Anda di halaman 1dari 16

JOURNAL READING

Tiotropium versus Salmeterol for the Prevention of Exacerbations


of COPD

OLEH :
Riri Oktaviana

PEMBIMBING :
dr. Rina Kriswiastiny, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


UNIVERSITAS MALAHAYATI
DEPARTEMEN SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDARLAMPUNG
2016
Tiotropium versus Salmeterol untuk Pencegahan dari Eksaserbasi
PPOK

Abstrak

Latar belakang

Penggunaan inhalasi bronkodilator jangka-panjang menjadi rekomendasi


garis pedoman pengobatan uuntuk mengurangi gejala dan menurunkan resiko dari
eksaserbasi pada pasien dengan PPOK sedang sampai sangat berat tapi tidak
spesifik apakah obat antikolinergik jangka-panjang atau 2 Agonis yang lebih
baik. Kami meneliti mana yang lebih baik antara obat antikolinergik tiotropium
atau 2-agonis salmeterol yang lebih bagus dalam mencegah eksaserbasi PPOK.

Metode

Dalam 1 tahun, secara acak, uji coba secara group paralel, dan kedua group tidak
tahu apa-apa tentang dua jenis obat tersebut, kai membandingkan efek dari
pegobatan dengan 18 g tiotropium satu kali sehari dengan 50g dari salmeterol
dua kali sehari pada kasus eksaserbasi PPOK sedang atau berat dan riwayat
eksaserbasi pada tahun-tahun sebelumnya.

Hasil

Total dari 7376 pasien sdcara acak bersedia dan diobati dengan tiotropium (3707
pasien) atau salmeterol (3669 pasien). Tiotropium, dibandingkan dengan
salmeterol, meningkat waktunya pada eksaserbasi pertama (187 hari vs 145 hari),
dengan 17% penurunan resiko (rasio hazard, 0.83; 95% interval kepercayaan, 0.77
ke 0.90; P<0.001). Tiotropium juga meningkatkan waktu eksaserbasi berat
pertama (rasio hazard, 0.72; 95% CI, 0.61 ke 0.85; P<0.001), penurunan angka
eksaserbasi sedang atau berat dalam setahun (0.64 vs 0.72; tingkat ratio, 0.89;
95% CI, 0.83 ke 0.96; P=0.002), dan penurunan angka eksaserbasi berat tahunan
(0.009 vs 0.13; tingkat ratio, 0.73; 95% CI, 0.66 menjadi 0.82; P<0.001). Secara
keseluruhan, kejadiaan dari efek samping seurius dan kejadian efek samping yang
mengarah ke ketidaklanjutan pengobatan keduanya sama pada dua kelompok
penelitian. Ada 64 yorang yang meninggal (1.7%) pada kelompok Tiotropium dan
78 orang (2.1%) pada kelompok Salmeterol.

Kesimpulan

Hasil ini menunjukkan bahwa, pasien dengan PPOK sedang sampai sangat berat,
Tiotropium lebih efektif dibandingkan dengan Salmeterol dalam pencegahan
eksaserbasi. (Didanai oleh Boehringer Ingelheim dan Pfizer; ClinicalTrials.gov,
NCT00563381).

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyebab utama dari


disabilitas dan kematian di dunia. Eksaserbasi dari PPOK mengindikasikan
ketidakstabilan atau pemburukkan dari status klinis pasien dan kemajuan dari
penyakit dan dihubungkan dengan perkembangan dari komplikasi, peningkatan
resiko dari eksaserbasi lanjutan, kondisi selanjutnya, penurunan status kesehatan
dan aktivitas fisik, kemundurand ari fungsi paru, dan peningkatan resiko
kematian. Untuk itu pencegahan eksaserbasi merupakan tujuan utama dari
pengobatan.

Terapi dengan obat antikolinergik jangka panjang atau 2 agonis jangka


panjang direkomendasikan sebagai terapi perbaikan garis pertama pada pasien
dengan PPOK sedang sampai sangat berat, karena kedua obat ini mengurangi
gejala, meningkatkan kualitas hidup dan fungsi paru, dan mengurangi resiko
eksaserbasi dan rawat inap. Bagaimanapun, garis pengobatan tidak
mengspesifikasikan mana yang lebih baik diantara obat antikolinergik jangka
panjang atau 2 agonis.

Penelitian komparatif mengindikasikan tiotropium dikaitkan lebih baik


dalam mengurangi resiko eksaserbasi dan rawat inap karena eksaserbai daripada
salmeterol, walaupun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Ini merupakan
penelitian jangka pendek (dengan durasi 3-6 bulan) dan tidak di desain untuk
endeteksi perbedaan dari resiko eksaserbasi. Uji Pencegahan eksaserbasi dengan
tiotropium pada PPOK (POET-COPD) secara spesifik didesain untuk
membandingkan secara langsung efek dari tiotropium dengan salmeterol pada
resiko eksaserbasi sedang dan berat. Kelompok kematian tidak dimasukkan dalan
penelitian karena ada beberapa fakta kuat mengenai keunggulan kedua jenis obat
pada kematian.

METODE

Jenis penelitian dan kekeliruan

Kami menyelenggarakan 1 tahun penelitian acak, uji kelompok paralel


pada 725 pusat di 25 kota untuk membandingkan efek dari tiotropium (spiriva,
Boehringer Ingelheim) dengan Salmeterol (Serevent, GlaxoSmithKline) pada
PPOK eksaserbasi sedang sampai berat (untuk selanjutnya disebut dengan
eksaserbasi saja) pada pasien dengan PPOK sedang sampai sangat berat.
Penelitian ini diselenggarakan untuk menyesuaikan dengan ketetapan dari
Deklarasi Helsinki (1996) dan Good Clinical Practice guidelines. Semua pasien
harus mengisi inform konsen sebelum penelitian dilakukan. Ilmuwan pengatur
panitia (yang dibuat dari dua peeriksa institut dan peneliti diluar klinisi) dan tiga
pegawai Bohriner Ingelheim mengembangkan desain dan konsep penelitian,
menerima rencana statistik, memeiliki akses penuh terhadap data apenelitian, dan
menginterpretasikan data. Dibagian pengawasan dan manajemen didukung penuh
oleh organisasi kontraj penelitian (PAREXEL). Draf pertama dari naskah dan
revisis berikutnya ditulis oleh semua penulis, dan semua penulis membuat
keputusan untuk menerbotkan naskahnya ke publik. Analisis statistik ditunjukksn
oleh pegawai dari sponsor. Semua penulis memiliki akses penuh terhadap data dan
menjamin akurasu dan kelengkapan dari data dan analisis, maupun ketaan
penelitian terhadap protokol atau peraturan.

Poin Akhir

Poin akhir yang utama adalah waktu saat eksaserbbasi pertama terjadi.
Waktu terjadinya eksaserbasi prtama dijadikan poin akhri utama karena lebih
kurang terpengaruh dari terapi tambahan atau oleh terjadinya multipel eksaserbasi
pada beberapa pasien. Poin akhir kedua dan teraman termasuk waktu terjadinya
poin akhir, jumlah kejadian poin akhir, efek berbahaya yang seurius, dan kematian
(Bagian kedua dari Appendiks tambahan)

Eksaserbasi ditentukan dengan peningkatan atau onset baru lebih dari satu
gejala PPOK (batuk, dahak, mengi, sesak, atau dada sesak), dengan paling tidak
ada satu gejala dalam 3 hari atau lebih dan membawa pasien ke dokter untuk
diberi pengobatan dengan glukokortikoid sisteik, antibiotik atau keduanya
(Patokan untuk eksaserbasi sedang) atau harus rawat inap (patokan untuk
eksaserbasi berat). Penentuan dari akhir eksaserbasi ditentukan dari dasar
pemeriksaan klinis. Data dari eksaserbasi (berdasarkan definisi operasional
penelitian ini), maupun hasil dari pelayanan kesehatan digunakan untuk memberi
pengobatan eksaserbasi, data dikumpulkan dari kuesioner yang diberikan selama
kunjungan klinik dan kontak telefon. Ketika peneliti melaporkan kasus
pneumonia, mereka ditanyakan apakh kejadiannya sesuai dengan yang
digambarkan.

PASIEN

Pasien dapat di masukkan menjadi objek penelitian jika mereka berusia


opaling tidak 40 tahun dan memiliki riwayat merokok 10 bunggkus atau lebih
dalam satu tahun, terdiagnosis PPOK, volume pernafasan paksa dalam 1 detik
(FEV1) setelah dilatasi bronkus <70% dari nilai prediksi, rasio dari FEV1terhadap
kapasitas vital paksa (FVC) sebanyak <70%, dan riwayat dari paling tidak satu
eksaserbasi mengarah pada pengobatan dengan glukokortikoid sistemik atau
antibiotik atau rawat inap tahun sebelumnya. Spirometri (FEV1 dan FVC)
ditunjukkan dengan skrining dari setiap kunjungan berdasarkan pada garis
panduan dari American Thoracic Society dan hanya digunakan untukmemeriksa
keparahan PPOK. Pengukuran setelah penggunaan bronkodilator dilihat setelah
30 menit pasien menghirup 400g dari albuuterol. Puncak aliran sehari-hari
dikumpulkan selama 4 bulan dalam subgroup pasien, dalam hubungannya dengan
analisis genotip (untuk detail, lihat bagian 5 pada Apendiks tambahan); data-data
ini tidak dilaporkan disini.

PROSEDUR

Setelah 2 minggu berjalan, pasien yang terpilih dalam penelitian ini secara
acak menandatangani untuk menerima, selama 1 tahun masingmasing 18 g
tiotropium satu hari sekali, diberikan beserta dengan alat inhalasi HandiHaler
(Boehringer Ingelhiem), beserta dengan plasebo dua hari sekali, diberikan dengan
pemberi tekanan udara, inhalaer dosis terukur, atau 50 g salmeterol dua kali
sehari, diberikan bersama dengan pemberi tekanan udara, inhalr dosis terukurm
serta plasebo satu hari sekali, diberikan bersama dengan alat inhaler handihaler.
Semua pasien diberikan petunjuk penggunaan HandiHaler dan alat pemberi
tekanan, inhaler dosis terukur pada kunjungan pertama (skrining) dan kunjungan
kedua (secara acak). Pemberian pengobatan pada dasar panduan ditentukan
sebagau terapi yang pasien terima saat kunjungan pertama (skrining). Selama
masa percobaan, pasien yang menerima tiotropium dikumpulkan untuk menerima
penggantian obat menjadi 40 g dari ipratropium empat kali sehari, dan terapi ini
idak dilanjutkan pada waktu kunjungan kedua (acak). Pasien yang menerima 2
agonis jangka panjang dan glukokortikoid inhaler diinstruksikan untuk
menggantinya glukokortikoid inhalasi saja (monoterapi) pada saat awal fase
pengobatan dari penelitian ini, pasien dibolehkan untuk melanjutkan pengobatan
yang biasa mereka konsumsi untuk PPOK, kecuali untuk obat antikolinergik dan
2 agonis jangka panjang, selama masa pengobatan double-blind.

Setelah fase acak, kunjungan klinis dijadwalkan pada m=bulan ke 2, 4, 8


dan 12, dan telepon bulanan dijadwalkan diantara kunjungan. Pasien
menyelesaikan buku harian, dan catatan dilihat setiap kali kunjungan dilakukan
untuk memeriksa keberhasilan pengobatan dan untuk menentukan apakah ada
gejala repirasi yang sesuai dengan kriteria eksaserbasi. Keberhasilan tidak secara
sistematik diperiksa selama penelitian. Selama kunjungan klinis dan telepon
bulanan, sebuah kuesioner dikumpulkan untuk melihat detail dari eksaserbasi
PPOK.efek samping mengarah ke ketidakberlanjutan dari pengobatan dan efek
seurius termasuk kejadian fatal yang tercatat pada setiap kunjungan. Pasien yang
tidak melanjutkan secara dini diperiksa tanda vitalnya (apakah mereka masih
hidup dan jika meninggal apa penyebab utama kematiannya). Sampai akhir dari
rencana pengobatan selama 360 hari. Informasi status vital ditentukan harus
lengkap untuk pasien yang menghadiri seluruh kunjungan dalam 360 hari dan
untuk mereka yang secara dini tidak maelanjutkan penelitian pengobatan tapi
yang status vitalnya sudah dikonirmasi pada hari ke 360.

Analisis Statistik

Kami mengestimasi bahwa dengan jumlah sampel yang cocoknya


sebanyak 6800 pasien (masing-masing grup pengobatan mendapat 3400 pasien),
maka peneituan ini akan dapat memeiliki 80% kemampuan untuk mendeteksi
10% reduksi dengan tiotropium dibandingkan dengan salmeterol pada resiko
eksaserbasi pertama, dengan uji dua sisi, untuk hipotesis nol dari rasio hazaard 1
dari tingkat signifikansi 0.05. Sebelum penetapan estimasi ulang dari jumlah
sampel (dengan tanda pengobatan yang disembunyikan) pada dasar dari prediksi
tingkat kejadian ditunjukkan n melalui fase dan hasil berupa peningkatan dari
jumlah sampel menjadi 7350 pasien.

Analisis kemanjuran dan keamanan semua pasien yang berada dibawah


pemilihan acak dan yang menerima paling tidak satu dosis dari obat yang diteliti.
Waktu primer dan sekunder dari kejadian titik akhir dianalisis dengan
menggunakan Cox-proporsional-hazard model regresi termasuk peraturan untuk
center dan pengobatan; poling dilakukan untuk memberi penjelasan kepada pusat
penelitian bahwa perekrutan kurang 4 pasien. P value dijumlahkan dengan
menggunakan statistik wald chi-square. Plot Kaplan-Meier dibangun dan uji log-
rank juga dilakukan.

Jumlah angka kejadian titik akhir dibandingkan antara kelompok


penelitian dengan menggunakan regresi Poisson dengan koreksi untuk penyebaran
terlalu banyak dan penyesuaian diri untuk pajanan dari pengobatanUntuk
membiarkan perbedaan yang jelas daintara setiap kejadian, setiap episode
eksaserbasi per orang harus dibedakan oleh jarak paling tidak 7 ari.

Untuk menjaga desain penelitian, eksaserbasi tidak secara sistmeatik di


follow up setelah pasien tidak melanjutkan pengobatan secara dini. Oleh karena
itu, analisis kemanjuran, hanya eksaserbasi dengan onset selama pasien
mengkonsumsi obat yang dimasukkan ke dalam penelitian. Pasien yang keluar
dari objek penelitian sebelum mengalami eksaserbasi ditetapkan sebagai objek
yang tidak mengalami eksaserbasi, dan pada waktu penentuan analisis, data
mereka disensor pada waktu mereka dikeluarkan dari penelitian. Pada analisis titik
akhir sekunder, tidak ada koreksi pada uji multipel yang dibuat.
Analisis subgrup dilakukan untuk waktu menuju titik akhir dan untuk
angka kejadian titik akhir dengan menggunakan deskripsi model diatas, dengan
peraturan tambahan subgrup dan interaksi subgrup dengan studi pengobatan.
Analisis post hoc subgrup dilakukan berdasarkan pasien yang menerima
glukokortikoid inhalasi secara konsisten selama periode studi pengobatan
dibandingkan degan pasien yang tidak menerima glukokortikoid inhalasi selama
periode pengobatan/ tingkat insidensi dari efek samping dikalkulasikan sebagai
jumlah pasien dengan kejadian pembagian resiko waktu. Tingkat kematin dari
banyak penyebab dianalisis dengan penggunaan regresi Cox, dengan pengobatan
sebagai kovariaat. Analisis Kaplan-Meier juga dilakukan.

HASIL
PASIEN

Pasien di pilih antara Januari 2008 dan April 2009. Jumlah total 7384 pasien
dipilih secara acak, dan 7376 pasien (3707 pada kelompok tiotropium dan 3669
paa kelompok salmeterol menerima paling tidak satu dosis dari obat yang
diujikan. Karakteristik dasar dari pasien , termasuk keadaan sekaeang,
keseimbangan antara kelompok terapi (tabel 1, dan bagian 11 pada Apendiks
dasar). Pasien dari kelompok tiotropium lebih sedikit dikeluarkan lebih awal dari
penekitian dibandingkan pasien di kelompok salmeterol. 585 pasien (15.8%) vs
648 pasien (17.7%) (rasio hazard dengan tiotropium, 0.88; 95% interval
kepercayaan, 0,78 ke 0.98; P=0.02). Alur Kaplan-Meier untuk waktu
pemberhentian pengobatan ditunjukkan pada Figure 2A. Pengumpulan status vital
dikumpulkan pad ahari ke 360 suddah komplit untuk 99,1% dari pasien.

Eksaserbasi

Ada 4411 episode individual eksaserbasi diantara 2591 pasien; 44% dari
pasien dengan eksaserbasi memiliki PPOK sedang pada onset percobaan (PPOK
stasium II, berdasarkan pada klasifikasi dari Global Initiative for Chronic
Obstructive of The Global Initiative for Chronic Obstructive Long disease
[GOLD]), 1yang menspesifikasikan PPOk menjadi 4 stage diurutkan berdasarkan
tingkat 1, mngindikasikan penyakit sedang, ke tingkat IV, mengindikasikan
penyakit yang sangat berat). Waktu eksaserbais pertama (titik akhir primer)
ditingkatkan dalma 42 hari dengan tiotroium dibandingkan dengan salmeterol
(187 hari vs 145 hari, menunjukkan waktu sampai paling tidak 25% dari pasien
{quartile pertama]
7376 pasien [36,5%]), itu tidak mungkin perhitungannyawaktu median untuk
eksaserbasi pertama; Oleh karena itu, waktu untuk eksaserbasi pertama di kuartil
pertama pasien dihitung sebagai gantinya. Tiotropium dibandingkan dengan
salmeterol secara signifikan mengurangi risiko eksaserbasi buruk sebanyak 14%
(rasio hazard, 0,86; 95% C, 0,79 menjadi 0,93; P <0,001) dan eksaserbasi berat
sebanyak 28% (rasio hazard, 0,72; 95% C, 0,61-0,85;P <0,001). Kaplan-Meier
plot untuk waktu ke eksaserbasi parah pertama ditunjukkan pada Gambar 2C.

n Selain itu, tiotropium mengurangi risiko eksaserbasi berat mengarah ke


pengobatan dengan glukokortkoid sistemik sebesar 23% (rasio hazard, 0,77; 95%
C,0,69-0,85; P <0,001), eksaserbasi yang mengarah kepengobatan dengan
antibiotik sebesar 15% (rasio hazard,0,85; 95% C, 0,78-0,92; P <0,001), dan
eksasrbasi buruk mengarah ke pengobatan dengan baik sistemik glukokortikoid
dan antibiotik oleh 24% (hazardrasio, 0,76; 95% C, 0,68-0,86; P <0.001) (Bagian

3 dalam Lampiran Tambahan). Tingkat tahunan eksaserbasi adalah 0,64 di


kelompok tiotropium dan 0,72 di salmeterol yang kelompok, sesuai dengan
penurunan 11% dalam Tingkat eksaserbasi dengan tiotropium (rasio tingkat,

0.89; 95% C, 0,83-0,96; P = 0,002). Pengobatan dengan tiotropium secara


signifikan mengurangi tahunan Tingkat eksaserbasi moderat sebesar 7% (0,54 vs
0,59; rasio tingkat, 0,93; 95% C, 0,86-1,00;P = 0,048) dan tingkat tahunan
eksaserbasi berat sebesar 27% (0,09 vs 0,13; rasio tingkat, 0,73; 95%

C, 0,66-0,82; P <0.001) (Bagian 3 di Lampiran tambahan). Selain, tiotropium


ulang diproduksi tingkat eksaserbasi mengarah ke memperlakukan ment dengan
glukokortikoid sistemik sebesar 18% (0,33vs 0,41; rasio tingkat, 0,82; 95% C,
0,76-0,90; P<0.001), eksaserbasi yang mengarah paada pengobatan dengan
antibiotik sebanyak 10% (0,53 vs 0,59; tingkat ratio, 0,90; 95% CI, 0,84 ke 0,97;
P=0,004), dan eksaserbasi mengarah pada pengobatan dengan masing-masing
glukokortikoid sisy=temik dan antibiotik sebanyak 20% (0,23 vs 0,28; tingkat
ratio, 0.80; 0,95% CI, 0.73 ke 0.88; P,0.001)
Efek dari tiotropium dibandingkan dengansalmeterol pada waktu untuk
eksaserbasi pertama dan tingkat tahunan eksaserbasi per pasien yang konsisten di
seluruh subkelompok prespecified sesua untuk usia, jenis kelamin, status merokok
(saat ini vs nonperokok saat ini), keparahan PPOK (GOLD stage),

indeks massa tubuh, dan penggunaan atau tidak menggunakan inhalasi


glukokortikoid pada awal (Gambar. 3, dan Pasal 4

dalam Lampiran Tambahan). Pasien dengan indeks massa tubuh rendah atau
PPOK sangat parah tampak mendapat manfaat paling banyak dari terapi
tiotropium (Gbr. 3).Namun, nilai-nilai P untuk tes dari interaksi antara efek
pengobatan dan subkelompok yang0,17 untuk subkelompok sesuai dengan massa
indeks dan 0,05 untuk subkelompok sesuai denganTahap GOLD. n analisis post
hoc, sebuah re- serupaduction dalam risiko eksaserbasi dengan tiotropium
dibandingkan dengan salmeterol diamatiantara 2932 pasien yang digunakan
bersamaanglukokortikoid inhalasi selama studi-memperlakukan

periode ment (rasio hazard, 0,91; 95% C, 0,82 untuk10,02), serta antara 4046
pasien yang melakukantidak menggunakan glukokortikoid inhalasi setiap saat
dur-ing masa studi-pengobatan (rasio hazard,0,81; 95% C, 0,72-0,91).
pasien yang terus menerima mereka; Tingkat eksaserbas nya pada kelompok
salmeterol adalah 0,86 (95% C, 0,74-0,99) di antara 416 pasien yang
menghentikan penggunaan inhalasi glukokortikoid, dibandingkan dengan 0,81
(95% C, 0,75-0,88) di antara 1.401 pasien yang con- terus berlanjutnya untuk
menerima mereka.

Sebanyak 545 pasien (14,7%) di tiotropium yang kelompok dan 606 (16,5%) pada
kelompok salmeterol melaporkan efek samping serius selama study- yang masa
pengobatan (Tabel 2). Yang paling umum efek samping yang serius dengan
frekuensi 0,5% atau lebih besar adalah eksaserbasi PPOK, yang kadang terjadi
270 pasien (7,3%) di tiotropium yang kelompok dan di 335 (9,1%) pada
kelompok salmeterol (Bagian 12 dalam Lampiran Tambahan). Sebanyak 180
kasus pneumonia yang reporting, yang 158 (87,8%) adalah radiologis
dikonfirmasi (70 pada kelompok tiotropium dan 88 di kelompok salmeterol). Ada
lebih banyak pasien dengan setidaknya satu radiologis dikonfirmasi episode
pneumonia di antara mereka yang menerima obat comitant dengan glucocorti-
inhalasi glucocortikoid untuk setidaknya 1 hari selama studi-
pengobatanperiodedibandingkan mereka yang tidak menerima in-glukokortikoid
haled selama studi pengobatan periode - 89 dari 3330 pasien (2,7%), di antaranya
72 diperlukan rawat inap, dibandingkan dengan 59 dari 4046 pasien (1,5%), di
antaranya 46 diperlukan rawat inap.

Diskusi

Tiotropium dibandingkan dengan salmeterol, secara signifrikan meningkatakan


waktu pertama kali terjadinya eksasrrbasi sedang maupun berat dari PPOK an
seara signifikan menurunkan rata-rata eksaserbasi diantara pasien dengan
eksaserbais berat atau sedang PPOK. Keuntungan dari tiotropium terlihat secara
konsisnten dalam semua kelompok major yang ditentukan dalam percobaan ini
dan nsecara independen menginhalasi glukokortikoid.

Penelitian satu tahun ini didesaiinn dan dikuatkan untuk titik poin
eksaserbasi berat dan sedang, hasil paling relevan pasien terkaait hasil, dengan
efek penting pada keluarga pasien, pemberi pelayanan kesehatan, pelayanan
kesehatan, dan pembayar. Banyak eksaserbasi yang dapat dihindari dapat
menguntungkan pada sisi perspektif pasien dan sistem pelayanan kesehatan.

Kaplan-Meier analisis dari waktu ke pertama eksaserbasi menunjukkan


bahwa manfaat dengan tio- tropium dibandingkan dengan salmeterol menjadi
jelas sedini sekitar 1 bulan setelah memulai pengobatan dan dipertahankan atas
seluruh periode penelitian 1 tahun. Dengan demikian, ap pir menjadi tidak
mungkin bahwa perbedaan dalam mendukung tiotropium disebabkan penghentian
awal pengobatan antara pasien dalam kelompok salmeterol yang tidak memiliki
respon terhadap obat itu. Tiotro- pium dan salmeterol telah terbukti mengurangi
Keterbatasan aliran udara dan hiperinflasi tapi mungkin juga langsung atau tidak
langsung berpengaruh pada berbagai aspek peradangan paru-paru. 21,22 Namun,
relevansi mekanisme ini untuk diamati perbedaan titik akhir yang berhubungan
dengan exacerba- tions masih harus ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai