Anda di halaman 1dari 21

BAB I

I. 1. Pendahuluan

Lokasi pengamatan singkapan untuk pembuatan stratigraf


terukurnya (MS) pada fieldtrip kali ini terletak di koordinat UTM
49S 0442756 9133538 yaitu di Desa Patuk, Kecamatan
Piyungan, Kabupaten Bantul.

= Lokasi
Pengamatan (STA
Perjalanan menuju lokasi pengamatan dilakukan dengan
menggunakan kendaraan bis pada pukul 07.30 WIB, dan tiba di
jalan besar menuju lokasi pengamatan sekitar pukul 08.30
WIB, kemudian kami berjalan sekitar 500 meter ke arah lokasi
pengamatan, sekitar pukul 09.00 kami memulai pengamatan
singkapan untuk pembuatan stratigraf terukur (MS).

Pembahasan Formasi Semilir


Formasi Semilir terdapat di daerah pegunungan selatan
dengan penyebaran lateralnya melebar dari ujung barat Pegunungan
Selatan, yaitu di daerah Pleret Imogiri, di sebelah barat Gunung Sudimoro,
Piyungan Prambanan, di bagian tengah pada Gunung Baturagung dan
sekitarnya, hingga ujung timur pada tinggian Gunung Gajahmungkur, Wonogiri.
Formasi ini memiliki komposisi dominan yaitu batuan
vulkanik seperti tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan serpih.
Bagian bawah dari formasi ini tersusun oleh batupasir berupa lithic-feldspathic
wackes. Selain itu pada beberapa tempat di lokasi formasi ini terdapat endapan
material organik seperti lignit.
Bila dikaitkan kedudukannya dengan formasi lainnya,
Formasi Semilir ini menindih secara selaras Formasi Kebo-Butak, namun secara
setempat tidak selaras (van Bemmelen, 1949). Formasi ini menjemari dengan
Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu, namun tertindih secara tidak selaras
oleh Formasi Oyo (Surono, dkk., 1992).
Berdasarkan sebaran antar jenis batuan di daerah ini menunjukkan
mekanisme endapan arus turbidit. Lingkungan pengendapan pada formasi ini
menunjukkan kenampakan ciri pendangkalan ke arah atas, perubahan dari
lingkungan laut dangkal menuju darat.
BAB II

II. 1. Dasar Teori


Stratigraf
Menurut Sandi Stratigraf Indonesia 1996, stratigraf
dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan,
hubungan dan kejadian (genesa) macam-macam
batuan di alam ruang dan waktu sedangkan dalam
arti sempit ialah ilmu pemerian lapisan-lapisan
batuan.
Secara umum stratigraf merupakan salah satu ilmu
geologi yang membahas tentang pemerian,
pengurutan, pengelompokan, dan klasifkasi tubuh
batuan serta korelasinya satu terhdapa yang lain.
Tujuan startigraf untuk mengetahui sejarah
pembentukan batuan sedimen antar lapisan, dengan
mencari data-data selengkap-lengkapnya sehingga
penentuan sejarah pembentukannya menjadi lebih
mudah untuk diinterpretasikan.
Fasies
Menurut Sandi Stratigraf Indonesia 1996, fasies
adalah aspek fsika, kimia atau biologi suatu endapan
dalam kesamaan waktu. Dua tubuh batuan yang
diendapkan pada waktu yang sama dikatakan
berbeda fasies, kalau kedua batuan tersebut berbeda
ciri fsik, kimia atau biologinya.
Tubuh batuan sedimen yang memiliki ciri fsik yang
sama disebut sebagai fasies. Ciri fsik dalam batuan
sedimen tersebut meliputi tekstur (ukuran butir,
sortasi, kemas, bentuk butir), struktur sedimen, dan
komposisi batuan.
Hukum Stratigraf
1. Hukum Superposisi
Dalam suatu perlapisan batuan sedimen,
lapisan yang terletak di bawah daripada lapisan
yang lain merupakan lapisan yang berumur
lebih tua daripada batuan lain yang berada di
atasnya. Hal tersebut berlaku bila batuan itu
belum mengalami deformasi.
Semakin Muda
Batuan C

Batuan B

Batuan A

2. Hukum Horisontalitas
Pada awal proses sedimentasi, umumnya
batuan sedimen terendapkan secara horisontal
pada bidang yang kedudukannya relatif
horisontal yaitu pada suatu cekungan.
Sehingga bila ditemukan batuan yang
kedudukannya dalam posisi miring maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan tersebut telah
mengalami proses deformasi akibat suatu gaya
tektonik.
Pengendapan akan terjadi terus menerus
secara horisontal, sedangkan di bagian tepi
yang memiliki kemiringan lereng akan
membaji, seperti digambarkan pada gambar di
bawah ini.

3. Hukum Lateral Acretion


Proses pengendapan batuan sedimen juga
berkembang ke arah lateral, dalam
perkembangannya yang berakhir di bawah
suatu kemiringan lereng akan menampilkan
urutan secara lateral juga memiliki urutan yang
sama seperti urutan vertikalnya.

4. Hukum Uniformitarianisme
Peristiwa geologi yang terjadi pada saat ini
dapat menggambarkan peristiwa geologi yang
berlangsung pada masa lampau.
The present is the key to the past.
5. Hukum Cross-Cutting Relationship
Batuan yang memotong batuan di atasnya atau
bersifat intrusif terhadap batuan lainnya
berumur lebih muda dari batuan yang
dipotongnya.

6. Hukum Inklusi
Batuan yang menginklusi berumur lebih tua
dari batuan yang diinklusinya.
7. Hukum Biotic Succession
Dalam suatu lapisan memiliki pencirinya
tersendiri salah satunya fosil yang disebut fosil
indeks, dalam kaitannya antar lapisan, fosil
juga dapat dijadikan penciri umur, dari bawah
ke atas sebaran fosil yaitu dari fosil yang
berumur tua hingga muda.
Dari fosil tersebut dapat mencirikan umur dari
lapisan-lapisan tersebut, sehingga satu lapisan
dapat dibedakan dengan lapisan lainnnya.
Dalam pengertian ini juga dapat dimasukkan ke
dalam Hukum Stratigraf lainnya yaitu Hukum
Strata Identified by Fossil.

8. Hukum Korelasi Fasies


Bila pada suatu lapisan antar batuan sedimen
tidak ditemukan adanya ketidakselarasan dan
kontrol dari struktur geologi, maka hubungan
antaranya dapat diketahui dengan
mengkorelasikan antar fasies.

II. 2. Metode Pengukuran


A. Pemilihan Jalur
Jalur pengamatan harus memiliki singkapan dalam
jumlah yang banyak dan menerus.
Jalurnya sebisa mungkin beraarah memotong pada
jurus perlapisan batuan yang ada di lokasi tersebut.
Usahakan tidak memilih jalur yang terdapat kontrol
struktur geologi, agar menghindari kesalahan dalam
membuat kolom MS.
Pilihlah jalur yang aman dan mudah dijangkau.
Apabila terdapat singkapan pada banyak tempat,
gunakan sistem jalur majemuk (gunakan GPS).

B. Tahapan Pembuatan Stratigraf Terukur (MS)


Metode pengukuran dalam pembuatan stratigraf terukur
(MS) terbagi ke dalam beberapa bagian yaitu :
a. Reconnaisance
Proses ini merupakan survei atau pengamatan
terhadap lokasi pengamatan secara lebih luas, meliputi
lokasi dan keadaan baik atau tidaknya dilakukan
pengamatan pada lokasi tersebut. Dalam tahapan ini
juga dilakukan pencarian data sekunder meliputi
litologi jenis formasi batuan, dan juga sejarah geologi
pembentukan formasi tersebut yang terdapat di lokasi
pengamatan dari geologi regional daerah pemetaan.
b. Observasi Lokasi Pengamatan
Observasi dilakukan saat berada di lokasi pengamatan
secara langsung sebelum memulai pengukuran. Dalam
proses ini dapat dilakukan pengamatan singkapan
secara lebih luas, dan juga sudah dapat
menginterpretasi beberapa fasies yang memang
terlihat berbeda secara keseluruhan dari sudut
pandang yang jauh. Hal tersebut bertujuan untuk
memudahkan pengukuran singkapa secara detail.

c. Pengukuran dan Deskripsi


Pengukuran singkapan dilakukan secara langsung dan
mendetail pada singkapan menggunakan tongkat
jacob. Dengan melakukan pengukuran arah dip
perlapisan terlebih dahulu, lalu memulai pengukuran
dengan ongkat jacob pada tiap lapisan batuan.
Penentuan batas yang telah dilakukan pada tahap
observasi, sesuaikan kembali pada proses tahapan ini
apakah sesuai atau tidaknya. Kemudian dilanjutkan
dengan deskripsi batuan sedimen secara umum.

BAB III
Kolom MS Preview

Fasies batulanau scour


Sortasi baik, kemas tertutup,
komposisi material sedimen
berukuran lanau, struktur sedimen
terbentuk di atas batulempung.

Fasies batupasir tufan bergaradasi


normal
Ukuran tuff
Fasies butir sisipan
pasir halus, sortasi
batulempung
sedang,
tufan kemas terbuka,
komposisinya
Ukuran terdiri halus,
butir pasir dari kuarsa,
sortasi
baik, kemas tertutup, komposisinya
Fasies batulanau tufan sisipan
batupasir
Sortasi baik, kemas tertutup,
komposisinya berupa material
sedimen berukuran lanau, dan

Pembahasan Fasies
Dalam pengukuran startigraf terukur di STA 2 Piyungan ini
kami mennginterpretasikan bahwa pada singkapan di lokasi
pengamatan ini memiliki 13 fasies yaitu;
1. Fasies Tuff dengan Sisipan Batulempung Tufan
Fasies ini memiliki batuan berwarna putih keabu-abuan,
ukuran butirnya pasir halus (1/8 mm 1/4 mm),
sortasinya baik, kemasnya tertutup, dengan komposisi
berupa mineral kuarsa, feldspar, ash vulkanik halus, dan
material sedimen berukuran lanau.
2. Fasies Batulanau Tufan
Fasies ini memiliki batuan berwarna abu-abu keputih-
putihan, ukuran butirnya lanau (1/256 mm 1/16 mm),
sortasinya baik, kemasnya tertutup, komposisinya berupa
material sedimen berukuran lanau dan ash vulkanik
halus.

3. Fasies Batupasir Tufan Bergradasi Normal


Fasies ini memiliki batuan berwarna abu-abu keputih-
putihan, ukuran butirnya pasir halus hingga sedang (1/8
mm 1/2 mm), sortasinya sedang, kemasnya terbuka,
komposisinya ; fragmen terdiri dari mineral kuarsa,
feldspar, dan litik, matriks terdiri dari material sedimen
dan ash vulkanik halus. Selain itu terdapat struktur
sedimen load cast.

4. Fasies Batulanau Tufan dengan Sisipan Batupasir


Fasies ini memiliki batuan berwarna abu-abu keputih-
putihan, ukuran butirnya lanau hingga pasir halus (1/256
mm 1/16 mm), sortasinya baik, kemasnya tertutup,
komposisinya terdiri dari material sedimen berukuran
lanau, ash vulkanik halus, dan sisipan batupasir yang
memiliki komposisi mineral kuarsa, feldspar, dan litik.

5. Fasies Batupasir Tufan


Fasies ini memiliki batuan berwarna abu-abu kekuning-
kuningan, ukuran butirnya pasir halus (1/8 mm 1/4
mm), sortasinya baik, kemasnya tertutup, komposisinya :
fragmen terdiri dari mineral kuarsa, feldspar, litik, dan
matriks terdiri dari material sedimen, dan ash vulkanik
halus.

6. Fasies Batulanau Tufan


Fasies ini memiliki batuan berwarna abu-abu keputih-
putihan, ukuran butirnya lanau (1/256 mm 1/16 mm),
sortasinya baik, kemasnya tertutup, komposisinya
material sedimen berukuran lanau, dan ash vulkanik
halus.
7. Fasies Batupasir Tufan dengan Sisipan Batulanau Tufan
Fasies ini memiliki batuan berwarna putih keabu-abuan,
ukuran butirnya pasir halus (1/8 mm 1/4 mm),
sortasinya baik, kemasnya tertutup, komposisinya :
fragmen terdiri dari mineral kuarsa, feldspar, litik, dan
matriks terdiri dari material sedimen, dan ash vulkanik
halus.

8. Fasies Batupasir Tufan Bergradasi Normal


Fasies ini memiliki batuan berwarna putih keabu-abuan,
ukuran butirnya pasir halus hingga sedang (1/8 mm 1/2
mm), sortasinya baik, kemasnya tertutup, komposisinya :
fragmen terdiri dari mineral kuarsa, feldspar, litik, dan
matriks terdiri dari material sedimen, litik, kuarsa, dan
ash vulkanik halus. Struktur sedimen lainnya yang berada
di bagian atas berupa trace fossil (vertikal), dan
convolute lamination.

9. Fasies Perselingan Batulanau Tufan, Batupasir Tufan, dan


Batulempung Tufan
Fasies ini memiliki batuan berwarna abu-abu kecoklat-
coklatan, ukuran butirnya lempung hingga pasir halus
(<1/256 mm 1/4 mm), sortasinya sedang, kemasnya
terbuka, komposisinya terdiri dari mineral kuarsa,
feldspar, litik, material sedimen, dan ash vulkanik halus.
Struktur sedimennya yaitu trace fossil, dan laminasi.

10. Fasies Perselingan Batupasir Tufan dan Batulanau


Tufan dengan Sisipan Arang
Fasies ini memiliki batuan berwarna abu-abu keputih-
putihan, ukuran butirnya lanau hingga pasir halus (1/256
mm 1/4 mm), sortasinya baik, kemasnya tertutup,
komposisinya terdiri dari mineral kuarsa, feldspar, litik,
material sedimen, trace fossil, ash vulkanik halus dan
sisipan arang yang berukuran lempung. Struktur
sedimennya yaitu laminasi dan trace fossil.

11. Fasies Batulanau Scour


Fasies ini memiliki batuan berwarna coklat keabu-abuan,
ukuran butirnya lanau (1/256 mm 1/16 mm), sortasinya
baik, kemasnya tertutup, komposisinya material sedimen
berukuran lanau. Selain itu ditemukan struktur sedimen
lentikuler pada bagian bawah fasies.
12. Fasies Batupasir Tufan Bergradasi Normal
Fasies ini memiliki batuan berwarna abu-abu kecoklat-
coklatan, ukuran butirnya pasir halus hingga sedang (1/8
mm 1/2 mm), sortasinya baik, kemasnya tertutup,
komposisinya : fragmen terdiri dari mineral kuarsa,
feldspar, litik, dan matriks terdiri dari material sedimen,
litik, kuarsa, dan ash vulkanik halus.

13. Fasies Perselingan Batulanau Tufan dengan Batupasir


Tufan
Fasies ini memiliki batuan berwarna abu-abu keputih-
putihan, ukuran butirnya lanau hingga pasir halus (1/256
mm 1/4 mm), sortasinya baik, kemasnya tertutup,
komposisinya terdiri dari mineral kuarsa, feldspar, litik,
material sedimen, dan ash vulkanik halus. Struktur
sedimennya yaitu gradasi terbalik dan wavy.
Sejarah Geologi
Sejarah pembentukan singkapan di lokasi ini terbentuk di
lingkungan laut dangkal atau delta, dikarenakan data yang ada
menunjukkan ciri dari lingkungan tersebut adanya struktur
sedimen lentikuler, wavy, dan trace fossil yang vertikal. Namun,
aktiftas vulkanisme menghambat perkembangan karbonat pada
lingkungan ini, sehingga yang ditemukan dominan sebagai
penyusun batuan adalh material vulkanik.
Pembentukan fasies tuff dengan sisipan batulempung
tufan terbentuk akibat aktiftas vulkanisme dari gunungapi yang
berada di dekat lingkungan laut dangkal atau transisi. Pada saat
itu juga pada lingkungan tersebut sedang terjadi proses
pengendapan material sedimen yang memiliki energi yang tinggi
akibat proses vulkanisme tersebut, karena banyaknya material
yang dikeluarkan lebih besar daripada material yang diendapkan.
Namun, aktiftas vulkanisme tersebut mengalami dorman
beberapa saat sehingga energi pengendapannya kembali rendah
sehingga terendapan material berukuran lempung, setelah itu
aktiftas vulkanisme berlanjut kembali, menyebabkan energi
pengendapannya menjadi tinggi kembali, sehingga terbentuk
struktur sedimen gradasi normal pada fasies ini.
Kemudian aktiftas vulkanisme masih terjadi namun tidak
begitu besar seperti sebelumnya. Pada pembentukan fasies
batulanau tufan terjadi kenaikan muka air laut (transgresif),
sehingga terjadi persebaran ukuran butir yang mengkasar ke
bagian atas. Suplai material sedimen cukup lebih dominan bila
dibandingkan dengan material vulkanik. Material vulkanik yang
ada telah mengalami proses resedimentasi yang berulang.
Pembentukan fasies batupasir tufan bergradasi terbentuk
akibat adanya fluktuasi energi pengendapan. Struktur sedimen
yang terbentuk yaitu gradasi normal dan gradasi terbalik, juga
ditemukan struktur load cast. Pada fase pertama
pembentukannya, energi pengendapan berlangsung sangat
tinggi sehingga pasokan sedimen dari darat sangat besar dan
semakin besar pula ukuran butirnya. Sehingga terbentuk load
cast pada batuan dibawahnya diakibatkan adanya material kerikil
hingga kerakal yang terendapkan sampai lingkungan tersebut.
Lalu perlahan energi pengendapan kembali normal, sehingga
terjadi pengendapan material yang ukuran butinya lebih halus.
Pembentukan fasies batulanau tufan dengan sisipan
batupasir terbentuk akibat peningkatan energi pengendapan
secara singkat. Energi pengendapan sebelumnya mengalami
penurunan, dikarenakan adanya kenaikan muka air laut atau
transgresif. Namun, terjadi kenaikan energi pengendapan dalam
waktu yang singkat sehingga material sedimen berukuran pasir
terdapat sebagai sisipa dalam fasies ini.
Pembentukan fasies batuasir tufan dibentuk oleh proses
pengendapan yang relatif stabil dalam waktu yang lama, hal
tersebut disebabkan oleh adanya penurunan muka air laut atau
regresif sehingga pasokan sedimen dari darat terendapakan
secara berkelanjutan dalam waktu yang lama.
Begitu juga dengan pembentukan fasies batulanau tufan
dibentuk oleh proses pengendapan yang relatif stabil, hasil
lanjutan dari proses pengendapan sebelumnay, sehingga terjadi
sebaran butir yang menghalus ke atas dikarenakan energi
pengendapan yang mulai melemah, dan material yang
diendapkan pun semakin berukuran butir halus.
Pembentukan fasies batupasir tufan dengan sisipan
batulanau tufan terbentuk akibat perubahan energi
pengendapan juga adanya penurunan muka air laut atau regresif.
Sehingga terjadi peningkatan energi pengendapan dan
mengendapkan material berukuran pasir. Dalam masa ini
aktivitas vulkanisme terjadi tidak begitu dominan hanya produk
yang dihasilkannya saja yang terendapkan oleh mekanisme
resedimentasi.
Pembentukan fasies batupasir tufan bergradasi normal
diakibatkan oleh perubahan energi pengendapan dari tinggi ke
rendah. Terdapat perubahan rezim aliran dalam
pembentukannya, pada masa pertama terjadi rezim aliran tinggi
dan akhirnya berubah menjadi rezim aliran rendah. Ditemukan
pula trace fossil secara vertikal yang menyimpulkan bahwa
lingkungan pembentukan fasies ini berada pada zona yang
terpengaruhi oleh arus yang kuat, yaitu laut dangkal atau
transisi. Juga ditemui struktur convolute yang kemungkinan
disebabkan oleh pengendapan yang terhambat oleh suatu
kelerengan sehingga terlipatkan dan membentuk bentukan
convolute tersebut.
Pembentukan fasies perselingan baupasir tufan,
batulanau tufan, dan batulempung tufan disebabkan oleh
fluktuasi energi pengendapan, yang salah satu penyebabnya
diaibatkan oleh perubahan muatan pasokan sedimen. sehingga
terbentuk keberagaman material sedimen yang diendapakna
dalam waktu yang berdekatan.
Pembentukan fasies perselingan batupasir tufan dan
batulanau tufan dengan sisipan arang dibentuk oleh perubahan
energi pengendapan. Terdapatnya sisipan arang juga menjadi
penciri bahwa lingkungan pengendapannya berada di daerah
dekat darat. Material arang tersebut kemungkinan berupa hasil
rombakan dari tempat asalnya yang tertransportasi hingga ke
lingkungan ini.
Pembentukan fasies batulanau scour disebabkan oleh
terjadinya perubahan energi pengendapan yang signifkan pada
satu waktu. Sehingga saat material sedimen dibawahnya belum
terlitifkasi sempurna, material sedimen lainnya yang akan
diendapkan terendapkan segera dan mengerosi bagian tersebut
dan terbentuklah struktur erosi itu. Hal tersebut kemungkinan
dikontrol oleh peningkatan pasokan sedimen dan penurunan
muka air laut atau regresif. Pada masa pertama pembentukannya
ditemukan bentukan struktur sedimen lentikuler, yang
menambah ciri bahwa lingkungan pengendapannya terdapat di
daerah laut dangkal atau transisi.
Pembentukan fasies batupasir tufan bergardasi normal
disebabkan oleh perubahan rezim aliran pada proses
pengendapannya. Pada fase ini terjadi penurunan muka air laut
atau regresif yang menyebabkan sebaran ukuuran butir semakin
mengkasar ke bagian atas. Perubahan rezim aliran yang dominan
terjadi pada pembentukan fasies ini, dari rezim aliran tinggi ke
rendah.
Pembentukan fasies perselingan batulanau tufan dengan
batupasir tufan diakibatkan oleh perubahan rezim aliran pada
proses pengendapannya. Perubahan energi pengendapan dari
rendah ke tinggi membentuk bentukan struktur sedimen gradasi
terbalik. Pada bagian atas fasies ini ditemukan kenampakan
wavy pada suatu lapisan yang menambah ciri bahwa lingkungan
pengendapannya terjadi di laut dangkal atau transisi.

Korelasi dengan STA 2

STA
1

STA
2

Berdasarkan arah dip perlapisan pada peta geologi


regional daerah setempat, diketahui bahwa kedudukan STA 2
berada di atas dari STA 1.
Setelah memperoleh data dari salah satu kelompok yang
melakukan pengamatan di STA 1 didapatkan koordinatnya yaitu
UTM 49S 0442768 9135370. Dari dua data koordinat yang telah
dimiliki dapat ditentukan jarak horisontal dari kedua stasiun
pengamatan tersebut. Dengan data koordinat STA 2 UTM 49S
0442756 9133538, menggunakan perhitungan matematis
didapatkan nilai jarak horisontalnya sebesar 1832,04 meter
antara STA 1 dengan STA 2.
Dapat diinterpretasikan bahwa terdapat blank zone diantara STA
1 dan STA 2 sebesar 8 meter, yang diperoleh dari perbedaan
ketinggian pada masing-masing STA.
Bila dikorelasikan sesuai litologinya dengan STA 1, STA 2
memiliki jenis litologi dengan material vulkanik yang tidak begitu
dominan bila dibandingkan dengan STA 1. Pada STA 1 ditemukan
fragmen seperti breksi pumis, dan juga memiliki banyak batuan
tuff, sedangkan di bagian STA 1 hanya terdiri dari sedikit batuan
tuff, sedangkan lainnya hanya batuan sedimen yang bersifat
vulkaniklastik atau material vulkanik hasil resedimentasi. Secara
lingkungan pengendapan STA 1 dengan STA 2 memiliki kemiripan
jenis yaitu terendapkan di laut dangkal. Namun, pada STA 1
terbentuk pada lingkungan yang lebih mengarah ke arah darat
bila dibandingkan dengan STA 2. Penentuan interpretasi
lingkungan pengendapan tersebut diketahui dari banyaknya ciri-
ciri pengendapan pada lingkungan tersebut, seperti adanya
struktur sedimen lentikuler, wavy, dan juga trace fossil yang
vertikal pada STA 2, sedangkan pada STA 1 terdapat material
organik yang banyak dan juga ditemukannya endapan sulfda.
BAB IV
KESIMPULAN

Dari hasil pengukuran dan pengolahan data lapangan


dapat disimpulkan bahwa singkapan di lokasi pengamatan ini
(STA 2, Desa Patuk, Piyungan, Bantul)
Fasiesnya terdiri dari 13 fasies yaitu :
1. Fasies Tuff dengan Sisipan Batulempung Tufan
2. Fasies Batulanau Tufan
3. Fasies Batupasir Tufan Bergradasi Normal
4. Fasies Batulanau Tufan dengan Sisipan Batupasir
5. Fasies Batupasir Tufan
6. Fasies Batulanau Tufan
7. Fasies Batupasir Tufan dengan Sisipan Batulanau Tufan
8. Fasies Batupasir Tufan Bergradasi Normal
9. Fasies Perselingan Batulanau Tufan, Batupasir Tufan, dan
Batulempung Tufan
10. Fasies Perselingan Batupasir Tufan dan Batulanau
Tufan dengan Sisipan Arang
11. Fasies Batulanau Scour
12. Fasies Batupasir Tufan Bergradasi Normal
13. Fasies Perselingan Batulanau Tufan dengan Batupasir
Tufan
Lingkungan pengendapannya berada di laut dangkal atau
zona transisi.
Kedudukannya berada di atas STA 1, bila dikaitkan dengan
kedudukan secara mata angin STA 2 berada di daerah
selatan STA 1.
Menurut model fasies Walker yang telah diamati, fasies ini
termasuk ke dalam model fasies delta, dikarenakan
sebaran ukuran butirnya yang semakin mengkasar ke atas,
membentuk perulangan pengkasaran.

Daftar Pustaka

Boggs, S., Jr. 2006. Principles of Sedmentology and Stratigraphy,


forth edition. New Jersey : Pearson Prentice Hall.
Komisi Sandi Stratigraf Indonesia, IAGI. 1996 (revisi 1973). Sandi
Stratigrafi Indonesia. Indonesia : IAGI.
Walker and James. 1992. Facies Models. Canada : Geological
Association of Canada.
Slide Kuliah Geologi Sejarah, Pak Wartono Rahardjo.
(GeoSejarah01Basics.ppt)

Anda mungkin juga menyukai