan gambaran
yang khas.
5. Kelainan kelenjar getah bening :
terdapat
limfadenopati generalisata
6. Kelainan alat-alat dalam : hepatomegali,
splenomegali,
nefritis, nefrosis, pneumonia
7. Kelainan mata : Korioretinitis, glaukoma dan
uveitis
8. Kelainan hematologi : anemia,
eritroblastemia, retikulositosis,
trombositopenia, diffuse intravascular
coagulation (DIC).
2. Sifilis kongenital lanjut : Sifilis ini biasanya timbul setelah umur
2 tahun, Gambaran klinis dari sifilis kongenital dapat di bedakan
12,13,14
dalam 2 tipe :
a. Inflamasi sifilis kongenital lanjut.
Pada keadaan ini yang paling pentig adalah adanya lesi
kornea, tulang, dan sistem saraf pusat.
b. Stigmata sifilis kongenital
Adanya trias Hutchinson, yaitu :
1. Perubahan pada gigi insisivus menjadi
datar dan
seperti
gergaji
2. Opasitas kornea (kornea ditutupi kabut berwarna

putih) tanpa ilserasi permukaan


kornea.

3. Ketulian karena ganguan nervus


akustikus (N.VIII). Ketulian biasanya terjadi
mendekati
2.5.5 Diagnostik
Gejala klinis harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
12,13,14
laboratorium berupa:
1. Preparat basah yang diambil dari lesi
dengan pemeriksaan lapangan gelap (dark
field microscope), akan tampak bayangan
treponema.
2. Bahan apusan dari lesi difiksasi dan diberi
label fluoresensi
dan diperiksa dengan mikroskop fluoresensi.
3. Penentuan antibodi dalam serum:
1. uji yang menentukan antibodi
nonspesifik : uji Wasserman, uji Kahn,
uji VDRL (Veneral Diseases Research
Laboratory), uji RPR (Rapid Plasma
Reagin) dan uji Automated Reagin.
2. Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu:
uji RPCF (Reiter Protein Complement Fixation)

3. Uji yang menentukan antibodi spesifik


yaitu: uji TPI (Treponema Pallidum
Immobilization); uji FTA-ABS (Fluorescent
Treponema Absorbed) ; uji TPHA
(Treponema Pallidum Haemogglutination Assay)
dan uji Elisa (Enzyme linked immuno sorbent
assay)
Pemeriksaan skrining dapat dilakukan memakai uji
Wasserman-Kahn, VDRL dan RPR dan dilakukan ulang pada umur
kehamilan 28 32 minggu. Semua uji ini akan positif 36 minggu setelah
adanya infeksi. Uji positif palsu bisa disebabkan oleh : penyakit kolagen,
infeksi mononukleosus, malaria, lepra, penyekit dengan panas, akibat
vaksinasi, pecandu obat dan umur tua. Akan tetapi bila uji positif harus
12,13,14
dilanjutkan dengan uji antibodi yang spesifik.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Others
(HIV, Sifilis), Rubella, Cyto Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex Virus
(HSV) yang terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh virus lain
yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles, Varicella,
Echovirus, Mumps, virus Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B).
Penyakit ini sangat berbahaya bagi ibu hamil karena dapat
mengakibatkan keguguran, cacat pada bayi, juga pada wanita belum hamil
bisa akan sulit mendapatkan kehamilan. Infeksi TORCH bersama dengan
paparan radiasi dan obat-obatan teratogenik dapat mengakibatkan kerusakan
pada embrio. Beberapa kecacatan janin yang bisa timbul akibat TORCH yang
menyerang wanita hamil antara lain kelainan pada saraf, mata, kelainan pada
otak, paru-paru, mata, telinga, terganggunya fungsi motorik, hidrosefalus, dan
lain sebagainya.

3.2 Saran
Untuk selalu waspada terhadap penyakit TORCH dengan cara
mengetahui media dan cara penyebaran penyakit ini kita dapat menghindari
kemungkinan tertular. Hidup bersih dan makan makanan yang dimasak
dengan matang. Rencanakan skrining TORCH untuk pranikah untuk
menghindari kemungkinan tertular infeksi TORCH.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dubey JP, Beattie CP. Toxoplasmosis of animals and man. Boca Raton,
FL: CRC Press, 1988.

2. Evans R. Life cycle and animal infection. In: Ho-Yen DO, Joss AWL,
editors. Human toxoplasmosis. Oxford: Oxford University Press,
1992. pp. 26-55.

3. Christine AB, Allam AA, Aref MK, El-Muntasser IH, El-Nageh M :


Pregnancy hepatitis in Libya. Lancet 1975; 2 : 827.

4, D'Cruz IA, Balani SC, Iyer LS : Infectious hepatitis and pregnancy.


Obstet Gynecol 1968; 31 : 449.

5. Peretz A, Paldi E, Brandstaedter S, Barzilai D : Infectious hepatitis in


pregnancy. Obstet Gynecol 1959; 14 : 435.

6. Siegler AM, Keyser H. Acute Hepatitis in Pregnancy. Am J Obstet


Gynecol 1963; 86 : 1068.

7. Siregaar, FA., Hepatitis B ditinjau dari kesehatan masyarakat dan upaya


pencegahan. Fakultas kesehatan masyarakat. Universitas Sumatera
Utara, 2003.

8. Cunningham G, Grant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Westrom KD, et
al. Williams Obstetrics [ebook]. Edisi ke-21. New York: McGraw-Hill; 2007.

9. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics [ebook]. Edisi ke-18. Philadelphia: Elsevier; 2008.
10. Alpers CE, Anthony DC, Aster JC, Crawford JM, Crum CP, Girolami UD.
Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease [ebook]. Edisi ke-7.
Philadelphia: Elsevier; 2005.

11. Kaur R, Gupta N, Nair D, Kakkar M, Mathur MD.Screening for TORCH


Infections in Pregnant Women: A Report from Delhi. Southeast Asian J
Trop Med Public Health. 1999 Jun; 30(2):284-6. [diunduh 7 April 2012].
Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10774696

12. Turbadkar D, Mathur M, Rele M. Seroprevalence of TORCH Infection in


Obstetric History. Indian Journal of Medical Microbiology. 2003; 21
(2):108-110. [diunduh 5 April 2012]. Tersedia dari:
http://medind.nic.in/iau/t03/i2/iaut03i2p108.pdf

13. Karkata K, Suwardewa TGA. Infeksi TORCH pada Ibu Hamil di RSUP
Sanglah Denpasar. Lab/SMF Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar, Bali, Indonesia. Cermin
Dunia Kedokteran 2006; 151. [diunduh 5 April 2012]. Tersedia
dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_151_InfeksiTorchPadaIbuHamil.p
df/05_1 51_InfeksiTorchPadaIbuHamil.pdf

14. Yayasan bina pustaka Sarwono prawirohardjo Buku Panduan Praktis


Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta 2002

Anda mungkin juga menyukai