PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kolumna vertebralis
1. Badan Ruas, merupakan bagian yang terbesar, bentuknya tebal dan kuat
terletak disebelah depan
2. Lengkungan Ruas, bagian ini melingkari dan melindungi lubang ruas tulang
belakang, terletak disebelah belakang, pada bagian ini dapat beberapa
benjolan, yaitu :
1) Prosesus spinosus / taju duri, terdapat di tengah-tengah lengkungan ruas
menonjol kebelakang.
2) Prosesus tranversum / taju sayap, terdapat disamping kiri dan kanan
lengkung ruas.
3) Prosesus artikulasi / taju penyendi, membantu persedian dengan ruas
tulang belakang
Ruas tulang belakang ini tersusun dari atas kebawah dan diantara
masing-masing ruas dihubungkan oleh tulang rawan yang disebut dengan
cakram antara ruas sehingga tulang belakang bisa tegak dan membungkuk,
disamping itu disebelah depan dan di belakangnya terdapat kumpulan serabut-
serabut kenyal yang memperkuat kedudukan ruas tulang belakang (Syaifudin,
1997, hlm 21).
Kedua belas vertebra torakalis lebih besar dari vertebra servikalis dan
ukurannya semakin besar dari atas ke bawah, pada bagian dataran sendi sebelah
atas, bawah, kiri, dan kanan membentuk persendian dari tulang iga.
2. Saraf-Saraf Spinal
a. Servikal : 8 pasang
b. Torakal : 12 pasang
c. Lumbal : 5 pasang
d. Sakral : 5 pasang
e. Koksigial : 1 pasang
c. Saraf saraf torakal tidak membentuk pleksus tetapi keluar dari ruang
interkosta sebagai saraf interkostalis. Saraf-saraf ini mempersarafi otot-otot
abdomen, otot dada, dan kulit dada.
A. DEFINISI
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan
granulomatosa yg bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis.
Dikenal pula dengan nama Potts disease of the spine atau tuberculous vertebral
osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 - L3 dan
paling jarang pada vertebra C1 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai
korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae.
B. ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg bersifat
acid-fastnon-motile (tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga sering
disebut juga sebagai Basil/bakteri Tahan Asam (BTA)) dan tidak dapat diwarnai
dengan baik melalui cara yg konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson
untuk memvisualisasikannya. Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-
enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik
Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya
dengan spesies lain
Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di
tempat lain di tubuh,
5 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe
human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan
5 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik.
Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama
pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal
atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder
dari suatu tuberkulosa traktus urinarius, yg
penyebarannya melalui pleksus Batson pada
vena paravertebralis.
Meskipun menular, tetapi orang tertular
tuberculosis tidak semudah tertular flu. Penularan penyakit ini memerlukan
waktu pemaparan yg cukup lama dan intensif dengan sumber penyakit (penular).
Menurut Mayoclinic, seseorang yg kesehatan fisiknya baik, memerlukan kontak
dengan penderita TB aktif setidaknya 8 jam sehari selama 6 bulan, untuk dapat
terinfeksi. Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaitu waktu yg diperlukan dari
mula terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Bakteri TB
akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung. Tetapi dalam tempat yg
lembab, gelap, dan pada suhu kamar, kuman dapat bertahan hidup selama
beberapa jam. Dalam tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama
beberapa tahun.
C. PATOGENESIS
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya
sekunder dari TBC tempat lain di dalam tubuh. Penyebarannya secara
hematogen, diduga terjadinya penyakit ini sering karena penyebaran hematogen
dari infeksi traktus urinarius melalui pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra
ditandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan
(anterior vertebral body). Penyebaran dari jaringan yang mengalami perkejuan
akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk tuberculos
squestra. Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk
abses paravertebral yang dapat menjalar ke atas atau bawah lewat ligamentum
longitudinal anterior dan posterior. Sedangkan diskus intervertebralis karena
avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan penyempitan karena
dirusak oleh jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior
vertebra akan menimbulkan kifosis (Savant, 2007).
Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu:
1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung
selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan
pada anak-anak pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awal
Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang ringan
pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan terbentuk
massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses, yang tejadi 2-3 bulan
setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum dan
kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama
di depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra sehingga
menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi
tetapi ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Vertebra torakalis
mempunyai kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan neurologis lebih
mudah terjadi di daerah ini. Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat
derajat kerusakan paraplegia yaitu:
i. Derajat I
Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau berjalan
jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
ii. Derajat II
Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.
iii. Derajat III
Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau
aktivitas penderita disertai dengan hipoestesia atau anestesia.
iv. Derajat IV
Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan defekasi
dan miksi.
TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat
tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif,
paraplegia terjadi karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau
kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan.
Paraplegia pada penyakit yang tidak aktif atau sembuh terjadi karena tekanan
pada jembatan tulang kanalis spinalis atau pembentukan jaringan fibrosis yang
progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. TBC paraplegia terjadi secara
perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai dengan angulasi dan
gangguan vaskuler vertebra.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi. Kifosis
atau gibbus bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang massif di
depan (Savant, 2007).
D. PATOFISIOLOGI
Kuman yg bangun kembali dari paru-paru akan menyebar mengikuti
aliran darah ke pembuluh tulang belakang dekat dengan ginjal. Kuman
berkembang biak umumnya di tempat aliran darah yg menyebabkan kuman
berkumpul banyak (ujung pembuluh). Terutama di tulang belakang, di sekitar
tulang thorakal (dada) dan lumbal (pinggang) kuman bersarang. Kemudian
kuman tersebut akan menggerogoti badan tulang belakang, membentuk kantung
nanah (abses) yg bisa menyebar sepanjang otot pinggang sampai bisa mencapai
daerah lipat paha. Dapat pula memacu terjadinya deformitas. Gejala awalnya
adalah perkaratan umumnya disebut pengapuran tulang belakang, sendi-sendi
bahu, lutut, panggul. Tulang rawan ini akan terkikis menipis hingga tak lagi
berfungsi. Persendian terasa kaku dan nyeri, kerusakan pada tulang rawan sendi,
pelapis ujung tulang yg berfungsi sebagai bantalan dan peredam kejut bila dua
ruang tulang berbenturan saat sendi digerakkan.
Terbentuknya abses dan badan tulang belakang yg hancur, bisa
menyebabkan tulang belakang jadi kolaps dan miring ke arah depan. Kedua hal
ini bisa menyebabkan penekanan syaraf-syaraf sekitar tulang belakang yg
mengurus tungkai bawah, sehingga gejalanya bisa kesemutan, baal-baal, bahkan
bisa sampai kelumpuhan.
Badan tulang belakang yg kolaps dan miring ke depan menyebabkan tulang
belakang dapat diraba dan menonjol di belakang dan nyeri bila tertekan, sering
sebut sebagai gibbus
Bahaya yg terberat adalah kelumpuhan tungkai bawah, karena penekanan
batang syaraf di tulang belakang yg dapat disertai lumpuhnya syaraf yg
mengurus organ yg lain, seperti saluran kencing dan anus (saluran pembuangan).
1. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak
ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan
nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
2. Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini
sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain
sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi
kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di
regio torakal.
3. Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas
dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena
erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini
diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui
abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena
adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
4. Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak
dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal
dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di
canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel,
lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di
sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen
posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.
F. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu:
a. Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun.
b. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung.
Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
c. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang
belakang ke garis tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini
disebabkan oleh tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal.
d. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal
e. Deformitas pada punggung (gibbus)
f. Pembengkakan setempat (abses)
g. Adanya proses tbc (Tachdjian, 2005).
Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis tuberkulosa karena
proses destruksi lanjut berupa:
a. Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula
spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri.
b. Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan
adanya batas defisit sensorik setinggi tempat gibbus atau lokalisasi nyeri
interkostal (Tachdjian, 2005).
KET: