Anda di halaman 1dari 23

MIGREN (migraine)

Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien. Salah satu
keluhan tersebut adalah nyeri kepala sebelah atau yang 30-40 % penduduk USA pernah
mengalami nyeri kepaladikenal sebagai migren. hebat pada masa hidupnya, dimana nyeri
tegang otot dan migraine menduduki peringkat nomor satu. Migren merupakan penyakit yang
sering terjadi di masyarakat baik mulai dari anak-anak sampai dewasa, akan tetapi jarang
setelah umur 40 tahun. Diperkirakan 9% dari laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anak-
anak menderita migren. Dua perseratus dari kunjungan baru di unit rawat jalan penyakit saraf
menderita nyeri kepala migren.

Migren merupakan nyeri kepala primer. Nyeri kepala biasanya terasa berdenyut di
satu sisi kepala (unilateral) dengan intensitas sedang sampai berat dan bertambah dengan
aktivitas. Dapat disertai mual dan atau muntah atau fonofobia dan fotofobia Banyaknya dan
frekuensi serangan sangat beraneka-ragam, dari tiap hari sampai satu serangan per minggu
atau bulan.

Meski belum diketahui pasti penyebabnya, migrain diperkirakan terjadi akibat adanya
hiperaktivitas impuls listrik otak yang meningkatkan aliran darah di otak dan mengakibatkan
terjadinya pelebaran pembuluh darah otak serta proses inflamasi (peradangan). Pelebaran dan
inflamasi ini menyebabkan timbulnya nyeri dan gejala lain, seperti mual. Semakin berat
inflamasi yang terjadi, semakin berat pula migrain yang diderita. Faktor genetik umumnya
sangat berperan pada timbulnya migren. Nyeri kepala ini merupakan penyakit yang sering
menyebabkan disabilitas, di lain pihak sampai saat ini tampaknya belum ada pengobatan
yang dapat menyembuhkan migren kecuali hanya usaha mengendalikan serangan nyeri
kepala ini.

Diagnosis yang akurat, memberi penerangan mengenai penyakitnya, berusaha


menenangkan pasien serta memberi perhatian dan mengajak pasien bekerja sama dalam
mengenal gejala dini dan gejala migren pada umumnya serta tindakan penanggulangannya
merupakan bagian dari penatalaksanaan migren yang dapat menurunkan angka morbiditas
pasien.

DEFINISI
Migren adalah serangan nyeri kepala berulang, dengan karakteristik lokasi unilateral,
berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam. Blau
mengusulkan definisi migren sebagai berikut nyeri kepala yang berulang-ulang dan
berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepalanya harus berhubungan
dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau keduanya

ANGKA KEJADIAN

Migren dapat terjadi pada anak-anak sampai orang dewasa, biasanya jarang terjadi setelah
berumur lebih dari 50 tahun. Angka kejadian migren dalam kepustakaan berbeda-beda pada
setiap negara, umumnya berkisar antara 5 6 % dari populasi. Di Indonesia belum ada data
secara kongkret. Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala
2:1. Wanita hamil tidak luput dari serangan migren, pada umumnya serangan muncul pada
kehamilan trimester I.

KLASIFIKASI

Klasifikasi migren menurut International Headache Society (IHS):

1. Migrain tanpa aura (common migraine).

- Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan. Pada
anak-anak kurang dari 15 tahun, nyeri kepala dapat berlangsung 2-48 jam.
- Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini: kualitas berdenyutLokasi
unilateral, intensitas sedang sampaiberat yang menghambat aktivitas sehari-hari diperberat
dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.

- Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul:mual dan atau muntah,
fotofobia dan fonofobia

- Minimalterdapat satu dari berikut: Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada
kelainanlain, tapi telah disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (mis:
MRI atau CT Scan kepala)

2. Migrain dengan aura (classic migraine).

- Terdiri dari empat fase yaitu: fase prodromal, fase aura, fase nyeri kepala dan fase
postdromal.

- Aura dengan minimal 2 serangan

- Terdapat minimal 3 dari 4 karakteristik sebagai berikut :

Satu gejala aura atau lebih mengindikasikan disfungsi CNS fokal (mis: vertigo,
tinitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield kedua mata,
disartria, diplopia, parestesia, paresis, penurunan kesadaran)

Gejala aura timbul bertahap selama lebih dari 4 menit atau dua atau lebih gejala aura
terjadi bersama-sama

Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih dari satu gejala
aura terjadi, durasinya lebih lama

Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri kurang dari 60 menit,
tetapi kadang-kadang dapat terjadi sebelum aura.

- Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini :

Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain,tapi telah disingkirkan dengan
pemeriksaan penunjang yang memadai (mis: MRI atau CT Scan kepala)

3. Migraine with prolonged aura.


- Memenuhi kriteria migren dengan aura tetapi aura terjadi selama lebih dari 60 menit dan
kurang dari 7 hari.

4. Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine).

- Memenuhi kriteria migren dengan aura dengan dua atau lebih gejala aura sebagai
berikut:vertigo, tinnitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield kedua
mata, disartria, diplopia, parestesia bilateral, paresis bilateralda penurunan derajat kesadaran.

5. Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau achepalic


migraine).

- Memenuhi kriteria migren dengan aura tetepi tanpa disertai nyeri kepala

6. Benign paroxysmal vertigo of childhood

- Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah yang timbul secara
sporadis dalam waktu singkat.

- Pemeriksaan neurologis normal.

- Pemeriksaan EEG normal

7. Migrainous infraction (menggantikan complicated migraine)

- Telah memenuhi kriteria migren dengan aura.

- Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan yang sebelumnya, akan tetapi defisit
neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan atau pada pemeriksaan neuroimaging
didapatkan infark iskemik di daerah yang sesuai

- Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang memadai.

8. Migren oftalmoplegik dengan ciri-ciri:

- Migren yang dicirikan oleh serangan berulang-ulang yang berhubungan dengan paresis

- Tidak ada kelainan organik.

- Paresis pada saraf otak ke III, IV, VI

9. Migren hemiplegic familial


- migren dengan aura termasuk hemiparesis dengan criteria klinik yang sama seperti migren
aura dan sekurang-kurangnya seorang keluarga terdekat memiliki riwayat migren yang sama

10. Migren retinal dengan ciri-ciri:

- Terjadi berulang kali dalam bentuk buta tidak lebih dari 1 jam. Gangguan okuler dan
vaskuler tidak dijumpai.

11. Migren yang berhubungan dengan intrakranial dengan ciri-ciri:

- Gangguan intrakranial berhubungan dengan awitan secara temporal.

- Aura dan lokasi nyeri kepala berhubungan erat dengan jenis lesi intrakranial.
Aura ialah gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul sebelum, pada saat atau
setelah serangan nyeri kepala

ETIOLOGI DAN FAKTOR PENCETUS

Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migren, di duga sebagai
gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas sistim saraf dan avikasi sistem trigeminal-
vaskular, sehingga migren termasuk dalam nyeri kepala primer. Diketahui ada beberapa
faktor pencetus timbulnya serangan migren yaitu:

1. Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya atau perubahan hormonal.
Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi serangan akan meningkat saat
masa menstruasi. Bahkan ada diantaranya yang hanya merasakan serangan migren pada saat
menstruasi. Istilah menstrual migraine sering digunakan untuk menyebut migren yang
terjadi pada wanita saat dua hari sebelum menstruasi dan sehari setelahnya. Penurunan kadar
estrogen dalam darah menjadi biang keladi terjadinya migren.

2. Kafein. Kafein terkandung dalam banyak produk makanan seperti minuman ringan, teh,
cokelat, dan kopi. Kafein dalam jumlah sedikit akan meningkatkan kewaspadaan dan tenaga,
namun bila diminum dalam dosis yang tinggi akan menyebabkan gangguan tidur, lekas
marah, cemas dan sakit kepala

3. Puasa dan terlambat makan. Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat
puasa terjadi pelepasan hormon yang berhubungan dengan stress dan penurunan kadar gula
darah. Hal ini menyebabkan penderita migren tidak dianjurkan untuk berpuasa dalam jangka
waktu yang lama.
4. Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan. Cokelat dilaporkan sebagai
salah satu penyebab terjadinya migren, namun hal ini dibantah oleh beberapa studi lainnya
yang mengatakan tidak ada hubungan antara cokelat dan sakit kepala migren. Anggur merah
dipercaya sebagai pencetus terjadinya migren, namun belum ada cukup bukti yang
mengatakan bahwa anggur putih juga bisa menyebabkan migren. Tiramin (bahan kimia yang
terdapat dalam keju, anggur, bir, sosis, dan acar) dapat mencetuskan terjadinya migren, tetapi
tidak terdapat bukti jika mengkonsumsi tiramin dalam jumlah kecil akan menurunkan
frekuensi serangan migren. Penyedap masakan atau MSG dilaporkan dapat menyebabkan
sakit kepala, kemerahan pada wajah, berkeringat dan berdebar debar jika dikonsumsi dalam
jumlah yang besar pada saat perut kosong. Fenomena ini biasa disebut Chinese restaurant
syndrome. Aspartam atau pemanis buatan yang banyak dijumpai pada minuman diet dan
makanan ringan, dapat menjadi pencetus migren bila dimakan dalam jumlah besar dan jangka
waktu yang lama.

5. Cahaya kilat atau berkelip. Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual
yang terlalu tinggi akan menyebabkan sakit kepala pada manusia normal. Mekanisme ini juga
berlaku untuk penderita migren yang memiliki kepekaan cahaya yang lebih tinggi daripada
manusia normal. Sinar matahari, televisi dan lampu disko dilaporkan sebagai sumber cahaya
yang menjadi faktor pencetus migren.

6. Psikis baik pada peristiwa duka ataupun pada peristiwa bahagia (stress)

7. Banyak tidur atau kurang tidur. Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama,
kurang tidur, sering terjaga tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migren dan sakit
kepala tegang, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini akan sangat membantu untuk
mengurangi frekuensi timbulnya migren. Tidur yang baik juga dilaporkan dapat
memperpendek durasi serangan migren.

8. Faktor herediter

9. Faktor kepribadian

GEJALA DAN TANDA

1. Jenis nyeri kepala berdenyut-denyut adalah khas untuk menunjukan nyeri kepala vaskuler,
selain itu terasa tertusuk-tusuk atau kepala mau pecah.
2. Migren merupakan nyeri kepala episodik berlangsung selama 5 20 jam tetapi tidak lebih
dari 72 jam.

3. Puncak nyeri 1-2 jam setelah awitan dan berlangsung 6 36 jam.

4. Waktu terjadinya migren dapat muncul sewaktu-waktu baik siang maupun malam, tetapi
sering kali mulai pada pagi hari.

5. Lokasi migren sering bersifat unilateral (satu sisi) biasanya pada daerah frontal, temporal,
namun suatu saat dapat menyeluruh.

6. Nyeri berdenyut dari migren sering ditutupi oleh perasaan nyeri yang bersifat terus
menerus.

7. Gejala yang menyertai migren adalaho Mual, muntah, dan anoreksia.

o Gejala visual baik yang positif dan negatif.

o Gejala hemiferik.

1. Hemiparesis

2. Parestesia

3. Gangguan berbahasa.

4. Gangguan batang otak: Vertigo, Disartria, Ataksia, Diplopia, Kuandriparesis

8. Aktivitas bekerja memperberat terjadinya migren.

9. Migren mereda apabila dipakai untuk istirahat, menghindari cahaya dan tidur.

Migren merupakan suatu penyakit kronis, bukan sekedar sakit kepala. Secara umum
terdapat 4 fase gejala, meskipun tak semua penderita migren mengalami keempat fase ini.
Keempat fase tersebut adalah : fase prodromal, aura, serangan, dan postdromal.

A. Fase Prodromal

Fase ini terdiri dari kumpulan gejala samar / tidak jelas, yang dapat mendahului
serangan migren. Fase ini dapat berlangsung selama beberapa jam, bahkan dapat 1-2 hari
sebelum serangan. Gejalanya antara lain:
o Psikologis : depresi, hiperaktivitas, euforia (rasa gembira yang berlebihan), banyak
bicara (talkativeness), sensitif / iritabel, gelisah, rasa mengantuk atau malas.

o Neurologis : sensitif terhadap cahaya dan/atau bunyi (fotofobia & fonofobia), sulit
berkonsentrasi, menguap berlebihan, sensitif terhadap bau (hiperosmia)

o Umum : kaku leher, mual, diare atau konstipasi, mengidam atau nafsu makan
meningkat, merasa dingin, haus, merasa lamban, sering buang air kecil.

B. Aura

Umumnya gejala aura dirasakan mendahului serangan migren. Secara visual, aura
dinyatakan dalam bentuk positif atau negatif. Penderita migren dapat mengalami kedua jenis
aura secara bersamaan.Aura positif tampak seperti cahaya berkilauan, seperti suatu bentuk
berpendar yang menutupi tepi lapangan pengelihatan. Fenomena ini disebut juga sebagai
scintillating scotoma (scotoma = defek lapang pandang). Skotoma ini dapat membesar dan
akhirnya menutupi seluruh lapang pandang. Aura positif dapat pula berbentuk seperti garis-
garis zig-zag, atau bintang-bintang.

Aura negatif tampak seperti lubang gelap/hitam atau bintik-bintik hitam yang
menutupi lapangan pengelihatannya. Dapat pula berbentuk seperti tunnel vision; dimana
lapang pandang daerah kedua sisi menjadi gelap atau tertutup, sehingga lapang pandang
terfokus hanya pada bagian tengah (seolah-seolah melihat melalui lorong). Beberapa gejala
neurologis dapat muncul bersamaan dengan timbulnya aura. Gejala-gejala ini umumnya:
gangguan bicara; kesemutan; rasa baal; rasa lemah pada lengan dan tungkai bawah; gangguan
persepsi penglihatan seperti distorsi terhadap ruang; dan kebingungan (confusion).

C. Fase Serangan

Tanpa pengobatan, serangan migren umumnya berlangsung antara 4-72 jam. Migren
yang disertai aura disebut sebagai migren klasik. Sedangkan migren tanpa disertai aura
merupakan migren umum (common migraine). Gejala-gejala yang umum adalah:

1. Nyeri kepala satu sisi yang terasa seperti berdenyut-denyut atau ditusuk-tusuk.
Nyeri kadang-kadang dapat menyebar sampai terasa di seluruh bagian kepala

2. Nyeri kepala bertambah berat bila melakukan aktivitas

3. Mual, kadang disertai muntah


4. Gejala gangguan pengelihatan dapat terjadi

5. Wajah dapat terasa seperti baal / kebal, atau semutan

6. Sangat sensitif terhadap cahaya dan bunyi (fotofobia dan fonofobia)

7. Wajah umumnya terlihat pucat, dan badan terasa dingin

8. Terdapat paling tidak 1 gejala aura (pada migren klasik), yang berkembang secara
bertahap selama lebih dari 4 menit. Nyeri kepala dapat terjadi sebelum gejala aura atau pada
saat yang bersamaan.

D. Fase Postdromal

Setelah serangan migren, umumnya terjadi masa prodromal, dimana pasien dapat
merasa kelelahan (exhausted) dan perasaan seperti berkabut.

PATOFISIOLOGI

Dulu migren oleh Wolff disangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori vaskular).
Sekarang diperkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan kelainan di pembuluh darah
sekunder. Ini didasarkan atas tiga percobaan binatang.

1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading depression dari
Leao). Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan tumbuhnya aura pada
migren klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia menemukan bahwa
depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam rangsangan lokal pada jaringan
korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah gelombang yang menjalar akibat penekanan
aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan meluasnya gelombang sama dengan yang
terjadi waktu kita melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5
mm per menit dan didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat.
Jadi sama dengan perjalanan aura pada migren klasik.

Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen (1981). dengan
pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren klasik. Pada waktu
serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran darah pada bagian belakang
otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama seperti pada depresi yang meluas.
Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan aliran darah otak regional yang meluas ke
depan adalah akibat dari depresi yang meluas. Terdapat persamaan antara percobaan binatang
oleh Leao dan migren klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya
tak ada fase vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang
berlangsung terus setelah gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen perubahan aliran
darah memberi kesan bahwa manifestasi migren terletak primer di otak dan kelainan vaskular
adalah sekunder.

2. Sistem trigemino-vaskular. Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang
mengandung. substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptid
(CGRP).

Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA. dan CGRP
menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain ltu, rangsangan oleh serotonin
(5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan rasa nyeri dan
pelebaran pembuluh darah sesisi. Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar serotonin
dalam plasma meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan
penyempitan pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa
serotonin bekerja melalui sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala dan
pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin misalnva cyproheptadine (Periactin)
dan pizotifen (Sandomigran, Mosegor) bekerja pada sistem ini untuk mencegah migren.

3. lnti-inti syaraf di batang otak.

Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus seruleus mempunyai hubungan
dengan reseptor-reseptor serotonin dan noradrenalin.
Juga dengan pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang
daerah leher yang letaknya lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak.
Selain itu terdapat penekanan reseptor-reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di sumsum
tulang daerah leher. Teori ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam otak dan
vasodilatasi pembuluh darah di luar otak, misalnya di pelipis yang melebar dan berdenyut.

Faktor pencetus timbulnya migren dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan faktor
intrinsik. Faktor ekstrinsik, misalnya ketegangan jiwa (stress), baik emosional maupun fisik
atau setelah istirahat dari ketegangan, makanan tertentu, misalnya buah jeruk, pisang, coklat,
keju, minuman yang mengandung alkohol, sosis yang ada bahan pengawetnya. Lain-lain
faktor pencetus seperti hawa terlalu panas, terik matahari, lingkungan kerja yang tak
menyenangkan, bau atau suara yang tak menyenangkan. Faktor intrinsik, misalnya perubahan
hormonal pada wanita yang nyeri kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus haid.
Dikatakan bahwa migren menstruasi ini jarang terdapat, hanya didapatkan pada 3 dari 600-
700 penderita. Pemberian pil KB dan waktu menopause sering mempengaruhi serangan
migren.

Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada pusat
muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/ CTZ). Sedangkan pacuan pada
hipotalamus akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC ke korteks serebri dapat
mengakibatkan oligemia kortikal dan mungkin menyebabkan penekanan aliran darah,
sehingga timbulah aura.

Pencetus (trigger) migren berasal dari:

1. Korteks serebri: sebagai respon terhadap emosi atau stress,

2. Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan: cahaya yang
menyilaukan, suara bising, makanan,

3. Bau-bau yang tajam,

4. Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau perubahan "lingkungan"


internal (perubahan hormonal),

5. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon terhadap vasodilator,
atau angiografi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Banyak dokter yang meminta suatu serial pemeriksaan darah untuk pemeriksaan
penyakit kelenjar gondok, anemia atau infeksi yang dapat menyebabkan sakit kepala.
Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan sken otak seperti computed tomographic scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) untuk menepis gangguan otak yang serius.
Jika dicurigai adanya aneurisma pembuluh darah otak, perlu dilakukan pemeriksaan
angiogram.

Untuk mendiagnosis migren tidak selalu mudah, terutama pada pasien-pasien yang
memiliki gejala yang tidak jelas. Elektroensefalogram (EEG) dilakukan untuk mengukur
aktivitas kerja otak. EEG ini dapat mengidentifikasi suatu malfungsi saraf otak, tetapi tidak
dapat menunjukkan secara tepat masalah yang menyebabkan suatu sakit kepala.
Termografi, suatu teknik percobaan yang sedang dikembangkan untuk mendiagnosis sakit
kepala dan menjanjikan untuk menjadi alat klinis yang berguna dikemudian hari. Pada
termografi, sebuah kamera infra merah akan mengubah temperatur kulit menjadi suatu
gambar yang berwarna atau suatu termogram dengan berbagai warna yang berbeda sebagai
akibat tingkat pemanasan yang berbeda. Temperatur kulit ini dipengaruhi oleh aliran darah.
Para saintis menemukan termogram pada pasien-pasien yang menderita sakit kepala
menunjukkan pola panas yang berbeda sangat menyolok dari mereka yang tidak pernah atau
jarang mengalami sakit kepala.

DIAGNOSIS

Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendiagnosis migren. Untuk menentukan sakit
kepala yang diklasifikasikan sebagai migren adalah setelah dilakukan pencatatan riwayat
penyakit (anamnesis) dan pemeriksaan fisik yang lengkap. Dokter akan menanyakan
penderita mengenai gejala-gejala yang dialaminya. Misalnya berapa sering sakit kepala
terjadi, lokasi nyeri kepala, lamanya dan gejala lainnya yang timbul sebelum, selama atau
setelah sakit kepala tersebut. Perlu suatu catatan harian yang mencatat karakteristik dari sakit
kepala tersebut yang dihubungkan dengan gaya hidup, diet, menstruasi dan penggunaan obat.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor resiko, terapi
farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas dua
kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan), walau
pada terapi nonfarmaka juga dapat bertujuan untuk abortif dan pencegahan. Terapi abortif
merupakan pengobatan pada saat serangan akut yang bertujuan untuk meredakan serangan
nyeri dan disabilitas pada saat itu dan menghentikan progresivitas. Pada terapi preventif atau
profilaksis migrain terutama bertujuan untuk mengurangi frekwensi, durasi dan beratnya
nyeri kepala.

1. Mengurangi faktor risiko/pencetus

- Stres dan kecemasan

- Kurang atau telalu banyak tidur, perubahan jadwal seperti jetlag.

- Hipoglikemia (terlambat makan)

- Kelelahan
- Perubahan hormonal seperti haid, obat hormonal. Kadar estrogen dapat dilakukan
dengan menghentikan pil KB atau obat-obatyang berfluktuasi pengganti estrogen

- Diet. Menghindari makanan tertentu cukup membantu. Pada 25-30% penderita


migrain. Secara umum, makanan yang harus dihindari adalah: MSG, beberapa minuman
beralkohol (anggur merah, prot, sherry, scotch, bourbon), keju (Colby, Roquefort, Brie,
Gruyere, cheddar, bleu, mozzarella, Parmesan, Boursault, Romano), coklat, dan aspartame.
Diet dilakukan selama 1 bulan. Apabila setelah 1 bulan gejala tidak membaik, berarti
modifikasi diet tidak bermanfaat. Apabila makanan menjadi pencetus gejala, maka jenis
makanan tersebut harus diidentifikasi dengan cara menambahkan satu jenis makanan sampai
gejala muncul. Sebaiknya dibuat diari makanan selama mengidentifikasi makanan apa yang
menjadi pencetus migrain, karena beberapa jenis makanan dapat langsung menimbulkan
gejala (anggur merah, MSG), sementara makanan lain baru menimbulkan gejala setelah 1
hari (coklat, keju).

2. Terapi farmako migrain

Terapi Abortif

Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu analgesia yang dapat
diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala, dan atau analgesia spesifik yang hanya
bekerja sebagai analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi memakai
analgesia nonspesifik masih dapat menolong pada migrain dengan intensitas nyeri ringan
sampai sedang. Pada kasus sedang sampai berat atau berespons buruk dengan OAINS
pemberian analgesia spesifik lebih bermanfaat. Domperidon atau metoklopramid sebagai
antiemetik dapat diberikan saat serangan nyeri kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat
fase prodromal. Fase prodromal migrain dihubungkan dengan gangguan pada hipotalamus
melalui neurotransmiter dopamin dan serotonin. Pemberian antiemetik akan membantu
penyerapan lambung di samping meredakan gejala penyerta seperti mual dan muntah.
Kemungkinan timbulnya efek samping antiemetik seperti sedasi dan parkinsonism pada
orang tua patut diperhatikan. Analgesik nonspesifik yang termasuk analgesia nonspesifik
adalah asetaminofen (parasetamol), aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS). Pada
umumnya pemberian analgesia opioid dihindari. Beberapa obat OAINS yang telah diteliti
diberikan pada migrain antara lain adalah:
- Diklofenak.

- Ketorolak.

- Ketoprofen.

- Indometasin.

- Ibuprofen.
- Naproksen.
- Golongan fenamat.
Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang berat. Kombinasi antara
asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta penambahan kafein dikatakan dapat
menambah efek analgetik, dan dengan dosis masing-masing obat yang lebih rendah
diharapkan akan mengurangi efek samping obat. Mekanisme kerja OAINS pada umumnya
terutama menghambat enzim siklooksigenase sehingga sintesa prostaglandin dihambat.1
Pasien diminta meminum obatnya begitu serangan migrain terasa. Dosis obat harus adekuat
baik secara obat tunggal atau kombinasi. Apabila satu OAINS tidak efektif dapat dicoba
OAINS yang lain. Efek samping pemberian OAINS perlu dipahami untuk menghindari hal-
hal yang tidak diinginkan. Pada wanita hamil hindari pemberian OAINS setelah minggu ke
32 kehamilan. Pada migrain anak dapat diberikan asetaminofen atau ibuprofen.

Analgesik spesifik
Yang termasuk analgesik spesifik yang sering digunakan adalah ergotamin, dihidroergotamin
(DHE) dan golongan triptan yang merupakan agonis selektif reseptor serotonin pada 5-HT1,
terutama mengaktivasi reseptor 5HT I B / 1 D. Di samping itu ergotamin dan DHE juga
berikatan dengan reseptor 5-HT2, 1dan 2- nonadrenergik dan dopamin.1
Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang sampai berat.
Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya analgesia spesifik ini, walaupun
golongan ini merupakan pilihan sebagai antimigren. Ergot lebih murah dibanding golongan
triptan tetapi efek sampingnya lebih besar. Penyebab lain yang menjadi penghambat adalah
preparat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral dan dari golongan triptan hanya
ada sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan pada migrain sedang sampai berat apabila
analgesia nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping. Dosis dan cara
pemberian ergotamin dan DHE harus diperhatikan. Kombinasi ergotamin dengan kafein
bertujuan untuk menambah absorpsi ergotamin selain sebagai analgesik pula. Hindari pada
kehamilan, hipertensi tidak terkendali, penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit
pembuluh perifer (hati-hati pada pasien > 40 tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis.
Efek samping yang mungkin timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp abdominal.
Ergotamin biasanya diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis dibatasi tidak melebihi
10 mg/minggu.1
Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia sehingga memperbaiki
disabilitas pasien. Diberikan pada migrain berat atau pasien yang tidak memberikan respon
dengan analgesia nonspesifik dengan atau tanpa kombinasi. Dosis awal sumatriptan adalah 50
mg dengan dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg. Kontra indikasi antara lain adalah pasien,
yang berisiko penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, hipertensi yang tidak
terkontrol, migrain tipe basiler. Efek samping berupa dizziness, heaviness, mengantuk, nyeri
dada non kardial, disforia.
Golongan triptan generasi kedua (zolmitriptan, eletriptan, naratriptan, rizatriptan) yang tidak
ada di Indonesia sebenarnya mempunyai respons yang lebih baik, rekurensi nyeri kepala yang
lebih rendah dan lebih dapat ditoleransi.

Nama obat CaraPemberian


Sumatriptan 6 mg SC
Rizatriptan 10 mg oral
Eletriptan 80 mg oral
Zolmitriptan 5 mg oral
Eletriptan 40 mg oral
Sumatriptan 20 mg intranasal
Sumatriptan 100mg oral
Rizatriptan 2,5 mg oral
Zolmitriptan 2,5 mg oral
Sumatriptan 50 mg oral
Naratriptan 2,5 mg oral
Eletriptan 20 mg oral .
Tabel 1. Analgesik triptan pada migraine

III. 2 TERAPI PROFILAKSIS


Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau tidak. Pengobatan
dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek (subakut) atau jangka panjang
(kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor pencetus nyeri kepala dikenal dengan baik
sehingga dapat diberikan analgesia sebelumnya. Terapi preventif jangka pendek berguna
apabila pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu tertentu
seperti pada migrain menstrual. Terapi preventif kronis akan diberikan dalam beberapa bulan
bahkan tahun tergantung respons pasien. Biasanya diambil patokan minimal dua sampai tiga
bulan.
- Indikasi:
Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan
Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau bulan
Penyakit sangat mengganggu kuafitas/gaya hidup penderita.
Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi terhadap terapi
abortif.
Kecenderungan pemakaian obat yang berlebih pada terapi abortif.
- Terapi profilaksis lini pertama: calcium channel blocker (verapamil), antidepresan trisiklik
(nortriptyline), dan beta blocker (propanolol)
- Terapi profilaksis lini kedua: methysergide, asam valproat, asetazolamid.
- Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti. Diduga obat tersebut
menghambat pelepasan neuropeptida ke dalam pembuluh darah dural melalui efek antagonis
pada reseptor 5-HT2. Satu jenis obat profilaksis tidak lebih efektif daripada obat yang lain.
oleh karena itu, bila tidak ada kontraindikasi, verapamil lebih sering digunakan pada awal
terapi karena efek sampingnya paling minimal dibandingkan yang lain.
- Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan jenis obat yang lain. Bila
dizziness sudah terkontrol, obat diberikan terus menerus selama minimal 1 tahun (kecuali
methysergide yang memerlukan interval bebas obat selama 3-4 minggu pada bulan ke-6
terapi). Obat dapat diberikan ulang pada tahun berikutnya apabila dizziness muncul lagi
setelah terapi dihentikan.
Nama obat ____Dosis____
Propranolol 40-240 mg/hari
Nadolol 20-160 mg/ hari
Metoprolol 50-100 mg/ hari
Timolol 20-60 mg/ hari
Atenolol 50-100 mg/ hari
Amitriptilin 10-200 mg/ hari
Nortriptilin 10-150 mg/ hari
Fluoksetin 10-80 mg/ hari
Mirtazapin 15-45 mg/ hari
Valproat 500-1500 mg/ hari
Topiramat 50-200 mg/ hari
Gabapentin 900-3600 mg/ hari
Verapamil 80-640 mg/hari
Flunarizin 5-1 0 mg/hari
Nimodipin 30-60 mg qid___
Tabel 2. Terapi farmaka pencegahan migrain

Terapi nonfarmaka
Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi nonfarmaka tidak bisa
dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka bahkan diutamakan. Terapi nonfarmaka
dimulai dengan edukasi dan menenangkan pasien (reassurance). Pada saat serangan pasien
dianjurkan untuk menghindari stimulasi sensoris berlebihan. Bila memungkinkan beristirahat
di tempat gelap dan tenang dengan dikompres dingin. Menghindari faktor pencetus mungkin
merupakan terapi pencegahan yang murah.
Intervensi terapi perilaku (behaviour) sangat berperan dalam mengatasi nyeri kepala yang
meliputi terapi cognitive-behaviour, terapi relaksasi serta terapi biofeedback dengan memakai
alat elektromiografi atau memakai suhu kulit atau pulsasi arteri temporalis. Olahraga terarah
yang teratur dan meningkat secara bertahap umumnya sangat membantu. Beberapa penulis
mengusulkan terapi alternatif lain seperti meditasi, hipnosis, akupunktur dan fitofarmaka.
Pada migrain menstrual dapat dianjurkan mengurangi garam dan retensi cairan.

KESIMPULAN

1. Migren merupakan nyeri kepala primer dengan serangan nyeri kepala berulang, dengan
karakteristik lokasi unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang
beraneka ragam dan diperberat dengan aktifitas.
2. Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (HIS):
- Migrain tanpa aura (common migraine)
- Migrain dengan aura (classic migraine)
- Migraine with prolonged aura
- Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine)
- Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau achepalic
migraine)
- Benign paroxysmal vertigo of childhood
- Migrainous infraction (menggantikan complicated migraine)
- Migren hemiplegic familial
- Migren oftalmoplegik
- Migren retinal
- Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial
3. Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas:
a. Mengurangi faktor resiko,
b. Terapi farmaka dengan memakai obat.
c. Terapi nonfarmaka.
Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif
(terapi pencegahan). Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi
nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Bahkan pada kehamilan terapi nonfarmaka diutamakan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadeli H. A. 2006. Penatalaksanaan Terkini Nyeri Kepala Migrain. Dalam Kumpulan


Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Airlangga University Press. Surabaya.
2. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University Press.
Yogyakarta.
3. Dahlem M., Podoll K. 2007. Migraine Headache. http://www.migraine-
aura.com/content/e27892/index_en.html
4. Purnomo H. 2006. Migrainous Vertigo. Dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah
Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga University Press.
Surabaya.
5. Benson AG, Robbins W. 2006. Migraine Associated Vertigo.
http.www.emedicine.com/ent/topic727.htm
6. Zuraini, Yuneldi anwar, Hasan Sjahrir. 2005. Karakteristik Nyeri Kepala Migren dan
Tension Type Headeche Di Kotamadya Medan, Neurona, Vol 22 No. 2
7. Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika. Jakarta.
Patogenesis

Migren merupakan reaksi neurovaskular terhadap perubahan mendadak di dalam


lingkungan eksternal atau internal. Masing-masing individe mempunyai ambang migren,
dengan tingkat kerentanan yang bergantung pada keseimbanagn antara eksitasi dan inhibisi
pada berbagai tingkat sistem saraf. Mekanisme migren berwujud sebagai refleks
trigeminovaskuler yang tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur kontrol nyeri.
Cacat segmental ini mengakibatkan masukan aferen atau dorongan kortikobulbar yang
berlebihan. Hasil akhirnya interaksi batang otak dan pembuluh darah kranial, dengan
rangsang aferen pada pembuluh darah yang menimbulkan nyeri kepala dengan ciri
berdenyut-denyut.

Sementara itu, proyeksi difus locus ceruleus ke korteks serebri dapat mengawali terjadinya
oligemia kortikal dan mungkin pula terjadinya depresi yang meluas (spreading depression).
Aktivitas di dalam sistem ini dapat menjelaskan terjadinya aura pada migren yang dapat
terjadi terpisah dari munculnya nyeri kepala.

Dilain pihak, nyeri kepala dapat berasal dari distensi vaskular terutama apabila dinding
pembuluh darah memperoleh sensitisasi oleh reaksi perivaskular. Hal terakhir ini mungkin
disebabkan oleh lepasnya peptida dari sistem trigeminovaskular.

Kemungkinan lain tentang patogenesis nyeri kepala didasarkan atas inflamasi neurogenik di
dalam jaringan intrakranial. Inflamasi neurogenik ini melibatkan vasodilatasi dan ekstravasasi
protein plasma di dalam jaringan intrakranial. (1)
Nyeri kepala migren adalah prototipe nyeri kepala vaskular yang berdenyut, melibatkan
vasodilatasi dan mungkin inflamasi lokal. Inflamasi neurogenik ini melibatkan vasodilatasi
dan ekstravasasi protein plasma di dalam jaringan intrakranial, sehingga menyebabkan
arteria-arteria peka terhadap nyeri. (1) Aliran darah serebral berkurang sebelum timbulnya
nyeri, dan meningkatnya selama nyeri kepala berlangsung.(2)
Patofisiologi
Hipotesis terbaru menyatakan bahwa vasokonstriksi dini yang diikuti oleh vasodilatasi
diakibatkan oleh pelepasan amin biogenik seperti serotonin, norepinefrin dan epinefrin pada
penderita yang mempunyai predisposisi genetik terhadap hipersensitivitas vaskular. Pada
beberapa pasien selama , selama migren terjadi peningkatan ekskresi hasil-hasil degradasi
amin-amin tersebut. Kecuali itu juga ditemukan penurunan kadar serotonin dara. Karena
amin-amin ini merupakan vasokonstriktor yang kuat, maka amat mungkin bertanggung jawab
atas prodormal vasokonstriksi. Sesudah dilepaskan , maka degradasi dan pengurangan , suatu
hiperemia aktif mungkin menjadi penyebab vasodilatasi selama serangan migren. Hipotesis
ini diperkuat oleh bukti bahwa: (1) pemberian reserpin, obat yang mengurangi kadar
serotonin dalam jaringan migren; (2) penyuntikan serotonin dapat meringankan nyeri kepala
migren dan (3) pemberian metisergid, suatu antagonis serotonin dapat mencegah banyak
kasus migren.(2)
Zat vasoaktif lain yang menyebabkan migren adalah neurokinin, suatu polipeptida yang mirip
dengan bradikinin . Neurokinin ditemukan didalam cairan yang terkumpul di sekitar arteria
kranialis selama serangan migren , dan mungkin bertanggung jawab atas respon peradangan.
(1)
Teori yang masih dianut sampai saat ini yaitu :
- teori vaskular
- teori penyebaran depresi kortikal
- teori neurotransmitter
- hipotesis sentral
- teori unifikasi dan
- teori disfungsi sistem trigeminovaskular

Gambar 2. Anatomy migrain (14)


Teori vaskular, Serangan disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah intrakranila
sehingga aliran darah otak menurun yang dimulai dibagian occipital dan meluas ke anterior
perlahan-lahan ibarat gelombang oligemia yang sedang menyebar, yang melintasi korteks
serebri dengan kecepatan 2-3 mm per menit, berlangsusng beberapa jam (fase aura) dan
diikuti olehvasodilatasi pembuluh darah ekstrakranial yang menimbulkan nyeri kranial.(3)

Gambar 3. Nyeri kepala migrain (15)


Teori penyebaran depresi kortikal dimana terjadi depresi gelombang listrik yang menyebar
lambat ke anterior setelah peningkatan mendadak aktivitas listrik pada bagian posterior otak.
(3)

Gambar 4. Penyebaran depresi kortikal (16)


Teori neurotransmitter. Pada serangan terjadi pelepasan berbagai neurotransmitter antara
serotonin dari trombosit yang memiliki efek vasokonstriktor . reseptor serotonin ada sekitar
tujuh jenis yang sudah ditemukan dan banyak diselaput meningen, lapisan korteks serebri,
struktur dalam dari otak , dan yang paling banyak initi-inti batang otak . Dua reseptor yang
terpenting adalah 5-HT1 yang bila terangsang akan menghentikan serangan migren ,
sedanagkan 5-HT2 bila disekat maka akan mencegah serangan migren. Oleh sebab itu, baik
agonis (sumatripan, dihidroergotamin, ergotamin tartrat) maupun antagonis serotonis
(siproheptadin, metilsergid, golongan antidepresan trisiklik, penyekat saluran kalsium)
bermanfaat dalam penatalaksanaan migren. Disamping itu, neurotransmitter lainnya yang
terlibat pada proses migren adalah katekolamin (noradrenalin), dopamin, neuropeptidaY dan
CGRP (calcitonin gene-related peptide)dan VIP (vasoactive intestinal polypeptida), histamin,
nitrit oksida, beta-endorfin, enkefalin, dan dinorfin, serta prostaglandin. (3)

Gambar 5. Teori neurotransmitter (17)


Teori sentral.Serangan berkaitan dengan penurunan aliran darah dan aktivitas listrik kortikal
yang dimulai pada korteks visual lobus occipital. Gejala prodormal migren yang terjadi
beberapa jam atau satu hari sebelum nyeri kepala berupa perasaan berubah , pusing, haus,
menguap menunjukan gangguan pada hipotalamus. Stimulasi lokus serulens menimbulkan
penurunan aliran darah otak ipsilateral dan peningkatan aliran darah sistem karotis eksterna
seperti pada migren. Stimulasi inti rafe dorsal meningkatkan aliran darah otak dengan
melebarkan sirkulasi karotis interna dan eksterna. Stimulasi nervus trigeminus dapat
melebarkan pembuluh darah ekstrakranial kemungkinan melalui pelepasan neuropeptida
vasoaktif misalnya substansia P. (3)
Teori inflamasi neurogenik (Moskowitz, 1991). Sistem trigeminovaskular dimulai dari
meningen pada ujung serabut-serabut aferen primer C yang kecil dari trigeminus yang badan
selnya berada dalam gangglion trigeminus dan pembuluh darah sekitarnya. Impuls yang
berjalan di sepanjang nervus V menuju ke ganglion, ke dalam pond, dan berjalan turun
bersinaps pada nukleus kaudalis trigeminus. Inflamasi neurogenik yang menimbulkan nyeri
migren terjadi pada ujung pertemuan antara serabut saraf trigeminus dan arteri duramater.
Inflamasi ini disebabkan oleh pelepasan substansia P, CGRP, dan neurokinin A dari ujung-
ujung saraf tersebut . Neurotransmitter ini membuat pembuluh darah dura yang berdekatan
menjadi melebar, terjadi ekstravasasi plasma, dan aktivasi endotel vaskular. Inflamasi
neurogenik ini menyebabkan sensitisasi neuron dan menimbulkan nyeri . Aktivitas selama
fase aura atau pada awal serangan migren menimbulkan depolarisasi serabut saraf trigeminus
di dekat arteri piamater sehingga mengawali fase nyeri kepala. (3)
Teori unifikasi (Lance dkk, 1989). Teori ini meliputi sistem saraf pusat dan pembuluh darah
perifer. Beberapa proses pada korteks orbitofrontal dan limbik memicu reaksi sistem
noradrenergik batang otak melalui lokus serulens dan sistem serotonergik melalui inti rafe
dorsal serta sistem trigeminovaskular yang akan merubah lumen pembuluh darah , yang juga
akan memicu impuls saraf trigeminus, terjadi lingkaran setan rasa nyeri.(3)

Gambar 6. Teori unifikasi (18)


Nausea dan vomitus mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada area
postrema dasar ventrikel IV dalam medula oblongata. Proyeksi dari lokus serulens ke korteks
serebri dapat menimbulkan oligemia kortikal dan depresi korteks menyebar, menimbulkan
aura(3)

Anda mungkin juga menyukai