Anda di halaman 1dari 10

KARBON TERSIMPAN DALAM BIOMASA POHON

DI HUTAN PANTAI BARAT CAGAR ALAM PANANJUNG


PANGANDARAN

Laporan Kuliah Kerja Lapangan

Di Pantai Barat Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis-Jawa Barat

Tanggal 10-15 Mei 2010

Oleh:

Gema Ikrar Muhammad

140410070057

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2010

KARBON TERSIMPAN DALAM BIOMASA POHON


DI HUTAN PANTAI BARAT CAGAR ALAM PANANJUNG
PANGANDARAN

ABSTRAK
Oleh: Gema Ikrar Muhammad
Dosen Pembimbing: Drs. Herri Y. Hadikusumah

Karbon merupakan unsur kimia yang membentuk makhluk hidup dan merupakan
dasar dari kimia organik. Semakin tingginya jumlah karbon di udara kini
menyebabkan dampak yang cukup signifikan terhadap perubahan iklim secara
global, terlebih dengan adanya pengalihan fungsi hutan. Hutan merupakan suatu
lahan yang sangat berperan dalam mengembalikan unsur karbon pada siklusnya,
dimana karbon disimpan menjadi suatu biomasa pohon dari hutan tersebut. Hutan
pantai barat cagar alam pananjung pangandaran merupakan lahan hutan yang
cukup berpotensi untuk menyimpan karbon dalam biomasa pohon. Biomasa
adalah total berat atau volume organism dalam suatu area atau volume tertentu.
Pengukuran biomasa dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
pengukuran karbon tersimpan yang dikembangkan oleh jaringan internasional
Alternatives to Slash and Burn (ASB), dengan sedikit memodifikasi ukuran plot,
menggunakan metode transek sepanjang 150m dengan sub plot 10x10m, dan
menggunakan persamaan allometrik yang telah dikembangkan. Dari hasil
perhitungan biomassa, kemampuan hutan pantai barat cagar alam pananjung
pangandaran untuk menyimpan karbon dalam biomasa adalah sebesar 288,3
Ton/ha. Dengan nilai masing-masing untuk pohon berukuran besar adalah
24,29259 kg/m2 atau setara dengan 242,9 Ton/ha, dan untuk pohon berukuran
sedang adalah sebesar 4,810824 Kg/m2 setara dengan 48,1 Ton/ha. Dan untuk
besarnya karbon tersimpan mencapai 132,618 Ton/ha.

Kata kunci: Karbon, Biomasa, Hutan


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

No. Nama Alat & Bahan Kegunaan


1. Alat Tulis Mencatat data
2. Blum leiss Mengukur ketinggian pohon tidak
bercabang
3. Kamera Mendokumentasikan plot penelitian dan
species yang belum teridentifikasi
4. Kantong Plastik Memasukkan sample untuk di ukur di lab
5 Label Memberikan label nama pada sample
6. Meteran Mengukur DBH pohon, serta mengukur
jarak
7. Oven Mengeringkan sample agar didapat berat
kering
8. Patok Alat bantu utuk membatasi dan membuat
transek/plot
9. Tali rafia Alat bantu dalam pembuatan transek/plot

3.2 Metode Penelitian

Metoda pengukuran karbon sebelumnya digunakan metode destruktif untuk

mengetahui berat basah serta berat kering dari suatu tanaman, namun berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh kelompok peneliti yang tergabung dalam jaringan

international Alternatives to Slash and Burn (ASB), pengukuran dilakukan tanpa

melibatkan perusakan atau “non destruktif”, namun bisa pula harus merusak

tanaman, terutama pada tanaman semusim dan perdu. Hal ini didasarkan bila
19
dilakukan metode destruktif di tiap pengukuran data maka vegetasi yang dijadikan
sebagai tempat pengukuran akan terganggu, oleh karena itu dilakukan suatu

penelitian sehingga dapat dijadikan standar pengukuran, sehingga dapat

menggunakan pengukuran alternatif tanpa menggunakan metode destruktif. Pada

lahan hutan digunakan plot berukuran 5 x 40 m 2 = 200m2 (disebut sub plot), tetapi

bila terdapat pohon besar maka ukuran sub plot di perbesar menjadi 100x20 m2.

Pada penelitian ini digunakan sedikit modifikasi ukuran menjadi 150x10 m 2

menggunakan metode transek sabuk dengan ukuran plot 10x10 m 2, karena

keterbatasan waktu dalam penelitian (kuliah kerja lapangan), dengan asumsi

bahwa kondisi vegetasi pohon mewakili semua vegetasi pohon di tempat

penelitian (hutan pantai barat Cagar Alam Pananjung Pangandaran) baik kategori

pohon sedang maupun pohon besar. Tetapi tata cara pengukuran serta

penghitungan karbon yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan apa yang terdapat

dalam buku panduan pengukuran karbon tersimpan oleh Kurniatun Hairiah, dan

Subekti Rahayu, 2007.

3.2.1 Menentukan Plot Contoh Pengukuran

Untuk mengukur C tersimpan, dibuat sebuah transek sepanjang 150 m

dengan ukuran plot 10 x 10 m.

Gambar 3.1 Transek pengamatan 150 x 10m


Keterangan:
Pohon Besar
Pohon Sedang
3.2.2 Mengukur Biomasa Pohon
Pengukuran biomasa pohon dilakukan dengan cara ‘non destruktif (tidak

merusak bagian tumbuhan)

1. Dicatat nama setiap pohon, dan diukur diameter batang setinggi dada (dbh

= diameter breast high = 1,3m dari permukaan tanah) semua pohon yang

masuk ke dalam plot. Pengukuran dbh dilakukan hanya pada pohon

berdiameter 5cm-30cm. pohon dengan dbh<5cm diklasifikasikan sebagai

tumbuhan bawah. Diberi tanda goresan pada batang pohon yang diukur.

2. Dililitkan pita pengukur pada batang pohon, dengan posisi pita harus

sejajar untuk semua arah, sehingga data yang diperoleh adalah lingkar/lilit

batang (keliling batang = 2r x 3,14) yang kemudian di hitung diameternya.

Pita yang dililitkan harus sejajar.

3. Dicatat lilit batang dari setiap pohon yang diamati dan diukur pada blanko

pengamatan.

4. Untuk pohon-pohon yang berbatang rendah dan bercabang banyak,

misalnya pohon kopi, maka diukur diameter semua cabang. Bila pada Plot

terdapat tumbuhan berkeping satu (monocotyle) yang tak memiliki

kambium, maka diukur diameter dan tinggi masing-masing individu dalam

setiap rumpun tumbuhan. Demikian pula bila terdapat pohon tak

bercabang seperti kelapa atau tumbuhan jenis palem lainnya.

5. Apabila didapatkan bekas tebangan yang masih hidup dengan tinggi > 50

cm dan diameter > 5 cm, maka diukurlah diameter batang dan tingginya.

6. Ditetapkan berat jenis kayu dari masing-masing jenis pohon dengan jalan

kayu dari salah satu cabang dipotong, lalu diukur panjang, diameter dan
timbang berat basahnya, lalu diimasukkan ke dalam oven, pada suhu

1000C selama 48 jam dan ditimbang berat keringnya. Dihitung volume dan

berat jenis kayu dengan menggunakan rumus:

Volume (cm3) = 3,14 x R2 x T

Dimana : R = jari-jari potongan kayu = ½ x diameter (cm)

T = Panjang kayu (cm)

BJ (g/cm3) = Berat kering


Volume (cm3)

3.2.3 Pengumpulan Data Biomasa Pohon dari DBH

Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur dbh, lilit batang, dan

tinggi pohon (untuk pohon tak bercabang), kemudian semua data yang

diperoleh ditulis ke dalam blanko pengukuran biomasa. Pengumpulan data

dilakukan dengan memisahkan kategori pohon menjadi pohon-pohon

berukuran besar (diameter >30cm) dan pohon-pohon berukuran sedang

(diameter 5 – 30 cm) untuk memudahkan konversi perhitungan ke luasan

pengukuran.

Tabel 3.1 A: Contoh blangko pengukuran biomasa: diameter dan tinggi pohon

yang berukuran besar (diameter > 30cm)


Nama Lokasi :
Nama Pengukur :
Hari / Tanggal :
Ukuran plot contoh :

No Nama Bercabang / K D T P BK- Ketera


Jenis tidak Biomasa ngan
(kg/pohon)

Keterangan:

K= Lilit Batang (cm)

D= Dbh=K/3,14 (cm)

T=tinggi pohon (cm)

P=BJ kayu (g/cm3)

Tabel 3.1 B: Contoh blangko pengukuran biomasa: diameter dan tinggi pohon

yang berukuran Sedang (diameter 5cm - 30cm)

Nama Lokasi :
Nama Pengukur :
Hari / Tanggal :
Ukuran plot contoh :

No Nama Bercabang / K D T P BK- Ketera


Jenis tidak Biomasa ngan
(kg/pohon)

Keterangan:

K= Lilit Batang (cm)

D= Dbh=K/3,14 (cm)

T=tinggi pohon (cm)

P=BJ kayu (g/cm3)

3.2.4 Analisis Data

3.2.4.1 Analisis Data Vegetasi

Menurut Muller-Dumbois dan Ellenberg (1974), perhitungan

analisis data mengikuti cara sebagai berikut:

1. Frekuensi

Perhitungan dalam plot penelitian berdasarkan keberadaan suatu

jenis. Nilai ini menyatakan distribusi jenis dalam sebuah

komunitas. Frekuansi dihitung dengan menggunakan rumus:


∑ Plot ditemukan jenis
Frekuensi Mutlak =
∑Seluruh Plot

FM suatu jenis
Frekuensi Relatif = x 100%
∑FM seluruh jenis
2. Kerapatan

Kerapatan merupakan suatu parameter untuk menunjukkan jumlah

individu dalam suatu plot penelitian atau jenis per satuan luas.

Kerapatan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:


∑individu
Kerapatan Mutlak =
Luas wilayah penelitian

KR suatu jenis
Kerapatan Relatif = x 100%
∑KR seluruh jenis

3. Indeks nilai penting (INP)

Indeks nilai penting dihitung dengan rumus sebagai berikut (Curtis

dan Mc. Intosh (1959 dikutip oleh Gopal dan Bhardwaj, 1979)

dalam Indriyanto: 2009).

INP= KR + FR

4. Penguasaan Jenis Tumbuhan

Penguasaan (dominansi) jenis tumbuhan ditentukan dengan

parameter perbandingan nilai penting (summed dominance ratio=

SDR). Perbandingan nilai penting dihitung dengan rumus sebagai

berikut (Muller et al., 1974).

SDR= INP/2

Tinggi atau rendahnya tingkat penguasaan jenis ditentukan dengan

rumus sebagai berikut (Muller et al., 1974).

SDRtertinggi - SDRterendah

3
Interval kelas penguasaan jenis (I)=

Kriteria tingkat penguasaan jenis adalah:

(1) Tingkat penguasaan rendah: SDR < (SDR terendah + I)

(2) Tingkat penguasaan sedang: SDR= (SDR terendah + 2I) -

(SDR terendah + I)

(3) Tingkat penguasaan tinggi: SDR > (SDR terendah + 2I)

3.2.4.2 Analisis Data Biomasa

Hitung biomasa pohon dengan menggunakan persamaan

allometrik. Jumlahkan biomasa semua pohon yang ada pada suatu

lahan, baik yang berukuran besar maupun sedang, sehingga diperoleh

total biomasa pohon. Konsentrasi C dalam bahan organik biasanya

sekitar 46%, oleh karena itu estimasi jumlah C tersimpan dikalikan

dengan total berat masanya dengan konsentrasi C, sehingga rumus

penghitungannya adalah sebagai berikut: (Hairiah,K, dan Rahayu, S.

2007).

C Stok = Berat kering biomasa (kg/ha) x 0,46.

Anda mungkin juga menyukai