Anda di halaman 1dari 11

A.

Defenisi
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada
dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen. Ditambahkan pula bahwa laparatomi
merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan
pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan
dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi,
kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi,
hemoroidektomi dfan fistuloktomi. Sedangkan tindakan bedah obgyn yang sering
dilakukan dengan tindakan laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi
pada tuba fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi histerektomi, baik histerektomi
total, radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral.
Tujuan: Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri
abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami trauma
abdomen.
Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri atau akibat
trauma dan perbaikan bila diindikasikan.

B. Jenis-Jenis Laparatomy
Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain:
1. Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan,
eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong ligamen
dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia
cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di
bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam
pelvis.
2. Paramedian
yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi
atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi lambung,
eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi.
Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi
anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah
diperluas ke arah atas dan bawah
3. Transverse upper abdomen incision
Yaitu insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan
splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision
Yaitu insisi melintang di bagian bawah 4 cm di atas anterior spinal iliaka,
misalnya; pada operasi appendectomy

C. Indikasi
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang
menusuk. Dibedakan atas 2 jenis yaitu :
a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) yang
disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang
dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk
pengaman (sit-belt).

2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer
dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar
kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster
dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid),
sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier.
3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya)
aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon
sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi
justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang
memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap
hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada
area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan
abdomen), Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain
yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang
mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan
penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi), hernia
(protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen),
dan tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar
usus menyebabkan tekanan pada dinding usus).
4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior
dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh
fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan
inflamasi.
5. Tumor abdomen
6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
7. Abscesses (a localized area of infection)
8. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines)
10. Intestinal perforation
11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
12. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
13. Internal bleeding
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri tekan.
2. Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
3. Kelemahan.
4. Gangguan integumen dan jaringan subkutan.
5. Konstipasi.
6. Mual dan muntah, anoreksia.

E. Komplikasi
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis post
operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis
timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran
darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu
latihan kaki, ambulasi dini post operasi.
2. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi. Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilococus aurens, organisme gram
positif. Stapilococus mengakibatkan peranahan. Untuk menghindari infeksi luka
yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan
antiseptik.
3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
4. Ventilasi paru tidak adekuat.
5. Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan.(Arif Mansjoer, 2012).

F. Patofisiologi
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau
tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat
kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan , pukulan,
benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt) dapat
mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga harus di lakukan laparatomy.(Arif
Muttaqin, 2013).
Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan darah,
memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ, nyeri, iritasi cairan usus.
Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh atau
sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah,
kontaminasi bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan
respon stress dari saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit,
syok dan perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi, nyeri akut.
(Arif Muttaqin, 2013).

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;


kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah
menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.

1. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.


2. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
3. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.
4. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan
adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan
trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20
yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah
dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
5. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan
cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium.

Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah;


a. Respiratory: Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.
b. Sirkulasi: Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
c. Persarafan : Tingkat kesadaran.
d. Balutan: Apakah ada tube, drainage ? Apakah ada tanda-tanda infeksi? Bagaimana
penyembuhan luka?
e. Peralatan: Monitor yang terpasang, cairan infus atau transfusi.
f. Rasa nyaman: Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.
g. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.Pengkajian

H. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah sesuatu bentuk pelayanan yang diberikan oleh
seseorang pasien dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari berupa bimbingan,
pengawasan, perlindungan. (Brunner & suddarth, 2009).

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan secara
sistemik mengenai kesehatan. Pasien mengelompokkan data menganalisis data
tersebut sehingga dapat pengkajian adalah memberikan gambaran secara terus
menerus mengenai keadaan pasien .Adapun tujuan utama dari pada pengkajian adalah
memberikan gambaran secara terus-menerus mengenai keadaan pasien yang mungkin
perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan. (Arif mutaqin, 2013).
Pengkajian pada laparatomu meliputi identitas klien keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat
penyakit psikososial.
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor
register, dan diagnosis medis.

2. Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri
pada abdomen.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang telah diambil
sebelum akhirnya klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan
secara medis.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit terdahulu sehingga klien dirawat di rumah sakit.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Bisanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,diabetes melitus,atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
d. Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga status emosional meningkat, interaksi
meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan,
hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah
klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
4. Aktivitas sehari-hari (sebelum dan selama sakit)
a. Pola Nutrisi
b. Pola Eliminasi
c. Pola Personal Hygiene
d. Pola Istirahat dan Tidur
e. Pola Aktivitas dan Latihan
f. Seksualitas/reproduksi
g. Peran
h. Persepsi diri/konsep diri
i. Kognitif diri/konsep diri
j. Kognitif perceptual

5. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma atau riwayat operasi.
b. Mata
penglihatan adanya kekaburan, akibat akibat adanya gangguan nervus optikus
(nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam
memutar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan boal mata
kalateral (nervus VI).
c. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada nervus olfatorius
(nervus I).
d. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah ) akibat kerusakan nervus vagus adanya
kesulitan dalam menelan.
e. Dada
Inspeksi :kesimetrisan bentuk, dan kembang kempih dada.
Palpasi :ada tidaknya nyeri tekan dan massa.
Perkusi :mendengar bunyi hasil perkusi.
Auskultasi :mengetahui suara nafas, cepat dan dalam.
f. Abdomen
Inspeksi : bentuk, ada tidaknya pembesaran.
Auskultasi : mendengar bising usus.
Perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi.
Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan pasca operasi.
g. Ekstremitas
Pengukuran otot menurut (Arif Mutaqqin, 2012)
1) Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
3) Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
4) Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan
pemeriksaan.
5) Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya berkurang.
6) Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh.

6. Diagnosa Keperawatan (NANDA, 2015)


a. Nyeri akut berhubungan dengan dilakukannya tindakan insisi bedah.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi.
c. Gangguan imobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas dari anggota tubuh.

7. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil intervensi


. Keperawatan
1. Nyeri akut NOC NIC
berhubungan Ansiety Anxiety Reduction
dengan Fear leavel (penurunan kecemasan)
dilakukannya Sleep deprivation 1. Identifikasi tingkat
tindakan insisi Comfort, readines for kecemsan
bedah. enchanced 2. Bantu klien mengenal
Kriteria Hasil: situasi yang
Mampu mengontrol menimbulkan kecemasan
kecemasan 3. Kaji karakteristik nyeri
Mengontrol nyeri 4. Instruksikan pasien
Kualitas tidur dan menggunakan tehnik
istirahat adekuat rekasasi
Status kenyamanan 5. Berikan posisi nyaman
meningkat sesuai kebutuhan
6. Kolaborasi pemberian
obat analgetik
2. Resiko infeksi NOC NIC
berhubungan Immune status Infection Control
dengan adanya Knowledge : infection (kontrol infeksi)
sayatan / luka control 1. Monitor tanda dan gejala
operasi Risk control infeksi sistemik dan lokal
laparatomi. Kriteria hasil 2. Bersihkan luka
Klien bebas dari tanda 3. Ajarkan cara
dan gejala infeksi menghindari infeksi
Menunjukkan 4. Instruksikan pasien
kemampuan untuk untuk minum obat
mencegah timbulnya antibiotik sesuai resep
infeksi 5. Berikan terapi antibiotik
Jumlah leukosit dalam IV bila perlu
batas normal
3. Gangguan NOC NIC
imobilisasi Joint movement : active Exercise therapy :
berhubungan Mobility level ambulation
dengan Self care : ADLs 1. Monitor vital sign
pergerakan Transfer performance sebelum/sesudah latihan
terbatas dari Kriteria hasil dan lihat respon pasien
anggota tubuh. Klien meningkjat dalam saat latihan
aktivits fisik 2. Latih pasien dalam
Mengerti dari tujuan dari pemenuhan kebutuhan
peningkatan mobilitas ADLs secara mandiri
Memeragakan sesuai kebutuhan
penggunaan alat 3. Kaji kemampuan pasien
Bantu untuk mobilisasi dalam mobilisasi
(walker) 4. Konsultasi dengan terapi
fisik tentang rencana
ambulasi sesuai
kebutuhan
5. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

8. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter &
Perry, 2011).

9. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan
antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku
klien yang tampil.
Tujuan evaluasi antara lain :
a. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
b. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan keperawatan
yang telah diberikan.
c. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
d. Mendapatkan umpan balik
e. Sebagai tanggung jawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan.

Daftar Pustaka

Brunner and suddart. (2009). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B.
Lippincott Campany, Philadelpia
Muttaqin, Arif. 2013. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA : Masalah Yang Lazim Muncul

Anda mungkin juga menyukai