Anda di halaman 1dari 12

Pekanbaru, 15 Desember 2016

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI


SURVEI DAN DESKRIPSI KOMUNITAS POHON

OLEH:

NAMA : RESTI MUALYA


NIM : 1503112938
KELOMPOK : 3
ASISTEN : HARRY PRATAMA
NIM :1203136036

LABORATORIUM EKOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk mengerti ruang lingkup ekologi adalah dengan memahami
pengertian tingkat-tingkat hirarki organisme dalam kehidupan organisme. Hirarki
berarti suatu penataan menurut skala dari yang terbesar ke yang terkecil atau
sebaliknya. Interaksi dan lingkungan fisik (energi dan materi) pada setiap tingkat
menghasilkan system sistem dengan peran dan fungsi yang khas. Suatu sistem
terdiri dari komponen-komponen yang secara teratur berinteraksi dan
berketergantungan yang keseluruhannya membentuk kesatuan. Ekologi terutama
memperhatikan tingkat-tingkat sistem diatas tingkat organism (Irwanto, 2010).
Salah satu bagian ekologi adalah ekologi tumbuhan yang mempelajari
berbagai komunitas tumbuhan. Setiap mempelajari komunitas tumbuhan kita tidak
mungkin melakukan penelitian pada seluruh area yang ditempati suatu komunitas,
terutama apabila area tersebut sangat luas. Kadang kala kita tidak menggunakan
luas minimum atau jumlah minimum yang menggunakan plot dalam meneliti
vegetasi, tetapi menggunakan suatu plot dengan penggunakan metode kuadran.
Di alam jarang sekali kita temukan kehidupan yang secara individu
terpisah (terisolasi), pada umumnya suatu kehidupan membentuk kelompok atau
koloni. Kumpulan berbagai jenis organisme hidup disebut komunitas biotik yang
terdiri atas komunitas tumbuhan (vegetasi), komunitas hewan dan komunitas jasad
renik. Ketiga macam komunitas itu berhubungan erat dan saling bergantung. Ilmu
untuk menjelaskan komunitas masyarakat ini disebut sinekologi. Di dalam
komunitas percampuran jenis-jenis tidak demikian saja terjadi, melainkan setiap
spesies menempati ruang tertentu sebagai kelompok yang saling mengatur di
antara mereka. Kelompok ini disebut populasi sehingga populasi merupakan
kumpulan individu-individu dari satu macam spesies.
Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif.
Dengan demikian dalam deskripsi struktur komunitas tumbuhan dapat dilakukan
dengan cara kualitatif dengan parameter kuantitatif. Namun, persoalan yang
sangat penting dalam analisis komunitas adalah bagaimana cara mendapatkan data
terutama data kuantitatif dari semua spesies tumbuhan yang menyusun komunitas.
Parameter kuantitatif dan kualitatif apa saja yang dibutuhkan, penyajian data dan
interpretasi data, agar dapat mengemukakan komposisi floristic serta sifat-sifat
komunitas tumbuhan secara utuh dan menyeluruh (Indriyanto, 2005).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk memprkenalkan beberapa teknik
dasar dalam survei komunitas tumbuhan untuk mengetahui dan mendeskripsikan
struktur arsitektural maupun floristik suatu vegetasi berdasarkan beberapa
parameter utama.
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisis Vegetasi


Struktur dan peranan jenis tumbuhan didalam masyarakat
tumbuh tumbuhan merupakan pencerminan dari faktor ekologi
jenis tumbuhan yang berinteraksi dengan masa lalu, kini dan
yang akan datang. Oleh karenanya dalam mempelajari vegetasi
pada suatu habitat dapat diketahui masa lalu daerah atau habitat
tersebut, mengerti keadaan sekarang yang terjadi dan menduga
perkembangannya dimasa mendatang. Dalam hubungan
tersebut analisis vegetasi adalah suatu cara untuk mempelajari
susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau
masyarakat tumbuhan ( Soerianegara dan Indrawan, 1998).
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan,
biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama
pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama
tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan
organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup
dan tumbuh serta dinamis. Vegetasi, tanah dan iklim
berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai
keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan
berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula
faktor lingkungannya.
Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan,
stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis
vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk
menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan
tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi
kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas
tumbuhan. (Greig-Smith, 1983 dalam Heriyanto 2009).
Analisis vegetasi yang dilakukan pada areal luas tertentu
umumnya berbentuk segi empat, bujur sangkar, atau lingkaran
serta titik-titik. Untuk tingkat semai serta tumbuhan bawah yang
rapat digunakan petak contoh titik atau bentuk kuadrat untuk
tumbuhan yang tidak rapat. Variasi ukuran petak contoh
tergantung pada homogenitas vegetasi yang ada.
Dalam menganalisis vegetasi, ada beberapa macam metode yang dapat
digunakan. Ada yang menggunakan petak contoh (plot) dan ada yang tak
menggunakan petak contoh (plot less). Metode yang menggunakan petak contoh
(plot) di antaranya adalah metode kuadrat, sedangkan yang tidak menggunakan
petak contoh adalah titik menyinggung (point intercpt), Point Centered Quarter
Methods, dll. Pemilihan metode ini tergantung pada tipe vegetasi, tujuan,
ketersediaan dana, waktu, tenaga, dan kendala-kendala lainnya. (Marsono, 2004).
a. Metode Kuadrat
Metode kuadrat adalah salah satu metode analisis vegetasi berdasarkan suatu
luasan petak contoh. Kuadrat yang dimaksud dalam metode ini adalah suatu
ukuran luas yang diukur dengan satuan kuadrat seperti m, cm dan lain-lain.
Bentuk petak contoh pada metode kuadrat pada dasarnya ada tiga macam yaitu
bentuk lingkaran, bentuk bujur sangkar dan bentuk empat persegi panjang. Dari
ketiga bentuk petak contoh ini masing-masing bentuk memiliki kelebihan dan
kekurangannya (Kusmana, C, 1997).
Bentuk lingkaran akan lebih menguntungkan jika dapat dipakai untuk analisis
vegetasi herba yang bergerombol, karena ukuran dapat cepat diperluas dan teliti
dengan menggunakan seutas tali yang dikaitkan pada titik pusat lingkaran. Untuk
vegetasi herba rendah bentuk empat persegi panjang akan lebih efisien
dibandingkan dengan bentuk bujur sangkar pada ukuran yang sama. Hal ini
disebabkan karena kelompok tumbuhan cenderung akan tumbuh membentuk
lingkaran, sehingga bentuk petak contoh berbentuk empat persegi panjang akan
lebih banyak kemungkinannya untuk memotong kelompok tumbuhan
dibandingkan dengan bentuk bujur sangkar pada luasan yang sama, dengan
demikian jumlah jenis yang teramati akan lebih banyak (Kusmana, C, 1997).
Menurut Sumardi (2004) jika berbicara mengenai vegetasi, kita tidak bisa
terlepas dari komponen penyusun vegetasi itu sendiri dan komponen tersebutlah
yang menjadi fokus dalam pengukuran vegetasi. Komponen tumbuh-tumbuhan
penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari bentuk tumbuh (growth form)
berikut:
1. Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan
memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
2. Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain
(biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-
parasit.
3. Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki
rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai
daun.
4. Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan
biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1
meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
5. Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri
sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau
belukar.
6. Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai
rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang
menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang
kadang-kadang keras.
7. Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu
batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
Untuk tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :
a. Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang
dari 1.5 m.
b. Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan
berdiameter kurang dari 10 cm.
c. Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
III METODE

3.1 Alat dan Bahan


1. Meteran 100 m
2. Meteran 150 cm
3. Tali rafia
4. Pancang 40 batang
5. Gunting tanaman
6. Gunting biasa
7. Sprayer
8. Koran
9. Alkohol
10. Kardus
11. E-tiket
12. Parang
13. Goni
14. Alat tulis
15. Kamera
16. Kompas
3.2 Cara Kerja
Cara kerja 1:
1. Sediakan pancang, tali rafia, gunting tanaman dan kantong spesimen dan alas
plastik putih (untuk pemeriksaan spesimen).
2. Buatlah garis transek sepanjang 100 m di tempat yang telah di tunjuk oleh
asisten. Gunakan kompas untuk membuat garis yang membujur Utara-Selatan
atau Barat-Timur. Bagilah garis ini menjadi lima bagian sama panjang, yaitu
masing-masing 20 m. Berilah nomor 1,2,3,4 atau 5 secara berurutan untuk
masing-masing bagian.
3. Buatlah sebuah plot berukuran 20 x 20 m pada bagian nomor 1,3 dan 5.
Buatlah agar plot 1 dan 5 berada disebelah kanan garis transek, sementara plot 3
ada di sebelah kiri garis transek.
4. Di dalam masing-masing plot di buat subplot, yang masing-masing berukuran
5 x 5 m dan 2 x 2 m. Gunakan pancang dan tali rafia untuk memberi batas kedua
subplot.
5. Ukurlah diameter setinggi dada (diameter at breast height/dbh atau 130 cm
dari permukaan tanah) dari setiap pohon yang ada dalam plot berukuran 20 x 20
m, dimulai dari yang hanya berdiameter 5 cm. Ingat, apabila kita tidak
menggunakan -band, maka yang kita catat adalah data keliling (2R), sehingga
data diameter nya harus dihitung. Tabulasikan dengan tabel.
6. Buat histogram pohon menurut kelas diameter batang.
7. Ambillah sampel daun, buga dan buah (bila memungkinkan) dari setiap pohon
yang ada, masukkan dalam karung (1 karung hanya digunakan untuk spesimen
dari plot yang sama), ketika mengambil daun, perhatikan agar spesimen yang
diambil memnuhi syarat untuk diidentifikasi,. Apabila daun tidak terjangkau,
shakan setidaknya menemukan nama lokal dari pohon tersebut. Apabila tidak ada
yang bisa ditanya, ambil kulit pohon (kira-kira 10 x 15 cm) dengan pisau. Beri
label yang diberi catatan kecil.
8. Lakukan hal yang sama terhadap pancang dlam yang terdapat dalam plot 5 x 5
m dan terhadap semai dalam plot 2 x 2m. Masukkan spesimen pancang dalam
karung yang terpisah dari karung yang berisi spesimen semai.
9. Lakukan pemeriksaan terhadap spesimen yang terkumpul dalam masing-
masing karung di atas alas putih. Kelompokkan isi dari masing-masing karung
berdasarkan persaamn morfologis mereka. Perhatikan jangan sampai spesimen
dari 1 karung bercampur dengan spesimen dari karung yang lain.
10. Hitunglah, berapa individu yang mewakili masing-masing morfospesies. Catat
hasil penghitungan dalam tabel data mentah.
11. Tabulasikan hasil sampling dengan tabel.
12. Hitung tingkat kerapatan pohon, pancang dan semai. Gunakan rumus:
Kerapatan= jumlah individu suatu jenis/ luas unit contoh
13. Hitung Indeks Diversitas. Gunakan rumus Indeks Diversitas spesies dari
Shannon:
H = - (pi) In pi
Ket: pi= proporsi jumlah individu ke-i
14. Hitung Indeks Similaritas dari sorensen antara dua komunitas.
S = 2c/ (a+b)
Ket: c = jumlah spesies yang dijumpai di dua lokasi
a = jumlah spesies di lokasi A
b = jumlah spesies di lokasi B
cara kerja 2:
1. Gambarlah secara skematis profil pohon-pohon yang ada dalam masing-
masing plot. Perhatikan jarak antar pohon, posisi pohon, ukuran batang, tinggi
pohon (taksir dengan secermat mungkin), kelebatan tajuk agar skema yang dibuat
menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Beri nomor pohon sebagai nama
pengganti nama spesies (pohon-pohon yang berjenis sama diberi nomor sama).
2. Sambungkanlah profil pohon dari sampling plot pertama, kedua dan ketiga.

4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari minggu tanggal 27 November
2016 di Hutan larangan adat GHIMBO POTAI, Kampar.
Berdasarkan hasil analisis data yang ada, dapat diketahui bahwa famili
pohon yang dominan adalah Myrtaceae, memiliki tingkat densitas relatif spesies
yang lebih tinggi dibandingkan dengan famili yang lain. Salah satunya faktor
lingkungan yang mendukung seperti pH, suhu dan kelembaban yang cocok guna
untuk mendukung pertumbuhan populasi selain itu juga memiliki kemampuan
bersaing yang cukup kuat terhadap tanaman lain untuk tetap bertahan hidup di
lingkungannya.
Untuk famili Gutiferae mempunyai nilai densitas relatif yang paling
rendah. Rendahnya tingkat densitas spesies pohon tersebut bisa saja disebabkan
karena lingkungan yang ada tidak mendukung spesies tersebut untuk berkembang
sehingga pohon tersebut tidak dapat bertahan hidup, dan kalaupun dapat hidup
hanya dalam jumlah yang sedikit.

V KESIMPULAN

Dari perolehan data dan analisisnya maka dapat disimpulkan bahwa


tanaman herba yang ada di Hutan larangan adat GHIMBO POTAI, Kampar, Riau,
memiliki tingkat densitas relatif tertingi untuk famili Myrtaceae sebesar 43,1501
dan tingkat densitas relatif spesies terendah untuk spesies Kendal (Cordia
obliqua) sebesar 0,0002.

DAFTAR PUSTAKA

Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor: PT. Penerbit Institut


Pertanian Bogor.
Sumardi dan S.M, Widyastuti.2004.Dasar-dasar Perlindungan
Hutan.Yogyakarta: UGM Press. Marsono, Djoko.2004.Konservasi Sumberdaya
Alam dan Lingkungan Hidup.Yogyakarta : BIGRAF Publishing.

Wirakusumua, Sambac. 2003. Dasar-Dasar EkologiBagi Populasi dan


Komunitas. Jakarta: UI-Press.

Anda mungkin juga menyukai