Anda di halaman 1dari 12

1.

Akuntan memiliki peran penting karena akuntan dianggap sebagai salah satu penentu
masa depan atau kelangsungan suatu bisnis. Peran akuntan bagi dunia bisnis :
a. Kontrol keuangan
Peran utama akuntan adalah pengontrol atau pengendali keuangan dalam
perusahaan. Dalam kegiatan ekonomi, khusunya di dunia bisnis, pengendalian
merupakan faktor penting yang menentukan kebersilan bisnis tersebut. Dengan
adanya akuntan, perusahaan akan mengetahui pengelolaan dana, berapa labanya, serta
apakah ada kerugian dari aktivitas ekonomi.
b. Evaluasi
Akuntan juga bisa berperan sebagai media evaluasi perusahaan. Laporan-
laporan akuntansi tentunya akan menunjukkan hasil perusahaan dalam periode-
periode tertentu. Laporan-laporan akuntansi pun pastinya berisi informasi-informasi
penting yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan. Dari laporan ini
pimpinan perusahaan bisa mengevaluasi bisnis yang dijalankan sekaligus
mengidentifikasi masalah-masalah keuangan yang sedang dihadapi.
c. Perencanaan
Akuntan tidak hanya berperan sebagai pengontrol keuangan perusahaan maupun
media evaluasi. Namun akuntan juga berperan penting dalam perencanaan perusahaan
di masa depan. Setelah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap laporan akuntansi
keuangan maka pimpinan perusahaan tentunya punya gambaran atau tujuan bisnis
yang ingin dicapai. Berdasarkan laporan akuntansi yang ada maka seorang pimpinan
akan bisa dengan mudah melakukan perencanaan-perencanaan tertentu terkait masa
depan perusahaannya.

2. Akuntan Publik KPMG


Jenis jasa yang diberikan :
1. Managing Partner
2. Audit and Assurance
Audit laporan keuangan memberikan kepastian atas informasi yang
digunakan oleh investor dan pasar modal.
3. Tax
Pendekatan kami untuk perencanaan pajak adalah multi-yurisdiksi dan
mencakup seluruh spektrum pajak langsung, tidak langsung dan pribadi. Kami
memberikan kualitas berorientasi bisnis saran pajak nasional dan internasional.
4. Advisory
Terdiri dari Manajemen Consulting Services, Risk Consulting Services, Deal
Advisory Services.

Struktur Organisasi :

John Veihmeyer John M. Scott


Chairman Deputy Chairman
KPMG International KPMG International

Bill Thomas Richard Rekhy


Chair - KPMG's Americas India
Region
Sai Choy Tham Shaun Murphy
Chair - KPMG's ASPAC Ireland
Region, Singapore

Sikander Sattar Domenico Fumagalli


Chair - KPMGs EMA Italy
region

Trevor Hoole Tsutomu Takahashi


Africa Japan

Peter Nash Kyo Tae Kim


Australia Republic of Korea

Pedro Melo Abdullah Al Fozan


Brazil MESA

Elio Luongo Victor Esquivel


Canada Mexico

Richard Cysarz Albert Roll


CEE Netherlands

Honson To Stefan Pfister


China Switzerland

Oleg Goshchansky Simon Collins


CIS United Kingdom

Jay Nirsimloo Lynne Doughtie


France United States

Klaus Becker
Germany

Jenjang Karir :
- Associate/Team Member
- Senior Associate/Senior Team Member
- Manager/ Senior Manager
- Director
- Partner
3. BPK

No. Pimpinan Tugas dan Wewenang Objek Tugas dan Wewenang


BPK
1. Ketua Melaksanakan: Pelaksana BPK dan para
(merangkap o pemeriksaan pengelolaan dan pemangku kepentingan
Anggota) tanggung jawab keuangan negara
secara umum bersama dengan
Wakil Ketua;
o tugas dan wewenang yang
berkaitan dengan kelembagaan
BPK;
o hubungan kelembagaan dalam
negeri dan luar negeri;
o pembinaan pemeriksaan
investigatif bersama dengan Wakil
Ketua; dan
o pembinaan tugas Direktorat
Utama Perencanaan, Evaluasi, dan
Pengembangan Pemeriksaan
Keuangan Negara bersama
dengan Wakil Ketua.
2. Wakil Ketua Melaksanakan: Pelaksana BPK dan para
(merangkap o pemeriksaan pengelolaan dan pemangku kepentingan
Anggota) tanggung jawab keuangan negara
secara umum bersama dengan
Ketua;
o pembinaan tugas Sekretariat
Jenderal, Direktorat Utama
Pembinaan dan Pengembangan
Hukum Pemeriksaan Keuangan
Negara, dan Inspektorat Utama;
o proses Majelis Tuntutan
Perbendaharaan;
o pembinaan pemeriksaan
investigatif bersama dengan Ketua;
dan
o pembinaan tugas Direktorat
Utama Perencanaan, Evaluasi, dan
Pengembangan Pemeriksaan
Keuangan Negara bersama
dengan Ketua.
3. Anggota I o melaksanakan pemeriksaan o Kemenko Bidang Politik,
pengelolaan dan tanggung jawab Hukum, dan Keamanan;
keuangan negara; dan o Kementerian Luar Negeri;
o memberikan pengarahan o Kementerian Hukum dan
pemeriksaan investigatif. HAM;
o Kementerian Pertahanan;
o Kementerian Perhubungan;
o Kejaksaan RI;
o Kepolisian Negara RI;
o Badan Intelijen Negara;
o Badan Narkotika Nasional;
o Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika;
o Lembaga Ketahanan
Nasional;
o Lembaga Sandi Negara;
o Komnas HAM;
o Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;
o KPU (termasuk KPU
Daerah Prov/Kab/Kota);
o Badan SAR Nasional;
o Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme;
dan
o Badan Pengawas
Pemilihan Umum,
o Lembaga yang dibentuk
dan terkait di lingkungan entitas
tersebut di atas.
4. Anggota II o melaksanakan pemeriksaan o Kementerian Koordinator
pengelolaan dan tanggung jawab Bidang Perekonomian;
keuangan negara; dan o Kementerian Keuangan;
o memberikan pengarahan o Kementerian Perdagangan;
pemeriksaan investigatif o Kementerian Perindustrian;
o Kementerian Perencanaan
Pembangunan
Nasional/BAPPENAS
o Kementerian Koperasi dan
UKM;
o Badan Koordinasi
Penanaman Modal;
o Badan Pusat Statistik;
o Bank Indonesia;
o Otoritas Jasa Keuangan;
o Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan;
o PT Perusahaan Pengelola
Aset (termasuk pengelolaan
aset-aset eks BPPN oleh
Kemenkeu);
o Lembaga Penjamin
Simpanan;
o Badan Standardisasi
Nasional;
o Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah; dan
o Komisi Pengawas
Persaingan Usaha,
o Lembaga yang dibentuk
dan terkait di lingkungan entitas
tersebut di atas.
5. Anggota III o melaksanakan pemeriksaan o MPR, DPR, DPD, MA,
pengelolaan dan tanggung jawab BPK, MK, KY;
keuangan negara; dan o Kemenko Bidang
o melaksanakan koordinasi Pembangunan Manusia dan
pemeriksaan investigatif Kebudayaan;
o Kementerian Sekretariat
Negara;
o Sekretariat Kabinet
o Kementerian Sosial;
o Kementerian Pariwisata;
o Kementerian
Ketenagakerjaan;
o Kementerian Komunikasi
dan Informatika;
o Kementerian
Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi
Birokrasi;
o Kementerian
Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak;
o Kementerian Pemuda dan
Olahraga;
o Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi;
o Kementerian Agraria dan
Tata Ruang;
o Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi;
o Badan Pengawas Tenaga
Nuklir;
o Badan Tenaga Nuklir
Nasional;
o Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi;
o Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia;
o Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional;
o Perpustakaan Nasional RI;
o Badan Nasional
Penanggulangan Bencana;
o Badan Pertimbangan
Tabungan Perumahan Pegawai
Negeri Sipil;
o Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional;
o Badan Kepegawaian
Negara;
o Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan;
o Lembaga Administrasi
Negara;
o Arsip Nasional RI;
o Pusat Pengelolaan
Komplek Gelora Bung Karno
Jakarta;
o Pusat Pengelolaan
Komplek Kemayoran;
o Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja;
o Lembaga Penyiaran Publik
RRI;
o Lembaga Penyiaran Publik
TVRI;
o Taman Mini Indonesia
Indah;
o Badan Informasi
Geopasial;
o Ombudsman RI;
o Badan Pertanahan
Nasional;
o Badan Ekonomi Kreatif;
o Lembaga yang dibentuk
dan terkait di lingkungan entitas
tersebut di atas.
6. Anggota IV o melaksanakan pemeriksaan o Kemenko Bidang
pengelolaan dan tanggung jawab Kemaritiman;
keuangan negara; dan o Kementerian Pertanian;
o memberikan pengarahan o Kementerian Kelautan dan
pemeriksaan investigatif Perikanan;
o Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral;
o Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat;
o Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan;
o Badan Pengatur Hilir
Migas;
o Badan Penanggulangan
Lumpur Sidoarjo;
o Lembaga yang dibentuk
dan terkait di lingkungan entitas
tersebut di atas.
7. Anggota V o melaksanakan pemeriksaan o Kementerian Dalam
pengelolaan dan tanggung jawab Negeri;
keuangan negara; o Kementerian Agama;
o melaksanakan pemeriksaan o Badan Pengusahaan
pengelolaan dan tanggung jawab Kawasan Perdagangan dan
keuangan daerah; dan Pelabuhan Bebas Sabang;
o memberikan pengarahan o Badan Pengusahaan
pemeriksaan investigatif Kawasan Perdagangan dan
Pelabuhan Bebas Batam;
o Badan Pengembangan
Wilayah Surabaya-Madura;
o Badan Nasional Pengelola
Perbatasan;
o Lembaga yang dibentuk
dan terkait di lingkungan entitas
tersebut di atas.

Pemerintah Provinsi, Kabupaten,


Kota, dan Badan Usaha Milik
Daerah di Wilayah I, yang terdiri
atas:
o Provinsi Aceh;
o Provinsi Sumatera Utara;
o Provinsi Sumatera Barat;
o Provinsi Riau;
o Provinsi Kepulauan Riau;
o Provinsi Jambi;
o Provinsi Sumatera Selatan;
o Provinsi Bengkulu;
o Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung;
o Provinsi Lampung;
o Provinsi Banten;
o Provinsi Jawa Barat;
o Provinsi DKI Jakarta;
o Provinsi Jawa Tengah;
o Provinsi DI Yogyakarta;
o Provinsi Jawa Timur;
o Lembaga yang dibentuk
dan terkait di lingkungan entitas
tersebut di atas.
8. Anggota VI o melaksanakan pemeriksaan o Kementerian Kesehatan;
pengelolaan dan tanggung jawab o Kementerian Pendidikan
keuangan negara; dan Kebudayaan;
o melaksanakan pemeriksaan o Badan Penyelenggara
pengelolaan dan tanggung jawab Jaminan Sosial (BPJS
keuangan daerah; dan Kesehatan dan BPJS
o memberikan pengarahan Ketenagakerjaan);
pemeriksaan investigatif o Badan Pengawas Obat dan
Makanan;
o Lembaga yang dibentuk
dan terkait di lingkungan entitas
tersebut di atas.

Pemerintah Provinsi, Kabupaten,


Kota, dan Badan Usaha Milik
Daerah di Wilayah II, yang terdiri
atas:

o Provinsi Bali;
o Provinsi Nusa Tenggara
Barat;
o Provinsi Nusa Tenggara
Timur;
o Provinsi Kalimantan Barat;
o Provinsi Kalimantan
Tengah;
o Provinsi Kalimantan
Selatan;
o Provinsi Kalimantan Timur;
o Provinsi Kalimantan Utara;
o Provinsi Sulawesi Barat;
o Provinsi Sulawesi Selatan;
o Provinsi Sulawesi Tengah;
o Provinsi Sulawesi
Tenggara;
o Provinsi Gorontalo;
o Provinsi Sulawesi Utara;
o Provinsi Maluku;
o Provinsi Maluku Utara;
o Provinsi Papua;
o Provinsi Papua Barat;
o Lembaga yang dibentuk
dan terkait di lingkungan entitas
tersebut di atas.
9. Anggota VII o melaksanakan pemeriksaan o Kementerian Badan Usaha
pengelolaan dan tanggung jawab Milik Negara;
keuangan negara; o Satuan Kerja Khusus
o pemeriksaan investigatif Pelaksana Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi
(SKK Migas);
o Badan Usaha Milik Negara
dan anak perusahaan;
o Badan Pembina Proyek
Asahan dan Otorita
Pengembangan Proyek
Asahan;
o Lembaga yang dibentuk
dan terkait di lingkungan entitas
tersebut di atas.
OPINI BPK Atas LKPP 2015 :
BPK yakin bahwa bukti pemeriksaan yang telah diperoleh adalah cukup dan tepat,
sebagai dasar untuk menyatakan opini wajar dengan pengecualian. Dasar Opini Wajar
Dengan Pengecualian Sebagaimana diungkap dalam Catatan D.3. poin 20 atas
Laporan Keuangan, Pemerintah Pusat mengungkapkan dampak perubahan kebijakan
akuntansi terkait Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan Nomor 8 (ISAK 8) pada
Pelaporan Keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero). Selain itu, dalam
Catatan D.2.26 Pemerintah Pusat menyajikan Investasi Permanen Penyertaan Modal
Negara (PMN) per 31 Desember 2015 sebesar Rp1.800,93 triliun. Dari nilai Investasi
Permanen tersebut, diantaranya sebesar Rp848,38 triliun merupakan PMN pada PT
PLN (Persero). Dalam Laporan Keuangan PT PLN (Persero) Tahun 2015 unaudited,
PT PLN (Persero) mengubah kebijakan akuntansinya dari yang sebelumnya sejak
tahun 2012-2014 menerapkan ISAK 8, menjadi tidak menerapkan ISAK 8. Namun,
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetap mewajibkan PT PLN untuk menerapkan ISAK 8
sebagai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia dalam penyusunan
dan penyajian laporan keuangan. Dampak penerapan ISAK 8 dan tanpa penerapan
ISAK 8 dapat menimbulkan perbedaan Nilai PMN pada PT PLN (Persero) per 31
Desember 2015 unaudited yang disajikan sebesar Rp43,44 triliun. Sampai dengan
tanggal 20 Mei 2016, Manajemen PT PLN (Persero) belum dapat menyajikan laporan
keuangan per 31 Desember 2015 audited. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat
menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.
Sebagaimana diungkap dalam Catatan B.2.2.1.5 dan E.2.1.2.8 atas Laporan
Keuangan, Pemerintah Pusat menyajikan belanja subsidi sebesar Rp185,97 triliun dan
beban subsidi sebesar Rp156,77 triliun. Dari nilai tersebut, diantaranya merupakan
belanja dan beban subsidi Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) Solar yang membebani
konsumen sebesar Rp3,19 triliun karena Pemerintah menetapkan Harga Jual Eceran
(HJE) Minyak Solar Bersubsidi lebih tinggi dari seharusnya yaitu sebesar harga dasar
termasuk pajak dikurangi subsidi tetap. Dengan skema subsidi tetap, penetapan HJE
Minyak Solar bersubsidi yang lebih tinggi dari yang seharusnya menguntungkan
badan usaha karena subsidi yang lebih tinggi dari yang layak diterima. Pemerintah
belum menetapkan status dana tersebut sehingga BPK tidak dapat menentukan apakah
diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas. Sebagaimana diungkap dalam
Catatan D.2.14 atas Laporan Keuangan, Pemerintah Pusat menyajikan nilai Piutang
Bukan Pajak per 31 Desember 2015 sebesar Rp159,61 triliun. Dari nilai tersebut,
diantaranya (1) sebesar Rp1,82 triliun merupakan Piutang Bukan Pajak dari uang
pengganti perkara tindak pidana korupsi pada Kejaksaan RI tidak didukung dokumen
sumber yang memadai karena hilangnya 51 berkas putusan piutang uang pengganti
tindak pidana korupsi dan (2) sebesar Rp33,94 miliar dan USD206.87 juta dari Iuran
Tetap, Royalti, dan Penjualan Hasil Tambang (PHT) pada Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral tidak BPK LHP LKPP Tahun 2015 5 didukung dokumen
sumber yang memadai serta sebesar Rp101,34 miliar tidak sesuai hasil konfirmasi
kepada wajib bayar. Pemerintah Pusat telah memiliki kebijakan pencatatan, penyajian
dan pengungkapan Piutang Bukan Pajak, tetapi penatausahaan dokumen Piutang
PNBP pada Kejaksaan RI dan Kementerian ESDM kurang memadai. BPK tidak dapat
memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup terkait nilai tersebut, karena tidak tersedia
data dan informasi pada Kementerian/Lembaga terkait. Sebagai akibatnya, BPK tidak
dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.
Sebagaimana diungkap dalam Catatan D.2.21 atas Laporan Keuangan, Pemerintah
Pusat menyajikan saldo Persediaan per 31 Desember 2015 sebesar Rp96,19 triliun.
Dari nilai persediaan tersebut, diantaranya merupakan (1) nilai persedian pada
Kementerian Pertahanan senilai Rp2,49 triliun yang belum sepenuhnya didukung
penatausahaan, pencatatan, konsolidasi dan rekonsiliasi Barang Milik Negara (BMN)
yang memadai, dan (2) nilai persediaan pada Kementerian Pertanian sebesar Rp2,33
triliun untuk dijual/diserahkan kepada masyarakat yang belum dapat dijelaskan status
penyerahannya. Pemerintah Pusat telah memiliki kebijakan pencatatan, penyajian dan
pengungkapan Persediaan, namun masih terdapat kelemahan pengendalian intern
pemanfaatan aplikasi SIMAK BMN dan penatausahaan BMN pada pengelolaan
persediaan Kementerian Pertahanan, serta masih belum adanya dokumen penyerahan
atas persediaan yang dijual/diserahkan kepada masyarakat pada Kementerian
Pertanian. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup tentang nilai
tersebut, karena tidak tersedia data dan informasi yang cukup pada
Kementerian/Lembaga terkait. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan
apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas. Sebagaimana
diungkapkan dalam Catatan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih atas laporan
keuangan, Pemerintah mengungkapkan SAL akhir per 31 Desember 2015 sebesar
Rp107,91 triliun. SAL per 31 Desember 2015 tersebut terdiri dari SAL Awal Setelah
Penyesuaian sebesar Rp85,57 triliun, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)
sebesar Rp24,61 triliun, dan penyesuaian SAL sebesar minus Rp2,27 triliun. Nilai
Catatan SAL per 31 Desember 2015 tersebut sama dengan nilai fisik SAL, namun
terdapat permasalahan pada transaksi dan/atau saldo yang membentuk SAL sehingga
penyajian catatan dan fisik SAL tersebut tidak akurat, yaitu: (1) proses rekonsiliasi
antara BUN dan KL atas nilai realisasi pendapatan dan belanja yang berpengaruh
terhadap catatan SAL tidak efektif sehingga masih terdapat suspen belanja karena KL
mencatat belanja lebih besar senilai Rp78,16 miliar dan suspen belanja karena BUN
mencatat belanja lebih besar senilai Rp150,07 miliar serta terdapat suspen pendapatan
karena KL mencatat pendapatan lebih besar senilai Rp126,83 miliar dan suspen
pendapatan karena BUN mencatat pendapatan lebih besar senilai Rp764,01 miliar; (2)
proses rekonsiliasi antara BUN dan KL atas saldo-saldo kas yang berpengaruh
terhadap fisik SAL tidak efektif sehingga masih terdapat perbedaan saldo Kas pada
BLU sebesar Rp2,01 triliun, Kas di Bendahara Pengeluaran sebesar Rp23,90 miliar,
dan Kas pada KL yang berasal dari hibah langsung sebesar Rp52,54 miliar antara
LKPP yang disusun berdasarkan konsolidasi data KL dengan LKBUN yang disusun
berdasarkan konsolidasi data Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN); (3)
perbedaan saldo Kas Rekening Pemerintah di BI dan Kas KPPN antara saldo catatan
dan fisik masing-masing sebesar Rp120,99 juta dan Rp43,00 miliar; BPK LHP
LKPP Tahun 2015 6 saldo Kas Dalam Transito yang menjadi bagian dari fisik SAL
belum dapat diyakini kewajarannya karena adanya transaksi pengeluaran dan
penerimaan kiriman uang masingmasing senilai Rp21,83 triliun dan Rp21,74 triliun
yang tidak dapat ditelusuri; (4) terdapat penyesuaian catatan SAL sebesar minus
Rp1,39 triliun yang tidak didukung dengan dokumen sumber; (5) saldo fisik SAL
masih memperhitungkan nilai rekening khusus yang sudah direncanakan akan di-
refund pada tahun 2016 senilai JPY37.05 juta dan USD307.91 ribu, (6) nilai Utang
PFK sebesar Rp451,37 miliar sebagai penyesuaian fisik SAL belum dapat diyakini
keakuratannya karena terdapat perbedaan saldo akhir Utang PFK pada neraca dengan
saldo akhir berdasarkan perhitungan mutasi penerimaan dan pengeluaran pada LAK;
(7) retur belanja yang diterima kembali di Kas Negara dan dicatat sebagai Utang
kepada Pihak Ketiga sebesar Rp1,30 triliun tidak memiliki daftar rincian; dan (8)
terdapat ketidakakuratan pencatatan nilai penerimaan dan pengeluaran non anggaran
pada rekening khusus sebesar Rp105,61 miliar yang mempengaruhi penyesuaian fisik
SAL. Selain itu, Pemerintah juga belum menyelesaikan penelusuran atas
permasalahan SAL tahun 2014 terkait dengan perbedaan nilai realisasi belanja antara
KL dan BUN senilai Rp1,21 triliun dan ketidakakuratan pencatatan transaksi
penerimaan dan pengeluaran Kiriman Uang sebesar minus Rp9,42 miliar. Data yang
tersedia tidak memungkinkan BPK melaksanakan prosedur pemeriksaan yang
memadai untuk menilai kemungkinan dampak permasalahan-permasalahan tersebut
terhadap salah saji SAL. Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan Laporan
Perubahan Ekuitas atas laporan keuangan, Pemerintah mengungkapkan Ekuitas Akhir
per 31 Desember 2015 sebesar Rp1.669,79 triliun. Ekuitas per 31 Desember 2015
tersebut terdiri dari Ekuitas Awal sebesar Rp1.012,19 triliun, defisit dari kegiatan
operasional dan non operasional Pemerintah sebesar Rp243,28 triliun, penyesuaian
nilai tahun berjalan sebesar minus Rp450,39 miliar, koreksi-koreksi yang langsung
menambah ekuitas sebesar Rp966,45 triliun, transaksi antar entitas sebesar minus
Rp65,46 trilun dan reklasifikasi kewajiban ke ekuitas sebesar Rp331,24 miliar. Dari
nilai tersebut, diantaranya sebesar Rp96,53 triliun merupakan koreksi langsung
mengurangi ekuitas dan sebesar Rp53,34 triliun merupakan transaksi antar entitas,
yang tidak dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai.
Lebih lanjut, dari defisit kegiatan operasional/non operasional Pemerintah sebesar
Rp243,28 triliun, diantaranya berasal dari perbedaan antara beban di Laporan
Operasional dengan belanja di Laporan Realisasi Anggaran dan akun-akun terkait
sebesar Rp754,27 miliar pada Kementerian Agama yang tidak dapat dijelaskan.
Penyajian beban tersebut belum sepenuhnya mendasarkan pada transaksi jurnal yang
lazim dan didukung dengan dokumen yang cukup. Pemerintah Pusat belum
sepenuhnya memiliki sistem pengendalian dan pencatatan yang memadai atas
penambahan dan/atau pengurangan nilai ekuitas dikarenakan (1) Sistem Akuntansi
Pemerintah Pusat tidak mengatur penyusunan LPE pada Akuntansi Pusat sehingga
transaksi antar entitas pada LPE Pemerintah Pusat secara sistem akuntansi tidak dapat
saling mengeliminasi; dan (2) kekurangcermatan KL selaku penyusun LKKL, BA
BUN selaku penyusun LK BA BUN, dan DJPB selaku penyusun LKPP dalam
melakukan analisis antar laporan keuangan. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat
menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas. Opini
Wajar Dengan Pengecualian Menurut opini BPK, kecuali untuk dampak hal yang
dijelaskan dalam paragraf dasar opini BPK LHP LKPP Tahun 2015 7 wajar dengan
pengecualian, laporan keuangan yang disebut di atas menyajikan secara wajar, dalam
semua hal yang material, posisi keuangan Pemerintah Pusat tanggal 31 Desember
2015, dan realisasi anggaran, perubahan saldo anggaran lebih, operasional, arus kas,
serta perubahan ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

4. Perbedaan Auditor Internal, Eksternal dan Pemerintah


1. Auditor Independen
Auditor Independen adalah Auditor profesional yang menyediakan jasanya
kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang
dibuat oleh kliennnya. Audit tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
para pemakai informasi keuangan seperti : kreditur, investor, calon kreditur, calon
investor, dan instansi pemerintah (terutama instansi pajak). Auditor ini disebut juga
sebagai auditor eksternal.
Untuk menjadi seorang auditor independen seseorang harus memenuhi
persyaratan pendidikan dan pengalaman kerja tertentu, yaitu lulus dari jurusan
akuntansi, telah mendapat gelar akuntansi dari panitia ahli pertimbangan persamaan
ijazah akuntan dan mendapat ijin praktik dari menteri keuangan.
2. Auditor Internal
Auditor Internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan
negara atau perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi,
menentukan baik tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan
efisiensi dan efektifitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan
informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
3. Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi
pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan
yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau
pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Meskipun terdapat
banyak auditor yang bekerja diinstansi pemerintah, namun umumnya yang disebut
auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangandan
Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Kuangan (BPK) dan Instansi Pajak.

Anda mungkin juga menyukai