Psikodinamika 5
Psikodinamika 5
I. Pendahuluan
Kami menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah psikologi pendidikan yang
merupakan mata kuliah matrikulasi bagi para sarjana yang berasal dari jalur non
kependidikan. Psikodinamika merupakan sub pokok bahasan dari mata kuliah Psikologi
Pendidikan. Seiring dengan berkembangnya ilmu Psikologi banyak aliran dan tokoh dalam
bidang psikologi yang mengeluarkan teori-teori yang berhububungan dengan Teori
Kepribadian dan Psikologi Perkembangan. Salah satu tokoh teori Kepribadian yang terkenal
adalah Freud. Teori yang dikembangkan oleh Freud adalah Teori Psikodinamika.
Deskripsi perilaku manusia menurut Freud mengikuti prinsip-prinsip berikut ini (Bischof,
1970)
Prinsip Kesenangan (Pleasure Principle)
Setiap perbuatan didasari oleh keinginan untuk mencari kesenangan tanpa rasa sakit/luka.
Ada motivasi dalam diri manusia untuk mencari kesenangan dan kegembiraan. Menurut
prinsip kesenangan ini setiap kebutuhan harus segera dipenuhi. Contohnya kebutuhan bayi
untuk minum ASI.
Prinsip Realitas (Reality Principle)
Berikutnya bahwa manusia dalam hidup tidak hanya untuk mencari kesenangan tetapi
dibatasi oleh kenyataan dari dalam ataupun dari luar/lingkungan. Bahwa ada kesenangan
yang harus ditunda/dibatasi oleh seseorang jika ingin mencapai kesenangan di masa depan.
Prinsip Pengurangan Tekanan (Tension Reduction Principle)
Masih ada hubungan dengan 2 prinsip sebelumnya, manusia cenderung untk menghindari
adanya tekanan. Manusia tidak selamanya bahagia, suatu saat dia dalam keadaan sedih atau
tertekan. Saat itu manusia punya kebutuhan untuk mengurangi tekanan yang ada dalam
dirinya.
Prinsip Polaritas atau Dualitas
Semua dalam hidup ini dibedakan menjadi dua kutub karakteristik seperti contohnya berikut,
Baik-buruk, Benar-salah, hidup-mati, positif-negatif. Kita dalam hidup kadang diberi pilihan
yang sulit dan bertolak belakang dalam mengambil keputusan.
Prinsip Dorongan Pengulangan (Compulsion Repetition Principle)
Manusia cenderung mengikuti kegiatan yang membawanya kepada keberhasilan. Manusia
melakukan itu berulangkali sehingga menjadi kebiasaan dalam hidupnya.
Oral
Zona erogen yang pertama dikenal bayi adalah mulut. Zona erogen disekitar mulut yang
mulai dimiliki oleh bayi yang baru lahir yang mengikuti prinsip kesenangan. Zona erogen ini
memperoleh kenikmatannya saat menggunakan mulut/bibirnya untuk memperoleh makanan,
terdapat pada bayi baru lahir sampai 2 tahun (Bischof, 1970). Bayi yang baru lahir
mempunyai keinginan untuk menyusui dari puting ibunya saat lapar. Saat lapar dia menangis
dan saat kebutuhannya itu terpenuhi bayi merasa senang. Namun sumber kenikmatan itu tak
hanya karena dengan menyusu memperoleh makanan, dengan mulutnya itu bayi merasakan
kehangatan ibunya dan gerakan menghisap ritmis itu juga memberikan bayi kenikmatan
tersendiri (Monks, Knoer & Haditono, 2006)
Tahap Anal
Mulai berkembang pada anak usia 2-4 tahun. Di mana pada usia ini anak belajar toilet
training. Tahap anal ini anak mulai mengerti dan bisa mengontrol keinginan untuk buang air
besar (bowel movement). Ketika feses berhasil dibuang muncullah perasaan lega. (Hall &
Lindzey, 1981)
Tahap Phallic
Setelah melewati masa oral dan anal, anak memasuki masa phallic. Di mana anak mulai
mengenal organ kelaminnya. Dan mengetahui dia berbeda dengan lawan jenisnya. Masa kritis
pada anak laki-laki dikenal dengan oedipus complex, yaitu ditandai dengan rasa kecemburuan
besar dari anak laki-laki kepada ayahnya. Pada anak perempuan dikenal dengan electra
complex
Tahap Laten
Kira-kira usia 6 sampai pubertas yaitu pada masa anak sekolah. Pada fase ini seksualitas
terasa mengendap, tidak akti dan dalam keadaan laten. (Monks, Knoers & Haditono 2006).
Tahap Genital
Terjadi sejak individu memasuki pubertas dan selanjutnya. Pada masa ini individu telah
mengalami kematangan pada organ reproduksi.
Sadar (Concious)
Bagian dari keadaan mental manusia saat manusia dalam keadaan benar-benar terjaga/sadar.
Dalam keadaan sadar kita tahu siapa diri kita, apa yang kita lakukan, di mana kita berada, apa
yang terjadi di sekeliling kita, bagaimana kita melakukan sesuatu. Semakin orang menjadi
aktif semakin sadar diri kita (Bischof, 1970)
Prasadar (preconcious)
Tingkat berikutnya adalah prasadar yaitu keadaan antara sadar dan tidak sadar.
Ego adalah sentral dari kepribadian. Ego menginginkan sesuatu untuk memberi kesenangan
pada seseorang. Saat pemenuhan ego tertunda bahkan terhambat karena berhadapan dengan
kenyataan di dunia luar. Keadaan ini membuat seseorang bisa membuat seseorang menjadi
sangat sedih dan cemas. Untuk mempertahankan ego maka munculnya mekanisme
pertahanan ego dalam diri manusia. Karakteristik utama dari mekanisme pertahanan ego yaitu
beroperasi dalam keadaan tidak sadar. Orang yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar
bahwa dia sedang mempertahankan egonya (Bischof, 1970)
Di bawah ini beberapa cara ego untuk mempertahankan diri, yaitu :
Represi
Bisa diartikan sebagai menekan/mengekang ego sehingga masuk dalam keadaan tidak sadar.
Bentuk-bentuk dari represi ini antara lain menghindar, menarik diri atau membendungnya.
Regresi
Berarti kembali ke tahap perkembangan sebelumnya. Misalnya individu menjadi berperilaku
seperti bayi atau anak-anak lagi.
Formation Reaction
Seperti prinsip polaritas, mekanisme pertahanan ini bereaksi sebaliknya dari yang terjadi pada
dirinya. Reaksinya bahkan terlihat ektrem.
Projeksi
Menyertakan dan menyalahkan orang lain atas kesulitan yang seseorang alami, bahkan orang
lain dituduh lebih bersalah dari pada dirinya.
Fiksasi
Hampir sama dengan regresi yaitu terlihat kembali ke tahapan seperti anak bayi. Namun
dalam fiksasi seseorang memang memperoleh kenyamanan melakukan hal tersebut. Contoh
fiksasi oral.
Ke lima di atas merupakan mekanisme pertahanan diri yang sering dibicarakan.
Mekanisme pertahanan diri yang lain adalah
Sublimasi
Mekanisme pertahanan ego yang ditujukan untuk mencegah atau meredakan kecemasan
dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan primitif Id yang menjadi penyebab
kecemasan ke dalam tingkah laku yang bisa diterima masyarakat.
Displacement
Adalah pengungkapan dorongan yang menimbulkan kecemasan kepada objek atau individu
yang kurang berbahaya dibanding individu semula.
Kepribadian menurut Freud terdiri dari struktur dasar Id, Ego dan Superego. Seorang anak
yang baru lahir dibekali dengan Id yang mengikuti prinsip kesenangan semata. Setelah bayi
menjadi lebih besar keinginannya harus berhadapan pada realita di sekitanya sehingga
munculah apa yang disebut Ego yang mengikuti prinsip realitas. Kemudian karena pengaruh
orang tua dan lingkungan sosial muncullah apa yang dinamakan super ego.
Jika suatu saat pemenuhan ego terhambat seseorang menjadi cemas dan merasa tidak nyaman
lalu secara tidak sadar muncullah apa yang dinamakan mekanisme pertahanan ego.
Id pada orang dewasa tersimpan dalam alam ketidaksadaran, dan superego ada dalam
perilaku sadar manusia. Ego ada dalam wilayah sadar dan tidak sadar. Id secara tidak sadar
membentuk kepribadian seseorang.
A. Pengertian Psikodinamika
Teori psikodinamika adalah teori yang berusaha menjelaskan hakikat dan perkembangan
kepribadian. Unsur-unsur yang diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-
aspek internal lainnya. Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika
terjadi konflik-konflik dari aspek-aspek psikologis tersebut, yang pada umumnya terjadi pada
anak-anak dini.
Teori psikodinamika atau tradisi klinis berangkat dari dua asumsi dasar. Pertama, manusia
adalah bagian dari dunia binatang. Kedua, manusia adalah bagian dari sistem energi. Kunci
utama untuk memahami manusia menurut paradigma psikodinamika adalah mengenali semua
sumber terjadinya perilaku, baik itu berupa dorongan yang disadari maupun yang tidak
disadari.
Teori psikodinamika ditemukan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Dia memberi nama aliran
psikologi yang dia kembangkan sebagai psikoanalisis. Banyak pakar yang kemudian ikut
memakai paradigma psikoanalisis untuk mengembangkan teori kepribadiannya, seperti : Carl
Gustav Jung, Alfred Adler, serta tokoh-tokoh lain seperti Anna Freud, Karen Horney, Eric
Fromm, dan Harry Stack Sullivan. Teori psikodinamika berkembang cepat dan luas karena
masyarakat luas terbiasa memandang gangguan tingkah laku sebagai penyakit (Alwisol, 2005
: 3-4).
1. Id
Sigmund Frued mengumpamakan kehidupan psikis seseorang bak gunung es yang terapung-
apung di laut. Hanya puncaknya saja yang tampak di permukaan laut, sedangkan bagian
terbesar dari gunung tersebut tidak tampak, karena terendam di dalam laut. Kehidupan psikis
seseorang sebagian besar juga tidak tampak ( bagi diri mereka sendiri ), dalam arti tidak
disadari oleh yang bersangkutan. Meski demikian, hal ini tetap perlu mendapat perhatian atau
diperhitungkan, karena mempunyai pengaruh terhadap keutuhan pribadi ( integrated
personality ) seseorang. Dalam pandangan Frued, apa yang dilakukan manusia khususnya
yang diinginkan, dicita-citakan, dikehendaki- untuk sebagian besar tidak disadari oleh yang
bersangkutan. Hal ini dinamakan ketaksadaran dinamis, ketaksadaran yang mengerjakan
sesuatu. Dengan pandangan seperti itu, Frued telah melakukan sebuah revolusi terhadap
pandangan tentang manusia. Karena, psikologi sebelumnya hanya menyelidiki hal-hal yang
disadari saja. Segala perilaku yang di luar kesadaran manusia dianggap bukan wilayah kajian
psikologi.
Frued menggunakan istilah Id untuk menunjukkan wilayah ketaksadaran tersebut. Id
merupakan lapisan paling dasar dalam struktur psikis seorang manusia. Id meliputi segala
sesuatu yang bersifat impersonal atau anonim, tidak disengaja atau tidak disadari, dalam
daya-daya mendasar yang menguasai kehidupan psikis manusia. Oleh karena itu, Frued
memilih istilah id ( atau bahsa aslinya Es ) yang merupakan kata ganti orang neutrum
atau netral.
Pada permulaan hidup manusia, kehidupan psikisnya hanyalah terdiri dari Id saja. Pada janin
dalam kandungan dan bayi yang baru lahir, hidup psikisnya seratus persen sama identik
dengan Id. Id tersebut nyaris tanpa struktur apa pun dan secara menyeluruh dalam keadaan
kacau balau. Namun demikian, Id itulah yang menjadi bahan baku bagi perkembangan psikis
lebih lanjut. Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan biologis manusia
pusat insting (hawa nafsu, istilah dalam agama ). Ada dua insting dominan, yakni : ( 1 )
Libido instink reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia
yang konstruktif; ( 2 ) Thanatos instink destruktif dan agresif. Yang pertama disebut juga
instink kehidupan ( eros ), yang dalam konsep Frued bukan hanya meliputi dorongan seksual,
tetapi juga segala hal yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan kepada
Tuhan, cinta diri ( narcisisme ). Bila yang pertama adalah instink kehidupan, yang kedua
merupakan instink kematian. Semua motif manusia adalah gabungan antara eros dan
thanatos. Id bergerak berdasarkan kesenangan ( pleasure principle ), ingin segera memenuhi
kebutuhannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id
adalah tabiat hewani manusia. ( Jalaluddin Rakhmat M.sc, Psikologi Komunikasi, 1986 ).
Pada mulanya, Id sama sekali berada di luar kontrol individu. Id hanya melakukan apa yang
disukai. Ia dikendalikan oleh prinsip kesenangan ( the pleasure principle ). Pada Id tidak
dikenal urutan waktu ( timeless ). Hukum-hukum logika dan etika sosial tidak berlaku
untuknya. Dalam mimpi seringkali kita melihat hal-hal yang sama sekali tidak logis. Atau
pada anak kecil, kita bisa melihat bahwa perilaku mereka sangat dikuasai berbagai keinginan.
Untuk memuaskan keinginan tersebut, mereka tak mau ambil pusing tentang masuk akal-
tidaknya keinginan tersebut. Selain itu, juga tidak peduli apakah pemenuhan keinginan itu
akan berbenturan dengan norma-norma yang berlaku. Yang penting baginya adalah
keinginannya terpenuhi dan ia memperoleh kepuasan. Demikianlah gambaran selintas tentang
Id. Bagaimana pun keadaannya Id tetap menjadi bahan baku kehidupan psikis seseorang. Id
merupakan reservoar energi psikis yang menggerakkan Ego dan Superego. Energi psikis
dalam Id dapat meningkat karena adanya rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar
individu. Apabila energi psikis ini meningkat, akan menimbulkan pengalaman tidak enak
(tidak menyenangkan). Id tidak bisa membiarkan perasaan ini berlangsung lama. Karena itu,
segeralah id mereduksikan energi tersebut untuk menghilangkan rasa tidak enak yang
dialaminya. Jadi, yang menjadi pedoman dalam berfungsinya Id adalah menghindarkan diri
dari ketidakenakan dan mengejar keenakan. Untuk menghilangkan ketidakenakan dan
mencapai keenakan ini, id mempunyai dua cara, yang pertama adalah: refleks dan reaksi-
reaksi otomatis, seperti misalnya bersin, berkedip karena sinar, dan sebagainya, dan yang ke
dua adalah proses primer, seperti misalnya ketika orang lapar biasanya segera terbayang akan
makanan; orang yang haus terbayang berbagai minuman. Bayangan-bayangan seperti itu
adalah upaya-upaya yang dilakukan id untuk mereduksi ketegangan akibat meningkatnya
energi psikis dalam dirinya. Cara-cara tersebut sudah tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan.
Orang lapar tentu tidak akan menjadi kenyang dengan membayangkan makanan. Orang haus
tidak hilang hausnya dengan membayangkan es campur. Karena itu maka perlu (merupakan
keharusan kodrat) adanya sistem lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia objektif.
Sistem yang demikian itu ialah Ego.
2. Ego
Meski id mampu melahirkan keinginan, namun ia tidak mampu memuaskannya. Subsistem
yang kedua, ego berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas di dunia luar. Ego
merupakan mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-
lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewani manusia dan hidup
sebagai wujud yang rasional ( pada pribadi yang normal ). Ketika id mendesak Anda untuk
menampar orang yang telah menyakiti Anda, ego segera mengingatkan jika itu Anda lakukan,
Anda akan diseret ke kantor polisi karena telah main hakim sendiri. Jika Anda menuruti
desakan id, Anda akan konyol. Jadi, ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang
timbul karena kebutuhan manusia untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan.
Orang lapar tentu perlu makan untuk menghilangkan ketegangan yang ada di dalam dirinya.
Ini berarti bahwa individu harus dapat membedakan antara khayalan dengan kenyataan
tentang makanan. Di sinilah letak perbedaan pokok antara id dan ego. Id hanya mengenal
dunia subjektif (dunia batin), sementara ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di
dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia luar (dunia objektif, dunia kenyataan). Lain
dengan id, ego berpegang pada prinsip kenyataan ( reality principle ) dan berhubungan
dengan proses sekunder. Tujuan prinsip realitas adalah mencari objek yang tepat sesuai
dengan kenyataan untuk mereduksi ketegangan yang timbul di dalam diri. Proses sekunder
ini adalah proses berpikir realistik. Dengan mempergunakan proses sekunder, Ego
merumuskan sesuatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya dengan suatu
tindakan untuk mengetahui apakah rencananya itu berhasil atau tidak.
Aktivitas Ego ini bisa sadar, pra sadar atau tak disadari. Namun untuk sebagian besar adalah
disadari. Contoh aktivitas Ego yang disadari antara lain : persepsi lahiriah ( saya melihat
teman saya tertawa di ruang itu ); persepsi batiniah ( saya merasa sedih ) dan berbagai ragam
proses intelektual. Aktivitas pra sadar dapat dicontohkan fungsi ingatan ( saya mengingat
kembali nama teman yang tadinya telah saya lupakan ). Sedangkan aktivitas tak sadar muncul
dalam bentuk mekanisme pertahanan diri ( defence mechanisme ), misalnya orang yang
selalu menampilkan perangai temperamental untuk menutupi ketidakpercayaan-dirinya;
ketidakmampuannya atau untuk menutupi berbagai kesalahannya. Aktivitas Ego ini tampak
dalam bentuk pemikiran-pemikiran yang objektif, yang sesuai dengan dunia nyata dan
mengungkapkan diri melalui bahasa. Di sini, the pleasure principle dari Id diganti dengan the
reality principle. Sebagai misal, ketika seseorang merasa lapar. Rasa lapar ini bersumber dari
dorongan Id untuk fungsi menjaga kelangsungan hidup. Id tidak peduli apakah makanan yang
dibutuhkan nyata atau sekadar angan-angan. Baginya, ia butuh makanan untuk memuaskan
diri dari dorongan rasa lapar tersebut. Pada saat yang bersangkutan hendak memuaskan diri
dengan mencari makanan, Ego mengambil peran. Ego berpendapat bahwa angan-angan
tentang makanan tidak bisa memuaskan kebutuhan akan makanan. Harus dicari makanan
yang benar-benar nyata. Selanjutnya, Ego mencari cara untuk mendapatkan makanan
tersebut. Menurut Frued, tugas pokok Ego adalah menjaga integritas pribadi dan menjamin
penyesuaian dengan alam realitas. Selain itu, juga berperan memecahkan konflik-konflik
dengan realitas dan konflik-konflik dengan keinginan-keinginan yang tidak cocok satu sama
lain. Ego juga mengontrol apa yang akan masuk ke dalam kesadaran dan apa yang akan
dilakukan. Jadi, Fungsi Ego adalah menjaga integritas kepribadian dengan mengadakan
sintesis psikis.
3. Superego
Superego adalah sistem kepribadian terakhir yang ditemukan oleh Sigmund Frued. Sistem
kepribadian ini seolah-olah berkedudukan di atas Ego, karena itu dinamakan Superego.
Fungsinya adalah mengkontrol ego. Ia selalu bersikap kritis terhadap aktivitas ego, bahkan
tak jarang menghantam dan menyerang ego. Superego ini termasuk ego, dan seperti ego ia
mempunyai susunan psikologis lebih kompleks, tetapi ia juga memiliki perkaitan sangat erat
dengan id. Superego dapat menempatkan diri di hadapan Ego serta memperlakukannya
sebagai objek dan caranya kerapkali sangat keras. Bagi Ego sama penting mempunyai
hubungan baik dengan Superego sebagaimana halnya dengan Id. Ketidakcocokan antara ego
dan superego mempunyai konsekuensi besar bagi psikis. Seperti dikemukakan di atas,
Superego merupakan sistem kepribadian yang melepaskan diri dari Ego. Aktivitas Superego
dapat berupa self observation, kritik diri, larangan dan berbagai tindakan refleksif lainnya.
Superego terbentuk melalui internalisasi (proses memasukkan ke dalam diri) berbagai nilai
dan norma yang represif yang dialami seseorang sepanjang perkembangan kontak sosialnya
dengan dunia luar, terutama di masa kanak-kanak. Nilai dan norma yang semula asing bagi
seseorang, lambat laun diterima dan dianggapnya sebagai sesuatu yang berasal dari dalam
dirinya. Larangan, perintah, anjuran, cita-cita, dan sebagainya yang berasal dari luar
( misalnya orangtua dan guru ) diterima sepenuhnya oleh seseorang, yang lambat laun
dihayati sebagai miliknya. Larangan Engkau tidak boleh berbohong Engkau harus
menghormati orang yang lebih tua dari orangtuanya menjadi Aku tidak boleh berbohong
Aku harus menghormati orang yang lebih tua. Dengan demikian, Superego berdasarkan
nilai dan norma-norma yang berlaku di dunia eksternal, kemudian melalui proses
internalisasi, nilai dan norma-norma tersebut menjadi acuan bagi perilaku yang bersangkutan.
Superego merupakan dasar moral dari hati nurani. Aktivitas superego terlihat dari konflik
yang terjadi dengan ego, yang dapat dilihat dari emosi-emosi, seperti rasa bersalah, rasa
menyesal, juga seperti sikap observasi diri, dan kritik kepada diri sendiri.
Konflik antara ego dan superego, dalam kadar yang tidak sehat, berakibat timbulnya emosi-
emosi seperti rasa bersalah, menyesal, rasa malu dan seterusnya. Dalam batas yang wajar,
perasaan demikian normal adanya. Namun, pada beberapa orang hidupnya sangat disiksa
oleh superegonya, sehingga tidak mungkin lagi untuk hidup normal
Erik Erikson (1902 1994) adalah salah seorang teoritis ternama di bidang perkembangan
rentang-hidup. Ia dipandang sebagai tokoh utama dalam teori psikoanalitik kontemporer. Hal
ini cukup beralasan, sebab tidak ada tokoh lain sejak kematian Sigmund Freud yang telah
bekerja dengan begitu teliti untuk menguraikan dan memperluas struktur psikoanalisis yang
dibangun oleh Freud serta merumuskan kembali prinsip-prinsipnya guna memahami dunia
modern. Salah satu sumbangannya yang terbesar dalam psikologi perkembangan adalah
psikososial. Istilah psikososial dalam kaitannya dengan perkembngan manusia berarti
bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai mati dibentuk oleh pengaruh-
pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang menjadi matang secara fisik
dan psikologis ( Hall & Lindzey, 1993 )
Menurut teori psikososial Erikson, kepribadian terbentuk ketika seseorang melewati tahap
psikososial sepanjang hidupnya. Masing masing tahap memiliki tugas perkembangan yang
khas, dan mengharuskan individu menghadapi dan menyelesaikan krisis. Erikson melihat
bahwa krisis tersebut sudah ada sejak lahir, tetapi pada saat saat tertentu dalam siklus
kehidupan, krisis menjadi dominan. Bagi Erikson, krisis bukanlah suatu bencana, tetapi suatu
titik balik peningkatan uulnerabality (kerentanan) dan potensi. Untuk setiap krisis, selalu ada
pemecahan yang negatif dan positif. Pemecahan yang positif, akan menghasilkan kesehatan
jiwa, sedangkan pemecahan yang negatif akan membentuk penyesuaian diri yang buruk.
Semakin berhasil seseorang mengatasi krisis, akan semakin sehat perkembangannya
( Santrock, 1998).
Tahap kepercayaan dan ketidakpercayaan (trust versus mistrust) yaitu tahap psikososial yang
terjadi selama tahun-tahun pertama kehidupan. Pada masa ini, bayi mengalami konflik antara
percaya dan tidak percaya. Rasa percaya menuntut perasaan nyaman secara fisik dan
sejumlah kecil ketakutan serta kekhawatiran akan masa depan. Pada saat itu, hubungan bayi
denagn ibu menjadi sangat penting. Kalau ibu member bayai makan, membuatnya hangat,
memeluk dan mengajaknya bicara, maka bayi tersebut akan memperoleh kesan bahwa
lingkungannya dapat menerima kehadirannya secara hangat dan bersahabat. Inilah yang
menjadi landasan pertama bagi rasa percaya. Sebaliknya, kalau ibu tidak dapat memenuhi
kebutuhan bayi, maka dalam diri bayi akan timbul rasa ketidakpercayaaan terhadap
lingkungannya.
Tahap otonomi dengan rasa malu dan ragu ( autonomi versus shame and doubt ), yaitu tahap
kedua perkembangan psikososial yang berlangsung pada akhir masa bayi dan dan masa baru
pandai berjalan. Setelah memperoleh kepercayaan diri dari pengasuh mereka, bayi mulai
menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan
rasa mandiri atau otonomi mereka. Mereka menyadari kemauan mereka. Pada tahap ini, bila
orang tua selalu memberikan dorongan kepada anak agar dapat berdiri diatas kedua kaki
mereka sendiri, sambil melatih kemempuan-kemampuan mereka, maka anak akan mampu
mengembangkan pengendalian atas otot, dorongan, lingkunagan dan diri sendiri (otonom).
Sebaliknya, jika orang tua cenderung menunutut terlalu banyak atau terlalu membatasi anak
untuk menyelidiki anak akan mengalami rasa malu dan ragu-ragu.
Tahap prakarsa dan rasa bersalah (iniative versus guilt), yaitu tahap perkembangan
psikososial ketiga yang berlangsung selama tahun-tahun prasekolah. Pada tahap ini anak
terlihat sangat aktif, suka berlari, berkelahi, memanjat-manjat dan suka menantang
lingkungannya. Dengan menggunakan bahasa, fantasi, dan permainan khayalan, dia
memperoleh perasaan harga diri. Bila orangtua bias memahami, menjawab pertanyaan anak,
dan menerima keaktifan anak dalam bermain, maka anak-anak akan belajar untuk mendekati
apa yang diinginkan, dan perasaan inisiatif menjadi kuat. Sebaliknya, bila orang tua kurang
memahami, kurang sabar, suka memeberikan hukuman, danmenganggap bahwa pengajuan
pertanyaan, bermain dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan anak tidak bermanfaat, maka anak
akan merasa bersalah dan menjadi enggan untuk mengambil inisiatif untuk mendekati apa
yang diinginkannya.
Tahap kerajinan dan rasa rendah diri (industry versus inferiority), yaitu tahap perkembangan
psikososial keempat yang berlangsung kira-kira pada tahun-tahun sekolah dasar. Pada tahun
ini, anak mulai memasuki dunia yang baru, yaitu sekolah dengan segala aturan dan tujuan.
Anak mulai mengerahka energy mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan
intelektual. Alat-alat permainan dan kegiatan bermain berangsur-angsur digantikan oleh
perhatian pada situasi-situasi produktif serta alat-alat yang dipakai untuk bekerja. Akan tetapi,
apabila anak tidak berhasil menguasai keterampilan dan tugas-tugas yang dipilihnya atau
yang diberikan oleh guru-guru dan orang tuanya, maka anak akan mengembangkan perasaan
rendah diri.
Tahap identitas dan kekacauan identitas (identity versus identity confusion), yaitu tahap
perkembangan psikososial yang kelima yang berlangsung selama tahun-tahun masa remaja.
Pada tahap merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah
individu unik yang siap memasuki suatu peran yang berarti di tenga masyarakat, baik peran
yang bersifat menyesuaikan diri maupun yang bersifat memperbarui. Tetapi, karena peralihan
yang sulit dari masa kanak-kanak ke masa dewasa di satu pihak dan karena kepekaan
terhadap perubahan sosial dan historis lain, maka anak akan mengalami krisis identitas. Bila
krisis ini tidak segera diatasi, maka anak akan mengalami kebingungan peran atau kekacauan
identitas, yang dapat menyebabkan anak merasa terisolasi, cemas, hampa, dan bimbang.
Tahap keintiman dan isolasi (intimacy versus isolation), yaitu tahap perkembangan
psikososial keenam yang dialami individu selama tahun-tahun awal masa dewasa. Tugas
perkembangan individu pada masa ini adalah membentuk relasi intim dengan orang lain.
Menurut Erikson, keintiman tersebut biasanya menuntut perkembangan seksual yang
mengarah pada hubungan seksual dengan lawan jenis yang dicintai. Bahaya dari tidak
tercapainya keintiman dari tahap ini adalah isolasi, yakni kecenderungan menghindari
berhubungan secara intim dengan orang lain, kecuali dalam lingkup yang amat terbatas.
Tahap intregitas dan keputusasaan (intregity versus despair), yaitu tahap perkembangan
kedelapan yang dialami individu selama akhir dewasa. Integritas terjadi ketika seseorang
pada tahun-tahun terakhir kehidupannya menoleh kebelakang dan mengevaluasi apa yang
telah dilakukan dalam hidupnya selama ini, menerima dan menyesuaikan diri dengan
keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya, merasa aman dan tenteram, serta menikmati
hidup sebagi yang berharga dan layak. Akan tetapi bagi orang tua yang dihantui oleh perasaan
bahwa hidupnya selama ini sama sekali tidak mempunyai makna ataupun memberikan
kepuasan pada dirinya, maka ia akan merasa putus asa.