STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Jenis kelamin : laki-laki
Usia : 52 tahun
Alamat :
Status : Menikah
Pekerjaan : wiraswasta
No MR : 71-xx-xx
II. Anamnesa
Telah dilakukan autoanamnesa dan aloanamnesa pada tanggal
a) Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu smrs.
b) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu smrs.
menit. Nyeri dipicu oleh posisi, yaitu saat posisi berbaring ke sisi kanan dan oleh
makan makanan berlemak. Nyeri dirasakan membaik oleh posisi berbaring ke sisi kiri
dan duduk.
memiliki riwayat asma sejak kecil namun sudah jarang kambuh. Pertama kali di
diagnosa kista pada tahun 2009 di klinik melalui USG, namun ukuran masih kecil
(pasien tidak ingat) karena awalnya pasien mengeluhkan nyeri perut bawah yang
sangat mengganggu, hingga pasien tidak dapat melakukan aktivitasnya dan harus
mengkonsumsi obat penghilang nyeri. Pada tahun 2015 pasien kembali memeriksakan
dirinya dirumah sakit tangerang, dan ukuran kista sudah bertambah besar yaitu kurang
lebih 7 cm. Pasien akhirnya datang ke RSUS pada bulan Agustus 2016 dan di USG
oleh dr. Christo, ditemukan kista endometriosis berukuran kurang lebih 6 cm.
d) Riwayat penyakit keluarga
Ibu memiliki riwayat nyeri saat menstruasi sejak remaja
e) Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Siklus : Teratur
Durasi : 5 hari
Pembalut : 2-3 pembalut sehari (2 hari pertama haid 3 pembalut)
Dismenorea : +
f) Riwayat perdarahan abnormal : (-)
g) Riwayat ginekologi : terdiagnosa kista ovarium sejak tahun 2009. Pada Agustus 2016
Mammae/breast
Simetris : (+)
Massa : (-)
Sistem kardiovaskular
Regularitas : reguler
Murmur : (-)
Gallop : (-)
Sistem Respirasi
Simetris : (+)
Rhonki : (-)
Wheezing : (-)
Abdomen
Perkusi : timpani
Ekstremitas
Varikosa :-
Edema : (-)
Reflex : (+)
Vulva & Vagina : tidak terlihat adanya massa dan tanda-tanda inflamasi
porsio licin, tidak terlihat massa, OUE tertutup, nyeri goyang porsio (-)
Adnexa : teraba massa pada ovarium kiri, nyeri tekan (+), mobilitas (-)
Ultrasonografi : (diharapkan temuan seperti berikut) ground glass, homogenous low level
IV. Resume
Pasien Ny. R 29 tahun datang dengan keluhan nyeri saat menstruasi yang
sudah dirasakan sejak usia 14 tahun. Pasien juga merasakan nyeri saat berhubungan
(+). Pasien juga mengeluhkan sudah sejak menikah belum berhasil memiliki
Pertama kali di diagnosa kista ovarium pada tahun 2009 di klinik melalui USG. Pada
tahun 2015 pasien kembali memeriksakan dirinya dirumah sakit tangerang, dan
ukuran kista sudah bertambah besar yaitu kurang lebih 7 cm. Pasien akhirnya datang
ke RSUS pada bulan Agustus 2016 dan di USG oleh dr. Christo, ditemukan kista
endometriosis berukuran kurang lebih 6 cm. Pasien memiliki riwayat ibu dengan
VI. Diagnosa Kerja : Kista Endometriosis sinistra ukuran kurang lebih 6 cm.
VII. Diagnosis Banding : Kista dermoid
VIII. Tatalaksana pre-op : pro laparoskopi-kistektomi
IX. Laporan Operasi :
Telah dilakukan operasi pada tanggal 12/8/2016
Penilaian pra-operasi :
S : pasien mengeluh nyeri perut bawah, nyeri siklik (+)
A : kista endometriosis
X. Tatalaksana post-op :
12-8-2016 :
Ceftriaxon 1 gr IV
Ketorolac 3 ampul IV
13-8-2016 :
Cefadroxil po 500 mg
Asam mefenamat po 500 mg
XI. Follow up
S : nyeri pada luka operasi
O: KU : tampak sakit ringan suhu : 36,7
TD : 120/80 mmHg Nadi : 72 bpm
Laju nafas : 16 x/menit
Konjungtiva tidak anemis
Abdomen
Inspeksi : verban tidak terlihat darah atau cairan rembesan
Palpasi : terdapat nyeri tekan disekitar bekas luka operasi
Flatus : +, BAK : +, BAB: -
A : post laparotomi kistektomi + adhesiolisis a/i kista endometriosis sinistra
P : Cefadroxil po 500 mg, Asam mefenamat po 500 mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
endometrium pada lokasi ektopik, lokasi paling sering adalah peritoneum, ovarium dan
septum rektovaginal. Jaringan endometriosis yang berada pada ovarium dan membentuk kista
disebut dengan kista endometriosis atau kista coklat (endometrioma ovarium). Penyakit ini
mempengaruhi 6-10% wanita pada usia reproduktif, gejala klasik dari endometriosis berupa
dismenorea, dispareunia, nyeri pelvik kronik, perdarahan abnormal uterus dan atau
infertilitas.1 Prevalensi kondisi ini pada wanita yang mengalami nyeri, infertilitas ataupun
keduanya adalah sebanyak 35%-50%.2 Namun endometriosis masih saja sulit di diagnosa dan
memiliki 6.7 tahun rata-rata latensi dari awal munculnya gejala hingga diagnosis definitif
ditegakkan. Penyakit ini mewakili penyebab paling tinggi dari histerektomi dan angka
perawatan di rumah sakit pada US3, selain itu penyakit ini juga mempengaruhi kualkualitas
anterior dan posterior, peritoneum pelvik, ovarium, dan ligamentum utero-sakral biasanya
terlibat. Tambahan lainnya, septum rekto-vaginal, ureter, dan kandung kemih, sedangkan
perikardium, bekas luka operasi, dan pleura jarang sekali menjadi terpengaruhi. Implantasi
dari sel endometriosis dapat berada di permukaan ataupun dapat menginfiltrasi hingga ke
dalam dan dapat melibatkan struktur vital, seperti usus, kandung kemih dan ureter. Invasi
lebih dari 5 cm juga termasuk dalam definisi dari endometriosis dengan infiltrasi dalam, yaitu
paling sering bermanifestasi sebagai endometrioma ovarium. Kista ini memiliki dinding yang
halus, dan berwarna coklat gelap, berisi cairan kecoklatan, dapat berbentuk unilokular, dan
jika berukuran besar dapat berbentuk multilokular. Patogenesis pada endometrioma ovarium
masih belum jelas, namun terdapat 3 teori, yaitu invaginasi implantasi pada korteks ovarium,
Endometrioma ovarium (kista coklat) adalah salah satu nama lain dari kista
memengaruhi 17%-44% wanita dengan endometriosis. Gambaran umum kista ini berisi
cairan kental berwarna coklat yang merupakan sel darah merah yang sudah tua. Patogenesis
dari kista coklat ini masih merupakan teori-teori yang kontroversial, namun terdapat 3 teori
utama, yaitu: invaginasi dari korteks ovarium akibat perdarahan dari implantasi superfisial,
invaginasi pada korteks ovarium akibat metaplasia kolemik epitel dan transformasi
endometriosis dari kista fungsional. Teori pertama diungkapkan oleh Hughesdon, yaitu
akumulasi darah pada tempat implantasi melalui ovarioskopi.7 Teori ini penting pada
dinding bagian dalam pada pseudokista. Oleh sebab itu, korteks ovarium akan hilang pada
Teori kedua diungkapkan oleh Donnez et al., pada tahun 1996 dan menyatakan bahwa
invaginasi pada endometrioma ovarium bukan disebabkan oleh perdarahan pada implantasi,
melainkan karena metaplasia kolemik epitel yang terinvaginasi ke dalam korteks ovarium. 8
Donnez et al., juga menyatakan bahwa eksisi endometrioma atau vaporisasi berpotensi
Teori terakhir dinyatakan pertama kali oleh Nezhat et al. Pada tahun 1992 bahwa
Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori implantasi
jaringan endometrium yang viable (hidup) dari Sampson.18 Teori ini didasari atas 3 asumsi:
peritoneum
ostium tuba pada wanita yang menstruasi. Jaringan endometrium juga dideteksi dalam tuba
berimplantasi pada permukaan peritoneum dan ovarium. Hal ini dapat terjadi pada 80%
wanita yang menstruasi, namun tidak menjadikan semuanya menderita endometriosis. Untuk
menjelaskan ketidaksesuaian ini, penganut teori ini berhipotesis bahwa endometriosis terjadi
pada wanita yang memiliki gangguan sistem imunitas seperti gangguan yang tidak dapat
mengidentifikasi dan menghancurkan sel endometrium yang berada pada kavum peritoneum.
perlekatan pada epitel peritoneum, adanya pertumbuhan pembuluh darah lokal, pertumbuhan
lanjut dan mampu bertahan diperlukan dalam perkembangan endometriosis dari aliran balik
Secara umum patogenesis dari endometriosis terbagi dalam 2 kategori, yaitu teori yang
menyatakan endometriosis berasal dari uterus (endometrium) dan yang berasal dari non-
endometrium. Diantara teori yang menyatakan penyakit ini berasal dari luar uterus yaitu teori
kolemik metaplasia yang melibatkan trasnformasi dari jaringan peritoneum normal menjadi
jaringan endometrium ektopik.11 Namun masih belum diketahui dengan jelas penyebab dari
transformasi sel ini, walaupun endocrine disrupting chemical atau EDC dapat menjadi
contohnya hormonal atau faktor imun mampu mengubah sel peritoneum menjadi sel
endometrium.12,13 Terakhir, teori embryonic mullerian rests atau mullerianosis merupakan sisa
atau residu dari embriologi migrasi duktus mullerian dan mampu mempertahankan kapasitas
perkembangan lesi endometriosis dibawah pengaruh estrogen pada awal pubertas. 14 Teori ini
mendukung studi epidemiologis yang melaporkan kenaikan resiko endometriosis dua kali
Endometriosis 6-7 kali lebih sering ditemukan pada hubungan keluarga ibu dan anak
dibandingkan populasi umum, karena endometriosis mempunyai suatu dasar genetik. Matriks
membantu lepasnya sel-sel endometrium normal dan pertumbuhan endometrium baru yang
dirangsang oleh estrogen. Kadar MMP meningkat pada awal siklus haid dan biasanya ditekan
oleh progesteron selama fase sekresi. Kadar abnormal dari MMP dikaitkan dengan sifat
invasif dan destruktif. Pada wanita yang menderita endometriosis, MMP yang disekresi oleh
endometrium menjadi resisten terhadap penekanan progesteron. MMP yang menetap didalam
sel-sel endometrium yang meluruh dapat mengakibatkan suatu potensi invasif terhadap
endometrium yang berbalik arah sehingga menyebabkan invasi dari permukaan peritoneum
pembuangan debris pada darah haid yang membalik tidak efektif. Makrofag meemegang
peranan penting sebagai respon imun, bagian sistem imun yang tidak antigen-spesifik dan
sitokin, faktor pertumbuhan, enzim dan prostaglandin dan membantu fungsi-fungsi faktor
diatas disamping merangsang pertumbuhan dan proliferasi tipe sel yang lain. Makrofag
terdapat dalam cairan peritoneum normal dan jumlah serta aktifitasnya meningkat pada
peritoneum dan monosit yang berada di sirkulasi teraktivasi sehingga sel-sel endometriosis
berkembang melalui sekresi faktor pertumbuhan dan sitokin yang merangsang proliferasi dari
merupakan komponen lain yang penting dalam proses terjadinya endometriosis, aktifitas
sitotoksik menurun dan lebih jelas terlihat pada wanita dengan stadium endometriosis yang
lanjut.
- Faktor endokrin
androgen, androstenedion dan testosteron menjadi estron dan estradiol. Aromatase ini
ditemukan dalam banyak sel manusia, contohnya pada sel granulosa (ovum) dan sel adiposit.
Gambar 1. Biosintesa Estrogen Wanita Usia Reproduksi
aromatase yang tinggi sehingga kadar estrogen pun meningkat. Dengan kata lain, wanita
estrogen endometrium lokal. Disamping itu, estrogen juga dapat merangsang aktifitas siklo-
oksigenase tipe-2 lokal (COX-2) yang mensintesis prostaglandin (PG)E2, suatu stimulan
poten terhadap aromatase dalam sel stroma yang berasal dari endometriosis, sehingga
yang terdiri dari 2 tipe: tipe-1 merubah estron menjadi estradiol (bentuk estrogen yang lebih
poten) dan tipe-2 merubah estradiol menjadi estron. Dalam endometrium eutopik normal,
progesteron merangsang aktifitas tipe-2 dalam kelenjar epitelium, enzim tipe-2 ini sangat
banyak ditemukan pada kelenjar endometrium fase sekresi. Dalam jaringan endometriotik,
tipe-1 ditemukan secara normal, tetapi tipe-2 secara bersamaan tidak ditemukan. Progesteron
tidak merangsang aktiftas tipe-2 dalam implantasi endometriotik karena gambaran reseptor
progesteron juga abnormal. Reseptor progesteron terdiri dari 2 tipe: PR-A dan PR-B,
keduanya ini ditemukan pada endometrium eutopik normal, sedangkan pada jaringan
Teori Halban mengatakan bahwa endometriosis yang terjadi pada organ jauh akibat
sel endometrium yang hidup menyebar melalui pembuluh darah dan limfatik. Teori ini
menjelaskan kejadian endometriosis yang jarang terjadi di ekstrapelvis, seperti di otak dan
paru paru.
- Teori inflamasi
merupakan lesi patologik yang berasal dari sel - sel yang mengalami mutasi somatik. Mutasi
ini dipercaya merupakan hasil dari faktor faktor lingkungan tertentu seperti polutan dan
dioxin. Sel yang abnormal ini kemudian berkembang menjadi tumor jinak yang terdiri dari
Terdapat perbedaan secara molekular yang jelas antara jaringan endometriosis dengan
endometrium, seperti produksi berlebih pada estrogen, prostaglandin dan sitokin pada
jaringan endometriosis yang diterangkan oleh Bulun dkk (2009). Inflamasi, sebagai tanda
metalloproteinase, sitokin dan kemokin. Peningkatan kadar sitokin pada inflamasi akut
adesi dari peningkatan fragmen jaringan endometrial ke dalam permukaan peritoneum dan
memastikan akumulasi sel - sel imun ini, sitokin dan kemokin dalam pembentukan lesi.
Pada pasien dengan endometriosis, respon inflamasi dan imun, angiogenesis dan
apoptosis mengubah fungsi penyokong kehidupan sel dan membentuk ulang jaringan
endometriosis. Proses dasar patologi ini tergantung pada estrogen dan progesteron. Bentuk
memiliki poin klinis yang penting untuk penelitian karena target terapi dari aromatase
berdampak pada biosintesis estrogen, mengurangi nyeri atau secara laparoskopi terlihat
jaringan endometriosis atau kombinasi keduanya. Tiga target penting ini telah diketahui
dengan marker epigenetik spesifik (hypomethylation) yang menyebabkan ekspresi berlebih
dari reseptor terkecil dari SF1 (steroidogenif factor) dan estrogen reseptor .
2.4.1 Anamnesis
sepertiga dari kasus), hal yang paling penting untuk diingat adalah derajat endometriosis yang
terlihat tidak memiliki korelasi dengan tingkat/derajar nyeri yang dirasakan maupun
gangguan simtomatis lainnya, karena lokasi dan kedalaman infiltrasi jaringan-lah yang
derajar nyeri yang dirasakan. Selain nyeri, pasien juga datang dengan gejala non-spesifik
Tanda dan gejala endometriosis dapat bervariasi namun biasanya menunjukan area yang
terlibat, contohnya:
- Dismenorea
- Meno-metroragia
- Nyeri pinggul
- Dispareunia
Karena paling banyak lokasi implantasi dari endometriosis adalah di uterus, ovarium,
peritoneum posterior, pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri pinggul yang semakin
memburuk dan atau dismenorea sekunder. tidak jarang wanita melaporkan adanya nyeri pada
motilitas usus, diare, bahkan hematokezia yang berhubungan dengan mens-nya saat
endometriosis melibatkan kolon rekto-sigmoid. Disuria, nyeri pinggang atau hematuria dapat
Nyeri siklik yang menyertai perdarahan saat menstruasi. Ini dapat melibatkan kandung
kemih (hematuria), usus (hematokezia dan nyeri sata defekasi), atau yang jarang ditemukan
perdarahan pada tempat seperti umbilikus, dinding abdomen atau perineum. Biasanya pasien
datang dengan keluhan nyeri siklik pada luka bekas operasi massa yang meluas, eksisi
menunjukan fokus endometriosis. Rata-rata onset nyeri siklik maupun non-siklik 2.9 tahun
setelah menarche.
Eksaserbasi akut dipercaya disebabkan oleh peritonitis akibat kebocoran sel darah yang
sudah tua dari kista endometriosis. Dismenorea sekunder terjadi dua kali pada wanita dengan
dipertimbangkan pada pasien datang dengan kleuhan dismenorea yang signifikan, dan harus
memburuk saat fase premenstruasi dalam sebuah siklus. Dispareunia dalam dapat berasal dari
bekas luka ligamentum uterosakral, nodul pada septum rektovagina, obliterasi cul-de-sac,
atau retroversi uteri, semua hal ini dapat mengarahkan nyeri punggung kronik. Gejala diatas
dapat menjadi lebih berat saat menstruasi. Wanita dengan infiltrasi mendalam pada
ligamentum uterosakral akan mengakibatkan gangguan fungsi seksual yang sangat berat.
Gejala siklik lain yang tidak umum termasuk hemoptisis, kejang katamenial dan
perdarahan umbilikal. Obstruksi usus parsial maupun komplit biasanya terjadi akibat
dapat berasal dari implantasi endometrium pada ureter atau efek massa dari endometrioma.
Pasien dengan endometriosis biasanya jarang terdapat temuan fisik selain nyeri tekan
yang berhubungan dengan lokasi yang terlibat. Temuan paling sering adalah nyeri tekan non-
spesifik pada pelvik. Pada suatu penelitian 22% orang dewasa memiliki temuan fisik
abnormal yang konsisten dengan letak anatomi lesi yang ditemukan saat operasi. Pada
pemeriksaan pelvik, nyeri tekan saat pemeriksaan paling baik dideteksi saat menstruasi.
Penemuan berarti pada saat pemeriksaan adalah adanya massa nodul yang nyeri saat ditekan
dan sejalan dengan penebalan ligamentum uterosakral, bagian posterior uterus atau bagian
posterior cul-de-sac. Obliterasi kantong yang bersamaan dengan retroversi uteri yang
Jika kista endometrioma ruptur maka gambarannya adalah seperti akut abdomen,
karena dapat melibatkan rektum dan sistem gastrointestinal secara luas yang menyebabkan
perlengketan dan obstruksi. Oleh sebab itu pemeriksaan untuk evaluasi servisitis, keputihan
dan penyakit menular seksual juga harus dilakukan sebagai diagnosa banding.
2.5 Diagnosis
gold standard untuk endometriosis adalah laparoskopi. USG dan MRI merupakan modalitas
yang paling baik dalam mendiagnosis awal dan dapat membedakan endometrioma dari tumor
jinak ovarium lain yang memiliki gambaran umum mirip dengan endometrioma, yaitu
homogenous low-level internal echoes dan dinding tebal jika dilihat menggunakan USG.6
Menurut Van Holsbeke et al. Ultrasound paling baik untuk membedakan antara
endometrioma dengan massa pada adneksa lainnya adalah denagn round glass echogenicity
pada cairan kista yang memiliki sensitifitas 73% dan spesifisitas 94%. 7 Guerriero et al.
Menemukan bahwa USG transvaginal dapat mendeteksi adanya adhesi pelvis pada pasien
MRI adalah salah satu alat diagnostik yang paling baik dan informatif untuk kista
weighted yang merefleksikan elemen darah di dalam kista tersebut. 18,19 tanda shading
adalah adanya pemendekan pada T2 yang sesuai dengan hiperintensitas pada gambaran T1,
hal ini bermanfaat untuk membedakan kista endometriosis dengan lesi/kista lain yang
mengandung darah, contohnya kista hemoragik korpus luteum. 18,20 Kurangnya penekanan
pada lemak dapat membantu membedakan kista endometriosis dengan kista dermoid.
Peningkatan kontras juga harus dilakukan untuk membedakan dengan keganasan. 18,21
Peranan penting lain pada MRI dalam manajemen kista endometriosis adalah MRI
dapat mendiagnosa adanya endometriosis ekstra-ovarium yang sebelumnya sudah ada, yang
memiliki gejala yang sama yaitu nyeri dan infertilitas. Gambaran karakteristik MRI pada
endometriosis superfisial adalah hiperintensitas pada T1 dan hipointensitas pada T2, atau,
hiperintensitas pada kedua T1 dan T2. MRI juga dapat digunakan untuk melihat adanya
2.6 Komplikasi
2.6.1 Infertilitas
obstruksi tuba, dan distorsi anatomis. Sehingga mengganggu pembentukan kualitas oosit dan
transportasinya. Wanita dengan endometrioma ovarium mengalami nyeri panggul kronik dan
dispareunia sehingga menyebabkan infertilitas secara tidak langsung.22 Namun, pada wanita
tanpa nyeri panggul dan distorsi anatomi, infertilitas yang disebabkan oleh endometrioma
secara potensial berasal dari penurunan tingkat pengambilan oosit, penurunan kualitas oosit
Telah ditemukan bahwa hanya ditemukan sejumlah kecil folikel pada wanita dengan
folikel ini diduga akibat adanya invaginasi dari korteks ovarium yang kemudian akan
Stres oksidatif diketahui dapat menyebabkan apoptosis pada oosit dan nekrosis pada folikel.25
Efek endometrioma terhadap kualitas oosit masih kontroversial dan sulit dinilai.
Namun pada sebuah penelitian, pada wanita dengan endometrioma hanya ditemukan
penurunan kualitas oosit dan hanya sedikit oosit yang matang. yang diambil dibandingkan
2.7 Tatalaksana28
Kista endometriosis dapat menjadi penyebab nyeri pelvis/panggul, namun jarang jika hanya
kista endometriosis saja yang menjadi penyebabnya, biasanya kista endometriosis ini disertai
dengan endometriosis ekstra-ovarium lain sehingga menyebabkan nyeri kronik dan berat
akibat adanya inflamasi dan perlengketan.26 Berbagai macam obat dapat digunakan sebagai
tatalaksana nyeri akibat endometriosis. GnRH agonis cukup efektif sebagai tatalaksana nyeri
1. GnRH agonis sebagai pilihan paling sering digunakan. GnRH agonis berfungsi
analgesik yang memberikan efek cukup baik dalam tatalaksana nyeri pada
endometriosis.
Terapi pembedahan adalah tatalaksana lini pertama untuk nyeri pada wanita
- Tidak disarankan untuk dilakukan terapi hormon pada pasien dengan endometrioma
secara spontan.
Daftar Pustaka
3. Redwine DB. Ovarian endometriosis: a marker for more extensive pelvic and
5. Hoffman BL, Schorge JO, Bradshaw KD, Halvorson LM, Schaffer JI, Corton MM.
Evaluation of the Infertile Couple. In: Hoffman BL, Schorge JO, Bradshaw KD,
Halvorson LM, Schaffer JI, Corton MM. eds. Williams Gynecology, 3e. New York,
6. Hughesdon PE. The structure of endometrial cysts of the ovary. J. Obstet. Gynaecol.
10. Nezhat F, Nezhat C, Allan CJ, Metzger DA, Sears DL. Clinical and histologic
Geburtshilfe Gynakol.1898;7:295300.
12. 9. Levander G, Normann P. The pathogenesis of endometriosis; an experimental
Obstet Gynecol.1966;94:78090.
14. 11. Russell W. Aberrant portions of the mullerian duct found in an ovary. Ovarian
Reprod. 1996;11(4):85760.
20. Carbognin G, Guarise A, Minelli L, Vitale I, Malag R, Zamboni G, Procacci C.
23. Gupta S, Agarwal A, Agarwal R, Loret de Mola JR. Impact of ovarian endometrioma
(2011).
25. Matsuzaki S, Schubert B. Oxidative stress status in normal ovarian cortex surrounding
endometriotic cyst.
28. Dunselman GA, Vermeulen N, Becker C, Calhaz-Jorge C, D'Hooghe T, De Bie B,
Dari anamnesa :
Nyeri perut bawah saat menstruasi (+) (dismenorea), nyeri bersifat siklik (+) hal ini
mendukung bahwa nyeri ini dipengaruhi hormon, dimana hormon (estrogen) akan memuncak
pada awal fase menstruasi. Dispareunia (+) mendukung ke arah bahwa terdapat endometriosis
yang mungkin sudah mengenai ligamentum uterosakral (kista endometrium awalnya berasal
dari endometriosis), infertilitas (primer) (+) merupakan salah satu dari 2 gejala utama pada
kista endometriosis, karena proses ovulasi akan terganggu. Pasien juga memiliki riwayat
penyakit dahulu berupa dismenorea sejak awal menstruasi dan telah di diagnosa memiliki
kista ovarium sejak tahun 2009 dan dikonfirmasi pada tahun 2016 melalui USG bahwa
terdapat kista endometriosis ovarium kiri. Ukuran kista juga tidak bertambah secara drastis
sejak pertama di diagnosis, hal ini menandakan kemungkinan kearah keganasan menurun.
Pasien juga memiliki riwayat keluarga: ibu dengan dismenorea, hal ini mendukung etiologi
dari endometriosis dimana melibatkan faktor genetik, wanita first degree relative memiliki
Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan bimanual teraba massa pada adneksa sinistra mendukung ke arah letak
Analisa tatalaksana
Tatalaksana pada kasus ini sudah tepat, karena menurut guideline ESHRE tahun 2013 dalam
tatalaksana endometriosis, untuk tatalaksana nyeri dan infertilitas pada kista endometriosis
yang dapat dilakukan adalah tatalaksana bedah, yaitu laparotomi kistektomi. Sedangkan
tatalaksana medikamentosa dengan terapi hormonal tidak dapat dilakukan untuk mengatasi