Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud, Raja Arab Saudi. Bahkan tidak sedikit
masyarakat dan pelaku ekonomi yang terjebak pada euforia yang berlebihan. Euforia
Kedatangan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud diharapkan dan diyakini akan
melakukan investasi yang sangat besar di negara Indonesia sehingga kedatangan Raja
Salman akan membawa dampak positif yang juga sangat besar terhadap
perekonomian Indonesia.
bandingkan antara investasi yang dilakukan oleh Arab Saudi yang berbarengan
dengan kedatangan Raja Salman dan investasi yang dilakukan oleh negara Tiongkok
yang telah masuk ke Indonesia terlebih dahulu. Perdebatan masyarakat ini terkait
dampak ekonomi dari kedua investasi tersebut. Perdebatan seputar dampak investasi
ini merupakan hal yang wajar. Dalam prakteknya, tidak semua investasi di suatu
negara berdampak positif terhadap perekonomian negara tersebut. Investasi yang baik
negara adalah investasi yang berasal dari jenis Green Field Investment (GFI) lawan dari
Brown Field Investment (BFI). Istilah GFI mengacu pada jenis investasi di mana
investor membangun perusahaan baru dari awal. Sedangkan BFI adalah investasi di
mana pihak yang menjadi investor melakukan investasi di suatu negara dengan
sedang eksis. Dengan cara seperti ini maka biasanya biaya yang dikeluarkan oleh
investor yang melakukan investasi dengan skema BFI jauh lebih kecil dibandingkan
ini BFI menjadi pilihan utama para investor global. Selain karena biaya yang relatif
lebih murah, prosedur perijinan BFI juga jauh lebih mudah dibandingkan dengan
investasi dengan skema GFI. Dalam prakteknya, investor yang melakukan BFI hanya
infrastruktur utuk menunjang investasinya sehingga praktis para investor tidak harus
melalui berbagai prosedur perijinan investasi yang sangat ribet sebagai mana
prosedur perijinan untuk investasi dengan skema GFI. Oleh karena itu, tidak salah
jika saat ini para investor global beramai-ramai berpindah dari GFI ke BFI.
dampak negatif yang cukup besar. Karena sifatnya yang instan (tidak melakukan
ekonomi dari BFI tidak sebesar yang ditimbulkan oleh investasi dengan skema GFI.
signifikan dan bahkan tidak mendorong adanya pertumbuhan ekonomi dari sisi
supply.
Dampak negatif BFI ini pernah dirasakan langsung oleh Turki selama periode
tahun 2000 2013. Investasi asing yang masuk ke Turki malah menimbulkan
besar angka pengangguran yang terjadi di Turki. Hal ini terjadi karena investasi asing
yang masuk ke Turki sebagian besar adalah jenis BFI yang hanya melakukan merger
dan akuisisi terhadap perusahaan-peruhasaan yang sedang eksis. Oleh karena itu,
tidak sedikit negara yang mencoba membatasi masuknya BFI dengan membuat
berbagai kebijakan sebagai barriers bagi para investor yang ingin berinvestasi dengan
investor global yang masuk ke Indonesia sekarang lebih banyak menggunakan skema
BFI. Salah satu indikatornya adalah pesatnya perkembangan pasar modal Indonesia.
Pasar modal Indonesia mengalami perkembangan yang sangat cepat dalam beberapa
tahun terakhir ini. Pada akhir tahun 2009 nilai Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) Indonesia masih berada pada level 2.500an. Pada akhir tahun 2016 nilai IHSG
sudah menembus angka 5.200an dengan nilai kapitalisasi pasar lebih dari Rp5.000
trilyun.
Oleh karena itu, tidak salah jika pemerintah Indonesia berusaha mendorong
supaya Foreign Direct Invstment (FDI) yang masuk ke Indonesia bisa melalui
investasi dan insentif bagi investor asing yang mau menanamkan modalnya di
Langkah pemerintah ini bisa dikatakan cukup berhasil. Beberapa mega proyek
GFI diharapkan angka pengangguran di Indonesia akan turun signifikan, dan pada
skema GFI oleh beberapa investor global ini mengalami beberapa modifikasi.
berbagai syarat yang menjadikan skema GFI memiliki sifat dan karakteristik yang
tenaga kerja asing yang berasal dari negara investor bersangkutan mulai dari top
pekerja.
Jika arus investasi asing yang masuk ke Indonesia melalui mekanisme GFI ini
adalah hanya proyek bayangan GFI padahal riilnya adalah BFI maka hampir bisa
halnya Turki. Saat ini Indonesia masih bergulat dengan tingkat kemiskinan dan
ketimpangan ekonomi yang besar yang disertai dengan angka pengangguran yang
tinggi. Bila arus investasi asing yang masuk tersebut adalah BFI maka angka
Kerajaan Arab Saudi akan bersifat seperti BFI atau GFI? Pertanyaan yang sama juga
harus diajukan kepada negara Tiongkok yang beberapa tahun terakhir ini memiliki
Indonesia. Jika salah satu dari kedua negara tersebut menyertakan persyaratan
khusus dalam investasinya seperti penggunaan tenaga kerja, bahan baku industri,
hampir bisa dipastikan investasi dari negara tersebut akan sangat merugikan
perekonomian Indonesia.
Oleh karena itu, pemerintah harus tetap berhati-hati dan tidak boleh lengah.
Jangan sampai komitmen investasi yang dibuat oleh investor-investor asing dengan
skema GFI pada kenyataannya adalah kamuflase untuk mengakali skema yang
sebenarnya BFI. Bila investasi asing yang masuk ini sebenarnya adalah BFI maka
global lainnya yang jauh lebih meyakinkan dan mau berinvestasi di Indonesia dengan