TINJAUAN PUSTAKA
3. Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan perubahan fungsi ginjal yang
progresif dan ireversibel yang dapat diperlambat dengan obat-obatan
dan diet. Pada penderita gagal ginjal kronik, ginjal tidak mampu
mempertahankan homeostasis dengan keseimbangan cairan dan
akumulasi sisa metabolisme sehingga menyebabkan penyakit ginjal
stadium akhir dan harus di dialisis. Gagal ginjal kronik dapat
disebabkan oleh filtrasi glomerulus (LFG) yang di bagi menjadi 3
stadium: penurunan cadangan ginjal (penurunan LFG 40-70%),
insufisiensi ginjal (anemia, ketidakseimbangan elektrolit), dan
penyakit ginjal stadium akhir (oliguria , 500 ml/hari, ketidak
seimbangan elektrolit) (Muttaqin dan Kumala 2011)
Gagal ginjal kronik juga dapat disebabkan oleh banyak faktor-
faktor kondisi klinis dan proses lain pada gagal ginjal kronis, tetapi
pasien yang berisiko tingki mengalami gagal ginjla kronik merupakan
pasien-pasien diabetes militus (DM). Sekitar 30% pasien gagal ginjal
kronik menderita DM dan berbagai penyakit klinis lainnya seperti
hipertensi, kolestrol tinggi, dan yang lainnya (Muttaqin dan Kumala
2011, Cyntia dan Aurora 2011).
4. Patofisiologi
Gagal ginjal kronis di disebabkan oleh gangguan keseimbangan
cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih
bergantung pada bagian ginjal yang sakit. hingga fungsi ginjal turun
kurang dari 25% normal. Pada saat ini nefron yang masih tersisa
mengambil alih fungsi nefron yang rusak (Muttaqin dan Kumala,
2011).
Nefron yang yang masih berfungsi meningkatkan kecepatan
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertropi. Karena
kecepatan yang berlebihan menyebabkan tugas nefron semakin berat
menyebabkan nefron yang tersisa ikut mati karena tuntutan nefron-
nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein (Muttaqin dan
Kumala, 2011).
Pada saat penyusunan progresif nefron-nefron, terjadi
pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang.
Menungkatkan pelepasan renin bersama dengan kelebihan beban
cairan yang dapat menyebabkan hipertensi. Kondisi ini akan
bertambah buruk dengan banyaknya jaringan parut yang terbentuk
sebagai respon dari kerusakan nefron menyebabkan fungsi ginjal
menurun drastis (Muttaqin dan Kumala, 2011).
6. Perjalanan Klinis
Menurut Muttaqin dan Kumala (2011) perjalanan gagal ginjal
progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu:
a. Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal.
Dimana saat stadium ini gangguan fungsi ginjal hanya dapat
diketahui dengan tes pemekatan kemih dan GFR yang teliti karena
pada stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN dalam keadaan
normal normal.
b. Stadium II, dinamakan insufisiensi ginjal.
Pada stdium ini dimana gejala-gejala yang terjadi seperti
noktiia atau sering berkemih saat malam hari mulai timbul. Pada
satdium ini pula kadar BUN dan kreatinin mulai meningkat dan
lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak.
c. Stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia
Pada stadium ini kadar BUN dan kreatini serum sangat
meningkat drastis, sekitar 90% jaringan telah hancur atau rusak.
Gejala ini timbul karena ginjal tidak mampu lagi mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
8. Manifestasi klinis
Menurut Muttaqin dan Kumala (2011) ada beberapa gejala
klinis yang dapat terjadi pada sindrome uremik seperti terjadinya
gastrointestinal, kardiovaskuler, respirasi, neuromuskular,
endokrin/metabolik, gangguan cairan elektrolit asam basa,
dermatologi, dan hematologi serta fungsi psikososial pasien.
9. Pengkajian Diagnosis
Pengkajian diagnosis menurut Muttaqin dan Kumala (2011) yaitu :
a. Laboratorium
1) Laju endap darah : mininggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia, anemia normositer normokrom,
dan jumlah retikulosit yang rendah.
2) Ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1.
3) Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut
bersama dengan menurunnya diuresis.
4) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena
berkurangnya sintesis vitamin D3 pada GGK.
5) Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme
tulang, terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
6) Hipoalbuminemia dan hipokolesteromia : umumnya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
7) Peniggian gula darah, akibat gangguan metabolisme
karbohidrat pada gagal ginjal (resistebsi terhadap pengaruh
insulin pada jaringan perifer).
8) Hipertrigliserida,akibat gangguan metabolisme lemak,
disebabkan peninggian hiormon insulin dan menurunnya
lipoprotein lipase.
9) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan
pH yang menurun, BE yang menurun, HCO yang menurun,
PCO yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam
organik pada gagal ginjal.
B. Hemodialisa
1. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa merupakan terapi jangka panjang yang biasa
dilakukan pada penderita gagal ginjal kronis. Hemodialisis berperan
sebagai penyaring untuk membuang toksin yang ada dalam darah.
Namun demikian, terapi hemodialisa tidak dapat menyembuhkan
gangguan ginjal pada pasien. Hemodialisa sering digunkan untuk
kasus-kasus darurat seperti kelebihan ureum, elektrolit, dan
cairan,serta overdosis obat (sholeh 2012).
4. Komplikasi Hemodialisa
Beberapa kontraindikasi hemodialisa seperti penurunan tekanan
darah ketika darah berada dalam sirkuit ekstrakorporeal bisa
menyebabkan syok kardiogenik. Pada pasien koagulopati juga bisa
mengalami perdarahan ketika diberikan heparin ke dalam darah yang
berada di sirkuit ekstrakorporeal ketika proses filtrasi hemodialisa
berlangsung. Saat hemodilisa darah dikeluarkan dari tubuh di pompa
memasuki mesin dimana toksin akan dibuang melalui penyaringan
dengan akses vaskular internal dan eksternal untuk mengeluarkan dan
memasukan darah pasien (sholeh 2012).
Menurut Sholeh (2012) komplikasi terapi dialisis mencakup hal-
hal berikut:
a. Hipotensi yang dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan di
keluarkan.
b. Emboli udara dapat saja terjadi jika udara memasuki vaskuler
pasien.
c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO dapat menurun bersamaan
dengan terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.
d. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan
serebral dan muncul sebagai serangan kejang.
e. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan
cepat meninggalkan ruang ekstrasel.
f. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.
g. Gangguan pola tidur yang dapat terjadi karena banyak faktor.
2. Insomnia
a. Pengertian Insomnia
Insomnia merupakan ketidakmampuan seseorang
memperoleh secara cukup kualitas dan kuantitas tidur. Ada tiga
macam insomnia menurut Tarwoto (2015). yaitu :
1) Insomnia inisial (initial insomnia)
Insomnia inisial merupakan tiadak adanya
ketidakmampuan untuk tidur.
2) Insomnia intermiten (intermitent insomnia)
Insomnia intenmiten yaitu ketidakmampuan seseorang
untuk tetap mempertahankan tidur karena sering terbangun.
3) Insomnia terminal (terminal insomnia)
Insomnia terminal yaitu kebiasaan seseorang bangun
lebih awal dan tidak pernah bisa tertidur kembali.