(1766 Views) April 24, 2012 1:28 am | Published by Redaksi | Comments Off on Hidayah at-
Taufuq wal Ilham
Perbedaan antara hidayah al-irsyad dan hidayah at-taufiq terlihat dari beberapa sisi. Di antaranya
adalah:
1. Hidayah al-irsyad bisa dilakukan oleh siapa pun yang memiliki kemampuan
menyampaikannya, sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Adapun hidayah at-taufiq itu
murni di tangan Allah l, Dia memberikannya kepada siapa yang dikehendaki oleh-Nya.
Allah l berfirman tentang Rasulullah n:
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi
Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. (al-Qashash: 56)
2. Hidayah al-irsyad tidak selalu mendatangkan iman dan hidayah yang sempurna (taufik).
Adapun hidayah at-taufiq pasti bergandengan dengan iman, karena hidayah at-taufiq itu khusus
bagi orang yang beriman dan mengamalkan Islam.
Allah l berfirman:
Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (al-Anam: 125)
3. Hidayah al-irsyad adalah sebab dan syarat untuk mendapatkan hidayah at-taufiq, sebagaimana
telah diuraikan sebelumnya. Adapun hidayah at-taufiq adalah hasil dan buah dari pengamalan
hidayah al-irsyad.
Allah l berfirman:
Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi
petunjuk kepada jalan yang lurus. (Ali Imran: 101) (Taliq Yasin al-Adni atas Syarah al-Aqidah
al-Wasithiyah, Khalil Harras, hlm. 41)
Mengapa Seseorang Tetap Meminta Hidayah al-Irsyad dan Hidayah at-Taufiq, Padahal Dia
Sudah Meraihnya?
Beberapa ahli tafsir, semisal al-Hafizh Ibnu Katsir t dalam Tafsir-nya menjelaskan bahwa yang
dimaksud adalah memohon bantuan kepada Allah l agar meneguhkan dan menegarkan dirinya di
atas hidayah, istiqamah, dan semakin menyempurnakan hidayah yang telah dia peroleh.
Ibnul Qayyim t berkomentar bahwa jawaban di atas hanyalah salah satu cabang dari makna ayat
di atas. Beliau t menguraikan bahwa seorang hamba tidak akan pernah meraih hidayah yang
sempurna sesuai yang dia harapkan, kecuali apabila terpenuhi enam hal yang sangat dibutuhkah
olehnya.
1. Mengetahui hidayah tersebut dalam semua yang dia lakukan dan yang dia tinggalkan.
Hal ini terwujud dengan dia melakukan apa yang dicintai dan diridhai oleh Allah l, serta
menjauhi apa yang dibenci dan dimurkai oleh-Nya.
Bila ilmu dan pengetahuan seseorang tentang hal ini berkurang, akan berkurang pula hidayah
sesuai dengan kadarnya.
2. Memiliki kehendak dan azam (tekad) yang kuat untuk melaksanakan apa yang dicintai oleh
Allah l dan meninggalkan apa yang dilarang dan dibenci oleh-Nya, baik secara global maupun
terperinci sesuai dengan kondisi masing-masing.
3. Mengamalkan hidayah tersebut, baik berupa melakukan sesuatu maupun meninggalkan
sesuatu.
Apabila pengamalan seorang hamba berkurang, akan berkurang pula kadar hidayahnya.
Ibnul Qayyim t menegaskan bahwa tiga poin di atas merupakan prinsip hidayah, sedangkan tiga
poin berikut ini adalah pelengkap dan penyempurnanya.
4. Seseorang mungkin telah meraih hidayah tentang beberapa hal secara global, namun dia tidak
mendapatkan hidayah tentangnya secara detail. Oleh karena itu, dia membutuhkan hidayah
tentang hal tersebut secara detail.
5. Seseorang mungkin telah mendapatkan hidayah tentang beberapa hal dari satu sisi saja, tetapi
belum mendapatkan hidayah tentangnya dari sisi yang lain. Oleh karena itu, dia membutuhkan
hidayah secara sempurna dari semua sisinya.
6. Seseorang mungkin telah mendapatkan hidayah tentang beberapa hal, secara detail dari segala
sisinya. Dalam keadaan seperti ini, dia membutuhkan istiqamah dan kontinuitas berada di atas
hidayah tersebut.
Keenam poin di atas terkait dengan suatu hal yang hendak dikerjakan atau ditinggalkan olehnya.
Ada poin ketujuh yang terkait dengan hal-hal yang telah dilakukannya di masa lalu, yaitu
tindakan-tindakan yang terjadi tidak di atas prinsip istiqamah (yakni dia menyimpang). Untuk
hal-hal ini, dia perlu meralatnya dengan cara bertaubat dari hal tersebut dan menggantinya
dengan amalan lainnya di atas prinsip istiqamah.
Ibnul Qayyim t menyimpulkan, apabila enam poin di atas sudah tercapai maka yang diminta
adalah istiqamah di atas hidayah. Namun, apabila poin-poin di atas belum diraih secara
sempurna maka yang diminta adalah prinsip-prinsip hidayah tersebut secara kontinu, memohon
ilmu, azam dan kehendak kuat, kemampuan untuk beramal, serta kesempurnaan hidayah dan
istiqamah di atasnya. (Badaiul Fawaid, 2/190191)
Masih banyak lagi kisah semisal dari kalangan sahabat, tabiin, dan generasi setelah mereka.
Semuanya menyimpan segudang ibrah dan faedah serta kilauan hikmah dari upaya pencarian
hidayah.
3. Manfaat dan keutamaan hidayah kembali kepada hamba sendiri
Allah l memerintahkan segenap hamba untuk menempuh bimbingan hidayah guna meraih taufik
dan kemuliaan-Nya. Ketika seorang hamba memenuhi panggilan Allah l, mencari dan mengejar
hidayah, mengorbankan segala yang dimilikinya, baik harta maupun nyawa, lalu Allah l
menganugerahkan taufik kepadanya sehingga dia meraih kenikmatan dan keutamaan yang tiada
tara di dunia, dan di akhirat dimasukkan ke dalam surga, yang merasakan semua ini adalah si
hamba sendiri. Allah l Mahakaya, tidak membutuhkan apa pun dari sang hamba.
Allah l berfirman (yang artinya): Katakanlah, Wahai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu kebenaran (Al-Quran) dari Rabbmu. Oleh sebab itu, barangsiapa yang mendapat
petunjuk maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa
yang sesat maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku
bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu. (Yunus: 108)
Catatan Kaki:
1 Lihat Taisir al-Karim ar-Rahman pada surat al-Fatihah dan Syifaul Alil (hlm. 194).
2 Penjelasan tentang penyimpangan kelompok-kelompok tersebut bisa Pembaca lihat pada edisi-
edisi terdahulu.
3 Fiil (kata kerja) yang membutuhkan maful bih (objek), terkadang dengan sendirinya dan
terkadang dengan bantuan huruf jar.