PENDAHULUAN
Berat bayi lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang
dalam 1 jam setelah lahir. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu)
atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction/IUGR).1
Sampai saat ini BBLR masih merupakan masalah di seluruh dunia, karena
menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada masa neonatal.
Prevalensi BBLR masih cukup tinggi terutama di negara-negara dengan sosio-
ekonomi rendah. Secara statistik di seluruh dunia, 15,5% dari seluruh kelahiran
adalah BBLR, 90% kejadian BBLR didapatkan di Negara berkembang dan angka
kematiannya 20-35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir >2500
gram. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan
daerah lain, yang berkisar antara 9-30%.1
1
- Resiko infeksi
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Pembentukan paru dimulai pada kehamilan 3-4 minggu dengan
terbentuknya trakea dari esofagus. Pada 24 minggu terbentuk rongga udara
yang terminal termasuk epitel dan kapiler, serta diferensiasi pneumosit tipe
I dan II. Sejak saat ini pertukaran gas dapat terjadi namun jarak antara
kapiler dan rongga udara masih 2-3 kali lebih lebar dibanding pada dewasa.
Setelah 30 minggu terjadi pembentukan bronkiolus terminal, dengan
pembentukan alveoli sejak 32-34 minggu.3
4
Selain itu pada neonatus pusat respirasi belum berkembang sempurna
disertai otot respirasi yang masih lemah.3
5
keseimbangan ventilasi dan perfusi, lalu terjadi pirau di paru dengan
hipoksemia arteri progresif yang dapat menimbulkan asidosis metabolik.
Hipoksemia dan asidosis menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah
paru dan penurunan aliran darah paru. Kapasitas sel pnuemosit tipe II untuk
memproduksi surfaktan turun. Hipertensi paru yang menyebabkan pirau
kanan ke kiri melalui foramen ovale dan duktus arteriosus memperburuk
hipoksemia. Aliran darah paru yang awalnya menurun dapat meningkat
karena berkurangnya resistensi vaskuler paru dan PDA. Sebagai tambahan
dari peningkatan permeabilitas vaskuler, aliran darah paru meningkat
karena akumulasi cairan dan protein di interstitial dan rongga alveolar.
Protein pada rongga alveolar dapat menginaktivasi surfaktan.
Berkurangnya functional residual capacity (FRC) dan penurunan
compliance paru merupakan karakteristik HMD. Beberapa alveoli kolaps
karena defisiensi surfaktan, sementara beberapa terisi cairan, menimbulkan
penurunan FRC. Sebagai respon, bayi prematur mengalami grunting yang
memperpanjang ekspirasi dan mencegah FRC semakin berkurang.3
6
penanganan dini pada bayi BBLR, terutama terapi asidosis, hipoksia,
hipotensi dan hipotermia. Kebanyakan kasus HMD bersifat self-limiting,
jadi tujuan terapi adalah untuk meminimalkan kelainan fisiologis dan
masalah iatrogenik yang memperberat. Penanganan sebaiknya dilakukan di
NICU. Bila tidak diterapi dengan baik, tekanan darah dan suhu tubuh akan
turun, terjadi peningkatan sianosis, lemah dan pucat, grunting berkurang
atau hilang seiring memburuknya penyakit. Apnea dan pernapasan iregular
muncul saat bayi lelah, dan merupakan tanda perlunya intervensi segera.
Perbaikan ditandai dengan diuresis spontan, dan kemampuan oksigenasi
pada kadar oksigen lebih rendah.1,3
- Gejala klinis tampak segera setelah lahir dan membaik dalam beberapa
jam (umumnya <24 jam), kemudian hilang dalam 5-7 hari.
- Pemeriksaan Roentgen: gambaran hiperinflasi dada, fisura interlobaris
yang opak, efusi pleura, dan peningkatan pada vaskular parahiler.2
7
D. Asfiksia Neonatorum
8
1.2 Masalah Pada Jantung
Secara garis besar PJB dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu asianotik dan
sianotik. Jenis PJB asianotik yang sering ditemukan antara lain defek septum
ventrikel (DSV), defek septum atrial (DSA), stenosis pulmonal duktus
9
arteriosus paten (DAP), stenosis aorta dan koarktasio aorta. Manifestasi klinis
awal yang paling sering muncul pada PJB adalah gagal jantung kongestif.2
- Diabetes mellitus
- Riwayat keluarga PJB
- Riwayat penggunaan indometasin
- Riwayat infeksi rubella pada trimester pertama
- Tempat tinggal di dataran tinggi
- Riwayat keluarga dengan kelainan genetik
10
Defek septum atrial merupakan pembukaan abnormal pada sekat
yang memisahkan atrium kiri dan kanan. DSA dapat terjadi di tiga
lokasi utama: regio fossa ovalis (DSA ostium sekundum), bagian
superior septum atrium dekat dengan vena kava superior (DSA sinus
venosus), dan bagian inferior septum atrium dekat annulus katup
trikuspid (DSA ostium prmum). DSA ostium primum dikategorikan
dalam spektrum defek septum atrioventrikular. DSA ostium sekundum
merupakan yang paling sering ditemukan. Defek yang diasosiasikan
dengan DSA adalah prolaps katup mitral, defek sinus venosus, dan
anomalous pulmonary venous return.2
11
darah pulmonal akibat peningkatan aliran darah ke paru. Pasien yang
memiliki hipertensi pulmonal sebaiknya menjalani kateterisasi jantung
kanan untuk menentukan tekanan dan resistansi arteri pulmonal.
Ekokardiografi mengonfirmasi kehadiran DSA, menentukan
ukurannya, memungkinkan perhitungan aliran pirai dan
mengidentifikasi anomali lain.2
12
Pasien DSV kecil biasanya tidak bergejala, dengan pengecualian
pasien yang mengalami endocarditis infektif atau dengan sindrom
Eisenmenger. Tanda klasik yang dapat ditemukan adalah bising
pansistolik keras, sering dapat teraba di batas sternum kiri bawah. Pada
pasien dengan prolaps kuspis aorta, bising regurgutasi aorta dapat
terdengar.2
Pasien DSV dengan rasio Qp:Qs lebih besar dari 1,5:1 harus
dipertimbangkan untuk menjalani operasi penutupan defek. Pasien
dengan hipertensi pulmonal dapat menjalani operasi bila resistensi
pulmonal tidak lebih dari 50% resistensi sistemik. Pilihan lain selain
operasi adalah penutupan dengan alat trans-kateter. Tatalaksana pasca
penutupan adalah penilaian DSV residual atau rekuren, aritmia atrial
atau ventrikel, dan juga evaluasi fungsi ventrikel kanan. Terapi gagal
jantung simtomatis pada DSV adalah diuretik (sebagai contoh:
furosemid 1-3 mg/KgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis), penghambat
ACE (sebagai contoh: kaptroptil 0,5-2 mg/KgBB/hari), dan bila gejala
masih menetap berikan digoksin (5-10 g/KgBB/hari).2
13
c) Duktus Arteriosus Paten (DAP)
14
Sebagian besar DAP akan menutup sendiri. Pada bayi prematur,
penutupan secara farmakologis dapatdilakukan dengan ibuprofen (10
mg/KgBB bolus kemudian diikuti 5 mg/KgBB selama 2-3 hari
setelahnya. Terapi ini tidak responsif pada bayi yang matur. Agen
diuretik dan digoksin dapat digunakan bila timbul gejala gagal jantung.
Penutupan DAP secara trans-kateter dapat dilakukan bila penutupan
secara farmakologis gagal.2
15
dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu vaskularisasi menurun atau
meningkat. Jenis hipertrofi ventrikel dapat dikelompokkan menjadi
hipertrofi ventrikel kiri, kanan atau bilateral.2
16
Ekokardiografi digunakan untuk menilai anatomi, ukuran DSA,
hubungan arteri besar, tingkat aliran darah pulmonal, fungsi ventrikel
dan fungsi katup.2
17
Klasifikasi perdarahan intrakranial pada neonatus menurut Volpe, dalam
garis besarnya secara klinis dibagi dalam empat jenis, yaitu:4
a. Perdarahan Subdural
18
intraventrikular, atau intraserebelar. Perdarahan umumnya terjadi akibat
ruptur pada jembatan vena dalam rongga subaraknoid atau akibat ruptur
pembuluh darah kecil di daerah leptomeningeal. Timbunan darah umumnya
terkumpul di lekukan serebral bagian posterior dan fosa posterior.4
c. Perdarahan Intraserebral
19
Diagnosis perdarahan ini berdasarkan gambaran klinis serta riwayat
kesukaran pada kelahiran letak sungsang, tarikan forsep, atau keduanya,
dan adanya riwayat hipoksia. Gejala dapat timbul pada hari pertama kedua
setelah lahir, bahkan setelah umur tiga minggu. Gejala neurologik yang
dijumpai berupa gejala kompresi batang otak, terutama serangan apnea atau
iregularitas pernapasan. Kadang disertai bradikardia, obstruksi aliran cairan
serebrospinal disertai kenaikan tekanan intrakranial, ubun-ubun menonjol,
dan sutura melebar. Pada pemeriksaan USG kepada terlihat pembesaran
ventrikel.4
d. Perdarahan Periventrikular-Intraventrikular
20
posisi deserebrasi, refleks cahaya negatif, refleks vestibular negatif,
ubun-ubun besar menonjol, hipotensi, bradikardia, asidosis metabolik
dan kelainan homeostasis.
- Sindrom perburukan saltatorik, terlihat gejala penurunan kesadaran,
gerakan berkurang, hipotonia, perubahan gerak dan bola mata serta
dapa disertai gangguan napas. Perburukan klinis dapat bertahap dalam
beberapa hari.
- Gambaran klinis tenang, pada kejadian ini secara klinis tidak dijumpai
kelainan neurologik yang berarti walaupun gambaran radiologik-
ultrasonografi menunjukkan adanya PPV-IV.
Fungsi hati yang belum sempurna menyebabkan BBLR kuning lebih awal
dan lebih lama dari pada bayi yang cukup beratnya. Ikterus adalah warna
kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin dalam
serum. Lebih dari separuh bayi normal dan sebagian besar bayi kurang bulan
mengalami ikterus.2
21
Ikterus dapat diklasifikasikan menjadi:1,2
a. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin
tak terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL. Ikterus fisiologis ditandai
keadaan umum bayi toleransi minum baik, berat badan naik, dan kuning
menghilang pada minggu 1-2 pasca kelahiran.1,2
Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin
akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan
kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan
yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 sampai 2 minggu. Pada bayi cukup
bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar
yang lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa
terjadi dalam waktu 2-4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu.
Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan mengalami
peningkatan dengan puncak yang lebih tinggi dan lebih lama, begitu juga
dengan penurunannya jika tidak diberikan fototerapi pencegahan.
Peningkatan sampai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran fisiologis, bahkan
hingga 15 mg/dL tanpa disertai kelainan metabolism bilirubin. Kadar
normal bilirubin tali pusat <2 mg/dL dan berkisar dari 1,4-1,9 mg/dL.2
22
terkonjugasi, disebabkan oleh penurunan bakteri flora normal, aktifitas -
glucuronidase yang tinggi dan penurunan motilitas usus halus.2
Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih
sering dan bayi dengan aspirasi mekonium lebih awal cenderung
mempunyai insiden yang rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis. Pada
bayi yang diberi susu formula cenderung mengeluarkan bilirubin lebih
banyak pada mekoniumnya selama 3 hari pertama kehidupan dibandingkan
dengan yang mendapat ASI. Bayi yang mendapat ASI, kadar bilirubin
cenderung lebih rendah pada yang defekasinya lebih sering. Bayi yang
terlambat mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus fisiologis.2
Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice
yaitu early (berhubungan dengan breast feeding) dan late (berhubungan
dengan ASI). Bentuk early onset diyakini berhubungan dengan proses
pemberian minum. Bentuk late onset diyakini dipengaruhi oleh kandungan
ASI ibu yang mempengaruhi proses konjugasi dan ekskresi. Penyebab late
onset tidak diketahui, tetapi telah dihubungkan dengan adanya faktor
spesifik dari ASI yaitu: 2-20-pregnanediol yang mempengaruhi aktifitas
UDPGT atau pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit; peningkatan
aktifitas lipoprotein lipase yang kemudian melepaskan asam lemak bebas
ke dalam usus halus; penghambatan konjugasi akibat peningkatan asam
lemak unsaturated; atau -glukorunidase atau adanya faktor lain yang
mungkin menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik.2
23
b. Ikterus non fisiologis
24
25
Tatalaksana ikterus neonatorum harus dilakukan sesuai etiologi yang
mendasari. Beberapa terapi yang diberikan antara lain:1,2
- Terapi ikterus dini (early jaundice) pada bayi yang mendapat ASI
26
- Antibiotik pada dugaan infeksi
- Antimalaria jika terdapat demam dan bayi berasal dari daerah endemis
malaria
- Evaluasi berkala (follow-up) sesuai dengan usia bayi dan kadar bilirubin
saat dipulangkan.
a. Anemia
27
peningkatan konsentrasi hemoglobin karena plasma mengalami
ekstravasasi sebagai kompensasi terhadap transfuse plasenta dan
peningkatan sirkulasi volume eritrosit yang terjadi saat lahir. Untuk
selanjutnya konsentrasi hemoglobin akan menurun secara bertahap sampai
mencapai 14,4 0,9 g/dL pada BCB terjadi pada usia 8-12 minggu dan 7-
10 g/dL pada BKB terjadi pada usia 6 minggu.1
28
Anemia pada BCB merupakan hal yang normal dan tidak memberikan
dampak klinis yang buruk. Pada BKB anemia yang terjadi lebih berat dan
timbul lebih dini. Anemia pada BBL yang tidak ditatalaksana dengan tepat
dan adekuat akan memberikan komplikasi terhadap BBL. Pada BBL
dengan anemia akut dapat terjadi kolaps kardiovaskuler sampai dengan
gagal napas. Anemia juga dianggap berperan dalam timbulnya berbagai
gejala termasuk asupan makan yang buruk dan kenaikan berat badan yang
tidak adekuat.1
29
yang hilang. Gejala klinis yang ditemukan pada perdarahan akut
merupakan tanda dari hipovolemik, hipoksemia (seperti takikardia,
takipneu, hipotensi).1
30
tepi (misal pada sferositosis herediter), hemolitik yang terjadi pada
masa neonatal umumnya mempunyai manifestasi salah satu di bawah
ini:1
31
dapat langsung ditegakkan apabila BKB sehat mengalami penurunan
hemoglobin dengan apusan darah tepi menunjukkan normokromik
normositik, retikulosit rendah (20 x 109/L) dan tidak ada eritrosit
berinti. Tatalaksananya yaitu dengan menyingkirkan sebab anemia
yang lain, dan mempertimbangkan perlu atau tidak dilakukan
transfusi.1
b. Polisitemia
32
Terjadi peningkatan pembentukan eritrosit (eritropoiesis) pada masa
fetal, biasanya akibat oksigenasi pada janin yang kurang, seperti pada
insufisiensi plasenta, ibu dengan hipertensi, ibu dengan DM dan
hipertiroid, ibu perokok, post-matur dan pada kelainan genetik tertentu.
Terjadi peningkatan aliran darah ke bayi saat dalam kandungan, saat
persalinan dan kelahiran. Keadaan tersebut antara lain terjadi pada twin-
twin transfusion, pengikatan/clamping tali pusat yang terlambat, pada
waktu dilahirkan letak bayi sangat rendah dibandingkan ibu sehingga
sebelum tali pusat diikat darah akan mengalir melalui tali pusat ke bayi.
Beberapa kondisi lain yang dapat meningkatkan jumlah sel darah merah
seperti tinggal di tempat tinggi, usia dari bayi.2
Gejala klinis biasanya tidak spesifik. Pada susunan saraf pusat dapat
menyebabkan gangguan kesadaran, letargi, muntah. Gejala pada SSP
biasanya timbul pada kadar hematocrit > 75%. Pada sistem kardiopulmonal
dapat terjadi distress pernapasan, takikardia bahkan gagal jantung. Pada
gastrointestinal menimbulkan intoleransi terhadap makanan. Pada traktus
genitourinaria dapat menimbulkan gejala oliguria, gagal ginjal. Ganggaun
metabolik seperti hipoglisemia, hipokalsemia. Gangguan darah seperti
hiperbilirubinemia, trombositopenia.2
Terapi diberikan jika kadar hematocrit > 65% dan bayi menunjukkan
gejala hiperviskositas. Biasanya dilakukan transfuse tukar dengan
mengganti cairan serum dengan NaCl fisiologis atau albumin.2
33
Salah satu masalah khusus pada bayi, terutama BKB adalah
ketidakmampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh yang normal. Banyak
faktor yang berperan dalam termoregulasi seperti umur, berat badan, luas
permukaan tubuh dan kondisi lingkungan. Bayi tidak seperti orang dewasa
dalam beradaptasi dengan perubahan suhu, oleh karena permukaan tubuh bayi
yang lebih luas disbanding orang dewasa, sehingga saat bayi terpapar dingin
akan lebih banyak menggunakan energi dan oksigen untuk mendapatkan
kehangatan.1
Hipotermia pada BBL adalah suhu di bawah 36,5 oC, yang terbagi atas
hipotermia ringan (cold stress) yaitu suhu tubuh antara 36-36,5oC, hipotermia
sedang yaitu suhu antara 32-36oC, dan hipotermia berat yaitu < 32oC. BBL
dapat mengalami hipotermia melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan
dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas
dan kehilangan panas:1
Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam sistem endokrin dan terjadi
penurunan basal metabolism tubuh, sehingga timbul proses penurunan
produksi panas, misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal
ataupun pituitaria.1
34
Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan tubuh
kehilangan panas. Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat terjadi
secara:1
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh > 37,5oC, hal ini akan
menyebabkan terjadinya vasodilatasi, peningkatan rata-rata metabolism tubuh
dan peningkatan kehilangan cairan tubuh. Hipertermia dapat disebabkan oleh
suhu lingkungan yang berlebihan, infeksi, dehidrasi atau perubahan mekanisme
pengaturan panas sentral yang berhubungan dengan trauma lahir pada otak,
malformasi, dan obat-obatan.1
35
Bayi yang mempunyai resiko unttuk terjadinya gangguan termoregulasi
antara lain:1
Hipotermia ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang
aktif, kutis marmorata, pucat, takipneu atau takikardia. Sedangkan hipotermia
yang berkepanjangan akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi
oksigen, distress respirasi, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia,
defek koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal akut, enterokolitis
nekrotikan, dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.1
36
mudah, sederhana dan aman. Tetapi pengukuran melalu rektal sangat dianjurkan
untuk dilakukan pertama klai pada semua BBL, oleh karena sekaligus sebagai
tes skrining untuk kemungkinan adanya anus imperforatus. Pengukuran suhu
rektal tidak dilakukan sebagai prosedur pemeriksaan yang rutin kecuali pada
bayi-bayi sakit.1
Masalah nutrisi merupakan salah satu dari beberapa masalah serius pada
bayi berat lahir rendah (BBLR). Hal ini sangat erat berkaitan dengan berbagai
kondisi ataupun komplikasi pada berbagai sistem atau organ tubuh seperti
saluran napas, susunan saraf pusat, saluran cerna, hati, ginjal, dan lainnya. Di
satu pihak nutrisi merupakan kelangsungan hidup serta tumbuh kembang yang
optimal ataupun pencegahan komplikasi, namun di pihak lain nutrisi dapat
mengakibatkan timbulnya komplikasi. Selain itu, terdapat kondisi yang
bervariasi pada BBLR berdasarkan masa gestasi maupun berat lahir sehingga
tata laksana medis maupun nutrisi BBLR lebih bersifat individual.
Permasalahan nutrisi khusus pada BBLR adalah rendahnya cadangan nutrisi,
imaturitas fungsi organ, potensial untuk pertumbuhan cepat, serta beresiko
tinggi untuk terjadinya morbiditas. Tujuan utama dukungan nutrisi pada BBLR
adalah tercapainya tumbuh kembang optimal.5
37
minggu menunjukkan intoleransi laktosa. Aktifitas enzim sukrase dan laktase
lebih rendah pada BBLR dan sukrase lebih cepat meningkat dari pada laktase.5
38
sebesar 2,8-3,1 g/kgBB/hari dengan 110-120 kkal/kgBB/hari menunjukkan
pertumbuhan yang paling menyerupai pertumbuhan janin.5
Karbohidrat memasok energi sebesar 40-50% dari kebutuhan per hari atau
setara dengan 10-14 g/kgBB/hari. Kemampuan BBLR untuk mencerna laktosa
pada beberapa waktu setelah lahir rendah karena rendahnya aktifitas enzim
laktase, sehingga dapat terjadi keadaan intoleransi laktosa, walaupun secara di
klinik jarang menjadi masalah dan ASI umumnya dapat ditoleransi dengan baik.
Enzim glukosidase untuk glukosa polimer sudah aktif pada BBLR sehingga
pemberian glukosa polimer ditoleransi dengan baik. Selain itu glukosa polimer
tidak menyebabkan beban osmotic pada mukosa usus, sehingga memungkinkan
digunakan pada formula bayi dengan osmolalitas < 300 mOsm/kg.air. Formula
prematur umumnya mengandung 50% laktosa dan 50% glukosa polimer, rasio
yang tidak menyebabkan gangguan penyerapan mineral di usus.5
Densitas kalori ASI baik asi matur maupun ASI prematur adalah 67
kkal/100 ml pada 21 hari pertama laktasi. Formula dengan densitas sama dapat
digunakan untuk BBLR, tetapi formula dengan konsentrasi lebih tinggi yaitu 81
39
kkal/100 ml seringkali lebih disukai. Formula ini memungkinkan pemberian
kalori lebih banyak dengan volume lebih kecil, menguntungkan bila kapasitas
lambung terbatas atau bayi memerlukan retriksi cairan. Juga mensuplai cukup
air untuk ekskresi metabolit dan elektrolit dari formula.5
40
Cara pemberian nutrisi tergantung dari beberapa faktor seperti keadaan
klinis, masa gestasi dan juga keterampilan dan pengalaman petugas di tempat
perawatan bayi. Walaupun bayi mendapat nutrisi parenteral, harus diusahakan
pemberian nutrisi enteral walaupun hanya sedikit sebagai trophic feeding yang
jumlahnya ditingkatkan sesuai kondisi klinis bayi. Diharapkan pada awsal
minggu kedua nutrisi enteral penuh sudah tercapai. Bila ada ASI, dapat
diberikan langsung ataupun dipompa tergantung keadaan bayi dan pemberian
tambahan human milk fortifier (HMF) diperlukan. Pemberian formula dapat
dengan botol/dot, sonde lambung (nasogastrik / orogastrik), transpilorik atau
gastrostomi dengan berbagai pertimbangannya. Pemberian secara bolus ataupun
drip (continueous infusion) hasilnya masih tetap kontroversial.5
41
Formula transisi merupakan formula peralihan dari formula 24 kkal ke
formula standar (20 kkal) dan kini lebih popular dengan nama after discharge
formula (ADF) atau pretern discharge formula (PDF). Biasanya formula
prematur (FP) dengan 24 kkal/fl.oz diberikan hingga akhir perawatan bayi dan
selanjutnya bayi mendapat formula standar (FS, 20 kkal/ fl.oz) untuk digunakan
di rumah. Karena umumnya bayi dipulangkan pada berat badan sekitar 1500 g,
maka perlu dilakukan reevaluasi terhadap penggunaan formula untuk di rumah
atau ADF. Penggunaan formula transisi (PDF/ADF) dapat dianjurkan walaupun
demikian penggunaan FS ataupun FP dapa terus digunakan sesuai pertimbangan
klinis.5
Sepsis pada bayi baru lahir (BBL) masih merupakan masalah yang belum
dapat terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan BBL. Sepsis neonatal
merupakan sindrom klinis penyakit sistemik akibat infeksi yang terjadi dalam
satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat
menyebabkan sepsis pada neonatus. Angka kejadian/insidens sepsis di Negara
42
yang sedang berkembang masih cukup tinggi (1,8-18/1000) dibanding dengan
negara maju (1-5 pasien /1000 kelahiran). Pada bayi laki-laki resiko sepsis 2
kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian sepsis juga meningkat pada
BKB dan BBLR. Pada bayi berat lahir amat rendah (<1000 g) kejadian sepsis
terjadi pada 26/1000 kelahiran dan keadaan ini berbeda bermakna dengan bayi
berat lahir antara 1000-2000 g yang angka kejadiannya antara 8-9/1000
kelahiran. Demikian pula resiko kematian BBLR penderita sepsis lebih tinggi
bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan.2
Keadaan ini sering terjadi pada bayi beresiko misalnya pada BKB, BBLR,
bayi dengan gangguan napas atau bayi yang lahir dari ibu beresiko.
Berdasarkan awitannya, sepsis neonatal dibagi menjadi:2
43
- Sepsis merupakan sindrom respons inflamasi sistemik (Systemic
Inflammatory Respons Syndrome SIRS) yang terjadi sebagai akibat
infeksi bakteri, virus, jamur ataupun parasit.
- Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang disertai disfungsi organ
kardiovaskular dan gangguan napas akut atau terdapat gangguan dua organ
lain (seperti gangguan neurologi, hematologi, urogenital, dan hepatologi).
- Syok sepsis terjadi apabila bayi masih dalam keadaan hipotensi walaupun
telah mendapatkan cairan adekuat.
- Sindroma disfungsi multi organ terjadi apabila bayi tidka mampu lagi
mempertahankan homeostasis tubuh sehingga terjadi perubahan fungsi dua
atau lebih organ tubuh.
- Anamnesis
44
Suhu tubuh tidak normal (sejak lahir dan tidak berespon terapi,
atau tidak stabil sesudah pengukuran 3 kali)
Kondisi memburuk cepat dan dramatis
Kriteria B Air ketuban bercampur meconium
Tremor
Letargi atau lunglai
Mengantuk atau aktivitas berkurang
Iritabel/muntah/perut kembung
Malas minum (sebelumnya baik)
Tanda-tanda mulai muncul setelah hari ke-4
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan penunjang
45
sesuai dengan meningitis yang sering terjadi pada sepsis awitan
lambat.
Gangguan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis
metabolik.
Peningkatan kadar bilirubin.
Foto toraks
USG
46
- Bayi harus dirawat dirawat di rumah sakit dan dipasang jalur intravena
serta diberikan O2
- Pemberian antibiotik: sesuai peta kuman rumah sakit pada lini pertama
dapat diberikan golongan penisilin seperti ampisilin dan golongan
aminoglikosida seperti gentamisin. Bila organisme tidak dapat ditemukan
dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti ampisilin
dan beri sefotaksim, sedangkan gentamisin tetap dilanjutkan.
- Terapi lainnya: pemberian cairan dosis rumatan berupa NaCl 0,9% atau 10
mL/kgBB/30 menit pada gangguan perfusi, transfuse komponen darah
yang diperlukan, serta manajemen nutrisi secara adekuat. Pada hari-hari
awal pengobatan, biasanya neonatus mengalami kesulitan makan sehingga
disarankan untuk nothing by mouth atau ni per os (NPO). Selanjutnya
upayakan pemberian ASI enteral atau pada kondisi yang berat per NGT.
- Terapi spesifik sesuai etiologi dan gangguan sistem yang terjadi.
BAB III
KESIMPULAN
47
1. Masalah pernapasan karena paru-paru yang belum matur
a. Pusat pengatur pernapasan belum sempurna
b. Surfaktan paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna
c. Otot pernapasan dan iga lemah
d. Dapat disertai penyakit-penyakit: penyakit membran hialin, mudah infeksi
paru, gagal pernapasan
2. Masalah pada jantung
a. Penyakit jantung bawaan asianotik
b. Penyakit jantung bawaan sianotik
3. Perdarahan otak
a. Pembuluh darah bayi prematur masih rapuh dan mudah pecah
b. Sering mengalami ganggun pernapasan sehingga memudahkan terjadi
perdarahan dalam otak
c. Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan dapat menyebabkan
kematian
d. Pemberian oksigen belum mampu diatur sehingga memudahkan terjadi
perdarahan dan nekrosis
4. Fungsi hati yang belum sempurna
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah
terjadi hiperbilirubinemia (kuning) sampai keroikterus.
5. Anemia atau polisitemia
6. Lemak yang sedikit sehingga kesulitan mempertahankan suhu tubuh normal
a. Pusat pengatur panas belum sempurna
b. Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah
c. Otot bayi masih lemah
d. Lemak kulit dan lemak coklat kurang sehingga cepat kehilangan panas
badan
e. Kemampuan metabolisme panas masih rendah, sehingga bayi dengan
BBLR perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan
dan dapat diperhatikan sekitar 30oC sampai 37oC
7. Masalah pencernaan atau toleransi minum
a. Alat pencernaan belum berfungsi sempurna, sehingga penyerapan makanan
kurang baik
b. Aktivitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna sehingga
pengosongan lambung berkurang
c. Mudah terjadinya regurgitasi isi lambung dan dapat menimbulkan aspirasi
pneumonia
48
8. Resiko infeksi
49