Anda di halaman 1dari 26

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Jenis kelamin : laki-laki
Usia : 52 tahun
Alamat :
Status : Menikah
Pekerjaan : wiraswasta
No MR : 71-xx-xx

II. Anamnesa
Telah dilakukan autoanamnesa dan aloanamnesa pada tanggal
a) Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu smrs.
b) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu smrs.

Nyeri dirasakan hilang-timbul, saat muncul nyeri dirasakan kurang-lebih selama 30

menit. Nyeri dipicu oleh posisi, yaitu saat posisi berbaring ke sisi kanan dan oleh

makan makanan berlemak. Nyeri dirasakan membaik oleh posisi berbaring ke sisi kiri

dan duduk.

c) Riwayat penyakit dahulu


Pasien mengalami nyeri saat menstruasi sudah sejak usianya 14 tahun. Pasien

memiliki riwayat asma sejak kecil namun sudah jarang kambuh. Pertama kali di

diagnosa kista pada tahun 2009 di klinik melalui USG, namun ukuran masih kecil

(pasien tidak ingat) karena awalnya pasien mengeluhkan nyeri perut bawah yang

sangat mengganggu, hingga pasien tidak dapat melakukan aktivitasnya dan harus

mengkonsumsi obat penghilang nyeri. Pada tahun 2015 pasien kembali memeriksakan

dirinya dirumah sakit tangerang, dan ukuran kista sudah bertambah besar yaitu kurang
lebih 7 cm. Pasien akhirnya datang ke RSUS pada bulan Agustus 2016 dan di USG

oleh dr. Christo, ditemukan kista endometriosis berukuran kurang lebih 6 cm.
d) Riwayat penyakit keluarga
Ibu memiliki riwayat nyeri saat menstruasi sejak remaja
e) Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Siklus : Teratur
Durasi : 5 hari
Pembalut : 2-3 pembalut sehari (2 hari pertama haid 3 pembalut)
Dismenorea : +
f) Riwayat perdarahan abnormal : (-)
g) Riwayat ginekologi : terdiagnosa kista ovarium sejak tahun 2009. Pada Agustus 2016

diketahui memiliki kista endometriosis berukuran kurang lebih 6 cm melalui USG.


h) Riwayat seksual :
- Cointarche : pada tahun 2013
- Dispareunia : (+), 2 kali pada tahun 2016
- Post coital bleeding : (-)
- STD : (-)
- Jumlah pasangan :1
- Usia pernikahan : 3 tahun
i) Riwayat kontrasepsi : (-)
j) Riwayat sosial : rokok (-), alkohol (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


*tidak dilakukan, namun diharapkan hasil sebagai berikut:
a) Status Generalis
Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Denyut Nadi : 82 bpm
Laju Nafas : 17x/menit
Suhu : 36

Kepala/Mata/Telinga/Hidung/Tenggorok : dalam batas normal (tidak dilakukan)

Leher : dalam batas normal (tidak dilakukan)

Mammae/breast

Simetris : (+)

Perubahan kulit payudara : (-)

Massa : (-)

Nipple Discharge : (-)


KGB aksila : dalam batas normal (tidak dilakukan)

Sistem kardiovaskular

Regularitas : reguler

SI/S2 : (+) reguler

Murmur : (-)

Gallop : (-)

Sistem Respirasi

Simetris : (+)

Suara nafas : vesikuler

Rhonki : (-)

Wheezing : (-)

Abdomen

Inspeksi lingkar perut :-

Auskultasi : bising usus 12x/menit (tidak dilakukan)

Palpasi : tidak teraba massa

Perkusi : timpani

Ekstremitas

Nadi : tidak diperiksa

Varikosa :-

Sensorik : dalam batas normal

Motorik : dalam batas normal

Edema : (-)

Reflex : (+)

Kulit : dalam batas normal

Pemeriksaan Pelvik (tidak dilakukan, namun diharapkan hasil sebagai berikut)


Inspeksi

Vulva & Vagina : tidak terlihat adanya massa dan tanda-tanda inflamasi

Inspekulo (tidak dilakukan)

Rugae normal, massa (-)

porsio licin, tidak terlihat massa, OUE tertutup, nyeri goyang porsio (-)

Pemeriksaan Bimanual (tidak dilakukan)

Vagina : mukosa licin, tidak teraba massa

Serviks : konsistensi firm, mobilitas baik, OUE tertutup

Uterus : tidak teraba, tidak teraba massa

Adnexa : teraba massa pada ovarium kiri, nyeri tekan (+), mobilitas (-)

Rectovaginal Examination : (-)

Laboratorium : CA-125 90 (N : 0 - 35)

Ultrasonografi : (diharapkan temuan seperti berikut) ground glass, homogenous low level

hypo-echogenocity berukuran kurang lebih 6 cm pada ovarium kiri.

IV. Resume
Pasien Ny. R 29 tahun datang dengan keluhan nyeri saat menstruasi yang

sudah dirasakan sejak usia 14 tahun. Pasien juga merasakan nyeri saat berhubungan

(+). Pasien juga mengeluhkan sudah sejak menikah belum berhasil memiliki

keturunan, dengan berhubungan seksual secara teratur tanpa penggunaan kontrasepsi.

Pertama kali di diagnosa kista ovarium pada tahun 2009 di klinik melalui USG. Pada

tahun 2015 pasien kembali memeriksakan dirinya dirumah sakit tangerang, dan

ukuran kista sudah bertambah besar yaitu kurang lebih 7 cm. Pasien akhirnya datang

ke RSUS pada bulan Agustus 2016 dan di USG oleh dr. Christo, ditemukan kista

endometriosis berukuran kurang lebih 6 cm. Pasien memiliki riwayat ibu dengan

dismenorea. Pada pemeriksaan fisik ditemukan massa pada adneksa sinistra


V. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium : CA-125 90 (N : 0 - 35)
- Ultrasonografi : (diharapkan temuan seperti berikut) ground glass, homogenous

low level hypo-echogenocity berukuran kurang lebih 6 cm pada ovarium kiri.

VI. Diagnosa Kerja : Kista Endometriosis sinistra ukuran kurang lebih 6 cm.
VII. Diagnosis Banding : Kista dermoid
VIII. Tatalaksana pre-op : pro laparoskopi-kistektomi
IX. Laporan Operasi :
Telah dilakukan operasi pada tanggal 12/8/2016
Penilaian pra-operasi :
S : pasien mengeluh nyeri perut bawah, nyeri siklik (+)

O : terdapat massa pada ovarium kanan sebesar kurang lebih 6 cm.

A : kista endometriosis

P : Pro laparoskopi kistektomi

Laporan paska operasi

Diagnosa pra-operasi : kista endometriosis

Tindakan : laparotomi kistektomi + adhesiolisis

Diagnosa paska operasi : kista endometriosis + adhesi berat

Dilakukan pengiriman spesimen dinding kista endometriosis untuk PA.

X. Tatalaksana post-op :
12-8-2016 :
Ceftriaxon 1 gr IV
Ketorolac 3 ampul IV
13-8-2016 :
Cefadroxil po 500 mg
Asam mefenamat po 500 mg
XI. Follow up
S : nyeri pada luka operasi
O: KU : tampak sakit ringan suhu : 36,7
TD : 120/80 mmHg Nadi : 72 bpm
Laju nafas : 16 x/menit
Konjungtiva tidak anemis
Abdomen
Inspeksi : verban tidak terlihat darah atau cairan rembesan
Palpasi : terdapat nyeri tekan disekitar bekas luka operasi
Flatus : +, BAK : +, BAB: -
A : post laparotomi kistektomi + adhesiolisis a/i kista endometriosis sinistra
P : Cefadroxil po 500 mg, Asam mefenamat po 500 mg
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Epidemiologi

Endometriosis secara klasik didefinisikan sebagai adanya kelenjar dan stroma

endometrium pada lokasi ektopik, lokasi paling sering adalah peritoneum, ovarium dan

septum rektovaginal. Jaringan endometriosis yang berada pada ovarium dan membentuk kista

disebut dengan kista endometriosis atau kista coklat (endometrioma ovarium). Penyakit ini

mempengaruhi 6-10% wanita pada usia reproduktif, gejala klasik dari endometriosis berupa

dismenorea, dispareunia, nyeri pelvik kronik, perdarahan abnormal uterus dan atau

infertilitas.1 Prevalensi kondisi ini pada wanita yang mengalami nyeri, infertilitas ataupun

keduanya adalah sebanyak 35%-50%.2 Namun endometriosis masih saja sulit di diagnosa dan

memiliki 6.7 tahun rata-rata latensi dari awal munculnya gejala hingga diagnosis definitif

ditegakkan. Penyakit ini mewakili penyebab paling tinggi dari histerektomi dan angka

perawatan di rumah sakit pada US3, selain itu penyakit ini juga mempengaruhi kualkualitas

hidup pasien pasien secara signifikan.4

2.2 Lokasi Anatomis


Endometriosis dapat berkembang dimana saja di dalam pelvis dan ekstra-pelvik pada

permukaan peritoneum. Endometriosis ditemukan pada area pelvis, seperti cul-de-sacs

anterior dan posterior, peritoneum pelvik, ovarium, dan ligamentum utero-sakral biasanya

terlibat. Tambahan lainnya, septum rekto-vaginal, ureter, dan kandung kemih, sedangkan

perikardium, bekas luka operasi, dan pleura jarang sekali menjadi terpengaruhi. Implantasi

dari sel endometriosis dapat berada di permukaan ataupun dapat menginfiltrasi hingga ke

dalam dan dapat melibatkan struktur vital, seperti usus, kandung kemih dan ureter. Invasi

lebih dari 5 cm juga termasuk dalam definisi dari endometriosis dengan infiltrasi dalam, yaitu

paling sering bermanifestasi sebagai endometrioma ovarium. Kista ini memiliki dinding yang

halus, dan berwarna coklat gelap, berisi cairan kecoklatan, dapat berbentuk unilokular, dan

jika berukuran besar dapat berbentuk multilokular. Patogenesis pada endometrioma ovarium

masih belum jelas, namun terdapat 3 teori, yaitu invaginasi implantasi pada korteks ovarium,

metaplasia kolemik, dan keterlibatan kista ovarium fungsional akibat implantasi

endometriosis yang berada pada permukaan ovarium.5

2.3 Etiologi dan Patofisiologi

Endometrioma ovarium (kista coklat) adalah salah satu nama lain dari kista

endometriosis, yang merupakan subtipe dari endometriosis. Kista endometriosis

memengaruhi 17%-44% wanita dengan endometriosis. Gambaran umum kista ini berisi

cairan kental berwarna coklat yang merupakan sel darah merah yang sudah tua. Patogenesis

dari kista coklat ini masih merupakan teori-teori yang kontroversial, namun terdapat 3 teori

utama, yaitu: invaginasi dari korteks ovarium akibat perdarahan dari implantasi superfisial,

invaginasi pada korteks ovarium akibat metaplasia kolemik epitel dan transformasi

endometriosis dari kista fungsional. Teori pertama diungkapkan oleh Hughesdon, yaitu

peluruhan dinding endometrium pada menstruasi dan perdarahan akibat implantasi


endometrium yang terperangkap dan menyebabkan invaginasi gradual pada korteks ovari

yang menghasilkan pseudokista.6

Brosens et al., dan Hughesdon menemukan adanya peluruhan menstruasi dan

akumulasi darah pada tempat implantasi melalui ovarioskopi.7 Teori ini penting pada

tatalaksan endometrioma ovarium karena korteks ovarium merupakan permukaan pada

dinding bagian dalam pada pseudokista. Oleh sebab itu, korteks ovarium akan hilang pada

saat eksisi endometrioma.

Teori kedua diungkapkan oleh Donnez et al., pada tahun 1996 dan menyatakan bahwa

invaginasi pada endometrioma ovarium bukan disebabkan oleh perdarahan pada implantasi,

melainkan karena metaplasia kolemik epitel yang terinvaginasi ke dalam korteks ovarium. 8

Donnez et al., juga menyatakan bahwa eksisi endometrioma atau vaporisasi berpotensi

menyebabkan rekurensi akibat invaginasi dari jaringan endometrium ke dalam ovarium. 9

Teori terakhir dinyatakan pertama kali oleh Nezhat et al. Pada tahun 1992 bahwa

endometrioma dibentuk akibat transformasi endometriosis oleh kista fungsional.10

2.3.1 Patofisiologi Endometriosis

- Teori menstruasi retrograde

Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori implantasi

jaringan endometrium yang viable (hidup) dari Sampson.18 Teori ini didasari atas 3 asumsi:

1. Terdapat darah haid berbalik melewati tuba falopii

2. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut hidup dalam rongga

peritoneum

3. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut dapat menempel ke peritoneum

dengan melakukan invasi, implantasi dan proliferasi.


Teori menstruasi retrograde dan teori implantasi yang di ungkapkan oleh sampson

merupakan teori yang paling banyak digunakan dalam menjelaskan pertumbuhan

endometriosis. Menurut studi yang sudah dilakukan, ditemukan jaringan endometrium di

ostium tuba pada wanita yang menstruasi. Jaringan endometrium juga dideteksi dalam tuba

falopi yang diangkat saat histerektomi. Refluks jaringan endometrium diperkirakan

berimplantasi pada permukaan peritoneum dan ovarium. Hal ini dapat terjadi pada 80%

wanita yang menstruasi, namun tidak menjadikan semuanya menderita endometriosis. Untuk

menjelaskan ketidaksesuaian ini, penganut teori ini berhipotesis bahwa endometriosis terjadi

pada wanita yang memiliki gangguan sistem imunitas seperti gangguan yang tidak dapat

mengidentifikasi dan menghancurkan sel endometrium yang berada pada kavum peritoneum.

Walaupun menstruasi retrograde mampu menjelaskan perpindahan fisik dari fragmen

endometrium kedalam kavum peritoneum, tetap dibutuhkan langkah-langkah lanjut untuk

perkembangan dari implantasi endometriosis. Menghindar dari pembersihan sistem imun,

perlekatan pada epitel peritoneum, adanya pertumbuhan pembuluh darah lokal, pertumbuhan

lanjut dan mampu bertahan diperlukan dalam perkembangan endometriosis dari aliran balik

darah menstruasi. Patofisiologi dari endometriosis menyangkut: predisposisi genetik,

ketergantungan terhadap estrogen, resistensi terhadap progesteron dan inflamasi.

- Teori metaplasia koelomik

Secara umum patogenesis dari endometriosis terbagi dalam 2 kategori, yaitu teori yang

menyatakan endometriosis berasal dari uterus (endometrium) dan yang berasal dari non-

endometrium. Diantara teori yang menyatakan penyakit ini berasal dari luar uterus yaitu teori

kolemik metaplasia yang melibatkan trasnformasi dari jaringan peritoneum normal menjadi

jaringan endometrium ektopik.11 Namun masih belum diketahui dengan jelas penyebab dari
transformasi sel ini, walaupun endocrine disrupting chemical atau EDC dapat menjadi

kandidat penyebabnya. Teori induksi menunjukan bahwa stimulus induktif endogen,

contohnya hormonal atau faktor imun mampu mengubah sel peritoneum menjadi sel

endometrium.12,13 Terakhir, teori embryonic mullerian rests atau mullerianosis merupakan sisa

atau residu dari embriologi migrasi duktus mullerian dan mampu mempertahankan kapasitas

perkembangan lesi endometriosis dibawah pengaruh estrogen pada awal pubertas. 14 Teori ini

mendukung studi epidemiologis yang melaporkan kenaikan resiko endometriosis dua kali

pada wanita yang terpapar dietilstilbestrol.15

- Teori genetik dan imun

Endometriosis 6-7 kali lebih sering ditemukan pada hubungan keluarga ibu dan anak

dibandingkan populasi umum, karena endometriosis mempunyai suatu dasar genetik. Matriks

metaloproteinase (MMP) merupakan enzim yang menghancurkan matriks ekstraseluler dan

membantu lepasnya sel-sel endometrium normal dan pertumbuhan endometrium baru yang

dirangsang oleh estrogen. Kadar MMP meningkat pada awal siklus haid dan biasanya ditekan

oleh progesteron selama fase sekresi. Kadar abnormal dari MMP dikaitkan dengan sifat

invasif dan destruktif. Pada wanita yang menderita endometriosis, MMP yang disekresi oleh

endometrium menjadi resisten terhadap penekanan progesteron. MMP yang menetap didalam

sel-sel endometrium yang meluruh dapat mengakibatkan suatu potensi invasif terhadap

endometrium yang berbalik arah sehingga menyebabkan invasi dari permukaan peritoneum

ataupun lokasi ektopik lain dan selanjutnya terjadi proliferasi sel.

Pada penderita endometriosis terdapat gangguan respon imun yang menyebabkan

pembuangan debris pada darah haid yang membalik tidak efektif. Makrofag meemegang

peranan penting sebagai respon imun, bagian sistem imun yang tidak antigen-spesifik dan

tidak mencakup memori imunologik. Makrofag mempertahankan imun melalui pengenalan,

fagositosis, dan penghancuran mikroorganisme patogen/abnormal dan juga membantu untuk


membersihkan sel apoptosis dan sel-sel debris. Makrofag mensekresi berbagai macam

sitokin, faktor pertumbuhan, enzim dan prostaglandin dan membantu fungsi-fungsi faktor

diatas disamping merangsang pertumbuhan dan proliferasi tipe sel yang lain. Makrofag

terdapat dalam cairan peritoneum normal dan jumlah serta aktifitasnya meningkat pada

wanita dengan endometriosis. Pada penderita endometriosis, makrofag yang terdapat di

peritoneum dan monosit yang berada di sirkulasi teraktivasi sehingga sel-sel endometriosis

berkembang melalui sekresi faktor pertumbuhan dan sitokin yang merangsang proliferasi dari

endometrium ektopik dan menghambat fungsi pembersihannya. Natural killer juga

merupakan komponen lain yang penting dalam proses terjadinya endometriosis, aktifitas

sitotoksik menurun dan lebih jelas terlihat pada wanita dengan stadium endometriosis yang

lanjut.

- Faktor endokrin

Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada estrogen

(estrogen-dependent disorder). Disregulasi sintesis dan metabolisme estrogen telah

diimplikasikan dalam patogenesis endometriosis. Aromatase, suatu enzim yang merubah

androgen, androstenedion dan testosteron menjadi estron dan estradiol. Aromatase ini

ditemukan dalam banyak sel manusia, contohnya pada sel granulosa (ovum) dan sel adiposit.
Gambar 1. Biosintesa Estrogen Wanita Usia Reproduksi

Kista endometriosis dan invasi endometriosis diluar ovarium menunjukan kadar

aromatase yang tinggi sehingga kadar estrogen pun meningkat. Dengan kata lain, wanita

dengan endometriosis mempunyai kelainan genetik dan membantu peningkatan produksi

estrogen endometrium lokal. Disamping itu, estrogen juga dapat merangsang aktifitas siklo-

oksigenase tipe-2 lokal (COX-2) yang mensintesis prostaglandin (PG)E2, suatu stimulan

poten terhadap aromatase dalam sel stroma yang berasal dari endometriosis, sehingga

produksi estrogen berlangsung terus secara lokal.


Gambar 2. Sintesis Estrogen Pada Endometriosis

Estron dan estradiol dikonversi oleh 17-hidroksisteroid dehidrogenase (17HSD),

yang terdiri dari 2 tipe: tipe-1 merubah estron menjadi estradiol (bentuk estrogen yang lebih

poten) dan tipe-2 merubah estradiol menjadi estron. Dalam endometrium eutopik normal,

progesteron merangsang aktifitas tipe-2 dalam kelenjar epitelium, enzim tipe-2 ini sangat

banyak ditemukan pada kelenjar endometrium fase sekresi. Dalam jaringan endometriotik,

tipe-1 ditemukan secara normal, tetapi tipe-2 secara bersamaan tidak ditemukan. Progesteron

tidak merangsang aktiftas tipe-2 dalam implantasi endometriotik karena gambaran reseptor

progesteron juga abnormal. Reseptor progesteron terdiri dari 2 tipe: PR-A dan PR-B,

keduanya ini ditemukan pada endometrium eutopik normal, sedangkan pada jaringan

endometriotik hanya PR-A saja yang ditemukan.

- Metastasis vaskular dan limfatik (teori Halban)

Teori Halban mengatakan bahwa endometriosis yang terjadi pada organ jauh akibat

sel endometrium yang hidup menyebar melalui pembuluh darah dan limfatik. Teori ini

menjelaskan kejadian endometriosis yang jarang terjadi di ekstrapelvis, seperti di otak dan

paru paru.
- Teori inflamasi

Deep infiltrating endometriosis dan kista ovarium endometriosis (kista coklat)

merupakan lesi patologik yang berasal dari sel - sel yang mengalami mutasi somatik. Mutasi

ini dipercaya merupakan hasil dari faktor faktor lingkungan tertentu seperti polutan dan

dioxin. Sel yang abnormal ini kemudian berkembang menjadi tumor jinak yang terdiri dari

jaringan endometrium berupa glandula dan stroma.

Terdapat perbedaan secara molekular yang jelas antara jaringan endometriosis dengan

endometrium, seperti produksi berlebih pada estrogen, prostaglandin dan sitokin pada

jaringan endometriosis yang diterangkan oleh Bulun dkk (2009). Inflamasi, sebagai tanda

dari jaringan endometriosis, dihubungkan dengan produksi berlebih pada prostaglandin,

metalloproteinase, sitokin dan kemokin. Peningkatan kadar sitokin pada inflamasi akut

seperti interleukin-1, interleukin 6, dan tumor nekrosis faktor memungkinkan peningkatan

adesi dari peningkatan fragmen jaringan endometrial ke dalam permukaan peritoneum dan

proteolitik membrane metalloproteinase lebih jauh menyokong implantasi fragmen tersebut.

Monocyte chemoattractant protein 1 dan interleukin-8 menarik granulosit, NK sel, dan

makrofag yang merupakan tipikal endometriosis. Pengulangan autoregulasi positif feedback

memastikan akumulasi sel - sel imun ini, sitokin dan kemokin dalam pembentukan lesi.

Pada pasien dengan endometriosis, respon inflamasi dan imun, angiogenesis dan

apoptosis mengubah fungsi penyokong kehidupan sel dan membentuk ulang jaringan

endometriosis. Proses dasar patologi ini tergantung pada estrogen dan progesteron. Bentuk

berlebihan dari estrogen dan prostaglandin dan perkembangan resistensi progesteron

memiliki poin klinis yang penting untuk penelitian karena target terapi dari aromatase

berdampak pada biosintesis estrogen, mengurangi nyeri atau secara laparoskopi terlihat

jaringan endometriosis atau kombinasi keduanya. Tiga target penting ini telah diketahui
dengan marker epigenetik spesifik (hypomethylation) yang menyebabkan ekspresi berlebih

dari reseptor terkecil dari SF1 (steroidogenif factor) dan estrogen reseptor .

2.4 Tanda dan Gejala

2.4.1 Anamnesis

Walaupun sejumlah besar wanita dengan endometriosis bersifat asimtomatis (hingga

sepertiga dari kasus), hal yang paling penting untuk diingat adalah derajat endometriosis yang

terlihat tidak memiliki korelasi dengan tingkat/derajar nyeri yang dirasakan maupun

gangguan simtomatis lainnya, karena lokasi dan kedalaman infiltrasi jaringan-lah yang

berhubungan dengan derajat inflamasi peritoneum dibandingkan dengan volume implantasi.

Adanya adhesi/perlengketan intrapelvik/intra-abdomen adalah faktor yang menentukan

derajar nyeri yang dirasakan. Selain nyeri, pasien juga datang dengan gejala non-spesifik

seperti fatigue, lemas, dan gangguan tidur.

Tanda dan gejala endometriosis dapat bervariasi namun biasanya menunjukan area yang

terlibat, contohnya:

- Dismenorea

- Meno-metroragia

- Nyeri pinggul

- Nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah

- Dispareunia

- Diskezia (dapat disertai dengan diare dan konstipasi)


- Mual, muntah dan perut terasa penuh

- Nyeri pada selangkangan

- Disuria dan/atau peningkatan frekuensi BAK

- Nyeri saat olahraga

Karena paling banyak lokasi implantasi dari endometriosis adalah di uterus, ovarium,

peritoneum posterior, pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri pinggul yang semakin

memburuk dan atau dismenorea sekunder. tidak jarang wanita melaporkan adanya nyeri pada

motilitas usus, diare, bahkan hematokezia yang berhubungan dengan mens-nya saat

endometriosis melibatkan kolon rekto-sigmoid. Disuria, nyeri pinggang atau hematuria dapat

muncul jika kandung kemih atau ureter terlibat.

Nyeri siklik yang menyertai perdarahan saat menstruasi. Ini dapat melibatkan kandung

kemih (hematuria), usus (hematokezia dan nyeri sata defekasi), atau yang jarang ditemukan

perdarahan pada tempat seperti umbilikus, dinding abdomen atau perineum. Biasanya pasien

datang dengan keluhan nyeri siklik pada luka bekas operasi massa yang meluas, eksisi

menunjukan fokus endometriosis. Rata-rata onset nyeri siklik maupun non-siklik 2.9 tahun

setelah menarche.

Eksaserbasi akut dipercaya disebabkan oleh peritonitis akibat kebocoran sel darah yang

sudah tua dari kista endometriosis. Dismenorea sekunder terjadi dua kali pada wanita dengan

endometriosis. Seringkali nyeri muncul sebelum menstruasi. Endometriosis harus

dipertimbangkan pada pasien datang dengan kleuhan dismenorea yang signifikan, dan harus

segera dimulai terapi empiris.


Pasien yang aktif secara seksual seringkali melaporkan dispareunia dalam yang

memburuk saat fase premenstruasi dalam sebuah siklus. Dispareunia dalam dapat berasal dari

bekas luka ligamentum uterosakral, nodul pada septum rektovagina, obliterasi cul-de-sac,

atau retroversi uteri, semua hal ini dapat mengarahkan nyeri punggung kronik. Gejala diatas

dapat menjadi lebih berat saat menstruasi. Wanita dengan infiltrasi mendalam pada

ligamentum uterosakral akan mengakibatkan gangguan fungsi seksual yang sangat berat.

Gejala siklik lain yang tidak umum termasuk hemoptisis, kejang katamenial dan

perdarahan umbilikal. Obstruksi usus parsial maupun komplit biasanya terjadi akibat

perlengketan atau lesi endometriosis sirkumferensial. Obstruksi ureter dan hidronefrosis

dapat berasal dari implantasi endometrium pada ureter atau efek massa dari endometrioma.

2.4.2 Pemeriksaan fisik

Pasien dengan endometriosis biasanya jarang terdapat temuan fisik selain nyeri tekan

yang berhubungan dengan lokasi yang terlibat. Temuan paling sering adalah nyeri tekan non-

spesifik pada pelvik. Pada suatu penelitian 22% orang dewasa memiliki temuan fisik

abnormal yang konsisten dengan letak anatomi lesi yang ditemukan saat operasi. Pada

pemeriksaan pelvik, nyeri tekan saat pemeriksaan paling baik dideteksi saat menstruasi.

Penemuan berarti pada saat pemeriksaan adalah adanya massa nodul yang nyeri saat ditekan

dan sejalan dengan penebalan ligamentum uterosakral, bagian posterior uterus atau bagian

posterior cul-de-sac. Obliterasi kantong yang bersamaan dengan retroversi uteri yang

terfiksasi menggambarkan penyakit yang meluas. Kadang-kadang dapat ditemukan nodul

kebiruan yang berasal dari infiltrasi dinding posterior vagina

Jika kista endometrioma ruptur maka gambarannya adalah seperti akut abdomen,

karena dapat melibatkan rektum dan sistem gastrointestinal secara luas yang menyebabkan
perlengketan dan obstruksi. Oleh sebab itu pemeriksaan untuk evaluasi servisitis, keputihan

dan penyakit menular seksual juga harus dilakukan sebagai diagnosa banding.

2.5 Diagnosis

Gold standard pada endometrioma ovarium adalah sonografi transvaginal, sedangkan

gold standard untuk endometriosis adalah laparoskopi. USG dan MRI merupakan modalitas

yang paling baik dalam mendiagnosis awal dan dapat membedakan endometrioma dari tumor

jinak ovarium lain yang memiliki gambaran umum mirip dengan endometrioma, yaitu

homogenous low-level internal echoes dan dinding tebal jika dilihat menggunakan USG.6

Menurut Van Holsbeke et al. Ultrasound paling baik untuk membedakan antara

endometrioma dengan massa pada adneksa lainnya adalah denagn round glass echogenicity

pada cairan kista yang memiliki sensitifitas 73% dan spesifisitas 94%. 7 Guerriero et al.

Menemukan bahwa USG transvaginal dapat mendeteksi adanya adhesi pelvis pada pasien

dengan endometrioma, dan dengan mengidentifikasi adhesi pelvis dapat menentukan

tatalaksana yang tepat.6

MRI adalah salah satu alat diagnostik yang paling baik dan informatif untuk kista

endometriosis. Kista endometrium menunjukan hiperintensitas pada T1-weighted dan T2-

weighted yang merefleksikan elemen darah di dalam kista tersebut. 18,19 tanda shading

adalah adanya pemendekan pada T2 yang sesuai dengan hiperintensitas pada gambaran T1,

hal ini bermanfaat untuk membedakan kista endometriosis dengan lesi/kista lain yang

mengandung darah, contohnya kista hemoragik korpus luteum. 18,20 Kurangnya penekanan

pada lemak dapat membantu membedakan kista endometriosis dengan kista dermoid.

Peningkatan kontras juga harus dilakukan untuk membedakan dengan keganasan. 18,21
Peranan penting lain pada MRI dalam manajemen kista endometriosis adalah MRI

dapat mendiagnosa adanya endometriosis ekstra-ovarium yang sebelumnya sudah ada, yang

memiliki gejala yang sama yaitu nyeri dan infertilitas. Gambaran karakteristik MRI pada

endometriosis superfisial adalah hiperintensitas pada T1 dan hipointensitas pada T2, atau,

hiperintensitas pada kedua T1 dan T2. MRI juga dapat digunakan untuk melihat adanya

perlengketan oleh endometriosis yang menginfiltrasi hingga kedalam, yaitu dengan

gambaran low-signal-intensity strands. Sensitivitas dalam mendiagnosis deep

endometriosis ini mencapai 76%-86%.

2.6 Komplikasi

2.6.1 Infertilitas

Mekanisme pasti terjadinya endometrioma ovarium menyebabkan infertilitas masih

belum diketahui. Pada endometriosis berat, infertilitas dihubungkan dengan perlengketan,

obstruksi tuba, dan distorsi anatomis. Sehingga mengganggu pembentukan kualitas oosit dan

transportasinya. Wanita dengan endometrioma ovarium mengalami nyeri panggul kronik dan

dispareunia sehingga menyebabkan infertilitas secara tidak langsung.22 Namun, pada wanita

tanpa nyeri panggul dan distorsi anatomi, infertilitas yang disebabkan oleh endometrioma

secara potensial berasal dari penurunan tingkat pengambilan oosit, penurunan kualitas oosit

dan penurunan kualitas embrio.

Telah ditemukan bahwa hanya ditemukan sejumlah kecil folikel pada wanita dengan

endometrioma dibandingkan wanita normal.23 Mekanisme penyebab penurunan jumlah

folikel ini diduga akibat adanya invaginasi dari korteks ovarium yang kemudian akan

menyebabkan inflamasi sehingga membentuk janringan fibrosis.24 Pada sebuah penelitian


telah ditemukan tingginya kadar stres oksidatif pada ovarium wanita dengan endometrioma.

Stres oksidatif diketahui dapat menyebabkan apoptosis pada oosit dan nekrosis pada folikel.25

Efek endometrioma terhadap kualitas oosit masih kontroversial dan sulit dinilai.

Namun pada sebuah penelitian, pada wanita dengan endometrioma hanya ditemukan

penurunan kualitas oosit dan hanya sedikit oosit yang matang. yang diambil dibandingkan

dengan wanita dengan kista ovarium basal.

2.7 Tatalaksana28

2.7.1 tatalaksana kista endometriosis yang berhubungan dengan nyeri

Kista endometriosis dapat menjadi penyebab nyeri pelvis/panggul, namun jarang jika hanya

kista endometriosis saja yang menjadi penyebabnya, biasanya kista endometriosis ini disertai

dengan endometriosis ekstra-ovarium lain sehingga menyebabkan nyeri kronik dan berat

akibat adanya inflamasi dan perlengketan.26 Berbagai macam obat dapat digunakan sebagai

tatalaksana nyeri akibat endometriosis. GnRH agonis cukup efektif sebagai tatalaksana nyeri

pada kista endometriosis.27

1. GnRH agonis sebagai pilihan paling sering digunakan. GnRH agonis berfungsi

sebagai desensitisasi dan menurunkan regulasi reseptor GnRH sehingga akan

menurunkan kadar estrogen.


2. Aromatase inhibitor berfungsi untuk menghambat enzim aromatase sehingga akan

menurunkan kadar estrogen.


3. Kombinasi kontrasepsi oral dapat diberikan karena dapat mengurangi

endometriosis yang menyebabkan dispareunia, dismenorea, nyeri non-menstrual.


4. Progestagen (medroksiprogesteron asetat) contohnya dienogest, siproteron asetat,

atau anti-progestagen (gestrinon) adalah pilihan terapi untuk nyeri yang

disebabkan oleh endometriosis.


5. Analgesik juga dapat diberikan untuk mengurangi nyeri, NSAID adalah tipe

analgesik yang memberikan efek cukup baik dalam tatalaksana nyeri pada

endometriosis.
Terapi pembedahan adalah tatalaksana lini pertama untuk nyeri pada wanita

dengan kista endometriosis. Tatalaksana bedah paling baik untuk mengurangi

nyeri akibat kista endometriosis adalah kistektomi, dibandingkan vaporisasi yang

memiliki angka rekurensi cukup tinggi.

2.7.2 Tatalaksana endometriosis pada infertilitas

- Tidak disarankan untuk dilakukan terapi hormon pada pasien dengan endometrioma

sebagai tatalaksana infertilitas

- Pada wanita infertil dengan endometrioma, dapat dilakukan terapi pembedahan

berupa eksisi kapsul endometrioma, agar dapat mengingkatkan angka kehamilan

secara spontan.
Daftar Pustaka

1. Giudice LC, Kao LC. Endometriosis. Lancet364(9447),17891799 (2004).

2. Barnhart K, Dunsmoor-Su R, Coutifaris C. Effect of endometriosis on in

vitro fertilization. Fertil. Steril.77(6),11481155 (2002).

3. Redwine DB. Ovarian endometriosis: a marker for more extensive pelvic and

intestinal disease. Fertil. Steril.72(2),310315 (1999).

4. Jenkins S, Olive DL, Haney AF. Endometriosis: pathogenetic implications of the

anatomic distribution. Obstet. Gynecol.67(3),335338 (1986).

5. Hoffman BL, Schorge JO, Bradshaw KD, Halvorson LM, Schaffer JI, Corton MM.

Evaluation of the Infertile Couple. In: Hoffman BL, Schorge JO, Bradshaw KD,

Halvorson LM, Schaffer JI, Corton MM. eds. Williams Gynecology, 3e. New York,

NY: McGraw-Hill; 2016.

6. Hughesdon PE. The structure of endometrial cysts of the ovary. J. Obstet. Gynaecol.

Br. Emp.64(4),481487 (1957).


7. Brosens IA, Puttemans PJ, Deprest J. The endoscopic localization of endometrial

implants in the ovarian chocolate cyst. Fertil. Steril.61(6),10341038 (1994).

8. Donnez J, Nisolle M, Gillet N, Smets M, Bassil S, Casanas-Roux F. Large ovarian

endometriomas. Hum. Reprod.11(3),641646 (1996).

9. Donnez JDO, Lousse J, Squifflet J. Peritoneal, ovarian, and rectovaginal

endometriosis are three different entities. In: Endometriosis: Science and

Practice. Giudice L (Ed.). Blackwell Publishing, Laden, MA, USA,92107 (2012).

10. Nezhat F, Nezhat C, Allan CJ, Metzger DA, Sears DL. Clinical and histologic

classification of endometriomas. Implications for a mechanism of pathogenesis. J.

Reprod. Med.37(9),771776 (1992).

11. Iwanoff N. Dusiges cystenhaltiges uterusfibromyom compliciert durch sarcom und

carcinom. (Adenofibromyoma cysticum sarcomatodes carcinomatosum) Monatsch

Geburtshilfe Gynakol.1898;7:295300.
12. 9. Levander G, Normann P. The pathogenesis of endometriosis; an experimental

study. Acta Obstet Gynecol Scand. 1955;34:36698.


13. 10. Merrill JA. Endometrial induction of endometriosis across Millipore filters. Am J

Obstet Gynecol.1966;94:78090.
14. 11. Russell W. Aberrant portions of the mullerian duct found in an ovary. Ovarian

cysts of mullerian origin. Bull Johns Hopkins Hosp. 1899;10:8.


15. 12. Missmer SA, Hankinson SE, Spiegelman D, Barbieri RL, Michels KB, Hunter DJ.

In utero exposures and the incidence of endometriosis. Fertil Steril. 2004;82:15018.


16. Halban J. Metastatic hysteroadenosis. Wien klin Wochenschr. 1924;37:12056.
17. 17. Sampson JA. Metastatic or Embolic Endometriosis, due to the Menstrual

Dissemination of Endometrial Tissue into the Venous Circulation. Am J

Pathol. 1927;3:93110 43.


18. Kinkel K, Frei KA, Balleyguier C, Chapron C. Diagnosis of endometriosis with

imaging: a review. Eur Radiol. 2006;16(2):28598.


19. Takahashi K, Okada S, Okada M, Kitao M, Kaji Y, Sugimura K. Magnetic resonance

relaxation time in evaluating the cyst fluid characteristics of endometrioma. Hum

Reprod. 1996;11(4):85760.
20. Carbognin G, Guarise A, Minelli L, Vitale I, Malag R, Zamboni G, Procacci C.

Pelvic endometriosis: US and MRI features. Abdom Imaging. 2004;29(5):60918.


21. atsuoka Y, Ohtomo K, Araki T, Kojima K, Yoshikawa W, Fuwa S. MR imaging of

clear cell carcinoma of the ovary. Eur Radiol. 2001;11(6):94651.

22. Milingos S, Protopapas A, Kallipolitis G et al. Laparoscopic evaluation of infertile

patients with chronic pelvic pain.Reprod. Biomed. Online12(3),347353 (2006).

23. Gupta S, Agarwal A, Agarwal R, Loret de Mola JR. Impact of ovarian endometrioma

on assisted reproduction outcomes. Reprod. Biomed. Online13(3),349360 (2006).

24. Kitajima M, Defrre S, Dolmans MM et al. Endometriomas as a possible cause of

reduced ovarian reserve in women with endometriosis. Fertil. Steril.96(3),685691

(2011).

25. Matsuzaki S, Schubert B. Oxidative stress status in normal ovarian cortex surrounding

ovarian endometriosis.Fertil. Steril.93(7),24312432 (2010).

26. Fauconnier A, Chapron C. Endometriosis and pelvic pain: epidemiological evidence

of the relationship and implications. Hum Reprod Update. 2005;11(6):595606.


27. Ozkan S, Arici A. Advances in treatment options of endometriosis. Gynecol Obstet

Invest. 2009;67(2):8191. This is a thorough review concerning the treatment for

endometriotic cyst.
28. Dunselman GA, Vermeulen N, Becker C, Calhaz-Jorge C, D'Hooghe T, De Bie B,

Heikinheimo O, Horne AW, Kiesel L, Nap A, Prentice A, Saridogan E, Soriano D,

Nelen W. ESHRE guideline: management of women with endometriosis. Hum

Reprod. 2014 Mar;29(3):400-12. doi: 10.1093/humrep/det457.


Analisa Kasus

Alasan diagnosis saya kista endometriosis:

Dari anamnesa :

Nyeri perut bawah saat menstruasi (+) (dismenorea), nyeri bersifat siklik (+) hal ini

mendukung bahwa nyeri ini dipengaruhi hormon, dimana hormon (estrogen) akan memuncak

pada awal fase menstruasi. Dispareunia (+) mendukung ke arah bahwa terdapat endometriosis

yang mungkin sudah mengenai ligamentum uterosakral (kista endometrium awalnya berasal

dari endometriosis), infertilitas (primer) (+) merupakan salah satu dari 2 gejala utama pada

kista endometriosis, karena proses ovulasi akan terganggu. Pasien juga memiliki riwayat

penyakit dahulu berupa dismenorea sejak awal menstruasi dan telah di diagnosa memiliki

kista ovarium sejak tahun 2009 dan dikonfirmasi pada tahun 2016 melalui USG bahwa

terdapat kista endometriosis ovarium kiri. Ukuran kista juga tidak bertambah secara drastis

sejak pertama di diagnosis, hal ini menandakan kemungkinan kearah keganasan menurun.

Pasien juga memiliki riwayat keluarga: ibu dengan dismenorea, hal ini mendukung etiologi

dari endometriosis dimana melibatkan faktor genetik, wanita first degree relative memiliki

resiko 7 kali lebih tinggi dibanding wanita tanpa keturunan endometriosis/dismenorea.

Pemeriksaan fisik :

Pada pemeriksaan bimanual teraba massa pada adneksa sinistra mendukung ke arah letak

anatomis dari kista endometriosis yaitu berada di ovarium.


Pada pemeriksaan penunjang (USG) : ditemukan kista endometriosis ovarium sinistra

berukuran kurang lebih 6 cm.

Analisa tatalaksana

Tatalaksana pada kasus ini sudah tepat, karena menurut guideline ESHRE tahun 2013 dalam

tatalaksana endometriosis, untuk tatalaksana nyeri dan infertilitas pada kista endometriosis

yang dapat dilakukan adalah tatalaksana bedah, yaitu laparotomi kistektomi. Sedangkan

tatalaksana medikamentosa dengan terapi hormonal tidak dapat dilakukan untuk mengatasi

nyeri pada pasien dengan kista endometriosis.

Anda mungkin juga menyukai