Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gagal Ginjal Kronik


1. Pengertian Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) merupakan gangguan
fungsi ginjal yang menyebabkan tubuh tidak dapat mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit yang berakibat fatal
dengan ditandai adanya uremia. Kondisi ketidakmampuan
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit jika terjadi terus
menerus akan menyebabkan gangguan gagal ginjal kronik stadium
akhir (ESRD) ( Cyntia dan Aurora 2011, sholeh 2012).

2. Fungsi - Fungsi Ginjal


Menurut Cyntia dan Aurora (2011) fungsi ginjal merupakan :
a. Fungsi dan tugas utama
ginjal yaitu mengeksresikan bahan-bahan yang tidak lagi di
butuhkan oleh tubuh ke dalam urine. Bahan seperti kreatinin atau
insulin akan dieksresi seluruhnya oleh ultrafiltrasi di dalam
glomerulus. Dan bahan lain seperti asam urat atau antibiotik
penisilin, pada dasarnya dieksresi dengan aktif oleh sel tubulus
ginjal dan tidak melalui proses filtrasi di glomerulus.
b. Tugas penting ginjal
Tugas penting ginjal mengonservasi cairan atau mencegah
terjadinya pengeluaran cairan yang berlebihan pada tubuh atau
sebagai penyeimbang cairan pada tubuh manusisa. Glomerulus
menyaring kira-kira 180 liter cairan dan sekitar 179 cairan akan
direabsorpsi oleh tubulus. Yang berlangsung pada tubuli proksimal
meski pada tubulus distal juga terjadi konservasi cairan tambahan
(ekstra) yang biasa disebut regulasi baik.
Ginjal juga harus mengeksresikan zat-zat sisa metabolisme
seperti ureum, kreatinin, fosfat, klorida, natrium, dan kalium. Jika
tekanan osmotik dari urine sama dengan tekanan osmotik dari
darah, maka ginjal tidak membutuhkan energi atau oksigen dan
sudah dapat dipapstikan tubuh akan kehilangan cairan yang sangat
banyak. Pada kondisi seperti ini tubulus harus bekerja lebih banyak
untuk mereabsorpsi air yang akan meningkatkan tekanan osmotik
urine di dalam tubulus ginjal. Dalam merearbsorsi cairan ginjal
harus melawan tekanan osmotik yang tinggi, dan ginjal akan
menggunakan banyak energi.

3. Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan perubahan fungsi ginjal yang
progresif dan ireversibel yang dapat diperlambat dengan obat-obatan
dan diet. Pada penderita gagal ginjal kronik, ginjal tidak mampu
mempertahankan homeostasis dengan keseimbangan cairan dan
akumulasi sisa metabolisme sehingga menyebabkan penyakit ginjal
stadium akhir dan harus di dialisis. Gagal ginjal kronik dapat
disebabkan oleh filtrasi glomerulus (LFG) yang di bagi menjadi 3
stadium: penurunan cadangan ginjal (penurunan LFG 40-70%),
insufisiensi ginjal (anemia, ketidakseimbangan elektrolit), dan
penyakit ginjal stadium akhir (oliguria , 500 ml/hari, ketidak
seimbangan elektrolit) (Muttaqin dan Kumala 2011)
Gagal ginjal kronik juga dapat disebabkan oleh banyak faktor-
faktor kondisi klinis dan proses lain pada gagal ginjal kronis, tetapi
pasien yang berisiko tingki mengalami gagal ginjla kronik merupakan
pasien-pasien diabetes militus (DM). Sekitar 30% pasien gagal ginjal
kronik menderita DM dan berbagai penyakit klinis lainnya seperti
hipertensi, kolestrol tinggi, dan yang lainnya (Muttaqin dan Kumala
2011, Cyntia dan Aurora 2011).

4. Patofisiologi
Gagal ginjal kronis di disebabkan oleh gangguan keseimbangan
cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih
bergantung pada bagian ginjal yang sakit. hingga fungsi ginjal turun
kurang dari 25% normal. Pada saat ini nefron yang masih tersisa
mengambil alih fungsi nefron yang rusak (Muttaqin dan Kumala,
2011).
Nefron yang yang masih berfungsi meningkatkan kecepatan
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertropi. Karena
kecepatan yang berlebihan menyebabkan tugas nefron semakin berat
menyebabkan nefron yang tersisa ikut mati karena tuntutan nefron-
nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein (Muttaqin dan
Kumala, 2011).
Pada saat penyusunan progresif nefron-nefron, terjadi
pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang.
Menungkatkan pelepasan renin bersama dengan kelebihan beban
cairan yang dapat menyebabkan hipertensi. Kondisi ini akan
bertambah buruk dengan banyaknya jaringan parut yang terbentuk
sebagai respon dari kerusakan nefron menyebabkan fungsi ginjal
menurun drastis (Muttaqin dan Kumala, 2011).

5. Gangguan Pada Ginjal/Komplikasi


Gangguan disebabkan oleh glomerulonefritis yang merusak alat-
alat di dalam ginjal disebut juga glumerulonefritis atau gagal ginjal
kronik. Peradangan yang paling sering terjadi merupakan peradangan
dari tonsilitis. Limposit B akan segera membentuk antibodi yang
spesifik terhadap protein merupakan mekanisme pertahanan tubuh
terhadap bakteri. Jika antibodi ini bertemu dengan molekul-molekul
protein dalam darah maka akan membentuk suatu molekul besar yang
akan bersirkulasi dalam darah dan akan segera di makan oleh
magrofag (sholeh 2012). Yang paling penting merupakan reaksi
penarikan yang dilakukan oleh leukosit (granulosit) kedalam
glomerulus.
Leukosit kemudian di pecah dalam glomerulus sehingga
terjadilah suatu peradangan yang mengakibatkan hampir semua
glomerulur pada ginjal mengalami kerusakan berat pada saat bersaan.
Dampak dari filtrasi glomerulus yang sangat rendah dan oliguria
menurunnya pengeluaran cairan dari dalam tuubuh. Jika asupan cairan
yang berlebihan secara otomatis volume cairan ekstraseluler juga akan
meningkat menyebabkan terjadinya edema dan meninggalkan bekas
apabila di tekan.hal ini yang membahayakan penderita karena tidak
hanya menimbulkan penyakit saja tetapi juga kan terjadi edema pada
paru-paru dengan dispne berat,kecemasan, dan hipoksia (sholeh 2012).

6. Perjalanan Klinis
Menurut Muttaqin dan Kumala (2011) perjalanan gagal ginjal
progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu:
a. Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal.
Dimana saat stadium ini gangguan fungsi ginjal hanya dapat
diketahui dengan tes pemekatan kemih dan GFR yang teliti karena
pada stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN dalam keadaan
normal normal.
b. Stadium II, dinamakan insufisiensi ginjal.
Pada stdium ini dimana gejala-gejala yang terjadi seperti
noktiia atau sering berkemih saat malam hari mulai timbul. Pada
satdium ini pula kadar BUN dan kreatinin mulai meningkat dan
lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak.
c. Stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia
Pada stadium ini kadar BUN dan kreatini serum sangat
meningkat drastis, sekitar 90% jaringan telah hancur atau rusak.
Gejala ini timbul karena ginjal tidak mampu lagi mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.

7. Penanganan Gagal Ginjal Kronik


Menurut Cynthia dan Aurora (2011) ada beberapa penanganan
GGK yang harus dilakukan seperti mengontrol dien DM, kontrol BB,
obat-obatan, 50 g asupan protein, serta mengontrol perubahan
hematologi dengan epoitin alfa, dan menurunkan penyakit
kardiovaskular.

8. Manifestasi klinis
Menurut Muttaqin dan Kumala (2011) ada beberapa gejala
klinis yang dapat terjadi pada sindrome uremik seperti terjadinya
gastrointestinal, kardiovaskuler, respirasi, neuromuskular,
endokrin/metabolik, gangguan cairan elektrolit asam basa,
dermatologi, dan hematologi serta fungsi psikososial pasien.

9. Pengkajian Diagnosis
Pengkajian diagnosis menurut Muttaqin dan Kumala (2011) yaitu :
a. Laboratorium
1) Laju endap darah : mininggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia, anemia normositer normokrom,
dan jumlah retikulosit yang rendah.
2) Ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1.
3) Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut
bersama dengan menurunnya diuresis.
4) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena
berkurangnya sintesis vitamin D3 pada GGK.
5) Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme
tulang, terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
6) Hipoalbuminemia dan hipokolesteromia : umumnya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
7) Peniggian gula darah, akibat gangguan metabolisme
karbohidrat pada gagal ginjal (resistebsi terhadap pengaruh
insulin pada jaringan perifer).
8) Hipertrigliserida,akibat gangguan metabolisme lemak,
disebabkan peninggian hiormon insulin dan menurunnya
lipoprotein lipase.
9) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan
pH yang menurun, BE yang menurun, HCO yang menurun,
PCO yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam
organik pada gagal ginjal.

10. Pemeriksaan diagnostik


Pemeriksaan diagnotik menurut Muttaqin dan Kumala (2011) yaitu :
a. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya
batu atau adanya suatu obstruksi).
b. Intra vena pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter.
c. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelpiokalises, ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
d. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskular, parenkim, eksresi), serta sisa fungsi ginjal.
e. EKG untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).

11. Penatalaksanaan gagal ginjal kronik


Menurut Muttaqin dan Kumala (2011) pengobatan gagal ginjal
kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tindakan konservatif
dan dialisis atau transplantsi ginjal.
a. Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan ini untuk meredakan atau memperlambat
gangguan fungsi ginjal progresif.
Pengobatan:
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
a) Pembatasan protein
Pembataan protein dilakukan untuk mengurangi kadar
BUN, mengurangi asuoan kalium dan fosfat serta
mengurangi produksi ion hidrogen dari protein. Jumlah
kebutuhan protein biasanya dilonggarkan sampai 60-80
g/hari, apabila penderita mendapatkan pengobatan dialisis
teratur.
b) Diet rendah kalium
Diet rendah kalium dilakukan agar tidak
menyebabkan hiperkalemia.
c) Diet rendah natrium
Diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2
g Na).
d) Pengaturan cairan
Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban
sirkulasi menjadi berlebihan dan edema. Sedangkan asupan
yang terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan
gangguan fungsi ginjal.
2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi
a) Hipertensi
(1) Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium
dan cairan.
(2) Pemberian obat antihipertensi
Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisa,
pemberian antihipertensi dihentikan karena dapat
mengakibatkan hipotensi dan syok yang diakibatkan oleh
keluarnya cairan intravaskular melaluiultrafiltrasi.
b) Hiperkalemia
Karena bila K serum mencapai sekitar 7 mEq/L,
dapat mengakibatkan arimnia dan juga henti jantung.
c) Anemia
Anemia pada gagal ginjal kronik diakibatkan
penurunan sekresi eritropoietin oleh ginjal.
d) Asidosis
Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian
Na HCO (Natrium Bikarbonat) parentearl. Koreksi pH
darah yang berlebihan dapat mempercepat timbulnya tetani,
maka harus dimonitor dengan seksama.
e) Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat
mengikat fosfat di dalam usus.
f) Pengobatan hiperurisemia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada
penyakit ginjal lanjut adalah pemberian aloporinol.
3) Dialisis dan transplantasi
Pengobatan gagal ginjal stadium akhir dapat dilakukan
dengan dialisis dan transplantasi ginjal. Dialisis dapat
digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan
klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal.
Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum biasanya
di atas 6 mg/100 ml pada laki-laki atau 4 ml/100 ml pada
wanita, dan GFR kurang dari 4 ml/menit.

B. Hemodialisa
1. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa merupakan terapi jangka panjang yang biasa
dilakukan pada penderita gagal ginjal kronis. Hemodialisis berperan
sebagai penyaring untuk membuang toksin yang ada dalam darah.
Namun demikian, terapi hemodialisa tidak dapat menyembuhkan
gangguan ginjal pada pasien. Hemodialisa sering digunkan untuk
kasus-kasus darurat seperti kelebihan ureum, elektrolit, dan
cairan,serta overdosis obat (sholeh 2012).

2. Prinsip Dasar Hemodialisa


Menurut Cynthia dan Aurora (2011) Hemodialisa merupakan
terapi untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah
serta mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisa aliran darah
penuh dengan toksin dan limbah nitrogen sehingga darah dialihkan ke
dalam dialiser tempat darah dibersihkan kemudian dikembalikan lagi
ke dalam tubuh. Ada 3 prinsip yang mendasari kerja hemodialisa,
yaitu:
a. Difusi
Yaitu pengeluaran limbah dari dalam darah yang memilki
cairan dialisis konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan
konsentrasi yang lebih rendah.
b. Osmosis
pengeluaran air yang berlebihan dari dalam tubuh.
c. Ultrafiltrasi
Yaitu peningkatan gradien melalui penambahan tekanan
negatif.

3. Penatalaksaan Pasien Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Jangka


Panjang
Pemasangan akses vaskular internal yang permanen diperlukan
untuk pasien gagal ginjal kronik yang melakukan terapi hemodialisa
jangka panjang, yang paling sering digunakan yaitu fistula
arteriovenosa dan cangkok AV. Fistula dibuat melalui pembedahan
dengan menghubungkan vena dan arteri, jika tindakan pembedahan
berhasil maka tekanan darah arteri dapat memperkuat tekanan darah
vena yang dapat menyebabkan resiko cedera pembuluh karena
tingginya aliran darah saat hemodialisa dilakukan dapat dikuramgi.
Proses penguatan vena membutuhkan waktu beerapa minggu,
mengakses secara paksa fistula AV yang belum siap akan
menyebabkan spasme pembuluh darah arteri, mengurangi aliran darah
ke ekstremitas dan merusak fistula tersebut (sholeh 2012).
Pengecekan kondisi terkait resiko komplikasi pada akses
internal penting dilakukan untuk mempertahankan kateter hemodialisa
yang baik pada pasien. Komplikasi meliputi trombosit, infeksi,
iskemia, dan perdarahan (sholeh 2012).
Menurut Brunner dan Suddarth (2001). Ada 2 penatalaksanaan
pasien yang menjalani terapi hemodialisa jangka panjang, yaitu:
a. Diet dan masalah cairan
Diet cairan yang dilakukan karena akibat penumpuak cairan
akan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
b. Pertimbangan medikasi
Pasien yang memerlukan obat-obatan harus dipantau dengan
untuk memastikan agar kadar obat-obat dalam darah dan jaringan
tidak menimbulkan akumulasi toksis.

4. Komplikasi Hemodialisa
Beberapa kontraindikasi hemodialisa seperti penurunan tekanan
darah ketika darah berada dalam sirkuit ekstrakorporeal bisa
menyebabkan syok kardiogenik. Pada pasien koagulopati juga bisa
mengalami perdarahan ketika diberikan heparin ke dalam darah yang
berada di sirkuit ekstrakorporeal ketika proses filtrasi hemodialisa
berlangsung. Saat hemodilisa darah dikeluarkan dari tubuh di pompa
memasuki mesin dimana toksin akan dibuang melalui penyaringan
dengan akses vaskular internal dan eksternal untuk mengeluarkan dan
memasukan darah pasien (sholeh 2012).
Menurut Sholeh (2012) komplikasi terapi dialisis mencakup hal-
hal berikut:
a. Hipotensi yang dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan di
keluarkan.
b. Emboli udara dapat saja terjadi jika udara memasuki vaskuler
pasien.
c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO dapat menurun bersamaan
dengan terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.
d. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan
serebral dan muncul sebagai serangan kejang.
e. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan
cepat meninggalkan ruang ekstrasel.
f. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.
g. Gangguan pola tidur yang dapat terjadi karena banyak faktor.

C. Gangguan Pola Tidur


1. Pengertian gangguan pola tidur
Gangguan tidur merupakan keadaan ketidakmampuan seseorang
dalam memperoleh secara cukup kualitas dan kuantitas tidur.
Gangguan tidur juga bisa mengakibatkan beberapa situasi yang
berbahaya menurut Bennita (2011) yaitu :
a. Memori cacat atau kebingungan.
b. Depresi.
c. Gangguan untuk menguasai diri atau mood berubah-rubah.
d. Kinerja motorik berkurang.
e. Respon kekebalan terganggu.
f. Penyakit kardiovaskular.
g. Diabetes.
h. Obesitas.
Seseorang dengan gangguan tidur akan berpengaruh terhadap
ketidakmampuan dalam memperoleh baik secara kualitas maupun
kuantitas tidur. (Cyntia dan Aurora 2011, tarwoto 2015).
Menurut (tarwoto 2015) Gangguan tidur ada beberapa macam
yaitu:
a. Hipersomnia
Hipersomia merupakan kebiasaan tidur yang berlebihan
pada malam hari, lebih dari 9 jam biasanya disebabkan oleh
depresi, kerusakan saraf tepi, beberapa penyakit ginjal, liver, dan
metabolisme.
b. Parasomia
Parasomia merupakan beberapa penyakit yang
,mengganggu tidur anak seperti berjalan saat tidur.
c. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan keadaan yang tidak terkendali
untuk tidur. Gelombang otak pada penderita narkolepsi saat tidur
sama dengan dengan gelombang otak orang yang sedang tidur
normal.
d. Mendengkur
Mendengkur disebabkan oleh rintangan pengeluaran udara
di hidung dan mulut misalnya amandel, oto-otot di di belakang
mulut mngendor dan bergetar.
e. Mengigau
Mengigau terjadi pada seseorang yang belum tidur REM
f. Insomnia
Insomnia merupakan ketidakmampuan seseorang dalam
memperoleh secara cukup kualitas dan kuantitas tidur.

2. Insomnia
a. Pengertian Insomnia
Insomnia merupakan ketidakmampuan seseorang
memperoleh secara cukup kualitas dan kuantitas tidur. Ada tiga
macam insomnia menurut Tarwoto (2015). yaitu :
1) Insomnia inisial (initial insomnia)
Insomnia inisial merupakan tiadak adanya
ketidakmampuan untuk tidur.
2) Insomnia intermiten (intermitent insomnia)
Insomnia intenmiten yaitu ketidakmampuan seseorang
untuk tetap mempertahankan tidur karena sering terbangun.
3) Insomnia terminal (terminal insomnia)
Insomnia terminal yaitu kebiasaan seseorang bangun
lebih awal dan tidak pernah bisa tertidur kembali.

b. Efek Gangguan Tidur Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang


Menjalani Hemodialisa
Efek gangguan tidur pada seseoranng yang mengalami
gangguan tidur bisa terjadi dalam jangka panjang dan jangka
pendek tergangtung dari penyebabnya. pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani terapi hemodialisa yang mengalami gangguan tidur
bisa mempengaruhi :
1) Faktor fisiologis diakibatkan oleh stress (peningkatan
noradrenalin serum, peningkatan kortisol, penurunan produksi
melatonin).
2) Faktor psikologis ( gangguan memori, gangguan konsentrasi,
kehilangan motivasi serta depresi).
3) Faktor fisik/somatik (kelelahan, nyeri otot, hipertensi, tidak
punya kekuatan).
4) Faktor sosial (kuslitas hidup terganggu, kurang menikmati
aktivitas sosial).
5) Kematian (seseorang yang tidur kurang dari lima jam memiliki
angka harapan hidup lebih sedikit dibandingkan dengan
seseorang yang tidur 7-8 jam semalam. Hal ini mungkin
disebabkan oleh penyakit yang timbul akibat gangguan pola
tidur (Turana 2007 dalam ida 2010).

c. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Tidur


Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa
Ada berbagai faktor yang diduga memiliki hubungan yang
signifikan dengan kejadian gangguan tidur pada pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisa diantaranya :
1) Faktor Demografi
Faktor demografi yang akan dilihat dari penelitian ini yaitu :
a) Usia
Pola tidur normal sering berubah seiring
bertambahnya usisa. Usia juga berpengaruh terhadap cara
pandang seseorang dalam kehidupan, masa depan maupun
dalam pengambilan keputusan. Usia berpengaruh terhadap
kesehatan seseorang baik itu terhadap faktor resiko
penyakit ginjal kronis seiring dengan bertambahnya usia
fungsi ginjal akan menurun sehingga ginjal tidak mampu
melakukan tugasnya (Bennita, 2013).
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor biologis yang
membedakan antara laki-laki dan perempuan, jenis
kelamin juga membedakan pola tidur antar keduanya.
Dalam beberapa penelitian juga disebutkan bahwa
gangguan pola tidur pada laki-laki lebih cepat
dibandingkan dengan perempuan. Laki-laki juga berisiko
lebih tinggi terkena penyakit ginjal dibandingkan dengan
perempuan karena pada laki-laki perkembangan
proteinuria lebih cepat dari pada perempuan (Modjod,
2007 dalam ida 2010).
c) Pekerjaan
Pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau aktivitas
seseorang untuk memperoleh penghasilan yaitu gati atau
upah baik berupa uang maupun barang demi memenuhi
kebutuhan hidupnya (Lase, 2011)
Penghasilan yang rendah akan berhubungan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan.
Seseorang kurang memanfaatkan pelayan kesehatan yang
ada mungkin karena tidak mempunyai penghasilan yang
cukup untuk memeli obat atau membayar transportasi
(Notoadmodjo, 2010)
d) Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi
seseprang semakin tinggi pendidikan maka cendrung
seseorang akan lebih berpikir positif karena pendidikan
yang diperoleh dapat membuat seseorang mengerti dengan
demikian pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap
perilaku seseorang. Tingkat pendidikan yang tinggi bisa
memungkinkan individu untuk memncari atau mengakses
informasi tentang kesehatannya. (Sabry, et al, 2010 dalam
ida 2010).
e) Status Perkawinan
Meneruskan keturunan dapat di tempuh melalui
proses pernikahan yang akan membentuk sebuah keluarga.
Manusia dapat menemukan makna hidupnya dalam
pernikahan. Sebagian orang menganggap bahwa
pernikahan membatasi kebebasannya, tetapi
bagaimanapun juga sebagian besar dari masyarakat
mengakui bahwa pernikahan memberikan jaminan
ketentraman hidup, meningkatkan kualitas hidup (Riyanto
2011).
f) Suku/Ras
Penyakit yang berhubungan dengan suku biasanya
berkaitan dengan faktor genetik atau faktor lingkungan
(Budiarto dan Anggraeni, 2002 dalam Aguswina dan
Cholina, 2010).
g) Spiritual
Spiritual merupakan suatu penggabungan antara
unsur psikologis, fisiologis/fisik, sosiologi, serta spiritual.
Spiritual yaitu suatu keyakinan seseorang yang
berhubungan dengan kepercayaan, budaya,
perkembangan, dan pengalaman hidup itu sendiri yang
meliputi kesehatan spiritual, kebutuhan spiritual, dan
kesadaran spiritual. (Kencana dan Hastuti, 2011)
2) Faktor Gaya Hidup
Faktor gaya hidup yang dilihat pada penelitian ini yaitu :
a) Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok berhubungan dengan kualitas
tidur yang kurang karena nikotin bekerja yang terkandung
dalam rokok bekerja sebagai stimulant membuat
penghisapnya tetap waspada dan terjaga yang
mengakibatkan seseorang mengalami gangguan tidur atau
insomnia (Unruh, 2006 dalam ida 2010).
b) Konsumsi Kopi
Kebiasaan mengkonsumsi kopi membuat seseorang
mengalami gangguan tidur atau insomnia karena kafein
dalam kopi berpengaruh dalam meningkatkan energi,
waspada, dan menurunkan tingkat rasa kantuk (Lantz,
2007 dalam ida 2010)
3) Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang dilihat dari penelitian ini yaitu :
a) Kecemasan
Cemas merupakan kekhawatiran yang yang tidak
pasti yang berkaitan dengan perasaan yang tidak jelas dan
tidak berdaya. Penyakit ginjal kronis salah satu penyakit
yang dapat menyebabkan penderitanya merasa cemas dan
depresibaik itu karena penyakitnya maupun terapi yang
dijalaninya (Stuart, 2016, Parker, 2009 dalam ida 2010)
4) Faktor Biologis
Faktor biologis yang akan dilihat dari penelitian ini yaitu :
a) Penyakit penyebab gagal ginjal kronis
(1) Diabetes
Diabetes yaitu naiknya kadar glukosa dalam darah
yang di produksi oleh hati dan dikendalikan kadar
darah. Diabetes menurunkan kemampuan tubuh dalam
bereaksi terhadap insulin atau bisa menghentikan sama
sekali produksi insulin yang dapat menyebabkan
komplikasi seperti diabetes ketoasidosis, dan
hiperglikemia jangka panjang yang menimbulkan
komplikasi yaitu neuropati ( penyakit saraf), infark
miokard, stroke dan mikrovaskuler kronis (penyakit
ginjal dan mata) (Ardiansyah, 2012 dan Sholeh 2012).
(2) Hipertensi
Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang
bersifat abnormal. Hipertensi juga dapat menyebabkan
beberapa komplikasi yaitu stroke, infark miokardium,
ensefalopati, dan gagal ginjal (Sholeh, 2012).
b) Anemia
Anemia merupakan penurunan kadar hemoglobin
dibawah nilai terendah yaitu dibawah 13-16 g hemoglobin
atau (Hb)/100 cc, umur dan jenis kelamin juga dapat
mempengaruhi turunnya kadar hemoglobin (Ardiansyah,
2012).
5) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang akan dilihat dari penelitian ini yaitu :
a) Kenyamanan
Lingkungan merupakan segala sesuatu yang
berpengaruh terhadap individu baik lingkungan fisik,
biologis, maupun sosial. Lingkungan juga sangat
berpengaruh terhadap sifat dan perilaku seseorang
(Ardiansyah, 2012).
b) Lingkungan fisik/nyeri
Nyeri memiliki tingkat tertentu bagi setiap individu,
nyeri juga merupakan rasa ketidaknyamanan yang
dirasakan oleh seseorang yang jarang mencari perawatan
kesehatan. Nyeri sering dirasakan baik itu nyeri yang
terjadi sebentar ataupun berlangsung lama. Nyeri juga
berpengaruh pada gangguan tidur karena rasa sakit yang
mengganggu membuat seseorang menjadi susah untuk
tidur (Ardiansyah, 2012).
6) Faktor Dialisis
Faktor dialisis yang akan di lihat dari penelitian ini yaitu :
a) Shift Hemodialisa
Menurut Aal-jahdali (2010) yang dikutip oleh ida
(2010) mengatakan bahwa kejadian insomnia sering
dialami oleh pasien yang menjalani terapi hemodialisa
pada sore hari di bandingkan pasien yang menjalani terpai
pada pagi hari tetapi hal ini juga bisa disebabkan karena
perbedaan jadwal tidur.
b) Lamanya Waktu Hemodialisa
Menurut Sabbatini, et al (2010) yang dikutip oleh
ida (2010) Gangguan tidur dapat disebabkan karena
lamanya menjalani terapi hemodialisa hal ini mungkin
terjadi karena progresifnya gejala dan penyakit yang
menjalani terapi atau komplikasi yang disebabkan oelh
terapi hemodialisa jangka panjang.

Anda mungkin juga menyukai