Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Massase Punggung merupakan salah satu terapi pijat punggung

dengan usapan yang perlahan selama 3-10 menit (Potter & Perry, 2005).

Terapi ini memiliki efek relaksasi dengan menurunkan aktivitas saraf simpatis

dan meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis sehingga terjadi vasodilatasi

arteriol kemudian menurunkan tekanan darah (Retno, 2012).

Efek terapi masase punggung menimbulkan percepatan mekanisme

aliran darah vena dan drainase limfatik, merusak mekanisme akumulasi

patologis (misalnya, kalsifikasi jaringan lunak), dan melatih jaringan lunak

secara pasif. Gerakan pijatan pada kulit, jaringan ikat, jaringan otot dan

periosteum akan menimbulkan rangsangan reseptor yang terletak di daerah

tersebut. Impuls tersebut dihantarkan oleh saraf aferen menuju susunan saraf

pusat, dan selanjutnya susunan saraf pusat memberikan umpan balik dengan

melepaskan asetikolin dan histamin melalui impuls saraf eferen untuk

merangsang tubuh beraksi melalui mekanisme reflek vasodilatasi pembuluh

darah yaitu mengurangi aktivitas saraf simpatis dan meningkatkan aktivitas

saraf parasimpatis. Peningkatan aktivitas saraf parasimpatis menimbulkan

penurunan denyut jantung (heart rate) dan denyut nadi (pulse rate) dan

mengakibatkan aktivasi respon relaksasi. Sedangkan penurunan aktivitas


saraf simpatis meningkatkan vasodilatasi arteriol dan vena, yang

menyebabkan resistensi vaskular perifermenurun sehingga menurunkan

tekanan darah (Joachim Peter, 2010; Marley, 2010; Prilutsky, B., 2003;

Sherwood, 2012)

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami


peningkatan tekanan darah di atas normal, baik tekanan systolic dan atau
diatolic. Di Indonesia, hipertensi merupakan penyebab kematian ke-3 setelah
stroke dan tuberculosis (Triyanto 2014 dalam Azizah 2015). Menurut Robbins
(2007), tekanan diastol menetap di atas 90 mmHg, atau tekanan sistol
menetap di atas 140 mmHg, dianggap hipertensi.

Hipertensi dapat terjadi karena peningkatan kecepatan denyut jantung


dan volume sekuncup akibat aktivitas susunan saraf simpatis (Corwin,
2009). Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan kontraktilitas
serat-serat otot jantung dengan cara vasokontriksi selektif pada organ perifer
(Muttaqin, 2009).

Apabila hal tersebut terjadi terus menerus maka otot jantung akan
menebal (hipertrofi) dan mengakibatkan fungsi jantung sebagai pompa
menjadi terganggu, akibat lebih lanjut yaitu terjadinya kerusakan pembuluh
darah otak, mata (retinopati), dan gagal ginjal (Muhammadun, 2010).
Hipertensi dapat menjadi ancaman serius apabila tidak mendapatkan
penatalaksanaan yang tepat. Jika tekanan darah pada penderita hipertensi
dapat dipertahankan dalam nilai normal maka akan membantu penderita
hipertensi dalam memperoleh kesehatan yang optimal, terhindar dari resiko
komplikasi penyakit kardiovaskuler, dan meningkatkan kualitas hidup.

Jika masyarakat yang mengalami hipertensi tidak mengetahui


penanganan hipertensi nonfarmakologi, maka beresiko terhadap timbulnya
komplikasi akibat hipertensi yang diderita seperti CVA, gagal jantung dan
sebagainya. Diperkirakan dua per tiga dari pasien hipertensi yang berumur
lebih dari 60 tahun akan mengalami payah jantung kongesif, infark miokard,
stroke diseksi aorta dalam lima tahun jika hipertensi tidak diobati. Suatu area
yang menjadi perhatian perawat adalah yang berhubungan dengan
penanganan nonfarmakologi untuk mencegah terjadinya hipertesi.

Penatalaksanaan asuhan keperawatan nonfarmakologik dimaksudkan


untuk membantu penderita hipertensi untuk mempertahankan tekanan darah
pada tingkat normal sehingga memperbaiki kondisi sakitnya.
Penatalaksanaan hipertensi tidak selalu menggunakan obat obatan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis dapat
dilakukan pada penderita hipertensi yaitu meliputi; teknik-teknik mengurangi
stres, penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium, dan tembakau,
olahraga atau latihan yang berefek meningkatkan lipoprotein berdensitas
tinggi, dan relaksasi yang merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan
pada setiap terapi hipertensi (Muttaqin, 2009).

Hipertensi disebut juga pembunuh bisu karena biasanya tidak

menimbulkan gejala gejala sampai pada tahap lanjut penyakit (Beavers,

2008). Williams 2011 juga menegaskan bahwa hipertensi biasanya dimulai

sebagai penyakit yang ringan, perlahan berkembang ke kondisi yang parah

atau berbahaya.

Menurut Joint National Committee on Prevention, Detectiion,

Evaluation, and Treatment on High Blood Pressure VII (JNC VII), hampir satu

miliar penduduk dunia atau 1 dari 4 orang dewasa mengidap hipertensi

(Prasetyaningrum, 2014 dalam Azizah 2015). Sedangkan data statistik

terbaru menyatakan bahwa terdapat 24,7% penduduk Asia Tenggara dan


23,3% penduduk Indonesia berusia 18 tahun ke atas mengalami hipertensi

pada tahun 2014 (WHO, 2015).

Menurut National Basic Helath Survey (2013) dalam Azizah 2015 di

Indonesia terjadi peningkatan prevalensi hipertensi. Secara keseluruhan

prevalensi hipertensi di Indonesia tahun 2013 sebesar 26,5%, prevalensi

hipertensi pada usia 35 44 tahun adalah 24,8%, usia 45 54 tahun

sebanyak 35,6%, usia 55 64 tahun 45,9%, usia 65 74 tahun 57,6% dan

usia lebih dari 75 tahun 63,8%.

Hipertensi atau darah tinggi juga masih menjadi ancaman serius yang

berdampak pada produktivitas hidup seseorang di NTB. Berdasarkan data

Riset Keseahatan Dasar 2013, prevalensi hipertensi pada umur 18 tahun di

Provinsi NTB yakni mencapai 24,3% (RISKESDAS, 2013).

Berbagai cara dilakukan untuk menurunkan tekanan darah

diantaranya terapi farmakologis yang menggunakan berbagai macam obat

(Triyanto, 2014). Sebagai tenaga kesehatan (perawat), hendaknya perlu

mencari alternatif lain yang bersifat nonfarmakologi yang digunakan saat

penderita hipertensi sedang mengalami serangan hipertensi.

Menurut Rahajeng (2009) Apabila penyakit hipertensi ini tidak

terkontrol, akan menyerang organ, dan dapat menyebabkan serangan

jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa penelitian

dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat


menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar

terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan

jantung.

Menurut Ardiansyah (2012) pengobatan hipertensi dapat dilakukan

secara farmakologis dan non farmakologis. Pengobatan farmakologis

merupakan pengobatan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat

membantu menurunkan serta menstabilkan tekanan darah Pengobatan

farmakologis dengan menggunakan obat obatan medis yang tidak hanya

memiliki efek yang menguntungkan tetap juga memiliki efek samping seperti

terjadinya bronkospasme pada penggunaan beta blocker (Udjianti, 2010).

Efek samping yang mungkin timbul adalah sakit kepala, pusing lemas, dan

mual (Susilo & Wulandari, 2011). Oleh karena itu, alternatif yang tepat untuk

mengurangi tekanan darah tanpa ketergantungan obat dan efek samping

adalah dengan menggunakan non farmakologis (Kowalski, 2010).

Pengobatan non farmakologis adalah suatu bentuk pelayanan

pengobatan yang menggunakan cara, alat atau bahan yang dipergunakan

sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan medis tertentu (Kozier,Erb,

Berman, & Snyder, 2010). Salah satu terapi non farmakologis yang dapat

digunakan untuk mengurangi hieprtensi adalah terapi massase punggung.

Massase punggung tidak hanya memberikan relaksasi secara

menyeluruh, namun juga bermanfaat bagi kesehatan seperti melancarkan


sirkulasi darah, menurunkan tekanan darah, menurunkan respon nyeri, dan

meningkatkan kualitas tidur (Moraska, et al., 2010). Terapi dilakukan 12-15

kali pijatan dalam satu menit dalam waktu 3-10 menit. Usapan yang panjang

dan lembut memberikan kesenangan dan kenyamanan bagi klien,

sedangkan usapan yang pendek dan sirkuler cenderung bersifat

menstimulasi (Lindquis, Snyder, & Tracy, 2013). Sedangkan menurut Olney

(2005), menyatakan bahwa terapi masase pada punggung 10 menit dan

dilakukan 3 kali perminggu efektif mengontrol tekanan darah tinggi,

menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan, dan dapat

juga menghilangkan rasa sakit, dan mengurangi stress.

Mekanisme massase punggung yaitu meningkatkan relaksasi dengan

menurunkan aktivitas saraf simpatis dan meningkatkan aktivitas saraf

parasimpatis, sehingga menyebabkan terjadinya pelepasan endorfin yang

membuat pembuluh darah menjadi vasodilatasi (Berman, Snyder, Kozier, &

Erb, 2009).

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik meneliti tentang Pengaruh

Massase Punggung terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Pasien

Hipertensi Di RSUD Provinsi NTB.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Pengaruh Tehnik

Massase Punggung terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Pasien

Hipertensi Di RSUD Provinsi NTB.


C. Tujuan Penelitian
Berikut adalah tujuan umum dan tujuan khusus dilakukannya

penelitian ini, yaitu:


1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang Pengaruh Tehnik Massase Punggung

terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Di

RSUD Provinsi NTB.


2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tekanan darah penderita hipertensi sebelum

dilakukan tehnik massase punggung.


b. Mengidentifikasi tekanan darah penderita hipertensi setelah

dilakukan tehnik massase punggung.


c. Menganalisis pengaruh tehnik massase punggung terhadap

penurunan tekanan darah penderita hipertensi.


D. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai

berikut:
1. Hipotesa Nol (H0)
Tidak ada Pengaruh Tehnik Massase Punggung terhadap

Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Di RSUD Provinsi

NTB.

2. Hipotesa Alternatif (Ha)


Ada Pengaruh Tehnik Massase Punggung terhadap Penurunan

Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Di RSUD Provinsi NTB.


E. Manfaat Penelitian
Berikut adalah manfaat dilakukannya penelitian ini secara teoritis dan

praktis, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan, serta sebagai bahan untuk pengembangan ilmu

pengetahuan dan penelitian khususnya dalam bidang kesehatan.


2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pasien/Responden
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang cara

penngontrolan tekanan darah.


b. Bagi Perawat Pelaksana
Memberi masukan untuk mengoptimalkan fungsi perawat

sebagai pemberi asuhan keperawatan khususnya dalam

menyehatkan masyarkat.

c. Bagi Peneliti
Sebagai penerapan ilmu yang telah didapat dalam program

studi ilmu keperawatan berkaitan dengan pengontrolan tekanan

darah dengan merubah gaya hidup.


d. Rumah Sakit
Diharapkan dapat berguna bagi Rumah Sakit untuk

dijadikan sebagai acuan dalam memberikan kebijakan untuk

pelayanan keperawatan khusunya dalam bidang keperawatan

kritis.

Anda mungkin juga menyukai