Anda di halaman 1dari 22

Budidaya pohon jati jelaslah sangat menggiurkan dengan nilai jual bibit

pohon dan kayunya yang sangat tinggi. Kebutuhan internasional akan kayu
bermutu mendorong budidaya jati dan menjamin bahwa bisnis jati tidak akan
surut dalam waktu dekat. Tidak bisa dimungkiri bahwa kayu jati telah dikenal
seantero dunia sebagai kayu yang kuat dan tidak mudah rapuh sehingga
prospeknya sebagai modal material utama bisnis pun sangat cemerlang. Jati
emas dengan nama Latin Cordia subcordata (Cordia sebestena) ini
tumbuh berkembang dengan baik di wilayah Tropis, sebab itulah, dengan
iklim Indonesia yang cocok, jati emas menjadi perhatian masyarakat di tanah
air sebagai sumber pendapatan, sekaligus sumber devisa dengan
mengekspornya.

Pemeliharaan Jati Emas


Jati emas jelas menjadi primadona sebagai budidaya tanaman semenjak ia
terlahir dari riset laboratorium terhadap sistem kultur jaringan dari bibit
unggul. Keunggulan yang didapat dari jati emas antara lain tidak
membutuhkan lamanya waktu panen. Hal ini dicapai dengan inovasi teknologi
kultur jaringan, panen yang di masa silam mesti menunggu sekitar 40 hingga
50 tahun, kini hanya perlu 15 tahun, dan bahkan bisa panen hanya dalam
kurun 7 tahun seusai pembibitan. Saat mencapai 7 tahun, jati emas memiliki
lingkar pohon 27 cm dan tinggi pohonnya bisa sampai 16 meter. Di samping
itu, jati emas tidak merepotkan hal penanaman juga proses pemeliharaannya
pun terbilang mudah, apalagi karena jati jenis ini tidak rawan penyakit. Cukup
melakukan penyemprotan insektisida dalam dosis tepat secara teratur setiap
dua pekan untuk mengendalikan dan mematikan hama serangga (ulat dan
belalang) yang umumnya menyerang jati.

Cara Budidaya Jati Emas


Informasi sebagai teknik budidaya jati emas, pada lahan seluas satu hektare,
bisa ditanami 2000 bibit dengan jarak tanam 2 x 2,5 m (atau sekitar 2 x 2 m)
di lubang berukuran lebar 30 x 30 cm (40 x 40 cm) dan berkedalaman 30 cm
sampai 40 cm. Pastikan jarak antartanaman tidak terlalu dekat karena akan
memengaruhi proses tumbuh kembang pohon, juga saat proses penjarangan.
Perhatikan pula tahap-tahap cara menanam yang benar. Langkah yang harus
dilakukan sebelum menanam, yakni lahan harus dibersihkan dari rumput dan
sesemakan, serta diolah sebelumnya bila memang bisa mengolah lahan,
jangan lupa pula untuk melepas polybag. Dengan demikian,cara
budidaya pun bisa dimulai dengan simpel.
Pohon jati yang dibiarkan pertumbuhannya sebagai tanaman yang secara
natural mencari makanannya (unsur hara dalam tanah) sendiri, dapat tumbuh
alami tanpa pupuk, namun pemakaian pupuk akan membuatnya tumbuh
optimal sesuai kualitas yang diharapkan. Proses pemupukan dengan dua jenis
pupuk, yakni pupuk kompos dan pupuk kimia. Lakukan pemupukan secara
berkala, beri pupuk NPK setiap enam bulan sekali selama minimal tiga sampai
empat tahun. Detailnya adalah sebagai berikut, NPK 15 15 15 sebanyak 250
gram selama enam bulan. Untuk selanjutnya, NPK 15 15 15 sebanyak 500
gram per enam bulan sekali, dan jangan lupa untuk menyesuaikan dosis dan
tahap pemberian pupuk dengan kondisi tanah. Kondisi tanah yang dimaksud
tentu berdasarkan jenis tanah, jati dapat tumbuh dengan baik utamanya pada
tanah yang berkapur, ber tekstur lempung, lempung berpasir, ataupun liat
berpasir tanpa terlalu banyak genangan air sehingga sistem pengaliran air
(drainase) di lahan haruslah baik. Mulai menanam dan merawat jati emas
memang mudah, namun jangan pula mengabaikan cara tanam yang baik dan
tepat demi kualitas unggul.

A. Manfaat.
Satu hektar lahan membutuhkan 2000 batang bibit ( jarak tanam 2 x 2,5 m ), atau 1600 untuk
jarak tanam 2,5 x 2,5 m. Apabila 1 pohon Jati Emas berumur 5 tahun menghasilkan 0.38 kubik
dan 1 kubik - nya seharga minimal Rp 3 juta, untuk 1 kubik kayu membutuhkan 3 batang Pohon
Jati Emas, maka untuk 2000 bibit Jati Emas menghasilkan +/- 760 kubik kayu Jati Emas, dapat
dibayangkan 1 bibit Jati Emas seharga Rp 15.000,00 dalam lima tahun dapat menghasilkan Rp
1.140.000,00 dan untuk 2000 bibit Jati Emas menghasilkan Rp 2,28 milyar, dan ini hanya
merupakan perhitungan kasar minimal 1kubik = Rp 3 juta. Belum lagi hasil dari Tumpang Sari
tanaman lain selama 5 tahun ( Pisang, Pepaya, Kacang, dsb ) yang tidak akan mempengaruhi
pertumbuhan Jati Emas tersebut.
B. Tempat Pertumbuhan.
Di antara sifat tanaman jati adalah: a). Membutuhkan sinar matahari penuh; b). Drainase harus
baik/tidak cocok kondisi tanah berair; c). Pada tingkat anakan harus bebas dari tanaman
pengganggu (alang-alang, rumput dst); d). Pada tanah yang kurang unsur kapur (Ca)
pertumbuhan tanaman dan kualitas kayu kurang baik; e). Perlu pemeliharaan intensif dan secara
berkala selama lima tahun berturut-turut.
Kondisi tempat tumbuh untuk tanaman jati: a). Keasaman tanah (pH) 6,5 7,5; b). Ketinggian
lokasi tumbuh 1 750 m dpl; c). Temperatur 13 derajat 19 derajat C; d). Curah hujan 1.250
3.700 mm per tahun.

C. Teknik Budidaya

1. Pengadaan benih dan perkecambahan.

(a) Buah jati direndam dalam air dingin, lalu dijemur di bawah terik matahari, diulang selama 1
- 2 minggu.
(b) Biji jati direndam dalam air dingin air panas bergantian selama 1 minggu.
(c) Daging buah digosok dengan amplas, sehingga memudahkan air dan udara masuk
kedalam biji.
(d) Biji jati direndam dalam larutan asam sulfat pekat ( H2SO4 ) selama 15 menit, kemudian
dicuci dengan air dingin setelah itu baru dikecambahkan dengan media pasir.
(e) Biji jati dioven pada suhu 50C selama 48 jam.
(f) Biji jati dimasukan dalam karung goni kemudian direndam pada air mengalir (sungai kecil)
selama 1 minggu kemudian ditiriskan selama 1 hari, selanjutnya ditabur di bedeng tabur.
(g) Media untuk pertumbuhan kecambah terdiri Media tabur menggunakan pasir steril yang
telah dijemur dibawah sinar matahari selama 1 hari, atau dapat juga disemprot dengan fungisida
(Benlate).
(h) Media kecambah (pasir) ditempatkan pada bak tabur dan jangan sampai dipadatkan.
(i) Benih ditanam dengan bekas tangkainya dibawah, ditekan kedalam media sedalam 2 cm
kemudian ditimbun.
(j) Penyiraman dilakukan agar media menjadi basah, dan pada benih jati akan terjadi proses
pengecambahan.
(k) Pada hari ke 23 sampai ke 27, umumnya 20% biji jati mulai berkecambah. Perkecambahan
hingga 70% dari keseluruhan biji yang ditanam tercapai antara hari ke 44 hingga hari ke 47.

2. Pembibitan.

Polybag yang kita siapkan berisi tanah, pupuk organic/kandang, dan rambut padi, dengan
perbandingan 1 : 3 : 2. dan semprotkan pupuk cair sebagai pembenah dan pengelola unsur
hara, yang terdiri dari: Pupuk hayati Bio P 2000 Z + Phosmit + air dengan perbandingan 1 : 1 :
180. Semprotkan secukupnya ( 1 liter campuran untuk 50 liter media pembibitan)
Perawatan di pembibitan terdiri dari penyiraman dan pemupukan ulang dilakukan pada bulan ke
3. Setelah bibit berumur 3 bulan kondisinya sudah siap untuk ditanam di lapangan.
Selain dengan biji, maka pembbitan dapat dilakukan dengan stek pucuk. Media yang digunakan
untuk penamanan stek adalah pasir, kompos dan tanah top soil dengan perbandingan 2:2:1).
Pengguntingan dilakukan pada tunas tunas yang tegak (orthotrop) pengguntingan pada setiap
sumbu pokok atau tunas dilakukan pada sekitar 1 cm diatas mata/nodum (duduk daun) karena
zat auksin yang membantu pertumbuhan jaringan baru terletak di bawah nodum tersebut. Pada
prinsipnya setiap mata akan menghasilkan tunas baru asalkan dijaga pertumbuhan dominansi
apikalnya. Pada cabang yang tertinggal disumbu pokok dibiarkan tumbuh sampai mempunyai 3 -
5 daun dewasa baru digunting ujung cabangnya. Daun pada stek dikurangi hingga tinggal 2/3
nya.

3. Penyiapan lahan.

(a) Penyiapan lahan untuk tanaman hutan.


- Pada tanaman di lahan HTR yang perlu diperhatikan adalah penentuan luas lahan dan
jarak tanam serta lamanya produk kayu yang akan dipanen. Karena model yang diharapkan
adalah rotasi tanam hutan yang berkelanjutan. Jika akan membutuhkan waktu panen antara 5
s/d 6 tahun maka jarak yang digunakan adalah jarak tanam dapat menggunakan 2,5 X 2.5
meter. Sehingga dalam 1 ha terdapat 1300 pohon. Jika umur panen 7 s/d 8 tahun maka
sebaiknya menggunakan jarak tanah 2,5 X 3 meter.
- Untuk menata jarak tanam dan arah yang tepat maka dapat dilakukan dengan memberi
ajir terlebih dahulu, kemudian digali lobang dengan ukuran 30 cm X 30 cm X 30 cm.
- Setelah 10 hari sejak penggalian lobang, maka galian tersebut diberi pupuk kandang dan
pupuk an organik
- Lahan diberikan pupuk hayati Bio P 2000 Z + Phosmit + 200 liter air dalam 1 ha.
Kegunaan pupuk ini sebagai pembenah tanah, pengelola unsur hara yang ada di alam.
(a) Penyiapan lahan untuk tanaman sela.
- Selain lahan untuk tanaman hutan, disiapkan pula lahan untuk tanaman sela.

4. Penanaman

- Setelah lahan sudah tersedia dan dalam keadaan siap tanam maka bibit yang sudah
disediakan ditanam pada lobang yang telah disiapkan.
- Gunting separuh daun - daun yang ada pada bibit dan sisakan 2 daun (hal ini dilakukan
agar konsentrasi pertumbuhan pada saat tanam ada pada daun baru ).
- Masukkan bibit dan taruh pupuk tambahan sejajar dengan tajuk daun. Timbun lubang
dengan tanah bagian bawah pada saat penggalian awal.

5. Pemeliharaan

(a) Potong tunas - tunas baru agar konsentrasi pertumbuhan ada pada batang (lurus keatas ),
hal ini terus dilakukan sampai sampai kurang lebih berumur 1 tahun.
(b) Setiap 3 bulan sekali ulangi pemberian pupuk tambahan.
(c) Periksa keadaan daun bagian bawah, bila terdapat bintik - bintik putih (serbuk) semprot
daun bagian bawah dengan obat hama biasa digunakan decis.
Jadwal dan dosis penggunaan pupuk an organik dan pupuk hayati Bio P 2000 Z:

6. Panen.

Jati emas dapat tumbuh dengan cepat, tanaman dapat dipanen pada umur 8 tahun setelah
tanam dengan diameter antara 20 cm. Jika menginginkan kayu yang cukup besar maka
tanaman jati dapat dipelihara hingga 50 tahun. Dengan jarak tanah yang dianjurkan tersebut
maka panen jati dapat dilakukan antara 10 th hingga 12 tahun.

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN
SURAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Dewasa ini banyak ditemukan ekspoitasi pemanfaatan tumbuhan tanpa
memperhatikan efeknya terhadap pelestarian lingkungan. Adapun eksploitasi tumbuhan
tersebut dapat berupa pemanfaatan sebagian atau keseluruhan bagian tumbuhan tersebut.
Apabila kondisi tersebut tetap dibiarkan maka akan berdampak negatif terhadap kelangkaan
tumbuhan yang di eksploitasi secara besar- besaran bahkan kondisi terparah adalah terjadi
kepunahan pada tumbuhan tersebut.
Salah satu tumbuhan yang dieksploitasi adalah tumbuhan Jati. Tumbuhan Jati banyak
dimanfaatkan untuk perabotan rumah tangga, bahan bagunan dan lai sebagainya. Adapun
daunnya dapat dimanfaatkan untuk pembungkus makanan (misal ikan) karena merupakan
polimer alami.
Untuk mengetahui peranan tumbuhan Jati, maka perlu mengkaji tentang karakteristik
tumbuhan Jati yang meliputi deskripsi, habitus dan klasifikasi ilmiah.

BAB II
MORFOLOGI TANAMAN JATI

Secara morfologis, tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 30 45
m. Dengan pemangkasan, batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15 20 cm.
Diameter batang dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu kasar, berwarna kecoklatan atau abu-abu
yang mudah terkelupas. Percabanganjauh dari batang utama. Pangkal batang berakar papan
pendek dan bercabang sekitar empat.
Klasifikasi Ilmiah Tumbuhan Jati
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tectona grandis

Pohon besar dengan batang yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang
bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak
terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati
blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jw., bambu)
nampak seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batang coklat kuning keabu-abuan,
terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang. Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat
tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4
meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5
meter. Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang
lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur
lebih daripada 80 tahun. Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan
tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm
80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 20 cm. Berbulu halus
dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna
kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang
muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya. Bunga majemuk terletak
dalam malai besar, 40 cm 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun
dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon.
Taju mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu. Buah berbentuk bulat agak
gepeng, 0,5 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya
satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung
menyerupai balon kecil.
Tata daun berbentuk opposite dengan bentuk daun besar membulat seperti jantung,
berukuran panjang 20-50 cm dan tebal 15-40 cm. Ujung daun meruncing, pangkal daun
tumpul dan tepi daun bergelombang. Permukaan atas daun kasar sedangkan permukaan
bawah daun berbulu. Pertulangan daun menyirip. Tangkai daun pendek dan mudah patah
serta tidak memiliki daun penumpu (Stipule). Tajuk tidak beraturan. Daun muda (Petiola)
berwarna hijau kecoklatn, sedangkan daun tua berwarna hijau tua keabu abuan.
Bunga jati bersifat majemukyang terbentuk dalam malai bunga (inflorence) yang
tumbuh terminal diujung atau tepi cabang. Panjang malai antara 60-90 cm dan lebar antara
10-30 cm. Bunga jantan (Benang sari) dan betina (Putik) berada dalam 1 (satu) Bunga
(monoceus). Bunga bersifat actinomorfic , berwarna putih, berukuran 4-5 mm (lebar)dan 6-8
mm (Panjang). Kelopak bunga (calyx) berjumlah 5-7 dan berukuran 3-5 mm. Mahkota bunga
(corolla) tersusun melingkar berukuran sekitar 10 mm. Tangkai putik (Stamen) berjumlah 5-6
buah dengan filamen berukuran 3 mm, antara memanjang berukuran 1-5 mm, ovarium
membulat berukuran sekitar 2 mm. Bunga yang terbuahi akan menghasilkan buah berukuran
1-1,5 mm. Tanaman jati akan mulai berbunga pada saat musim hujan.
Kondisi Ekologi yang Diperlukan Untuk penanaman jati dalam areal yang luas, maka
sebagaimana tanaman perkebunan lainnya persyaratan ekologis mutlak diperlukan. Ini lebih
pada tingkat keberhasilan penanaman jati yang kita laksanakan. Sebenarnya tanaman jati
tidak memerlukan kondisi tanah dengan topografi yang terlalu menuntut, tetapi akan lebih
baik apabila tanah pada kisaran kemiringan lereng dari datar sampai maksimum 20%. Ini juga
dalam kaitan mencegah terjadinya erosi besar-besaran saat tanah diolah untuk penanaman,
sehingga tanah yang memiliki kemiringan curam tidak dibenarkan untuk dibuka. Jenis tanah
yang baik untuk pertumbuhan tanaman jati adalah tanah yang memiliki tekstur lempung,
lempung berpasir atau liat berpasir, meskipun untuk beberapa jenis tanah tanaman jati masih
dapat tumbuh dengan baik. Tanaman jati ini sangat menyenangi tanah dengan prorositas dan
drainase yang baik, dan sebaliknya akan tumbuh tidak baik pada tanah-tanah yang tergenang.
Tanaman jati memerlukan curah hujan pada kisaran 750 2500 mm/tahun, meskipun untuk
curah hujan > 3000 mm/tahun masih dapat tumbuh meskipun kekuatan kayu yang dihasilkan
tidak terlampau baik. Saat ini saya sudah menanam jati berumur pendek ini dalam areal
sekitar 10 hektar di Sukabumi yang memiliki curah hujan > 1500 mm/tahun. Suhu yang
paling optimum untuk tanaman jati adalah sekitar 32 42 C dengan kelembaban 60-80%.
Pohon , tinggi sampai 40 m. Batang jauh di atas tanah baru bercabang. Bagian yang
muda dan bagian sisi bawah daun berbulu vilt rapat, berbentuk bintang. Daun bertangkai
pendek, kadang- kadang duduk, elips atau sedikit banyak bulat telur , dengan ujung yang
berbentuk baji dan bagian pangkal yang menyempit, pada cabang yang berbunga, 23-40 kali
11-21 cm. Daun yang muda sering coklat kemerah- merahan. Karangan bunga tersusun dari
anak payung menggarpu, di ujung, berambut serupa tepung ditutupi dengan kelenjar. Bunga
ltak 1 cm garis tengahnya, jarang berbilangan 5, biasanya berbilangan 6-7. Kelopak
berbentuk lonceng, pada waktu menjadi buah membesar dan melembung. Mahkota bentuk
jantera corong, dengan tabung pendek, putih, kadang- kadang agak ros, leher tidak berambut.
Benang sari sebanyak tajumahkota, menjulang jauh. Bakal buah beruang 4, bakal biji 4.
Tangkai putik dengan ujung yang terbelah dua pendek. Buah berambut kasar, inti tebal,
berbiji 2-4. Mungkin dari India Belakang, ditanam dan liar, terutama di daerah kering secara
berkala, sampai 650 m. Musim berbunga kebanyakan dalam permulaan musim penghujan.
Di bawah pengawasan kehutanan banyak ditanam pohon yang merupakan penutup
tanah yang sangat berharga pada tanah kering secara berkala, bahkan pada daerah yang tak
subur, kayu jati yang sangat tahan lama sangat tepat untuk bangunan rumah dan pembuatan
mebel. Daunnya oleh penduduk dipergunakan untuk bahan pembungkus. Dalam musim
kemarau pohon tidak berdaun lamanya berbulan- bulan.

BAB III
BUDIDAYA TANAMAN JATI

Secara garis besar, pengadaan bibit jati dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara
generatif dan secara vegetatif. Secara generatif, pengadaan bibit jati dilakukan dengan
menggunakan biji. Biji jati yang akan digunakan dipilih yang masih baru, karena biji jati
yang telah disimpan sangat mudah berkurang daya kecambahnya. Buah jati termasuk jenis
buah batu, memiliki kulit yang keras dan persentase perkecambahan rendah dibandingkan
dengan species lain. Untuk itu perlakuan-perlakuan tertentu dilaksanakan agar mampu
memecah dormansi biji.

1. SYARAT TUMBUH TANAMAN JATI

Syarat Tumbuh Budidaya Pohon Jati di Indonesia menurut dinas pertanian adalah
ditempat yang beriklim tropis, kalau di Indonesia seperti seluruh pulau jawa, sebagian pulau
sumatra, sulawesi selatan, sulawesi tenggara, NTB dan maluku dengan Syarat Tumbuh
Budidaya Pohon Jati sebagai berikut:

1. Curah hujan 1500-2500mm/tahun.


2. Bulan kering 2-4 bulan.
3. Tinggi lokasi penanaman 10-1000 m dari permukaan laut.
4. Intensitas cahaya 75-100%.
5. Ph tanah 4-8.
6. Jenis tanah lempung berpasir, hindari tanah becek/rawa dan cadas.

Syarat Tumbuh Budidaya Pohon Jati untuk wilayah Lampung masih dalam area yang
disebutkan diatas. Selain yang disebutkan diatas Syarat Tumbuh Budidaya Pohon Jati yang
saya lihat bagus adalah ditanah pegunungan batu kapur dimana banyak tumbuh tanaman
Pohon Jati. Indikasi yang jelas dapat kita temukan apakah cocok suatu tanaman pepohonan
didaerah itu itu adalah dengan melihat sekelliling daerah tersebut biasanya banyak terdapat
pepohonan yang kita maksud tumbuh secara liar.
Ditanah pegunungan yang terkenal subur Syarat Tumbuh Budidaya Pohon Jati jelas
terpenuhi, pohon jati bisa tumbuh lebih cepat itu sudah terbukti dengan melihat umur pohon
jati ditanah yang datar atau ladang biasa diameter batangnya berbeda dengan yang tumbuh
dilereng gunung. Pohon jati yang saya tanam berasal dari bibit alami, dan pola tanam yang
sangat tradisional hanya jarak saja yang teratur membuat terlihat seperti profesional. Untuk
mendapatkan batang yang bagus dan lurus kita harus mengatur jarak barisan antara 6 meter
8 meter sedangkan larikan antara 4 m 6 m sebagai Syarat Tumbuh Budidaya Pohon Jati
yang baik.

2. PERBANYAKAN TANAMAN JATI


Stek pucuk adalah metode perbanyakan vegetatif secara konvensional dengan
menumbuhkan terlebih dahulu tunas-tunas axilar pada media persemaian sampai berakar
sebelum dipindahkan ke lapangan. Keberhasilan stek pucuk tergantung pada beberapa
faktor dalam dan luar. Yang termasuk faktor dalam diantaranya adalah tingkat ketuaan
donor stek, kondisi fisiologi stek, waktu pengumpulan stek, dsb. Sedangkan yang termasuk
faktor luar antara lain adalah media perakaran, suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan
hormon pengatur tumbuh.

Gambar 2. Stek pucuk dan hasil stek umur 2 bulan


Tahapan yang perlu diperhatikan dalam pembuatan stek pucuk : Pengguntingan stek,
Pemberian hormon tumbuh, Penanaman stek, Aklimatisasi dan Pemeliharaan stek.
Tahapan yang perlu diperhatikan dalam pembuatan stek pucuk :

A. Peralatan stek :
1. Gunting stek untuk memotong batang stek , pisau atau cutter untuk memperhalus
permukaan stek, timbangan analitik, cetok, sekop, ayakan pasir, gembor, sprayer.
2. Tempat / bak stek yang memperhatikan drainase guna menghindarkan adanya genangan
air (bak perakaran dengan ukuran 500 x 600x 20 cm), plastik sungkup, ember plastik, bak
plastik.
3. Peneduh / sharlon dan sungkup untuk menjaga suhu dan kelembaban udara rata-rata 80%
dalam bak serta mengurangi intensitas cahaya matahari secara langsung ( 25%.)
4. Label yang memadai untuk memberikan informasi yang jelas dari perlakuan yang
digunakan dan tanggal pelaksanaan
5. Media yang sesuai untuk stek, yaitu media yang mampu menahan kelembaban air, cukup
aerasi dan dapat menahan dengan baik kedudukan stek yang ditanam (media stek yaitu
pasir, kompos dan topsoil dengan perbandingan 2 : 2 : 1).
6. Fasilitas penunjang diperlukan untuk memproduksi stek dalam jumlah besar dan jangka
panjang, antara lain adalah : pengaturan suhu, pengaturan naungan, pengaturan ventilasi,
pengaturan penyiraman dan pengaturan kelembaban ruangan yang dijalankan secara
otomatis merupakan suatu hal yang menunjang keberhasilan pembuatan stek .

B. Medium stek
Umumnya media yang digunakan untuk penyetekan adalah media yang mampu
menahan kelembaban air, cukup aerasi dan dapat menahan dengan baik kedudukan stek
yang ditanam. Media tersebut dapat menggunakan pasir dan kompos dengan
perbandingan 2 : 1 atau menggunakan pasir, kompos dan topsoil dengan perbandingan
2:2:1. Penempatan medium stek dapat menggunakan bak stek atau langsung
menggunakan polybag yang selanjutnya ditempatkan pada bak stek permanen.

C. Metode pengguntingan stek


Metoda pengguntingan stek yang dilakukan ada dua cara yaitu menggunting pada
kebun pangkas berdasar pertumbuhan kebun pangkas dan cara untuk menggunting untuk
stek dari tunas di kebun pangkas.
Pengguntingan pada setiap sumbu pokok atau tunas dilakukan pada sekitar 1 cm
diatas mata /nodum (duduk daun) karena zat auksin yang membantu pertumbuhan jaringan
baru terletak di bawah nodum tersebut. Pada prinsipnya setiap mata akan menghasilkan
tunas baru asalkan dijaga pertumbuhan dominansi apikalnya. Pada cabang yang tertinggal
di sumbu pokok dibiarkan tumbuh sampai mempunyai 3-5 daun dewasa baru digunting
ujung cabangnya.Daun pada stek dikurangi hingga tinggal 2/3nya.

D. Metode pemberian hormon


Pemberian hormon dalam bentuk larutan IBA ( Indole Buteric Acid), NAA (Naftalene
Acetic Acid ) dan IAA (Indole Acetic Acid), biasanya menggunakan konsentrasi 10 sampai
30 ppm dan direndam selama beberapa saat. Cara pembuatan hormon dalam bentuk
larutan ini pertama tama adalah melarutkan hormon dengan sedikit alkohol, kemudian
ditambahkan air sedikit demi sedikit dengan pipet sesuai dengan konsentrasi yang
diinginkan. Pemberian dengan cara bubuk dapat dilakukan dengan cara mencampur
hormon tersebut dengan bubuk (talk) sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan dan
langsung dioleskan pada stek secara langsung atau terlebih dahulu dibuat pasta.

E. Cara penanaman stek jati


Pada dasarnya penanaman stek memerlukan syarat-syarat tertentu antara lain :
a. Kelembaban tinggi ( > 80 %), disemprot dengan sprayer 2x sehari (pagi dan siang).
b. Suhu lingkungan berkisar antara 24 32 Celcius.
c. Media tanah mempunyai aerasi yang baik dan terjaga kelembabannya dengan baik.
d. Intensitas cahaya matahari yang masuk 25%.

Beberapa cara penanaman stek yang umum digunakan adalah :


a. Penanaman langsung pada bedengan , dengan membuat gundukan dibawah rimbunan
tanaman yang sengaja dibuat untuk peneduh dan akan lebih baik bila tanahnya disterilkan
terlebih dahulu.
b. Penanaman dengan menggunakan bak tabur. Umumnya media yang digunakan adalah
dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai kemampuan untuk menahan air dengan baik
dan darinase yang baik. Bak tabur dapt dilengkapi sungkup plastik dan jaring naungan
untuk menjaga suhu dan kelembaban serta intensitas cahaya.
c. Penanaman dengan menggunakan polybag secara langsung yang mana kantong tersebut
setelah ditanami diletakkan dibawah sungkup plastik dengan diberi naungan. Penanaman
stek dengan polybag lebih praktis dan efisien, karena stek yang berakar tidak perlu disepih
lagi.
F. Pemeliharaan dan penyapihan stek
Pemeliharaan stek terdiri atas penyiraman secara rutin pagi dan sore, penyiangan dari
rumput/ lumut serta penyemprotan dari hama dan penyakit. Penyapihan stek dilakukan
apabila stek yang ditanam sudah berakar dan siap diaklimatisasi pada tempat diluar bedeng
dengan intensitas cahaya yang bervariasi

3. TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN JATI

A. Pengadaan benih dan perkecambahan.


(a) Buah jati direndam dalam air dingin, lalu dijemur di bawah terik matahari, diulang selama 1 -
2 minggu.
(b) Biji jati direndam dalam air dingin air panas bergantian selama 1 minggu.
(c) Daging buah digosok dengan amplas, sehingga memudahkan air dan udara masuk kedalam
biji.
(d) Biji jati direndam dalam larutan asam sulfat pekat ( H2SO4 ) selama 15 menit, kemudian
dicuci dengan air dingin setelah itu baru dikecambahkan dengan media pasir.
(e) Biji jati dioven pada suhu 50C selama 48 jam.
(f) Biji jati dimasukan dalam karung goni kemudian direndam pada air mengalir (sungai kecil)
selama 1 minggu kemudian ditiriskan selama 1 hari, selanjutnya ditabur di bedeng tabur.
(g) Media untuk pertumbuhan kecambah terdiri Media tabur menggunakan pasir steril yang telah
dijemur dibawah sinar matahari selama 1 hari, atau dapat juga disemprot dengan fungisida
(Benlate).
(h) Media kecambah (pasir) ditempatkan pada bak tabur dan jangan sampai dipadatkan.
(i) Benih ditanam dengan bekas tangkainya dibawah, ditekan kedalam media sedalam 2 cm
kemudian ditimbun.
(j) Penyiraman dilakukan agar media menjadi basah, dan pada benih jati akan terjadi proses
pengecambahan.
(k) Pada hari ke 23 sampai ke 27, umumnya 20% biji jati mulai berkecambah. Perkecambahan
hingga 70% dari keseluruhan biji yang ditanam tercapai antara hari ke 44 hingga hari ke 47.

B. Pembibitan.
Polybag yang kita siapkan berisi tanah, pupuk organic/kandang, dan rambut padi,
dengan perbandingan 1 : 3 : 2. dan semprotkan pupuk cair sebagai pembenah dan pengelola
unsur hara, yang terdiri dari: Pupuk hayati Bio P 2000 Z + Phosmit + air dengan
perbandingan 1 : 1 : 180. Semprotkan secukupnya ( 1 liter campuran untuk 50 liter media
pembibitan)
Perawatan di pembibitan terdiri dari penyiraman dan pemupukan ulang dilakukan pada
bulan ke 3. Setelah bibit berumur 3 bulan kondisinya sudah siap untuk ditanam di lapangan.
Selain dengan biji, maka pembbitan dapat dilakukan dengan stek pucuk. Media yang
digunakan untuk penamanan stek adalah pasir, kompos dan tanah top soil dengan
perbandingan 2:2:1). Pengguntingan dilakukan pada tunas tunas yang tegak (orthotrop)
pengguntingan pada setiap sumbu pokok atau tunas dilakukan pada sekitar 1 cm diatas
mata/nodum (duduk daun) karena zat auksin yang membantu pertumbuhan jaringan baru
terletak di bawah nodum tersebut. Pada prinsipnya setiap mata akan menghasilkan tunas baru
asalkan dijaga pertumbuhan dominansi apikalnya. Pada cabang yang tertinggal disumbu
pokok dibiarkan tumbuh sampai mempunyai 3 - 5 daun dewasa baru digunting ujung
cabangnya. Daun pada stek dikurangi hingga tinggal 2/3 nya.

C. Penyiapan lahan.
a) Penyiapan lahan untuk tanaman hutan.
- Pada tanaman di lahan HTR yang perlu diperhatikan adalah penentuan luas lahan dan
jarak tanam serta lamanya produk kayu yang akan dipanen. Karena model yang diharapkan
adalah rotasi tanam hutan yang berkelanjutan. Jika akan membutuhkan waktu panen antara 5
s/d 6 tahun maka jarak yang digunakan adalah jarak tanam dapat menggunakan 2,5 X 2.5
meter. Sehingga dalam 1 ha terdapat 1300 pohon. Jika umur panen 7 s/d 8 tahun maka
sebaiknya menggunakan jarak tanah 2,5 X 3 meter.
- Untuk menata jarak tanam dan arah yang tepat maka dapat dilakukan dengan
memberi ajir terlebih dahulu, kemudian digali lobang dengan ukuran 30 cm X 30 cm X 30
cm.
- Setelah 10 hari sejak penggalian lobang, maka galian tersebut diberi pupuk kandang dan
pupuk an organik
- Lahan diberikan pupuk hayati Bio P 2000 Z + Phosmit + 200 liter air dalam 1
ha. Kegunaan pupuk ini sebagai pembenah tanah, pengelola unsur hara yang ada di alam.
b) Penyiapan lahan untuk tanaman sela.
- Selain lahan untuk tanaman hutan, disiapkan pula lahan untuk tanaman sela penanaman.
- Setelah lahan sudah tersedia dan dalam keadaan siap tanam maka bibit yang sudah disediakan
ditanam pada lobang yang telah disiapkan.
- Gunting separuh daun - daun yang ada pada bibit dan sisakan 2 daun (hal ini dilakukan agar
konsentrasi pertumbuhan pada saat tanam ada pada daun baru ).
- Masukkan bibit dan taruh pupuk tambahan sejajar dengan tajuk daun. Timbun lubang dengan
tanah bagian bawah pada saat penggalian awal.

D. Pemeliharaan

1. Pendangiran (membersihkan piringan seluas canopy tanaman) dan pembumbunan.


Tiga bulan setelah tanam, piringan seluas canopy didangir, dibersihkan dari
gulma/tumbuhan pengganggu lainnya, serta dibumbun. Pendangiran adalah kegiatan
penggemburan tanah di sekitar tanaman untuk memperbaiki sifat fisik tanah (drainase tanah),
yang dapat memacu pertumbuhan tanaman jati. Pendangiran dilakukan pada umur tanaman
jati 3 bulan hingga 4 tahun dan dilakukan 1 - 2 kali dalam setahun
2. Penyulaman tanaman yang mati atau kerdil.
Selama proses pemeliharaan berlangsung, penyulaman dilakukan untuk mengganti
tanaman yang mati atau tidak sehat karena terserang penyakit atau tanaman yang jelek
pertumbuhannya (patah, bengkok, dan gundul). Penyulaman dilakukan selama masa awal
pemeliharaan yaitu 1 - 2 tahun, frekwensi penyulaman 2 kali setahun
3. Penyiangan atau pengendalian gulma
Rumput, alang-alang dan gulma harus dikendalikan karena menjadi pesaing tanaman
jati dalam memperoleh cahaya matahari, kelembaban dan unsur hara tanah.
Penyiangan gulma dilakukan, baik pada musim kemarau maupun musim hujan.
Frekwensi penyiangan minimum 3 - 4 bulan sekali dalam setahun saat tanaman jati berumur
1 - 2 tahun. Selanjutnya penyiangan dilakukan setiap 6 - 12 bulan sekali sampai tanaman
dipanen.

4. Pemupukan tanaman
Tiga bulan setelah ditanam, tanaman jati diberi pupuk NPK (15:15:15) 100gr. Cara
pemupukan: tanah seluas canopy didangir dan digemburkan terlebih dahulu (hati-hati jangan
terlalu dalam agar tidak mengenai akar), lalu dibuatkan siring melingkar (lebar siring 10 cm
dan dalamnya 15 cm) dengan diameter siring tepat diujung canopy atau tepat diujung akar-
akar rambut yang akan menyerap pupuk tersebut. Kemudian masukkan pupuk dan
selanjutnya siring ditutup kembali dengan tanah dan dilakukan penyiraman.
Pemupukan selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama seperti tersebut di atas, pada
usia tanaman dan dengan dosis per pohon sebagai berikut:
Usia tanaman 6 bulan dengan dosis 100gr NPK
Usia tanaman 9 bulan dengan dosis 100gr NPK
Usia tanaman 12 bulan dengan dosis 100gr NPK
Usia tanaman 24 bulan dengan dosis 100gr NPK dan 50gr Urea
Usia tanaman 48 bulan dengan dosis 100gr NPK dan 100gr Urea

5. Pemangkasan cabang dan Perwiwilan


Pemangkasan cabang adalah kegiatan pembuangan cabang yang tidak diinginkan
untuk memperoleh batang bebas cabang sampai ketinggian 6 meter dari tanah. Memangkas
atau memotong cabang harus tepat dipangkal batang atau ruas pertama dari tunas air. Untuk
menghindari kontak dengan bibit penyakit, luka bekas pemangkasan sebaiknya ditutupi
dengan bahan penutup luka seperti ter atau parafin.
6. Pemangkasan tonggak penyangga
Jika ada tanaman yang tumbuhnya tidak tegak/agak condong atau pertumbuhannya
tidak tegar (agak kurus maka perlu diberi penyangga).

7. Pemberantasan Hama dan Penyakit


Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan alat Hand Sprayer
pada dosis/takaran, serta cara yang tepat (dosis/takaran dan caranya dapat dibaca pada
kemasan produk obat pestisida yang digunakan). Hama dan penyakit, tanda serangan, akibat
yang ditimbulkan serta pestisida pemberantasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

a) Hama ulat jati (Hyblaea puera & Pyrausta machaeralis) yang menyerang pada awal musim
penghujan, yaitu sekitar bulan Nopember Januari dengaan gejalan daun-daun yang
terserang berlubang karena dimakan ulat. Bila jumlah ulat tersebut tidak banyak cukup
diambil dan dimatikan. Bila tingkat serangan sudah tinggi, maka perlu dilakukan
pengendalian dengan cara penyemprotan menggunakan insektisida.
b) Hama uret (Phyllophaga sp) yang merupakan larva kumbang, biasanya menyerang
pada bulan Februari April dengan memakan akar tanaman terutama yang masih muda,
sehingga tanaman tiba-tiba layu, berhenti tumbuh dan kemudian mati. Jika media dibongkar,
akar tanaman terputus/rusak dan dapat dijumpai hama uret. Kerusakan dan kerugian paling
besar akibat serangan hama uret terutama terjadi pada tanaman umur 1-2 bulan di lapangan,
tanaman menjadi mati. Pencegahan dan pengendalian hama uret dilakukan dengan
penambahan insektisida granuler di lubang tanam pada saat penanaman atau pada waktu
pencampuran media di persemaian, khususnya pada lokasi-lokasi endemik/rawan hama uret.
c) Hama Tungau Merah (Akarina), biasanya menyerang pada bulan Juni Agustus dengan
gejala daun berwarna kuning pucat, pertumbuhan bibit terhambat. Hal ini terjadi diakibatkan
oleh cairan dari tanaman/terutama pada daun dihisap oleh tungau. Bila diamati secara teliti, di
bawah permukaan daun ada tungau berwarna merah cukup banyak (ukuran 0,5 mm) dan
terdapat benang-benang halus seperti sarang laba-laba. Pengendalian hama tungau dapat
dilakukan dengan menggunakan akarisida.
d) Hama kutu putih/kutu lilin yang bisa menyerang setiap saat pada bagian pucuk (jaringan
meristematis). Pucuk daun yang terserang menjadi keriting sehingga tumbuh abnormal dan
terdapat kutu berwarna putih berukuran kecil. Langkah awal pengendalian berupa pemisahan
bibit yang sakit dengan yang sehat karena bisa menular. Bila batang sudah mengkayu, batang
dapat dipotong 0,5 1 cm di atas permukaan media; pucuk yang sakit dibuang/dimusnahkan.
Jika serangan sudah parah dan dalam skala yang luas maka dapat dilakukan penyemprotan
dengan menggunakan akarisida.
e) Hama lalat putih atau serangga kecil bertubuh lunak, mirip lalat, termasuk dalam ordo
Homoptera. Hama ini mencucuk dan mengisap cairan tanaman sehingga menjadi layu, kerdil
bahkan mati. Selain itu dapat menularkan virus dari tanaman sakit ke tanaman sehat.
Pengendalian hama ini dapat dilakukan secara 1) biologis menggunakan musuh alami berupa
predator dan parasitoid, 2) melakukan wiwilan daun dan penjarangan bibit dalam bedengan,
3) penyemprotan larutan campuran insektisida-deterjen sedini mungkin ketika mulai terlihat
di persemaian, terutama diarahkan ke permukaan daun bagian bawah, karena serangga ini
mengisap cairan dan tinggal pada bagian tersebut, 4) secara mekanis, menggunakan alat
penjebak lalat putih (colour trapping) dan 6) pemupukan NPK cair, untuk meningkatkan
pertumbuhan dan kesehatan bibit di persemaian.
f) Penyakit layubusuk semai sering terjadi pada kondisi lingkungan yang lembab, seperti
pada musim hujan. Penyakit ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu 1) serangan penyakit
yang dipicu oleh kondisi lingkungan yang lembab dengan gejala banyaknya bibit yang
membusuk. Penanganan secara mekanis dapat dilakukan dengan penjarangan bibit, wiwil
daun dan pembukaan naungan untuk mengurangi kelembaban. 2) serangan penyakit yang
dipicu oleh hujan malam hari/dini hari pada awal musim hujan dengan gejala berupa daun
layu seperti terkena air panas. Penyakit ini umumnya muncul pada saat pergantian musim
dari musim kemarau ke musim penghujan, saat hujan pertama turun yang terjadi pada malam
hari atau dini hari pada awal musim hujan. Seranga penyakit terutama pada bibit yang masih
muda dan menyebar dengan cepat.
g) Hama rayap biasa menyerang tanaman jati muda pada musim hujan yang tidak teratur atau
puncak musim kemarau. Prinsip pengendaliannya dengan mencegah kontak rayap dengan
batang/perakaran tanaman. Usaha yang dapat dilakukan dengan mengoleskan kapur serangga
di pangkal batang, menaburkan abu kayu di pangkal batang pada waktu penanaman,
pemberian insektisida granuler (G) pada lubang tanam ketika penanaman khususnya pada
lokasi yang endemik/rawan rayap,
mengurangi kerusakan mekanis pada perakaran dalam sistem tumpang sari dan
menghilangkan sarang-sarangnya.
h) Hama penggerek batang/oleng-oleng (Duomitus ceramicus) adalah bentuk larva yang hidup
dalam kulit pohon, menggerek kulit batang sampai kambium dan memakan jaringan kayu
muda, membuat liang gerek yang panjang, terutama bila pohon jati kurang subur dan
menyebabkan terbentuknya kallus (gembol). Fase larva ini biasanya berlangsung antara April
September. Pengendalian oleng-oleng dengan insektisida fumigan sehingga dapat mengenai
sasaran dengan cepat. Pemilihan jenis tanaman tumpang sari yang pendeek, di daerah
endemik perlu dilakukan agar ruang tumbuh di bawah tajuk tidak terlalu lembab.
Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan penggunaan perangkap lampu (light
trap) pada malam hari.
i) Hama penggerek pucuk biasanya menyerang tanaman jati muda. Ulat ini berwarna
kemerahan dengan kepala berwarna hitam; dibelakang kepala terdapat cincin kuning
keemasan Gejala awal biasanya pada bagian pucuk apikal tiba-tiba menjadi layu dan
mengering sepanjang 30-50 cm, yang disebabkan karena adanya lubang gerekan kecil (
2mm) di bawah bagian yang layu/kering.. Pada bagian ujung batang utama yang mati akan
keluar tunas-tunas air/cabang-cabang baru. Pengendalian hama ini dapat dilakukan injeksi
insektisida sistemik ke batang dan mengurangi/menghilangkan tunas-tunas air yang muncul
agar pucuk yang stagnasi dapat aktif tumbuh lagi. Bila tidak segera dihilangkan maka tunas
air yang muncul akan menggantikan fungsi batang utama, sehingga batang di bagian atas
membengkok.
j) Hama Kutu Putih (Pseudococcu /mealybug) menyerang dengan menghisap cairan tanaman
terutama pada musim kemarau. Seluruh tubuhnya dilindungi oleh lilin/tawas dan dikelilingi
dengan karangan benang-benang tawas berwarna putih; pada bagian belakang didapati
benang-benang tawas yang lebih panjang. Hama ini sering menyebabkan daun keriting,
pucuk apikal tumbuh tidak normal (bengkok dan jarak antar ruas daun pendek). Hama ini
biasanya akan menghilang pada musim hujan namun kerusakan yang terjadi dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman. Hama kutu ini bersimbiosis dengan semut gramang
(Plagiolepis longipes) dan semut hitam (Dolichoderus bituberculatus) yang sering
memindahkan kutu dari satu tanaman ke tanaman lain. Pengendaliannya dengan
penyemprotan insektisida nabati dan pemotongan bagian-bagian yang cacat dan hendaknya
dilakukan pada awal musim penghujan.
k) Hama kupu putih (peloncat flatid putih) umumnya menyerang tanaman jati muda. Dari
kenampakannya, hama kupu putih yang menyerang jati ini sangat mirip dengan spesies flatid
putih Anormenis chloris. Jenis serangga flatid jarang dilaporkan menyebabkan kerusakan
ekonomis pada tanaman budidaya. Namun demikian, apabila populasinya tinggi dalam skala
luas pada musim kemarau yang panjang akan memperbesar tekanan terhadap tanaman muda
sehingga meningkatkan resiko mati pucuk. Pengendalian hama ini dilakukan dengan aplikasi
insektisida sistemik melalui batang (bor/bacok oles) dan penyemprotan bagian bawah daun,
ranting dan batang dengan insektisida racun lambung.
l) Hama kumbang bubuk basah (Xyleborus destruens) atau kumbang ambrosia menyerang
pada batang jati di daerah-daerah dengan kelembaban tinggi. Di daerah yang curah hujannya
lebih dari 2000 mm per tahun, serangan hama ini dapat ditemukan sepanjang tahun. Gejala
yang nampak berupa kulit batang berwarna coklat kehitaman akibat adanya lendir yang
bercampur kotoran X. destruens. Serangan hama ini tidak mematikan pohon atau
mengganggu pertumbuhan tetapi akibat saluran-saluran kecil melingkar pada batang akan
menurunkan kualitas kayu. Pencegahan dilakukan dengan tidak menanam jati di daerah yang
curah hujannya lebih dari 2000 mm per tahun. Menebang pohon-pohon yang diserang pada
waktu penjarangan. Mengurangi kelembaban mikro tegakan, misalnya dengan mengurangi
tumbuhan bawah dan melakukan penjarangan dengan baik.
m) Penyakit layu bakteri dapat menyerang bibit maupun tanaman muda di lapangan (umur 1-5
tahun) yang dapat menyebabkan kematian. Gejalanya daun (layu, menggulung, mengering
dan rontok), batang (layu dan mengering) serta bagian akar rusak. Pada kambium atau
permukaan luar kayu gubal nampak garis-garis hitam membujur sepanjang batang.
Pengendaliannya dapat dilakukan secara biologis, kimiawi dan cara silvikultur. Cara biologi
dan kimiawi baik untuk mengatasi serangan di persemaian, sedangkan untuk serangan pada
tanaman di lapangan, maka cara silvikultur lebih efektif dan aman. Cara biologi dilakukan
dengan menggunakan bakteri antagonis Pseudomonas fluorescens dan cara kimiawi
menggunakan bakterisida, yang disemprotkan ke seluruh permukaan tanaman dan sekitar
perakaran. Cara silvikultur dilakukan dengan memperbaiki drainase lahan dan pengaturan
jenis tumpang sari pada tanaman pokok jati.
n) Hama Inger-Inger (Neotermes tectonae) merupakan suatu golongan rayap tingkat rendah.
Gejala kerusakan berupa pembengkakan pada batang, umumnya pada ketinggian antara 5-10
m, dengan jumlah pembengkakan dalam satu batang terdapat 1-6 lokasi dan menurunkan
kualitas kayu. Waktu mulai hama menyerang sampai terlihat gejala memerlukan waktu 3-4
tahun, bahkan sampai 7 tahun. Serangan hama inger-inger umumnya pada lokasi tegakan
yang memiliki kelembaban iklim mikro tinggi, seperti akibat tegakan yang terlalu rapat.
Pencegahan dan Pengendalian dengan penjarangan yang sebaiknya dilakukan sebelum hujan
pertama atau kira-kira bulan oktober guna mencegah penyebaransulung (kelompok hama inger-
inger yang mengadakan perkawinan). Secara biologi hama ini mempunyai musuh alami seperti
burung pelatuk, kelelawar, tokek, lipan, kepik buas, cicak, dan katak pohon. Karena itu
keberadaan predator-predator tersebut harus dijaga di hutan jati.

E. Panen
Jati emas dapat tumbuh dengan cepat, tanaman dapat dipanen pada umur 8 tahun
setelah tanam dengan diameter antara 20 cm. Jika menginginkan kayu yang cukup besar
maka tanaman jati dapat dipelihara hingga 50 tahun. Dengan jarak tanah yang dianjurkan
tersebut maka panen jati dapat dilakukan antara 10 th hingga 12 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013.http://aimarusciencemania.wordpress.com/2012/11/05/deskripsi-tumbuhan-jati/.
di akses tanggal 14 november 2013.
---------. 2013b. http://satriamadangkara.com/syarat-tumbuh-budidaya-pohon-jati/. diakses
tanggal 14 November 2013.
---------. 2013c. http://forestryinformation.wordpress.com/2011/07/16/hama-dan-penyakit-pada-
tanaman-jatidan-cara-pengendaliannya/. diakses tanggal 14 November 2013.
---------. 2013d. http://dimasadam21.blogspot.com/p/kultur-jaringan-tanaman-jati.html
. diakses tanggal 14 November 2013.
---------. 2013e. http://jualbibitjati.blogspot.com/2012/02/pemeliharaan-tanaman-jati-kultur.html.
diakses tanggal 14 November 2013.
---------. 2013f. http://budi-daya-pohon.blogspot.com/2012/07/seputar-tanaman-jati.html. diakses
tanggal 14 November 2013.
---------. 2013g. http://www.scribd.com/doc/86537063/Perbanyakan-Bibit-Jati-Melalui-Kultur-
Jaringan. diakses tanggal 14 November 2013.
---------. 2013h. http://www.irwantoshut.net/jarak_tanam_jati.html. diakses tanggal 14
November 2013.

ultur Jaringan Tanaman


Perkebunan
Kultur Jaringan Tanaman Perkebunan

KULTUR JARINGAN
Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture. Kultur adalah
budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama.
jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil
yang mempunyai sifat seperti induknya.Kultur jaringan akan lebih besar presentase
keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda,
yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan
vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue culture.
Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat
hormon yang mengatur pembelahan.
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur
jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman
seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan
secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus
cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman
lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan
menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat
steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya
untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur
jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan
induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan
tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat,
kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan
dengan perbanyakan konvensional.

Teori Dasar Kultur Jaringan

a. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel
zigot karena berasal dari satu sel tersebut (Setiap sel berasal dari satu sel).
b. Teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki potensi genetik
seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman
lengkap.

TEKNIK KULTUR JARINGAN :

Teknik kultur jaringan sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan tanaman
yang sering disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium pada atau
cair yang cocok dan dalam keadaan steril. dengan cara demikian sebaian sel pada permukaan
irisan tersebut akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk
dipindahkan kedlam medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang
lengkap dan disebut planlet. Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu
jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dalam jumlah yang besar.
Pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman ini berdasarkan teori sel sperti yang
dikemukakan oleh Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan
mempunyai kemampuan totipotensi.
Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, darimana saja sel tersebut diambil, apabila
diletakkan dilingkungan yangsesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna.Teknik
kultur jaringan akan berhasil dengan baik

PRINSIP

TEKNIK KULTUR JARINGAN MEMANFAATKAN PRINSIP PERBANYAKAN


TUMBUHAN SECARA VEGETATIF. BERBEDA DARI TEKNIK PERBANYAKAN
TUMBUHAN SECARA KONVENSIONAL, TEKNIK KULTUR JARINGAN
DILAKUKAN DALAM KONDISIASEPTIK DI DALAM BOTOL KULTUR DENGAN
MEDIUM DAN KONDISI TERTENTU. KARENA ITU TEKNIK INI SERING KALI
DISEBUT KULTUR IN VITRO. DIKATAKAN IN VITRO (BAHASA LATIN),
BERARTI "DI DALAM KACA" KARENA JARINGAN TERSEBUT DIBIAKKAN DI
DALAM BOTOL KULTUR DENGAN MEDIUM DAN KONDISI TERTENTU. TEORI
DASAR DARI KULTUR IN VITRO INI ADALAH TOTIPOTENSI. TEORI INI
MEMPERCAYAI BAHWA SETIAP BAGIAN TANAMAN DAPAT BERKEMBANG
BIAK KARENA SELURUH BAGIAN TANAMAN TERDIRI ATAS JARINGAN-
JARINGAN HIDUP. OLEH KARENA ITU, SEMUA ORGANISME BARU YANG
BERHASIL DITUMBUHKAN AKAN MEMILIKI SIFAT YANG SAMA PERSIS
DENGAN INDUKNYA.

PERSYARATAN

PELAKSANAAN TEKNIK INI MEMERLUKAN BERBAGAI PRASYARAT UNTUK


MENDUKUNG KEHIDUPAN JARINGAN YANG DIBIAKKAN.HAL YANG PALING
ESENSIAL ADALAH WADAH DAN MEDIA TUMBUH YANG STERIL. MEDIA
ADALAH TEMPAT BAGI JARINGAN UNTUK TUMBUH DAN MENGAMBIL
NUTRISI YANG MENDUKUNG KEHIDUPAN JARINGAN. MEDIA TUMBUH
MENYEDIAKAN BERBAGAI BAHAN YANG DIPERLUKAN JARINGAN UNTUK
HIDUP DAN MEMPERBANYAK DIRINYA.

Syarat-syarat yang Diperlukan :

Pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukkan kalus

Penggunaan medium yang cocok

Keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair.
Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih
bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, seperti:
daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Bila menggunakan
embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan, yang perlu diperhatikan adalah
kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur dan dormansi.
KEUNTUNGAN PEMANFAATAN KULTUR JARINGAN
Pengadaan bibit tidak tergantung musim
Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih
cepat (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal
10.000 planlet/bibit)
Bibit yang dihasilkan seragam
Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan
lingkungan lainnya
Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki
Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman
dewasa
KEKURANGAN PEMANFAATAN KULTUR JARINGAN
Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit.
Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan
(laboratorium khusus), peralatan dan perlengkapan.
Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur
jaringan agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan
Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh

Kultur Jaringan Jati

Jati (Tectona grandis) merupakan tanaman keras yang


mempunyai daur hidup yang sangat panjang, sehinga
pemanenan kayu baru dapat dilakukan di atas 40 tahun. Namun
dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam bidang pemuliaan tanaman dengan
menggunakan bioteknologi tanaman, sekarang ini telah
ditemukan jenis-jenis tanaman Jati Kultur Jaringan yang dapat
dipanen lebih cepat (15 sampai 20 tahun) dengan mutu kayu
dapat diterima di pasaran baik nasional maupun internasional.
SEAMEO BIOTROP sejak

Persyaratan Tumbuh

Jati Kultur Jaringan tumbuh sangat baik di iklim tropis


Indonesia, terutama di daerah-daerah yang tanahnya banyak mengandung
kapur. Selain itu tanaman ini juga tumbuh di daerah yang memiliki musim
kering yang nyata (3 - 5 bulan), curah hujan 1.500 - 2.000 mm/tahun dan
temperatur 27 - 36oC. Jati Kultur Jaringan dapat tumbuh baik pada dataran
rendah sampai dataran tinggi sampai ketinggian 800 m dpl. Tanah yang baik
yaitu tanah aluvial dengan pH 4.5 - 7 dan yang terpenting tidak tergenang air.

Perbandingan Pertumbuhan Jati Kultur Jaringan dan Jati Konvensional

Pertumbuhan Jati Kultur Jaringan seragam.


Volume kayu yang dihasilkan kurang lebih 3 kali lebih besar dibandingkan
Jati konvensional

Pohon Jati
Tahun Pertumbuhan
Konvensional Kultur Jaringan

Tinggi (m) 4.0 16.0


5
Diameter (cm) 3.5 27.5

Tinggi (m) 6.0 17.0


10
Diameter (cm) 8.0 34.0

Tinggi (m) 12.0 20.0


15
Diameter (cm) 17.0 40.0

Cara Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman


1. Jarak tanam untuk sistem monokultur adalah 2 m x 2.5 m, sehingga
populasi per hektar adalah 2000 tanaman. Penjarangan dilakukan 2 kali, yaitu
pertama dilakukan pada tahun ke 5 - 7 sebanyak 1000 pohon, sedangkan yang
kedua dilakukan pada tahun ke 10 - 12 sebanyak 350 pohon. Sedangkan jarak
tanam untuk sistem tumpang sari adalah 3 m x 6 m (555 pohon/ha).
2. Lubang tanaman dibuat dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm (p x l x
d). Pada 2 minggu sebelum tanam lubang diberi 2 kg pupuk kandang dan 100
gr dolomit. Penanaman dilakukan dengan meletakkan bibit ditengah-tengah
lubang tanam, kemudian ditimbun sampai dengan leher batang berada pada
permukaan tanah.
3. Pemupukan dilakukan pada saat penanaman, 3 bulan dan 6 bulan setelah
penanaman, selanjutnya setiap enam bulan sekali hingga tahun ke-2.
Pemupukan dilakukan dengan memberikan 100 - 200 gram NPK per pohon.
4. Kebersihan dari gulma seluas canopy harus dijaga dengan melakukan
pendangiran 3 bulan dan 6 bulan setelah penanaman pada saat akan
melakukan pemupukan.
5. Pruning, pemangkasan tunas samping dilakukan sampai ketinggian 6 m
dari permukaan tanah.

Analisa Hasil Panen Jati Kultur Jaringan (2000 pohon/ha)


Pohon Jati
Uraian
Th ke 5 Th ke 10 Th ke 15

Panen (pohon) 1000 350 850

Sisa (pohon) 1000 650 -

Tinggi (m) 12 15 17

Diameter (cm) 20 27 37

Volume (m3) 300 238 949

Harga Jual/m3 (Rp.) 500.000 1.000.000 1.500.000

Pendapatan (Rp.) 150.000.000 238.000.000 1.423.500.000

Produksi Bibit Jati Kultur Jaringan

Laboratorium Kultur Jaringan, Services


Laboratory SEAMEO BIOTROP telah dilengkapi peralatan laboratorium, rumah
kaca, dan lahan pembibitan yang memadai untuk memproduksi bibit Jati
dengan kapasitas produksi 50.000 - 100.000 bibit per bulan.

JATI EMAS

Industri furniture dengan orientasi ekspor sudah sejak lama menjadi bisnis
andalan, erlebih setelah lonjakan harga US dollar. Belakangan industri yang
menggunakan bahan baku berupa kayu jati (Tectona grandis), mahoni dll
menghadapi berbagai kendala yang bermuara pada keterbatasan sumber
bahan baku. Hambatan ekspor lainnya seperti resesi ekonomi yang melanda
beberapa negara tujuan ekspor, isu penggundulan hutan akibat penebangan
yang tidak terkendali dll berperan cukup signifikan. Terbatasnya sumber alam
disebabkan oleh siklus produksi pohon tanaman keras yang sangat panjang,
misalnya pohon jati membutuhkan waktu 40 tahun untuk bisa dipanen.
Bisa dibayangkan bahwa lahan-lahan kritis akan bertambah luas dan
rehabilitasinya membutuhkan waktu yang sangat panjang. Luas lahan kritis di
Indonesia saat ini mencapai luasan 56 juta hektar. Dari sudut ekologis,
penanaman jati emas membantu konservasi alam di sekitar lahan karena
sistem perakarannya menjaga tanah dari kemungkinan erosi air muka tanah.
Kehadiran tanaman jati emas merupakan terobosan baru dalam
mengantisipasi kelangkaan bahan baku industri kayu, rehabilitasi lahan kritis,
dan pencegahan kerusakan hutan tanaman jati. Tanaman jati emas merupakan
bibit unggul hasil budidaya sistem kultur jaringan dikembangkan pertama kali
dalam laboratorium, yang tanaman induknya pada mulanya berasal dari negara
Myanmar. Jati emas sudah sejak tahun 1980 ditanam secara luas di Myanmar
dan Thailand. Area penanamannya mencakup luas ribuan hektar. Sementara
Malaysia menyusul penanaman jati emas secara meluas di tanun 1990. Di
Indramayu, Jawa Barat sejak tahun 1999 telah dilakukan penanaman jati emas
sampai satu juta pohon.
Tanaman jati emas sudah bisa dipanen mulai umur 5 15 tahun, yang selain
keuntungan berupa pertumbuhan yang cepat, juga tumbuh dengan seragam
dan lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Apabila tanaman jati
konvensional berumur 5 tahun baru berdiameter 3,5 cm dan tinggi 4,0 m maka
jati emas pada umur yang sama (5 7 tahun) sudah mempunyai kayu yang
berdiameter 27,0 cm dan tinggi pohon 16 m. Dibandingkan dengan jenis kayu
pertukangan lain, kualitas kayu jati emas lebih baik, lagipula volume
penyusutan hanya 0,5 kalinya.
Penanaman jati emas cocok untuk daerah tropis terutama pada tanah yang
banyak mengandung kapur. Tanah yang ideal adalah tanah jenis aluvial dengan
kisaran pH 4,5 sampai 7. Dapat tumbuh dengan baik jika ditanam di daerah
dataran rendah (50 80 m dpl) sampai dataran tinggi dengan ketinggian 800 m
dpl. Tanaman ini diketahui sangat tidak tahan dengan kondisi tergenang air,
sehingga area pertanaman jati emas mutlak membutuhkan sistem drainase
yang baik.
Kisaran curah hujan antara 1.500 2.000 mm/tahun. Pola tanam untuk jati
emas biasanya dilakukan secara monokultur dengan jarak tanam 2 x 2,5 m.
Dalam satu hektar lahan bisa ditanam sebanyak 2.000 tanaman. Apabila
diterapkan pola tanam tumpang sari, dengan jarak tanam 3 x 6 m maka dalam
satu hektar bisa ditanam 555 pohon. Lubang tanam dibuat berukuran panjang,
lebar dan dalam sebesar 60 cm.
Tingginya animo penanaman jati emas didorong oleh faktor-faktor seperti
analisa keuntungan yang menggiurkan, cepatnya pengembalian modal, nilai
investasi yang relatip rendah, dan tingkat produktivitas tanaman yang sangat
tinggi. Lagipula kebutuhan pasar internasional akan produk kayu jati yang baru
terpenuhi 20 % dari Indonesia merupakan jaminan pemasaran yang sangat
berprospek. Harga bibit jati emas untuk pembelian di atas 5.000 pohon sekitar
Rp 12.000 / pohon (dalam Jawa) dan Rp 17.500 / pohon untuk daerah luar Jawa.
Produksi pohon jati emas antara lain dilakukan oleh Perum Perhutani.

Perkiraan Hasil Panen Kayu Jati Emas (2.000 pohon per hektar)
Uraian
Panen (pohon)

Sisa (pohon)

Tinggi (m)

Diameter (cm)

Volume (m3)

Catatan : Hasil kayu 3 kali panen (15 tahun) adalah 1.470 m3 / ha

Sumber : SEAMEO-BIOTROP dalam Bisnis Indonesia. 23-10-01

SUMBER :

SEAMEO-BIOTROP DALAM BISNIS INDONESIA.

WIKIPEDIA.ORG/WIKI/KULTUR_JARINGAN

JATIEMAS.WORDPRESS.COM

Anda mungkin juga menyukai