Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Status kesehatan yang optimal merupakan syarat untuk menjalankan tugas
dalam pembangunan. Idealisme ini sejalan dengan paradigma sehat, bahwa orang
sehat diharapkan tetap sehat sedangkan yang sakit lekas sembuh ini disadari oleh
pemerintah bahwasanya pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dan pembangunan nasional. Lagi pula sangat gamblang digariskan dalam
Sistem Kesehatan Nasional ( SKN ), yaitu kesehatan menyangkut semua segi
kehidupan, baik dimasa lalu, sekarang, maupun yang akan datang. Itikad
baik pemerintah ini semuanya bertujuan untuk mewujudkan manusia Indonesia yang
sehat, produktif dan mempunyai daya saing yang tinggi. (anonym 2009).
Alkohol adalah derivate hidrokarbon yang molekulnya mengandung satu gugus
hidroksil (-OH) atau lebih sebagai ganti atau hydrogen. Alkohol tersederhana diturunkan
dari alkana dan mengandung hanya satu gugus hidroksil per molekul, senyawa ini
mempunya rumus molekul umum ROH, dengan R adalah gugus alkali dengan susunan
CnH2n+1.
Penggunaan alkohol secara berlebihan dapat memberikan efek farmakologi
terhadap berbagai organ tubuh seperti system saraf, terhadap system cardiovaskuler,
saluran pencernaan dan gangguan pada fungsi hati (Lebuang Regina, 2011)
Dibalik kenikmatan sesaat setelah mengkomsumsi minuman beralkohol, tubuh
akan mengalami serangkaian perubahan. Hal ini karena alkohol yang masuk kedalam
tubuh akan langsung diserap dan menyebar melewati organ organ tubuh melalui
aliran darah dan sisanya masuk ke saluran pencernaan, mulai dari kerongkongan,
lambung, sampai ke usus untuk dialirkan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.
Jantung akan memompa darah bercampur alkohol ke seluruh bagian tubuh, sampai ke
otak, dan terakhir di hati (liver) akan membakar atau menghancurkan alkohol dibantu
dengan enzim khusus untuk dikeluarkan melalui air seni dan keringat.
(http://efekalkoholmerusakorgan-organdalamtubuh)
Organ yang paling bekerja keras untuk mengeluarkan racun alkohol didalam
tubuh adalah organ hati. Karena kerja yang terlalu berat, maka hati mengalami
gangguan seperti penumpukan lemak di hati serta penyakit sirosis hati. Sirosis hati
merupakan jaringan parut atau bekas luka yang menggantikan sel-sel hati yang sehat
sehingga kerja dan fungsi hati terganggu (Narto, 2011).
Dalam pemeriksaan darah khususnya yaitu bilirubin direk, atau pemeriksaan
kimia darah ini memegang peranan penting dalam diagnosis suatu penyakit, karena
bilirubin merupakan pemeriksaan kimia darah untuk mengetahui tes fungsi hati. Tes
bilirubin darah merupakan tes yang sering dilakukan di laboratorium. Dan biasanya
diminta oleh klinis sebagai bagian dari tes fungsi hati.(Goel DK. Routine biochemical
tests, 1988).
Tujuan dari tes bilirubin adalah mengevaluasi hepatobilier dan eritropoetik,
mendiferensial diagnosis ikterus serta memonitor progresifitasnya. Hasil tes
laboratorium yang tepat sangat bermanfaat bagi klinis dalam menegakkan diagnosis,
menyingkirkan suatu dugaan diagnosis/ penyakit, meramalkan prognosis, monitoring
terapi dan sebagai tes saring untuk mendeteksi penyakit. (Henry JB dkk. methods.
gth ed.2007).
Pada stadium rendah, bilirubin sebagai pigmen kuning yang menyebabkan
empedu berwarna kuning, menyebabkan feses berwarna putih keabu-abuan sebagai
akibat dan penyumbatan bilirubin secara total oleh empedu (Joyce 2002). Namun
apabila jumlah bilirubin yang dibentuk lebih cepat dan yang dieksresikan, maka terjadi
penimbulan bilirubin pada tubuh Dampaknya pun makin tinggi yaitu timbulnya ikterus,
sebuah kondisi dimana tubuh pasien tampak kuning. Warna ini tampak jelas pada
bagian mata. Pada keadaan ini, pasien terindikasi mengalami gangguan fungsi hati.
Plasma dan serum walaupun keduanya merupakan cairan darah yang bebas
dari sel dan sama-sama berwarna kuning jernih namun terdapat perbedaan yang jelas
oleh karena itu plasma diperoleh dengan mencegah penggumpalan darah dan serum
didapat dengan membiarkan proses tersebut, plasma mengandung senyawa yang
seharusnya dapat menggumpalkan darah Senyawa tersebut mestinya sudah tidak ada
lagi dalam serum. Senyawa tersebut adalah fibrinogen yaitu suatu protein darah yang
berubah menjadi jaring dan serat-serat fibrin pada peristiwa penggumpalan. Dengan
demikian di dalam serum tidak ada lagi fibrinogen, karena protein sudah berubah
menjadi jaring fibrin dan menggumpal bersama unsur figutait yang berupa sel.
Sebaiknya, di dalam plasma masih tetap terdapat fibrinogen, yang tidak dapat berubah
menjadi fibrin karena adanya antikoagulan yang ditambahkan.(Sadikin M. 2001 ).
Pemeriksaan bilirubin pada serum dan plasma merupakan pemeriksaan
laboratorium yang sangat penting dan ikut memberikan gambaran tentang keadaan
kesehatan tubuh seseorang. Keakuratan suatu hasil tes sangat ditentukan oleh kualitas
specimen yang akan dites (tahap pra artalitk) disamping hasil pengamatan tahap
analitik dan pasca analitik. Oleh karena itu perhatian terhadap proses tahap pra analitik
sangat besar artinya terhadap mutu hasil tes. Identifikasi pasien, persiapan pasien,
pengambilan dan pengumpulan specimen, penanganan specimen, penyimpanan,
pengemasan dan pengiriman specimen merupakan faktor-faktor yang sangat penting
dalam tahap pra analitik yang dapat mempengaruhi keakuratan hasil suatu lab.
(Hendrawati T. 1995).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan atas uraian pada latar belakang masalah diatas, maka dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Apakah ada perbandingan hasil pemeriksaan bilirubin direk pada pengkomsumsi
alkohol dan yang tidak mengkomsumsi alkohol?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan bilirubin direk pada pengkomsumsi
alkohol dan yang tidak mengkomsumsi alkohol.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui seberapa besar perbandingan hasil pemeriksaan bilirubin direk pada
pengkomsumsi alkohol dan yang tidak mengkomsumsi alkohol.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Tenaga laboratorium, hasil penelitian ini kiranya menjadi informasi tambahan atau
menjadi referensi tambahan dalam proses penyempurnaan dan peningkatan
profesionalisme kerja.
2. Civitas academica Universitas Indonesia Timur, khususnya fakultas analis kesehatan.
Hasil penelitian ini kiranya menjadi satu sumbangan untuk memperluas wawasan
analisis-medical mereka, baik pada tingkat teoritis maupun pada tingkat praktek
3. Peneliti. Selain memperluas wawasan pengetahuan dan pengembangan daya kerja
penulis, hasil studi ini juga member orientasi dalam menganalisis darah pasien.
E. Hipotesis
Terdapat 2 hipotesis yang coba ditegakkan:
1. Hipotesis nol (HO); yang merupakan HO dalam penelitian ini adalah tidak ada
perbandingan hasil pemeriksaan bilirubin direk pada pengkomsumsi alkohol dan yang
tidak mengkomsumsi alkohol.
2. Hipotesis alternative (Ha); Penulis menetapkan Ha dan penelitian ini yaitu, ada
perbandingan hasil pemeriksaan bilirubin direk pada pengkomsumsi alkohol dan yang
tidak mengkomsumsi alkohol.

BAB II
TINJAUAN UMUM DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Umum
Pemahaman yang komperhensif akan apa yang merupakan masalah dalam
penelitian tidak terlepas dari pemahaman yang baik akan landasan teoritis penelitian
itu sendiri. Oleh karena itu, sebelum memetakan kerangka berpikir, peneliti terlebih
dahulu membahas konsep-konsep yang terkait dengan masalah penelitian.
1. Hati
Hati merupakan parenkim yang paling besar. Organ yang paling bertanggung
jawab atas lebih dan 500 aktifitas metabolisme ini memiliki dua peran sentral, yaitu
mempertahankan hidup dan membentuk dan mengeksresikan empedu.
Fungsi hati dalam membentuk dan mengeksresi empedu dimulai dari proses
pengangkutan empedu melalui saluran empedu sampai ke kandung empedu untuk
selanjutnya disimpan dan disekresikan ke usus halus sesuai kebutuhan. Volume
empedu yang dieksresikan pun amat banyak, yaitu berkisar antara 500 hingga 1000 ini
empedu kuning per hari.
Empedu yang terkomposisi atas air elektrolit, garam empedu, dan fosfolipid
(terutama esitin) ini, berperanan dalam mengabsorpsi lemak dalam usus halus setelah
diubah oleh bakteri usus halus. Namun demikian, garam empedu yang diabsorpsi
dalam illium mengalami sirkulasi ke hati yang kemudian di sekresi lagi oleh hati.
Akhirnya, bilirubin atau pigmen empedu menjadi hasil akhir dari proses sekresi
metabolisme itu. Pigmen empedu tersebut meski secara fisiologis tidak penting, namun
ia merupakan petunjuk akan adanya penyakit. Demikian halnya saluran empedu, ia
penting karena bilirubin cenderung mewarnai jaringan kontak lainnya ( Price dan
Wilson, 2006).
2. Pengertian Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen empedu yang terbentuk dari pemecahan eritrosit tua
dalam system monosit makrofag. Seperti diketahui, masa hidup rata-rata eritrosit
adalah 120 hari dan setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml untuk menghasilkan 250-350
mg bilirubin. Ia merupakan konstituen utama empedu. Meski ia tidak berperan dalam
pencernaan, tetapi merupakan salah satu produksi sisa yang dieksresikan dalam
empedu. Empedu terdiri dari cairan alkali encer (serupa dengan sekresi NaHCO2
pankreas ) dan beberapa konstituen organic seperti garam-garam empedu, kolesterol,
lesitin, dan bilirubin. Empedu penting untuk proses pencernaan dan penyerapan lemak,
terutama melalui aktifitas garam empedu.
Bilirubin terdiri atas dua jenis yaitu 1) bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang
dapat bereaksi langsung larut dalam air, dan 2) bilirubin tak terkonjugasi yaitu bilirubin
yang memiliki reaksi tidak langsung atau bilirubin yang membentuk ikatan protein.
Korelasi keduanya pada kondisi kisaran normal Di mana, jika bilirubin total maka kadar
bilirubin langsung dan tidak langsung perlu dianalisis, namun jika hanya satah satu nilai
dilaporkan maka nilai tersebut mewakili bilirubin total.
Bilirubin darah normal terikat sebagian besar ke albumin yang sifatnya tidak
larut. Proses ini bermula dan set retikuloendental sebelum dan hati, kemudian di dalam
plasma interkonjugasi yang larut di dalam air masuk ke dalam darah. Karena kebocoran
minor pada hepatosit, ia menjauhi dalam pembentukan, dan eksresi empedu. Jumlah
total dan fraksi bilirubin yang terkonjugasi dan yang tidak terkonjugasi sangat
bermanfaat dalam diagnosis ikterus dan penyakit hati. Sementara bilirubin pascahepatik
terkonjugasi bereaksi cepat pada berbagai percobaan. Karena kelarutan laheren zat
inilah sehingga Ia disebut sebagai zat yang bereaksi langsung.
Jika dikategorikan, maka bilirubin di dalam darah dibagi atas dua bentuk, yaitu
bilirubin direk dan bilirubin indirek. Hal yang membedakan keduanya adalah sifat
kelarutannya. Karakter utama dari biIirubin direk adalah Ia larut dalam air dan dapat
dikeluarkan melalui urin. Sedangkan karakter utama dari bilirubin indirek adalah tidak
larut dalam air dan terikat pada albumin. Jika kemudian kedua bilirubin ini digabungkan,
maka disebut bilirubin total. Atau dalam rumusan lain, bilirubin total merupakan
penjumlahan dari bilirubin direk dan indirek.
Adanya kadar peningkatan bilirubin direk menunjukan adanya penyakit hati
(liver) atau saluran empedu. Sedangkan peningkatan bilirubun indirek jarang terjadi
pada penyakit hati (liver).
Pemeriksaan bilirubin dilakukan dengan cara mereaksikan bilirubin
dengan Diazotized Sulfanilic Acid sampai membentuk azobilirubin berwarna,
Dari reaksi tersebut, biasanya diketahui bahwa hanya bilirubin direk yang larut (dalam
air) dan yang mampu bereaksi dengan reagen. Dengan demikian, untuk mendapatkan
nilai bilirubin total diperoleh dengan melepas bilirubin indirek dan ikatan dengan albumin
sehingga larut dalam air(http://labkesehatan.blogspot.com/2009/12/bilirubin-serum.)

3. Metabolisme Bilirubin
Proses metabolisme bilirubin bermula dan proses katabolisme hemoglobin
terutama terjadi di dalam limfa. Dimana globulin mula-mula dipisahkan dan hem.
Setelah itu, hem diubah menjadi biliverdin. Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang
dibentuk melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin yang tak terkonjugasi, yang berkarakter larut
dalam lemak tetapi tidak larut dalam air serata tidak dapat disekresiakan dalam empedu
atau urin bilirubin, membentuk ikatan dengan albumin dalam satu ikatan kompleks larut
dalam air yang kemudian diangkut oleh darah ke set-sel hati (Price dan Wilson, 2006).
Proses metabolisme Bilirubin pun di bagi atas tiga fase, yaitu prehepatik,
intrahepatik, dan pascahepatik. Ketiga fase ini kemudian diperluas lagi dengan due fase
baru .sehingga menjadi lima fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transport plasma,
liver uptake konjugasi, dan eksresi bilier. Namun demikian, peneliti hanya membahas
pembagian pertama karena pembagian kedua sudah tercakup dalam pembahasan
ketiga fase tersebut. Berikut penjelasan lanjutan atas ketiga fase tersebut;

A. Fase Prahepatik
Fase prahepatik atau hemolitik adalah tahapan menyangkut jaundice yaitu hal-hal
yang disebabkan oleh meningkatnya hemolisis (rusaknya sel darah merah). Pada tahap
ini terjadi dua proses yaitu pembentukan bilirubin dan transport plasma.
1) Pembentukan bilirubin, sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg/kg berat
badan terbentuk setiap harinya dan 70 sampai 80% berasal dan pemecahan sel darah
merah matang. Sedangkan sisanya 20 sampai 30% dating dan protein heme lainnya
yang berada di dalam sum-sum tulang dan hati. Meningkatnya hemolisiz sel darah
merah tersebut merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan billrubin.
2) Transport Plasma, bilirubin tidak larut dalam air sehingga bilirubin transportnya dalam
plasma yang terikat dengan albumin Ia juga tidak dapat melalui membrane glomerolus
sehingga tidak muncul dalam air seni.
B. Fase Intrahepatik
Fase intrahepatik yaitu tahap dimana terjadinya peradangan atau adanya
kelainan pada hati yang biasanya mengganggu proses pembuangan bilirubin. Pada
tahap ini terjadi beberapa proses yaitu liver uptake dan konjugasi.
1). Liver uptake, proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara rind
belum jelas. Demikian halnya dalam peningkatan protein seperti ligandin atau protein Y.
pengambilan bilirubin pun begitu aktif dan berjalan cepat namun tidak termasuk dalam
proses pengambilan albumin.
2). Konjugasi, bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi
dengan asam glukoronik sehingga membentuk bilirubin diglukuronida) bilirubin
konjugasil bilirubin direk.
Karena bilirubin yang tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut
dalam air, kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik
seperti albumin dan tidak terdapat dalam empedu, maka bilirubin harus dikonversikan
menjadi deavate yang larut dalam air sebelum dieksresikan oleh system biller. Proses
ml terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukoronat hingga
terbentuk bilirubin glukoronid. Reaksi konjugasi terjadi di dalam retikulum
endoplasmah hepatosit dan dikatalis oleh enzim bilirubin glukoronosil transferase dalam
reaksi dua tahap.
C. Fase Pascahepatik
organik atau obat-obatan. Untuk itu, bilirubin perlu dieksresi secara konjugasi
yang dikeluarkan lewat kanalikyus bersama bahan lainnya. Pada usus flora, bakteri
mendekonjugasi dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya
sebagian besar kedalam tinja yang berwarna coklat
Sementara path bilirubin yang tak terkonjugasi yang bersifat tidak larut dalam air
namun larut dalam lemak, akan melewati bailer darah otak atau masuk ke dalam
plasenta. Sedangkan dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses
konjugasi dengan gula melalui enzim glukurontransferase den larut dalam empedu cair.
(http://freshlifegreen.blogspot.com/2011/03/metabolisme-bilirubin.html).
4. Patofisiologi Bilirubin
Bilirubin adalah produk penguraian hem yang sebagian besar terjadi dan
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil dan senyawa lain seperti mioglobin. Sel
retikuloendotel menyerap kompleks haploglobin dengan hematobin yang telah
dibebaskan dan set darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari hem
sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin hem untuk sintesis
berikutnya dan memutuskan cincin hem untuk menghasilkan tetrapisol bilirubin, yang
disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tidak terkonjugasi,
indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin dan
diangkat dalam medium air sewaktu beredar dalam tubuh dan melewati lobules hati
Kemudian hepatosit melepas bilirubin dan albumin sehingga terlarut air dan
mengakibatkan bilirubin ke asam glukoronat yaitu ke bilirubin konjugasi direk (Sacher
RA, 2004).
Bilirubin sebagai pigmen kuning yang menyebabkan empedu berwarna
kuning, mengalami modifikasi di dalam saluran pencernaan oleh enzim-enzim bakteri
yang kemudian menyebabkan feses berwarna coklat. Jauh dan itu, apabila duktur
bilirubin tersumbat secara total oleh empedu, maka feses akan berwarna putih keabu-
abuan. Pada kondisi normal, sejumlah kecil bilirubin diabsobpsi oleh usus untuk
kembali ke darah dan akhirnya di keluarkan bersama urin. Bilirubin itulah penyebab
utama warna kuning pada air kemih. Sementara ginjal baru mampu mengeksresikan
bilirubin apabila zat ini telah di modifikasi dari hati dan usus (Sherwood, 1996).
Pada bilirubin langsung atau terkonjugasi kerap muncul akibat ikterus
obstruktif, baik yang bersifat ekstrahepatika yaitu akibat pembentukan batu atau tumor
maupun yang bersifat intrahepatika. Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dan
empedu menuju usus sehingga kembali diabsorbsi oleh darah. Sel hati yang rusak
dapat menyebabkan hambatan sinosit empedu sehingga meningkatkan kadar bilirubin
langsung maupun tidak langsung (Joice, 2002).
Apabila jumlah bilirubin yang dibentuk lebih cepat dan pada dieksresikan,
maka terjadi penimbulan bilirubin pada tubuh. Efeknya adalah ikterus, yaitu tubuh
pasien tampak kuning. Warna ini tampak jelas pada bagian mata.
Ikterus sendiri ditimbulkan oleh tiga mekanisme, yaitu 1) ikterus prahepatik
atau hemolik yaitu ikterus yang disebabkan oleh penguraian (hemolisis) berlebihan sel
darah merah sehingga hati lebih banyak bilirubin dan pada kemampuan normalnya. 2)
ikterus hakpatik yaitu ikterus yang terjadi jika hati sakit sehingga tidak mampu
menangani beban normal bilirubin. 3) ikterus pascahepatik atau obstruktif yaitu ikterus
yang terjadi jika duktus bitaris tersumbat.
5. Mekanisme Patofisiologi Kondisi Hiperbilirubinemia dan ikterik
Ada empat mekanisme umum untuk bias menentukan terjadinya
hiperbilirubinemia dan ikterus, yaitu 1) pembentukan bilirubin secara berlebihan. 2)
gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati. 3) gangguan konjugasi
bilirubin. Dan 4) penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor
intrahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat obstruksi fungsional atau mekanik.

Terjadinya hiperbilirubinemia tak terkonjugasi disebabkan oleh mekanisme


pertama, kedua, dan ketiga. Sedangkan hiperbilirubinemia terkonjugasi disebabkan
oleh mekanisme Re empat (Widman Frances K, 1995).
6. Pembentukan Bilirubin Secara Berilebihan
Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah
merupakan penyebab utama pembentukan bilirubin yang berlebihan. Kondisi ini
bermula saat terjadi konjugasi dan transfer pigmen empedu yang berdampak pada
bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Akibatnya, kadar bilirubin serum
jarang melebihi 5mg/100ml pada penderita hemolitik berat dan ikterus yang timbul
bersifat ringan, berwarna kuning pucat.
Selanjutnya, karena bilirubin tidak terkonjugasi tidak larut dalam air, maka Ia
tidak dapat diekskresikan ke dalam kemih yang berdampak bilirubinuria tidak terjadi.
Tetapi peningkatan urobilinogen menjadi meningkat sebagai akibat peningkatan beban
bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi dan ekskresi, selanjutnya
mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feces dan kemih. Ini tampak pada
perubahan warna kemih dan feces yaitu berwarna gelap (Sacher RA, 2004).
Ada beberapa penyebab terjadinya ikterus hemolitik, antara lain : 1)
hemoglobin abnormal (hemoglobin S pada anemia sel sabit). 2) sel darah merah
abnormal (sferositosis herediter). 3) antibody dalam serum (Rh atau inkompatibilitas
tranfusi atau sebagian akibat penyakit hemoiltik autoimun). 4) pemberIan beberapa
obat-obatan. 5) beberapa limfoma (pembesaran limfa dan peningkatan hernotitis). 6)
peningkatan destruksi sel darah merah atau prekursornya dalam sum-sum tulang
(thalasemia, anemia pernisiosa, dan porfiria). Penyebab terakhir ini dikenal sebagai
eritropoesis tak efektif (Sacher RA, 2004).
Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin secara berlebihan dan sifatnya
kronik dapat mengakibatkan pembentukan batu empedu yang banyak mengandung
bilirubin. Di luar itu, hiperbilirubinemia ringan umumnya tidak membahayakan. Akan
tetapi bilirubin yang tidak terkonjugasi yang melebihi 20mg/100ml pada bayi dapat
mengakibatkan kernikterus. Kita dilakukan pengobatan, maka tujuannya hanya untuk
memperbaiki penyakit hemolitik.
7. Gangguan Pengambilan Bilirubin
Pengambilan bilirubin tidak terkonjugasi yang terikat albumin oleh sel-sel hati,
dilakukan dengan cara meningkatkan protein penerima sehingga Ia terpisah dan
albumin. Proses ini membias dengan bantuan beberapa obat yang terbukti menunjukan
pengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati seperti asam flesvapidat
(dipakai untuk mengobati cacing pita), novobiosom, dan beberapa zat warna
kolesisgrafik.
Sementara hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi dan ikterus biasanya hilang
bila obat yang menjadi penyebab dihentikan. Dahulu, ikterus neonatal dan beberapa
kasus sindrom gilbert dianggap disebabkan oleh defisisensi protein penerima dan
gangguan dalam pengambilan oleh hati. Namun pada kebanyakan kasus demikian
telah ditemukan efisiensi glukorenil transferase, sehingga keadaan ini terutama
dianggap sebagai cacat konjugasi bilirubin (Price dan Wilson, 2006).
8. Tinjauan umum serum dan plasma
Plasma yaitu penggumpalan unsure figurative dalam tabung dapat dicegah
dengan senyawa tertentu, yang secara umum dinamai antikoagulan Dan, serum adalah
darah yang diambil dan vena dengan menggunakan sempit dan jarum suntik yang steril
dan kering. Setelah beberapa waktu, dibiarkan dalam suhu ruangan, darah tersebut
akan terpisah menjadi dua bagian utama, kedua bagian tersebut dapat dilihat dengan
langsung dengan mata, untuk lebih jelas lagi tabung tersebut dipusing dengan bantuan
alat pemusing (centrifuge) setelah pengeraman beberapa waktu tadi, akan tampak
gumpalan darah yang tidak beraturan bila penggumpalan berlangsung sempurna,
gumpalan darah tersebut akan terlepas atau dengan mudah dapat dilepaskan dan
darah. Gumpalan darah tersebut terdiri atas seluruh unsur figurative darah yang telah
mengalami proses penggumpalan atau koagulasi spontan, sehingga terpisah
dari unsur yang berwarna (Sadikin M, 2001).
Plasma darah merupakan komponen cairan darah yang meliputi 55% dan
seluruh volume darah, 91-99% terdiri dari air yang berperan sebagai medium transport,
gumpalan darah terdiri atas unsure figurative darah yang telah mengalami proses
penggumpalan atau koagulasi spontan, sehingga terpisah dan unsur larutan berwarna
kuning jernih. Unsur larutan yang diperoleh dengan membiarkan penggumpalan
spontan dan unsur figurative disebut serum dan bagian larutan dapat dilakukan lebih
cepat dan sempurna bila tabung yang berisi darah langsung disentrifugasi Hasil akan
diperoleh dua bagian yaitu endapan sel-sel yang membentuk unsure figurative, serta
cairan jernih yang juga berwarna kuning jernih yang disebut juga sebagai serum
Antara plasma dan serum keduanya merupakan cairan darah yang bebas dan
sel dan sama-sama berwarna kuning jernih. Tetapi terdapat perbedaan yang jelas,
plasma diperoleh dengan mencegah proses penggumpalan darah, sedangkan serum
didapat dengan membiarkan proses tersebut. Pada plasma mengandung senyawa
fibninogen, suatu protein darah yang berubah menjadi faring dan serat-serat fibrin dan
penggumpalan, sedangkan pada serum tidak terdapat fibrinogen karena fibrinogen
sudah menjadi jaring fibrin yang menggumpal bersama unsur figurative yang berupa
sell sebaiknya didalam plasma masih tetap terdapat fibrinogen yang tidak berubah
menjadi fibrin karena adanya antikoagulan yang ditambahkan.
Dalam pembuatan serum sel-sel darah menggumpal dan terjebak dalam suatu
anyaman yang luas dan kontraktif dan jaringan serat-serat fibrin. Sel-sel ini tidak dapat
dilihat secara terpisah-pisah melalui mikroskop. Sebaiknya dalam penyimpanan
plasma, sel-sel darah merah terendapkan dengan jelas didasar tabung seperti
penendapan plasma menghasilkan perusakan sel berdasarkan massa jenis menjadi
dua bagian. Sel-sel darah dengan cara seperti ini akan terpisah menjadi lapisan eritrosit
atau set darah merah yang merupakan lapisan tebal yang dapat mencapai hampir
seluruh volume darah. Dan terdapat lapisan tipis dan putih diatas lapisan eritrosit yang
terjadi diatas sel-sel leukosit dan sejumlah trombosit atau keping darah (Sadikin M,
2001).
9. Spektofotometer
a. Pengertian
Spektofotometer adalah suatu instrument yang digunakan untuk mengukur
transmitan atau absorbans Media ini sering digunakan dalam mengukur panjang
gelombang. Dengan media tersebut, maka panjang gelombang tunggal dapat dideteksl
biasanya, alat ini bisa dioperasi secara manual.
b. Prinsip Dasar
Prinsip dasar dalam mekanisme pemeriksaan dengan spektofotometer adalah
jika suatu hem dikenakan pada suatu larutan molekul atom, maka sebagian energy
radiasi tersebut ada yang diserap dan ada pula yang dikeluarkan.
c. Mekanisme Pemeriksaan Spektofotometer
1. Komponen
Ada empat komponen dasar dan mekanisme pemeriksaan spektofotometer, yaitu :
a) Sumber cahaya;
b) Monochromator

c) Kuvet;
d) Photodetector.
2. Pengukuran
Zat yang diukur diidentifikasi (berupa atom atau molekul), kemudian dibuat
interaksi antara radiasi elektromagnetik pada suatu panjang gelombang dengan jenis
zat tersebut. Informasi dari zat kemudian ditransmisikan ke photodetektor yang
bertindak sebagai transducer yang merubah besaran tersebut menjadi besaran listrik
agar mudah diidentifikasi. Dengan kata lain, secara kuantitatif energy yang diserap oleh
zat akan identik dengan jumlah zat per kandungan zat tersebut, sedangkan secara
kualitatif panjang gelombang dimana energy dapat diserap akan menunjukan jenis
zatnya (www.xains-info.blocispot.com/2008)
3. Pompa calibrasi
System kerja pompa kalibrasi adalah sebagai berikut:
a) Tekan on untuk menyalakan alat;
b) Tekan jenis program;
c) Tekan pompa;
d) Tekan pompa kalibrasi;
e) Tekan cud, biarkan alat mengisap udara;
f) Pipet aquadest dengan tepat, kemudian alat akan mengisap;
g) Tekan ok
h) Muncul air;
i) Ok
4. Cara membaca spektofotometer 5010
Ada beberapa langkah untuk membaca spektofotometer, yaitu :
a) Tekan pengukuran dengan metode;
b) Pilih no metode;
c) Tekan enter 2 kali;
d) Tekan ok 2 kali;
e) Muncul di Iayar ukur blanko;
f) Tekan nol lalu isap aquadest;
g) Jika muncul reagen isap reagen;
h) Jika muncul sampel isap sampel;
i) Lalu tekan ok

B. Kerangka Pikir
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh manusia. Beratnya sekitar 1500 gr atau
2% dan berat badan. Pada orang sehat, posisi normal dan hati adalah pada kuba kanan
diagfragma dan sebagian dan kuba kiri. Adapun fungsi hati yaitu metabolisme dan
mensintesis bilirubin.
Pemeriksaan bilirubin merupakan salah satu uji diagnostik fungsi hati.
Berikut matriks kerangka berpikir penulis dalam menelaah masalah pokok
penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai