Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengenalan Saponifikasi


Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabu. Bangsa Romawi
kuno mulai membuat sabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan
campuran lemak hewan dengan abu kayu. Pada abad 16 dan 17 di Eropa sabun
hanya digunakan dalam bidang pengobatan. Barulah menjelang abad 19
penggunaan sabun mulai meluas. Sabun merupakan suatu bentuk senyawa yang
dihasilkan dari proses reaksi saponifikasi. Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis
asam lemak oleh adanya basa kuat (misalnya NaOH).
Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol. Selain C 12 dan C16, sabun
juga disusun oleh gugus asam karboksilat. Hidrolisis ester dalam suasana basa
bisa disebut juga saponifikasi. Contoh lemak atau minyak yang bisa dipakai
sebagai bahan baku pembuatan sabun adalah minyak sayur, minyak jelantah,
minyak zaitun, dan minyak kedelai. Contoh senyawa basa yang biasa digunakan
dalam proses pembuatan sabun adalah NaOH, Na2CO3, dan KOH. Saponifikasi
secara sederhana bermakna sebagai suatu proses pembuatan sabun yang
mengandalkan reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa kuat. Mekanisme
reaksi saponifikasi melibatkan 2 macam senyawa berupa asam lemak dan
senyawa alkali atau basa kuat (soda kaustik). Saat kedua senyawa tersebut
direaksikan, maka produk yang dihasilkan adalah garam dan alkoholnya.

2.2. Bahan Baku Pembuatan Sabun


Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah senyawa-senyawa alkali. Jenis
alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH,
Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda
kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan
dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun
cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium
karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak,
tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa
tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang
3
4

dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan
kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa
menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan
sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga.
Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan
tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.
Secara teknik, sabun adalah hasil reaksi kimia antara fatty acid dan alkali.
Fatty acid adalah lemak yang diperoleh dari lemak hewani atau nabati. Ada
beberapa jenis minyak yang dipakai dalam pembuatan sabun, antara lain minyak
zaitun (olive oil), minyak kelapa (coconut oil), minyak sawit (palm oil), minyak
kedelai (soy bean oil), dan lain-lain. Masing-masing mempunyai karakter dan
fungsi yang berlainan. Bahan baku yang digunakan didasarkan pada beberapa
kriteria, antara lain faktor manusia dan keamanan lingkungan, biaya, kecocokan
dengan bahan-bahan additive yang lain, serta spesifikasi khusus dari produk.
Sedangkan proses produksi aktual di lapangan bisa saja bervariasi dari satu
pabrik dengan pabrik yang lain, namun tahap-tahap utama pembuatan semua
produk tersebut adalah tetap sama. Sabun dibuat dari lemak hewan, minyak nabati
atau asam lemak (fatty acid) yang direaksikan dengan basa anorganik yang
bersifat water soluble, biasanya digunakan caustic soda/soda api (NaOH) atau
KOH (kalium hidroksida) juga alternatif yang sering juga dipakai, tergantung
spesifik sabun yang diinginkan, apakah ingin membuat sabun keras atau lunak.
Sabun hasil reaksi dengan sodium hidroksida (NaOH) biasanya lebih keras
dibandingkan dengan penggunaan potasium hidroksida (KOH). Bahan-bahan
dalam pembuatan sabun mandi seperti minyak atau lemak, NaOH atau KOH, air,
essensial dan fragrance oils, pewarna, zat aditif. Hampir semua minyak atau
lemak alami bisa dibuat menjadi sabun, seperti minyak kelapa, minyak sawit,
minyak zaitun, minyak jagung, dan minyak kedelai. NaOH atau KOH berfungsi
untuk mengubah minyak atau lemak menjadi sabun. Air sebagai katalis atau
pelarut. Air yang dipakai sebaiknya air sulingan atau air minum kemasan.
Sedangkan air dari PDAM kurang bagus karena banyak mengandung mineral.
5

Essensial dan fragrance oils ditambahkan sebagai suatu zat aditif pengharum,
pewarna untuk mewarnai sabun. Bisa juga memakai pewarna makanan.

2.3. Klasifikasi Minyak atau Lemak


Minyak adalah salah satu bahan cair yang terdapat dalam suhu kamar yang
disebabkan karena rendahnya kandungan asam lemak jenuh dan tingginya asam
lemak tak jenuh. Lemak merupakan salah satu bahan dalam suhu kamar memiliki
bentuk padatan dimana lemak memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi
dan asam lemak tak jenuh rendah serta tidak memiliki ikatan rangkap. Lemak
memiliki salah satu sifat berupa titik leburnya yang lebih tinggi. Contoh asam
lemak jenuh yang banyak ditemui di alam adalah asam oalmitat dan asam stearat.
Minyak dan lemak merupakan campuran ester-ester gliseril dari asam fatty
(lemak) atau trigliserida. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan
senyawa trigliserida. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan
linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada
keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh
memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak
jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga
akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
Terdapat bermacam-macam sumber aslinya yang berbeda dan tergantung
dari sifat-sifat fisis dan kimia dari campuran ester. Ester- ester tersebut dapat
berbentuk solid (padatan), liquid (cairan), volatile saturated (uap jenuh yang
mudah menguap) dan sebagian senyawa yang unsaturated (tidak jenuh).
Komposisi trigliserida terdiri dari ester 5% gliserida dan 95% fatty acid (asam
lemak) yang merupakan gabungan dari ester-ester.
Karena sumber fatty acid merupakan bagian yang penting dari molekul-
molekul gliserida dan merupakan bagian yang aktif maka sifat-sifat fisis dan
kimia dari lemak sebagian besar tergantung dari sifat-sifat fisis dan kimia setiap
komponen fatty acid. Hasil dari hidrolisa lemak akan diperoleh gliserol dan fatty
acid. Bila ditambahkan kaustik soda ke dalam larutan tersebut, akan diperoleh
sabun dari asam lemak. Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses
6

pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti kelayakan


ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa).
2.3.1 Tallow
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri
pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari
warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA (Free
Fatty Acid), bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas
baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan
kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah
asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow
berkisar antara 0,75-7,0%. Titer pada tallow umumnya di atas 40C. Tallow
dengan titer di bawah 40C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari
tallow yaitu asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%,
asam miristat 2-8%, asam linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%.
2.3.2 Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam
lemak tak jenuh seperti oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35-
40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial
terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari
lard berwarna putih dan mudah berbusa. Lard atau minyak babi memiliki
kandungan asam lemak tidak jenuh yang masih sangat banyak.
2.3.3. Castor oil (minyak jarak)
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat
sabun transparan. Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan sebagai
kosmetika, bahan baku biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai massa jenis
0,957-0,963 kg/L, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan 176-
181 mg KOH/g. Komposisi asam lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat
sebanyak 86%, asam oleat 8,5%, asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam
dihidroksi stearat 1-2%. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau
dikenal sebagai senyawa ester. Gliserida tersebut tersusun dari asam lemak dan
gliserol, dimana asam lemak akan dibuat menjadi produk sabun.
7

2.3.3 Palm oil (minyak kelapa sawit) dan palm kernel oil (minyak inti kelapa
sawit)
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow.
Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak
kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna
karotenoid. Kandungan asam lemak yang ada di dalam minyak sawit antara lain
asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%, asam linolenat
0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan asam miristat 0,5-1%.
Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi
dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. Minyak inti
kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa. Kandungan asam
lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu asam laurat 40-52%, asam miristat
14-18%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam
kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.

2.4.Proses Saponifikasi
Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah
reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan
gliserin. Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai
produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk
samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari
asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah
larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras Sabun memiliki kelarutan yang
tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil,
melainkan larut dalam bentuk ion. Saponifikasi adalah proses hidrolisis dari alkali
pada lemak yang disengaja, biasanya dilakukan dengan penambahan basa kuat
(kaustik soda) membuat alkohol dan garam dan sisanya asam.
Atau secara singkat saponifikasi merupakan suatu reaksi yang terjadi
antara lemak dan kaustik soda atau peristiwa dari ester-ester. Pada proses
saponifikasi, trigliserida dengan suatu alkali memiliki karakteristik dimana
keduanya tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis
8

dengan sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun


mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi menyebabkan suatu percepatan
pada kecepatan reaksi. Ada dua metode yang digunakan dalam esterifikasi yaitu
proses batch dan proses kontinyu. Proses esterifikasi berlangsung dibawah
tekanan pada suhu 200- 250C. Pada reaksi kesetimbangan, air dipindahkan
secara kontinyu untuk menghasilkan ester. Henkel telah mengembangkan
esterifikasi countercurrent kontinyu menggunakan kolom reaksi dodel plate.
Teknologi ini didasarkan pada prinsip reaksi esterifikasi dengan absorpsi
simultan superheated metanol vapor dan desorpsi methanol-water mixture. Reaksi
ini menggunakan tekanan sekitar 1000 kPa dan suhu 240C. Keuntungan dari
proses ini adalah kelebihan metanol dapat dijaga secara nyata pada rasio yang
rendah yaitu 1,5:1 molar metanol: asam lemak dibandingkan proses batch dimana
rasionya 3-4:1 molar. Metil ester yang melalui proses distilasi tidak memerlukan
proses pemurnian. Kelebihan metanol directified dan akan digunakan kembali.
Dengan hasil yang sama, proses kontinyu membutuhkan waktu yang lebih
singkat dengan kelebihan metanol yang lebih rendah. Proses esterifikasi
merupakan proses yang cenderung digunakan dalam produksi ester dari asam
lemak spesifik. Laju reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi oleh struktur molekul
reaktan dan radikal yang terbentuk dalam senyawa antara. Data tentang laju
reaksi serta mekanismenya disusun berdasarkan karakteristik-karakteristik laju
perubahan kinetiknya, sedangkan data tentang perkembangan reaksi dinyatakan
sebagai konstanta kesetimbangan. Pada umumnya, alkali yang digunakan dalam
pembuatan sabun hanya NaOH dan KOH, namun kadang juga menggunakan
NH4OH. Sabun yang dibuat dengan NaOH lebih lambat larut dalam air
dibandingkan dengan sabun yang dibuat dengan KOH.
Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH
antara 9,0-10,8 sedangkan sabun yang terbuat dari alkali lemah (NH 4OH) akan
mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0-9,5. Sabun pada umumnya
dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat. Perbedaan utama dari
kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam reaksi pembuatan
sabun. Sabun padat menggunakan natrium hidroksida/soda kaustik (NaOH),
9

sedangkan sabun cair menggunakan kalium hidroksida (KOH) sebagai alkali.


Selain itu, jenis minyak yang digunakan juga mempengaruhi wujud sabun yang
dihasilkan. Minyak kelapa akan menghasilkan sabun yang lebih keras daripada
minyak kedelai, minyak kacang, dan minyak biji katun. Secara umum laju reaksi
esterifikasi mempunyai sifat sebagai berikut:
1. Alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol sekunder, dan paling
lambat alkohol tersier.
2. Ikatan rangkap memperlambat reaksi.
3. Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai
batas konversi yang tinggi.
4. Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi atau tidak
terlalu berpengaruh terhadap laju reaksi.
Angka penyabunan adalah suatu bilangan yang menunjukkan jumlah
potassium hidroksida (mg) yang diperlukan untuk menyabun berat lemak/minyak
(g). Minyak atau lemak terdiri dari asam-asam lemak yang mempunyai berat
molekul rendah melalui proses saponifikasi menjadi berat molekul tinggi dari
asam lemak pada gliserida. Disamping pentingnya angka penyabunan dalam
proses pembuatan sabun, masih ada beberapa bilangan lainnya yang erat sekali
hubungannya dengan proses pembuatan sabun. Bilangan tersebut adalah acid
value dan hanner value. Acid value adalah jumlah KOH (mg) yang diperlukan
untuk menetralkan asam lemak bebas di dalam 1 g minyak atau lemak. Sedangkan
hanner value adalah bilangan yang menyatakan persentase asam-asam lemak yang
tidak larut dalam lemak atau minyak.

2.5. Mekanisme Kerja Sabun


Sekitar tahun 1960-an, deterjen generasi awal muncul menggunakan bahan
kimia pengaktif permukaan (surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) yang
mampu menghasilkan busa. Namun karena sifat ABS yang sulit diurai oleh
mikroorganisme di permukaan tanah, akhirnya digantikan dengan senyawa Linier
Alkyl Sulfonat (LAS) yang diyakini relatif lebih akrab dengan lingkungan.
Beberapa produk sabun zaman sekarang memang mencantumkan surfaktan LAS
dan klaim mengandung enzim. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat
10

aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan
hidrofob (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan
permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada
permukaan bahan, yang berfungsi sebagai emulsifier, bahan pengemulsi.
Pada kondisi aerob (cukup oksigen dan mikroorganisme), LAS memang
cepat terurai. Tetapi, LAS tidak dapat terurai pada kondisi anaerob (tidak terdapat
udara). LAS yang tidak terurai ini memiliki efek sangat toksik bagi organisme
(cukup mematikan untuk ikan dalam kadar 3-10 mg/L) dan bersifat bioakumulatif
(tersimpan dalam jaringan). Beberapa produsen menambahkan enzim dengan
maksud membantu menghilangkan noda protein, lemak, dan darah yang sukar
dihilangkan melalui pencucian biasa. Tetapi, enzim hanya akan sangat bermanfaat
bila dipakai pada pencucian dengan air hangat dimana proses ini disebut aktivasi.
Penggunaan sabun sebagai bahan pembersih yang dilarutkan dengan air di
wilayah pegunungan atau daerah pemukiman bekas rawa sering tidak
menghasilkan busa. Hal itu disebabkan oleh sifat sabun yang tidak akan
menghasilkan busa jika dilarutkan dalam air sadah (air yang mengandung logam
atau kapur). Tetapi, penggunaan deterjen dengan air yang bersifat sadah, akan
tetap menghasilkan busa yang berlimpah. Sabun maupun deterjen yang dilarutkan
dalam air pada proses pencucian, akan membentuk emulsi bersama kotoran yang
akan terbuang saat dibilas. Ada pendapat keliru yang menyatakan bahwa semakin
melimpahnya busa air sabun, akan membuat cucian menjadi lebih bersih.
Busa dengan luas permukaannya yang besar memang bisa menyerap
kotoran debu, tetapi dengan adanya surfaktan, pembersihan sudah dapat dilakukan
tanpa perlu adanya busa. Busa itu sendiri merupakan indikator yang langsung
dapat dilihat sebagai penyebab masalah lingkungan. Jadi, proses pencucian tidak
bergantung ada atau tidaknya busa atau sedikit dan banyaknya busa yang
dihasilkan. Kotoran yang melekat pada kulit atau pakaian ataupun benda-benda
lainnya, pada umumnya berasal dari lemak, minyak dan keringat, butir-butir
tanah, dan sebagainya. Zat- zat tersebut sangat sukar larut dalam air karena
bersifat non polar. Untuk itu, diperlukan sabun untuk membersihkannya. Ketika
sabun dimasukan ke dalam air, maka sabun akan mengalami ionisasi.
11

Gugus-gugus ini akan membentuk buih, dimana akan mengarah kepada air
(karena sama-sama polar), sedangkan bagian yang lain akan mengarah kepada
kotoran (karena sama-sama non polar). Oleh karena itu kotoran-kotoran akan
terikat pada sabun dan terikat pada air, maka dengan adanya gerakan tangan atau
mesin cuci, kotoran tersebut akan tertarik atau terlepas. Jika kotoran berupa
minyak atau lemak maka akan membentuk emulsi minyak dalam air dan sabun
sebagai emulgator. Jika sabun bertemu dengan kotoran tanah, maka akan
diabsorbsi oleh sabun dan membentuk suspensi butiran tanah.

2.6. Sabun Transparan


Sabun transparan sering disebut sebagai sabun gliserin. Disebut demikian
karena pada proses pembuatan sabun transparan ditambahkan sekitar 10-15%
gliserin. Jenis sabun ini memiliki tampilan yang transparan dan lebih berkilau
dibandingan jenis sabun lainnya serta mampu menghasilkan busa yang lebih
lembut di kulit. Tampilan dari sabun transparan yang menarik, berkelas dan
mewah, membuat sabun transparan dijual dengan harga yang relatif lebih mahal
dan dikonsumsi oleh kalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas.
Transparannya sabun tanpa zat tambahan tergantung pada kondisi kristal
(ukuran kristal) sabun. Indeks bias suatu zat tidak lagi homogen bila kristal dan
tingkat amorfnya tercampur. Dalam hal ini, sinar yang datang akan dihamburkan
oleh zat tersebut, dan menghasilkan sabun yang tidak transparan. Karenanya, titik
kunci dalam pembuatan zat tersebut adalah pencegahan terhadap pertumbuhan.
Dalam pembuatan sabun transparan, pereaksi pemutih seperti campuran gliserin
dan gula ditambahkan., kemudian dikeringkan perlahan-lahan, menguapkan
pelarutnya yang mudah terbakar seperti air dan etanol.
Diduga bahwa pereaksi pemutih ini terletak di antara molekul sabun,
mecegah pertumbuhan kristal sabun. Metode lainnya, jika komposisi (bilangan
penyabunan) sabun adalah sama, adalah untuk mempercepat pembentukan sabun
di bawah kondisi dingin juga untuk mencegah pertumbuhan kristal. Alat-alat yang
diperlukan untuk membuat sabun transparan antara lain tangki pemanas, mesin
pengaduk, kompor, timbangan, wadah bahan baku, wadah bahan tambahan,
cetakan sabun, alat pemotong sabun dan kemasan. Jenis bahan baku yang
12

digunakan untuk memproduksi sabun transparan diantaranya adalah asam stearat,


minyak, natrium hidroksida (NaOH), gliserin, gula pasir, etanol dan coco
dietanolamida (coco-DEA). Contoh sabun transparan adalah sabun pir.

2.7. Sabun Kesehatan (Antiseptik)


Berdasarkan definisi dari sabun dan dari antiseptik, maka definisi sabun
antiseptik adalah garam yang berasal dari suatu asam lemak tinggi yang
bereaksikan dengan alkali dan ditambah dengan zat kimia, bahan antiseptik yang
berguna untuk mencegah, mengurangi ataupun menghilangkan/menyembuhkan
penyakit dan atau gejala penyakit pada kulit. Untuk membuat sabun yang baik,
asam lemak yang digunakan sebaiknya berupa campuran asam lemak yang berasal
dari hewan dan tumbuhan dalam perbandingan 3:1 atau 4:1, setelah direaksikan
dengan KOH akan menghasilkan sabun yang agak padat dan mudah larut dalam
air. Bahan obat yang sering dipakai adalah yang bersifat desinfektan ataupun
antiseptika seperti turunan fenol, sufur, merkuriodiyodida dan lain-lain.
Bila membersihkan tangan dengan menggunakan buih sabun yang banyak,
akan dapat memusnahkan semua streptococcus yang melekat pada permukaan
kulit. Setelah dilakukan penyelidikan, diketahui bahwa kemampuan sabun untuk
membersihkan bakteri pada kulit tidak sempurna. Bakteri yang tertinggal setelah
dibersihkan dengan sabun akan hilang bila terus dibersihkan beberapa lama
dengan merendamnya dalam air hangat selama lebih kurang 10 menit, kemudian
digosok dengan bros halus secara merata dan dilanjutkan dengan sabun yang
lunak selama lebih kurang enam menit secara teratur. Jadi kegunaan sabun obat
adalah untuk membersihkan tubuh sebab dengan kebersihan tubuh dan
lingkungannya maka kemungkinan untuk mudahnya terkena penyakit akan
berkurang dan tingkat kesehatannya akan meninggi.
Hal ini terlihat pada waktu perang, akibat kekurangan sabun akan terlihat
penyakit epidemis di mana-mana. Atau juga terlihat pada desa-desa yang
kekurangan sabun akan dijumpai jumlah penyakit kulit yang meninggi. Sabun
sendiri tanpa menggunakan obat anti dapat menghilangkan bakteri ada tempat
pemakainya. Adanya debu, minyak pada kulit merupakan tempat kehidupan
bakteri, dimana dengan adanya zat antiseptis dapat membunuh bakteri-bakteri.
13
14
15

Anda mungkin juga menyukai