Anda di halaman 1dari 23

Case Based Discussion

ADENOTONSILITIS KRONIS

Disusun Oleh :

LDEO DWI INSANI EFIL PUTRA

30101206838

Pembimbing :

Kolonel CKM dr. Budi Wiranto, Sp.THT KL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2016
LEMBAR PENGESAHAN
CASE BASED DISCUSSION
ADENOTONSILITIS KRONIS

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas


Kepaniteraan Klinik Departemen THT Rumah Sakit Tk.II
dr. Soedjono Magelang

Oleh :

LDEO DWI INSANI EFIL PUTRA


30101206838
FK UNISSULA

Magelang, 1 Desember 2016


Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing

(Kolonel CKM dr. Budi Wiranto, Sp.THT KL)


BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI ADENOID DAN TONSIL


1.1.1. Adenoid

Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfoid sepanjang dinding

posterior nasofaring di atas batas palatum mole. Adenoid terletak postero-

superior dinding nasofaring di antara basis tengkorak dan dinding belakang

nasofaring pada garis media. Permukaan bebasnya dilapisi epitel pseudo

kompleks kolumner bersilia, permukaan dalamnya tidak berkapsul.

Permukaan bebasnya mempunyai celah-celah (kripte) yang dangkal seperti

lekukan saja. Adenoid merupakan jaringan limfoid yang pada keadaan normal

berperan membantu sistem imunitas tetapi bila telah terjadi infeksi kronis

maka akan terjadi pengikisan dan fibrosis dari jaringan limfoid. Pada

penyembuhan jaringan limfoid tersebut akan diganti oleh jaringan parut yang

tidak berguna.

1.1.2. Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang terletak di fosa tonsilaris pada

kanan kiri orofaring. Batas fosa tonsilaris adalah bagian depan plika

anterior yang dibentuk oleh otot-otot palatoglosus dan bagian belakang

plika posterior yang dibentuk oleh otot palatofaringeus terdapat 3 macam

tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual

yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.

Tonsil palatina adalah massa jaringan limfoid yang terletak di dalam

fosatonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot

palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus

mempunyai origo seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan

berakhir pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang

tersusun vertikal dan diatas melekat padapalatum mole, tuba eustachius dan

dasar tengkorak. Otot ini meluas kebawah sampai kedinding atas esofagus.

otot ini lebih penting daripada palatoglosus dan harus diperhatikan pada

operasi tonsil agar tidak melukai otot ini. Kedua pilar bertemu diatas

untuk bergabung dengan paltum mole. Di inferior akan berpisah dan

memasuki jaringan pada dasar lidah dan lateral dinding faring. Tonsil
berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-

30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh

fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa

supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor

faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan. Walaupun tonsil

terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat

meluas kearah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi

velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah

perkembangan tonsil tersering adalah kearah hipofaring, sehingga

sering menyebabkan sering terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada

jalan nafas.
Fungsi tonsil antara lain :
- Membentuk zat-zat anti dalam sel plasma pada waktu terjadi reaksi seluler.
- Mengadakan limfositosis dan limfositolisis.
- Menangkap dan menghancurkan benda-benda asing maupun

mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut dan hidung.

1.2. Definisi
1.2.1. Adenotonsilitis kronis
Adenotonsilitis kronis adalah radang kronis pada tonsila

palatina dan adenoid(tonsil faringeal).


1.2.1.1. Tonsilitis kronik
Tonsilitis kronik merupakan peradangan

kronik pada tonsil yang biasanya merupakan

kelanjutan dari infeksi akut berulang. Kelainan ini

merupakan kelainan tersering pada anak dibidang THT.

Pada tonsiliti kronik, ukuran tonsil dapat membesar

sedemikian sehingga disebut tonsilitis kronik

hipertrofi. Tonsilitis kronis dengan hipertrofi tonsil

dapat menyebabkan berbagai gangguan tidur, seperti


mendengkur sampai dengan terjadinya apnea obstruktif

sewaktu tidur (Obstructive Sleep apnea).

Obstructive sleep apnea atau OSA merupakan

kondisi medik yang serius, ditandai dengan episode

obstruksi saluran napas atas selama tidur sehingga

menyebabkan berkurangnya asupan oksigen secara

periodik. Menginat dampak yang ditimbulkan, maka

tonsilitis kronis hipertrofi yang disertai dengan sleep

apneu harus segera ditangani dengan pendekatan

operatif.
Secara umum, penatalaksanaan tonsilitis kronis

dibagi dua, yaitu konservatif dan operatif. Terapi

konservatif dilakukan untuk mengeliminasi kausa,

yaitu infeksi, dan mengatasi keluhan yang

mengganggu. Bila tonsil membesar dan menyebabkan

sumbatan jalan napas, disfagia berat, gangguan tidur,

terbentuk abses, atau tidak berhasil dengan pengobatan

konvensional, maka operasi tonsilektomi perlu

dilakukan. Pada kasus yang tidak tertangani dengan

baik, tonsilitis kronis hipertrofi secara keseluruhan akan

mempengaruhi kualitas hidup anak, baik fisik maupun

psikis. Kualitas anak dalam prestasi belajar akan

terganggu. Dampak lainnya adalah meningkatnya

permasalahan psikologi yang mencakup gangguan

emosional, gangguan perilaku, dan neurokognitif.


Patologi tonsilitis kronis:
Radang berulang akan mengikis epitel mukosa tonsil

dan jaringan limfoid. Selama proses penyembuhan,

jaringan limfoid akan terganti oleh jaringan parut yang

akan mengkerut sehingga melebarkan kripti yang terisi

oleh detritus. Bila keadaan ini (proses radang) terus

berlangsung maka dapat menembus kapsul tonsil

sehingga melekatkan dengan jaringan sekitar fosa

tonsilaris. Anak disertai oleh pembesaran kelenjar

submandibula.
Gejala & tanda tonsilitis kronis: Tonsilitis kronis

memiliki tanda berupa pembesaran tonsil yang

permukaannya tidak rata, pelebaran kriptus, dan

sebagian kripti terisi oleh detritus. Gejala tonsilitis

kronis berupa tenggorok rasa mengganjal & kering dan

napas berbau.
1.2.1.2. HIPERTROFI ADENOID
Adenoid adalah massa yang terdiri dari jaringan

limfoid yang terletak pada dinding posterior nasofaring,

termasuk dalam rangkaian cincin Waldeyer.

Secara fisiologis adenoid ini membesar pada anak

usia 3 tahun dan kemudian akan mengecil dan hilang

sama sekali pada usia 14 tahun. Bila sering terjadi ISPA

makan dapat terjadi hipertrofi adenoid. Akibat dari

hipertrofi ini akan terjadi sumbatan koana dan

sumbatan tuba Eustachius. Akibat sumbatan koana

pasien akan bernafas melalui mulut sehingga terjadi (a)

fasies adenoid yaitu tampak hidung kecil, gigi insisivus


kedepan, arkus faring tinggi yang menyebabkan kesan

wajah pasien tampak seperti orang bodoh. (b) Faringitis

dan bronchitis (c) Gangguan ventilasi dan drainase

sinus paranasal sehingga menimbulkan sinusitis kronik.

Akibat sumbatan tuba Eustachius akan terjadi otitis

media akut berulang, otitis media kronik dan akhirnya

dapat terjadi otitis media supuratif kronik. Akibat

hipertrofi adenoid juga akan menimbulkan gangguan

tidur, tidur ngorok, retardasi mental dan

pertumbuhan fisik berkurang.


Gejala adenoiditis kronis: 1. hidung tersumbat

sehingga nafas lewat mulut, 2. tidur sering

mendengkur karena nafas lewat mulut sedangkan

otot-otot relaksasi sehingga udara menggetarkan

dinding saluran nafas dan uvula 3. Sleep apnea

symptoms, 4. Facies adenoid : mulut selalu membuka,

hidung kecil tidak sesuai umur, tampak bodoh, 5. Bisa

kurang pendengaran
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan

gejala klinis, pemeriksaan rinoskopi anterior dengan

melihat tertahannya gerakan velum palatum mole pada

waktu fonasi, pemeriksaan rinoskopi posterior,

pemeriksaan digital untuk meraba adanya adenoid, dan

pemeriksaan radiologis dengan membuat foto lateral

kepala.
Terapi Pada hipertrofi adenoid dilakukan terapi

bedah adenoidektomi dengan cara kuretase memakai

adenotom.
1.3. FAKTOR RESIKO ADENOTONSILITIS
1. Usia muda.
Adenotonsilitis paling sering terjadi pada usia prasekolah hingga

pertengahan remaja.
2. Sering terkena kuman.
Anak usia sekolah berada dalam kontak yang dekat dengan teman

sebayanya dan sering terkena virus atau bakteri yang dapat

menyebabkan adenotonsilitis.
3. Pengobatan radang tonsil-adenoid akut yang tidak tuntas,
4. Rangsangan berupa iritasi kronis dari asap rokok, iritasi kronis dari

makanan (pedas, minyak goreng yang sudah rusak dan es),


5. Pengaruh cuaca dan pergantian musim, suhu udara ruangan yang

terlampau dingin
6. Kebersihan rongga mulut yang buruk.
1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi x-foto soft tissue nasofaring radio adenoid,

untuk melihat adanya pembesaran pada adenotonsilitis kronis.


2. Pemeriksaan ASTO
1.5. Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan :
1. Tanda dan gejala klinik
2. Pemeriksaan Rinoskopi anterior : untuk melihat tertahannya gerakan

palatum mole pada waktu fonasi.


3.Pemeriksaan Rinoskopi Posterior.
4. Pemeriksaan palatal phenomen.
5. X-foto Soft Tissue Nasofaring
6. Pemeriksaan ASTO.
1.6. Terapi
Terapi tonsilitis kronis adalah terapi lokal ditujukan pada

higiene mulut dengan berkumur atau obat isap. Pada hipertrofi

adenoid dilakukan terapi bedah adenoidektomi dengan cara kuretase

memakai adenotom.Pada keadaan dimana terdapat adenotonsilitis kronis

berulang lebih dari 6 kali per tahun selama dua tahun berturut-turut, maka
sangat dianjurkan melakukan operasi adenotonsilektomi dengan cara

kuretase.

Indikasi adenotonsilektomi :- Fokal infeksi- Keberadaan adenoid dan

tonsil sudah mengganggu fungsi-fungsi yang lain, contoh : sakit menelan.

Indikasi tonsilektomi :
The American Academy of Otalaryngology-Head and Neck

Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan :


1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun wallaupun telah

mendapatkan terapi yang adekuat.


2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan

menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial.


3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan

jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara,

dan cor pulmonale.


4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses

peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.


5. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A

streptococcus beta hemolyticus


6. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
7. Otitis media efusa / otitis media supuratif

Indikasi adenoidektomi
1. Sumbatan- Sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui

mulut- Sleep apnea- Gangguan menelan- Gangguan berbicara-

Kelaianan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid face)


2. Infeksi-Adenoiditis berulang / kronik- Otitis media efusi berulang /

kronik- Otitis media akut berulang

1.7. Komplikasi
Komplikasi adenoiditis kronik adalah : faringitis, bronkitis, sinusitis

kronik, otitis media akut berulang, otitis media kronik, dan akhirnya

terjadi otitis media supuratif kronik.


Sedangkan komplikasi Tonilitis kronik : Rinitis kronis,

sinusitis, otitis media secara perkotinuitatum, dan komplikasi secara

hematogen atau limfogen (endokarditis, miositis, nefritis, uveitis,

iridosiklitis, dermatitis, furunkulosis). Tonsilektomi dilakukan bila

terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta

kecurigaan neoplasma.
Komplikasi tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila

pengerukan adenoid kurang bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan

terjadi kerusakan dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral

maka torus tubarius akan rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba

eustachius dan akan timbul tuli konduktif.

BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS

Nama : Anak K

Umur : 10 tahun 5 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Kalipingan RT 02/ RW 14, Runginanom,

Tempuran, Magelang

Tanggal masuk : 28 November 2016

Pekerjaan : Siswa

No. Rm : 145380

II. Anamnesis: Autoanamnesis pada tanggal 28 November 2016 di Poli

THT RST magelang.


a. Riwayat penyakit
i. Keluhan utama: saat nebelan di tenggorokan terasa sakit.
ii. Pasien datang ke poli THT RST magelang diantar ibunya

dengan keluhan saat menelan terasa sakit di tenggorokan,

akibatnya pasien mengaku agak susah untuk makan dan

minum, serta badan demam kurang lebih seminggu ini.

Sering kali pasien merasa ada yang mengganjal saat

menelan Keluhan ini sudah lebih 1 tahun yang lalu

dirasakan pasien. Pasien saat tidur selalu mendengkur dan

juga sering mengeluh terbangun dimalam hari. Keluhan

lain di dapatkan hidungnya terasa tersumbat hilang timbul,

di lubang hidung kanan ataupun kiri kadang terasa


tersumbat di kedua lubang hidung. Pasien belum pernah

mengobati sakitnya, kebiasaan pasien sering beli jajanan

seperti es krim dan snack di warung.


iii. Riwayat penyakit dahulu:
1. Riwayat penyakit asma: disangkal
2. Riwayat penyakit serupa: pasien mengaku sering

kambuh
3. Riwayat penyakit alergi obat: disangkal
4. Riwayat operasi: disangkal
iv. Riwayat penyakit keluarga
1. Anggota keluarga tidak ada yang mengeluh sakit

serupa
v. Riwayat sosial ekonomi
1. Pasien adalah seorang anak karyawan.
III. Pemeriksaan Fisik
a. Status generalis

Keadaan umum: sakit sedang

Kesadaran: compos mentis

Vital sign:

TD: 100/70

Rr: 18x/min

Nadi: 80x/menit

Suhu: 38,4 C

Pemeriksaan kepala

Kepala dan Leher :

Kepala : Mesocephale
Wajah : Simetris, alergic shiner(-),

alergic crease(-), allergic salute (-), facies adeoid (+).


Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Gigi dan mulut
Gigi geligi : Normal
Lidah : Normal, kotor (-), tremor (-)
Pemeriksaan status THT

Telinga

Bagian Auricula Dextra Sinistra


Bentuk normal, Bentuk normal
Auricula
nyeri tarik (-) nyeri tarik (-)

nyeri tragus (-) nyeri tragus (-)


Bengkak (-) Bengkak (-)

Pre auricular nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)

fistula (-) fistula (-)


Bengkak (-) Bengkak (-)
Retro auricular
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Bengkak (-) Bengkak (-)
Mastoid
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Serumen (-) Serumen (-)

CAE hiperemis (-) hiperemis (-)

Sekret (-) Sekret (-)


Intak (+) Intak (+)

Membran timpani putih mengkilat putih mengkilat

refleks cahaya (+) refleks cahaya (+)

Hidung dan Sinus Paranasal:

Luar: Kanan Kiri

Bentuk Normal Normal


Sinus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)

Transluminasi (tidak dilakukan) Transluminasi (tidak dilakukan)

Inflamasi/tumor (-) (-)

Rhinoskopi Anterior Kanan Kiri

Sekret discharge (-) discharge (-)

Mukosa edem (-) edem (-)

Konka Media Merah muda (+) Merah muda (+)

Konka Inferior Merah muda (+) Merah muda (+)

Tumor (-) (-)

Septum Deviasi (-)

Massa (-) (-)

Faring:

Kanan Kiri

Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Granular (+) Granular (+)


Palatum mole Ulkus (-) Ulkus (-)

Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Arcus Faring Simetris (+) Simetris (+)

Hiperplasi (+) Hiperplasi (+)

Uvula Ditengah, Edema (-)


Tonsil:

Ukuran T4 T4

Permukaan Rata (-) Rata (-)

Warna Merah muda (+) Merah muda (+)

Kripte Melebar (+) Melebar (+)

Detritus
(+) (+)
Phalatal penomen
(-) (-)

Nasofaring (rinoskopi posterior), dan Laringofaring (laringoskopi

indirek) : tidak dilakukan.

IV. Differential Diagnosis

a. Adenotonsilitis kronis

b. Tonsilitis kronis

c. Adenoid hipertrofi

V. Diagnosis Sementara

a. Adenotonsilitis kronis

VI. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium
i. Darah lengkap

Hemoglobin 13,8 gr/dL,

leukosit 8,4 X 103/uL,

trombosit 427 X 103/uL,

hematokrit 42,3 %,

eritrosit 5,3 X 106/uL,

MCV 83,2 fl,

MCH 27,8 pg,

MCHC 33,2 g/dL,

RDW 12,9%,

LED 1 jam 17 mm.

b. X foto.

VII. Diagnosis

a. Adenotonsilitis kronis

VIII. Penatalaksanaan
a. Farmakologis:
Amoxicillin/clavulanate (125/31.25mg)/5ml 3xsehari

selama 2 minggu (Aclam forte syrup Rp. 41.000/botol)


Dexamethason 0.5 mg 3xsehari selama 5 hari
Asam traneksamat 0,5 mg 3x sehari selama 5 hari

(Plasminex tab 500 mg (10x10) Rp.250.000/box)


b. Operatif: Adenotonsilektomi
IX. Prognosis
a. Dubia ad bonam
X. Ringkasan
a. Anamnesis :
Nasal congestion
Ostruktive Sleep Apnea
Sering mendengkur
Kambuhan berulang
Disfagia
Odinofagia

b. Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan fisik
TTV : Demam
Wajah : Facies Adenoid
Faring :
tonsil T4-T4, permukaan tidak rata (+) (berbenjol

benjol), permukaan mukosa tonsil warna merah muda,

kripte melebar (+), detritus (+), dan palatum penomen

(-).
Telinga dan Hidung : dalam batas normal
BAB III

PEMBAHASAN

I. Subjektif
Pasien perempuan nama: anak K 10 tahun 5 bulan datang ke poli THT

RST magelang diantar ibunya dengan keluhan saat menelan terasa sakit di

tenggorokan, akibatnya pasien mengaku agak susah untuk makan dan

minum, serta badan demam kurang lebih seminggu ini. Sering kali pasien

merasa ada yang mengganjal saat menelan Keluhan ini sudah lebih 1 tahun

yang lalu dirasakan pasien. Pasien saat tidur selalu mendengkur dan juga

sering mengeluh terbangun dimalam hari. Hidungnya juga sering terasa

tersumbat
Menurut teori:
Tonsilitis kronis dengan hipertrofi tonsil dapat menyebabkan

berbagai gangguan tidur, seperti mendengkur sampai dengan terjadinya

apnea obstruktif sewaktu tidur (Obstructive Sleep apnea).

Obstructive sleep apnea atau OSA merupakan kondisi medik yang

serius, ditandai dengan episode obstruksi saluran napas atas selama tidur

sehingga menyebabkan berkurangnya asupan oksigen secara periodik.


Gejala tonsilitis kronis berupa tenggorok rasa mengganjal & kering

dan napas berbau.


Gejala adenoiditis kronis:
1. Hidung tersumbat sehingga nafas lewat mulut
2. Tidur sering mendengkur karena nafas lewat mulut sedangkan

otot-otot relaksasi sehingga udara menggetarkan dinding saluran

nafas dan uvula


3. Sleep apnea symptoms,
4. Facies adenoid : mulut selalu membuka, hidung kecil tidak sesuai

umur, tampak bodoh.


5. Bisa kurang pendengaran

Objektif
Pada pemeriksaan fisik An.K, ditemukan demam 38,4 C. Dari status

generalis pasien ditemukan facies adenoid (+). Pada pemeriksaan

tenggorok pasien, didapatkan tonsil T4-T4, permukaan tidak rata (+)

(berbenjol benjol), permukaan mukosa tonsil warna merah muda,

kripte melebar(+), detritus (+), dan palatum penomen (-). Tidak ada

keluhan dan kelainan lain selain tonsil maupun adenoid. Berdasarkan

anamnesis bahwa gejala sudah dirasakan lebih dari 1 tahun yang lalu dan

terasa mengganjal di tenggorokan dan rasa tidak nyaman, dan dari

pemeriksaan fisik ditemukan tonsil membesar T4-T4. Maka disarankan

untuk melakukan tindakan adenotonsilektomi, untuk mengangkat total

adenoid dan tonsil.


Menurut teori:
Tonsilitis kronis memiliki tanda berupa pembesaran tonsil yang

permukaannya tidak rata, pelebaran kriptus, dan sebagian kripti terisi oleh

detritus. pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya

gerakan velum palatum mole pada waktu fonasi, pemeriksaan rinoskopi

posterior, pemeriksaan digital untuk meraba adanya adenoid, dan

pemeriksaan radiologis dengan membuat foto lateral kepala.


II. Assesment
Persiapan pre operatif meliputi pemeriksaan lab untuk skrinning

darah, penilaian fungsi koagulasi sebagai persiapan pre operatif.

Berdasarkan anamnesis pasien mengaku ada rasa yang mengganjal

ditenggorokan, pasien mengaku sukar menelan makanan dan minuman, pasien

juga mengaku saat tidur mendengkur dan sering terbangun tengah malam,

badan pasien sering merasa demam, gejala ini semua sudah sekitar 1 tahun

lebih ini pasien rasakan. Pada riwayat terdahulu pasien mengaku sudah

merasakan gejala ini lebih dari 1 tahun, riwayat pilek dan batuk sering

terjangkit,hidung terasa tersumbat juga sering dialami pasien, untuk riwayat

asma disangkal, riwayat trauma disangkal, riwayat keluarga tidak ada anggota

keluarga yang mengeluh seperti pasien.

Sedangkan pada pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada saat

pemeriksaan generalis pada pasie ditemukan facies adenoid, pada pemeriksaan

tenggorokan didapatkan tonsil T4-T4, permukaan tidak rata (+)

(berbenjol benjol), permukaan mukosa tonsil warna merah muda, kripte

melebar(+), dan palatum penomen (-).

Indikasi tonsilektomi :

The American Academy of Otalaryngology-Head and Neck Surgery

Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan :

1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun wallaupun telah

mendapatkan terapi yang adekuat.


2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofasial.

3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan

napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor

pulmonale.

4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil

yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.

5. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A

streptococcus beta hemolyticus

6. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan

Indikasi adenoidektomi

1. Sumbatan

1. Sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui


mulut

2. Sleep apnea

3. Gangguan menelan

4. Gangguan berbicara

5. Kelaianan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid face)

2. Infeksi

1. Adenoiditis berulang / kronik

2. Otitis media efusi berulang / kronik

3. Otitis media akut berulang

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil Hemoglobin 13,8 gr/dL,

leukosit 8,4 X 103/uL, trombosit 427 X 103/uL, hematokrit 42,3 %, eritrosit


5,3 X 106/uL, MCV 83,2 fl, MCH 27,8 pg, MCHC 33,2 g/dL, RDW 12,9%,

LED 1 jam 17 mm.

Maka diagnosis yang saya tetapkan adalah Adenotonsilitis kronis, dan

untuk rencana penatalaksanaan maka dilakukan tatalaksana secara

farmakologis dan dirujuk pada dokter spesialis THT-KL untuk diusulkan

tindakan non farmakologis (operatif) yaitu adenotonsilektomi.

Anda mungkin juga menyukai