Anda di halaman 1dari 4

Tasawwuf dan Wali Menurut Syeikh Hasyim Asyari

Dari sini tampak jelas bahwa, seorang sufi dalam


pandangan Syeikh Hasyim adalah orang yang benar-benar
menjaga adab. Adab kepada Allah, Rasulullahdan syariah
Islam

*Oleh: Kholili Hasib

SYEIKH Hasyim Asyari, pendiri NU, menjelaskan


tentang hakikat tasawwuf serta penyimpangannya dalam
dua kitab yaitu, Risalah Ahlis Sunnah wal Jamaah dan Al-
Dhurar al-Muntatsirah fi al-Masail al-Tisa Asyarah. Kitab Al-Dhurar ditulis oleh Syeikh
.Hasyim Asyari khusus mengkaji tentang wali dan tariqah tasawwuf

Dalam dunia tasawwuf juga dalam cabang-cabang ilmu lain dalam kenyataannya
memang terdapat cendekiawan palsu yang membelokkan jalan dari aturan syariah. Dalam
bidang tasawwuf ini menurut Syeikh Hasyim juga terdapat orang yang merusak konsep
tasawwuf. Peringatan adanya jahlatul mutashawwifah (orang-orang bodoh yang mengaku
bertasawwuf) disebutkan oleh Syeikh Hasyim dalam Risalah Ahlis Sunnah wal Jamaah. Ciri-
ciri mereka disebutkan menganut paham ibahiyyah (aliran menggugurkan kewajiban syariat
untuk maqom tertentu), reinkarnasi, manunggaling kawulo (Syeikh Hasyim Asyari, Risalah
.Ahlus Sunnah wal Jamaah, hal. 12)

Kewajiban syariat bagai penganut tariqah sufi dan para sufi tetaplah wajib dijalankan,
dimanapun, kapapun dan dalam keadaan apapun. Syeikh Hasyim menolak jika kewajiban
syariat Nabi Muhammad itu terpakai untuk orang tertentu dan terbatas pada waktu tertentu.
Orang yang meymakini gugurnya syariat pada orang dan waktu tertentu dikatakan sebagai
orang yang mendustakan dan merendahkan al-Quran yang agung (istihza anil Quranil
adzim). Dengan pemahaman ini, tidak ada perbedaan antara seorang murid (pengikut
tariqah) dengan mursyid (pemimpin tariqah), antara wali dan yang bukan wali, seluruhnya
.menanggung kewajiban syariat

Pandangan Syeikh Hasyim tersebut sejalan dengan Syeikh al-Qusyairi, ulama sufi
tersohor dari Khurasan. Dalam kitabnya al-Risalah al-Qusyairiyah, Syeikh al-Qusyairi
menerangkan karakterisitik ahli tasawwuf. Di antaranya hifdzul Adabi al-Syariah (menjaga
adab syariah). Syeikh Hasyim juga banyak menukil para sufi beraliran Sunni, yang terutama
.Syeikh al-Junaid dan Hujjatul Islamm Imam al-Ghazali

Dalam anggaran dasar NU, bahwa dalam aspek tasawwuf NU mengikuti Syeikh al-
Junaid al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali. Pemikiran sufi Syeikh Hasyim banyak dipengaruhi
.dua ulama sufi tersebut

Corak yang menonjol dari pemikiran tassawuf Syeikh Hasyim adalah membangun citra
positif tentang sufi dalam menghadapi aliran-aliran sesat di luar Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Secara geneologis, tasawwuf Syeikh Hasyim berasal dari ajaran Syeikh Nawawi al-Bantani
dan Syeikh Khatib Sambas ketika belajar di Makkah al-Mukarramah. Syeikh al-Bantani dan
Syeikh Khatib Sambas adalah dua ulama dari Indonesia yang mengajar di Makkah.
.Keduanya mewarisi tasawwuf Imam al-Ghazali

Syeikh al-Junaid yang dikenal guru besar para sufi dari Baghdad sangat ketat
mengajarkan syariat dalam murid-muridnya. Menurutnya, orang yang merasa telah wushul
(sampai) kepada tingkat tertentu kemudian meninggalkan aktivitas ibadah yang diwajibkan
oleh Allah Swt itu lebih buruk dari orang yang mencuri dan berzina. Wali yang meninggalkan
.kewajiban syariat bukanlah wali tapi jahil (Abu Nuaim, Hilyatu al-Auliya, hal. 368)

Imam al-Ghazali mengkritik bahwa seoarang sufi yang mengikuti paradigma asing,
yang bukan paradigma Sunni, tidak pantas disebut ahli sufi, sebagaimana dilakukan kaum
.talimiyyah/bathiniyyah

Corak pemikiran tersebut diadopsi oleh Syeikh Hasyim Asyari. Orang yang mengaku
dirinya wali tetapi dalam kesaksiannya tidak mengikuti syariat Nabi Muhammad saw, maka
:orang tersebut adalah pendusta. Beliau mengatakan

Barangsiapa yang mengaku dirinya wali tanpa kesaksian bahwa dia mengikuti syariat
Nabi Muhammad saw, maka pengakuan tersebut dusta bohong. (Hasyim Asyari, Al-Dhurar
.al-Muntatsirah fi al-Masail al-Tisa Asyarah, hal. 4)
Syeikh Hasyim berpendapat, wali tidak akan memamerkan dirinya sebagai wali. Justru
seorang sufi tidak menyukai popularitas. Ia mengatakan: Jenis fitnah itu banyak sekali. Di
antara yang banyak merusak seorang hamba adalah pengakuan seseorang menjadi guru
tarekat dan wali. Bahkan sampai mengaku dirinya wali quthb, dan imam mahdi. Padahal
mmereka bukan ahli syariat. (Al-Dhurar al-Muntatsirah fi al-Masail al-Tisa Asyarah, hal.
.1)

Sedangkan kaum muslimin, banyak yang tertipu mengikuti ajakan yang bermacam-
macam tanpa memikirkan apakah ajakan itu haq atau batil, benar atau salah, tidak mengikuti
.norma-norma yang disebutkan dalam kitab fikih

Dikatakan bahwa karakter seorang wali justru menyembunyikan kewalian dan


mengedepankan tawadhu. Ia mengatakan: Wali itu tidak membuka jalan popularitas dan
juga tidak melakukan pengakuan akan kewaliannya. Bahkan kalau bisa ia akan
menyembunyikannnya. Karena itu orang yang ingin terkenal dalam hal tersebut, bukanlah ia
.seorang ahli tariqah (Dhurar al-Muntatsirah fi al-Masail al-Tisa Asyarah, hal. 9)

Seorang wali, menurut Syeikh Hasyim adalah seseorang yang dipelihari oleh Allah
Subhanahu Wataala dari melakukan dosa besar, terjerumus oleh hawa nafsunya sekalipun
hanya sekejab, bila melakukan dosa ia bersegera bertaubat kepada Allah swt. Inilah tiga ciri
.khas dan utama dari seorang wali

Karena itu, seorang wali menjaga hak-hak Allah dan hak-hak seorang hamba Allah
dengan cara mengikuti syariat Rasulullah saw. Atas dasar ini, Syeikh Hasyim berpendapat
bahwa syarat menjadi wali adalah mahfudz (terjaga dari kemaksiatan). Artinya terjaga dari
terus-menerus berada dalam kesalahan dan kekeliruan. Apabila terjatuh kepada kesalahan, ia
.segara bertaubat dan kembali kepada kebenaran

Seorang tidak dapat disebut wali jika ia meremehkan syariat, mengejek al-Quran,
membela kesesatan. Sifat pokok kewalian disebut oleh Syeikh Hasyim dengan istiqamatu
ala adabi al-syariah al-Islammiyah (istiqamah dalam adab syariat Islam). Seseorang yang
mengaku secara dusta bahwa dirinya wali, sesungguhnya orang tersebut tertipu oleh bujuk
:setan. Ia mengatakan


Setiap orang yang bertentangan dengan syariat, maka orang tersebut tertipu oleh nafsu
.dan setan. (Dhurar al-Muntatsirah fi al-Masail al-Tisa Asyarah, hal. 6)

Ia sangat selektif dan ketat menerapkan syariat dalam menilai kewalian seseorang.
Tauhid dan syariat adalah parameter utama. Dalam kisahnya, beliau tidak mudah melabelkan
gelar wali pada seorang ulama/kyai, meskipun kyai tersebut dzahirnya tidak terlihat
.melakukan dosa terus-menerus

Kritik keras juga diungkapkan kepada konsep tariqah yang tidak memalui jalur syariah.
Beliau bukanlah sufi yang anti-tariqah. Beliau dikenal menganut tariqah Qadiriyah
Naqsabandiyah. Ia berpendapat, tariqat mana saja yang ditempuh sesuai ajaran al-Quran dan
Hadis boleh diikuti. Bagi beliau, dalam bertariqah dilarang mengkultuskan secara berlebihan
di luar batas kepada guru sufinya. Ia mengatakan tidak boleh mengikuti ucapan guru tariqah
yang bertentangan dengan syariah (Dhurar al-Muntatsirah fi al-Masail al-Tisa Asyarah,
.hal. 8). Jika ada guru tariqah yang maksiat, maka harus ditinggalkan

Dari sini tampak jelas bahwa, seorang sufi dalam pandangan Syeikh Hasyim adalah
orang yang benar-benar menjaga adab. Adab kepada Allah, Rasulullah dan hamba manusia
dalam bentuk praktik syariah secara total. Dan membersihkan akidahnya dari aliran-aliran
yang menyimpang dari Ahlus Sunnah wal Jamaah. Kritik Syeikh Hasyim Asyari untuk
membentengi Islam dan umatnya dari pengaruh-pengaruh luar yang dikhawatirkan
*.menyimpang dari ajaran syariat Islam

Penulis adalah Peneliti Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) Surabaya *

Anda mungkin juga menyukai