Anda di halaman 1dari 38

Disusun oleh:

Kelompok VIII
Argiati
Saidatur rahma
Bella dwi audina
Erlin mayang sari
Astride fazani
Resi agustin
Kaget asoka

(05.13.064)
(05.13.104)
(05.13.069)
(05.13.077)
(05.13.066)
(05.13.099)
(05.13.119)

Dosen pembimbing:
Puji Setya Rini,S.kep.Ns,M.kes
PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKes MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah guna memenuhi tugas mata
kuliah Sistem muskuloskletal oleh Ibu Puji Setya Rini, S.Kep.Ns, M. Kep mengenai
Spondilitis Ankilosis . Di samping itu, kami juga berharap makalah ini mampu
memberikan kontribusi dalam menunjang pengetahuan para khalayak luas tentang penyakit
yang menyerang tulang tersebut. Dengan terselesaikannya makalah ini, kami mengucapkan
banyak terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah sistem muskuloskletal karna
memberi tugas ini sehingga menambah pengetahuan dan kami dapat mengetahui segala
sesuatu yang berhubungan dengan penyakit Spondilitis Ankilosis ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 11 April 2015


Penyusun
Kelompok VIII

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................

1. Latar belakang..................................................................................................

2. Rumusan masalah.............................................................................................

3. Tujuan penulisan...............................................................................................

1. Tujuan umum........................................................................................

2. Tujuan khusus.......................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN..............................................................................................

1. Definisi.............................................................................................................

2. Etiologi.............................................................................................................

3. Anatomi patologi..............................................................................................

4. Epidemilogi......................................................................................................

5. Patofisiologi dan pathway................................................................................

10

6. Gejala klinis......................................................................................................

12

7. Menifestasi klinis..............................................................................................

14

8. Komplikasi........................................................................................................

15

9. Diagnosis..........................................................................................................

15

10. Penatalaksanaan medic.....................................................................................

22

11. Prognosis..........................................................................................................

28

BAB 3 RENCANA KEPERAWATAN.........................................................................

29

1. Pengkajian........................................................................................................

29

2. Diagnosis keperawatan.....................................................................................

31

3. Intervensi dan implementasi keperawatan........................................................

31

4. Evaluasi keperawatan.......................................................................................

34

BAB 4 PENUTUP........................................................................................................

36

1. Kesimpulan.......................................................................................................

36

2. Saran.................................................................................................................

36

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................

37

BAB I
PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang
Spondilitis ankilosis adalah suatu penyakit inflamasi progresif dari kolumna

vertebrae dan jarinagan disekitarnya yang dimulai pada pinggang dan akhirnya
menyebabkan

ankilosis dan deformitas keseluruhan kolumna vertebrae. Penyakit ini

menyerang laki-laki dan wanita, namun biasanya yang lebih sering adalah laki-laki.
Serangan umumnya terjadi pada usia 10-30 tahun, namun penyakit ini berkurang pada usia
50 tahun. Sampai saat ini penyebab penyakit spondilitis ankilosis belum diketahui.
Spondilitis dapat juga timbul sebagai komplikasi TBC melalui penyebaran secara
hematogen.Penyakit ini bersifat kronis dan progresif, radang biasanya mulai timbul dari
seputar sendi sakrpiliaka, sendi panggul, dan sendi sinovial pada spinal. Inti kuman biasanya
merusak kartilago tulang yang terserang. Proses peradangan terus berlanjut pada tulang
belakang dan merusak hampir seluruh tulang belakang, sehingga menyebabkan fusi atau
kekakuan atau persatuan tulang pada sendi sakroiliaka dan spinal lain melalui serviks. Proses
fusi ini dapat terjadi setelah 10 hingga 20 tahun.
Gejala klinis yang timbul biasanya bervariasi, dari yang paling ringan sampai berat.
Gejala klinis sangat bergantung pada beratnya penyakit, kecepatan berkembang, lamanya
penyakit, banyaknya vertebrae yang terkena, dan progresivitas penyakit pada tiap ruas
vertebrae. Gejala dapat berupa nyeri dan kaku pada vertebrae yang menjalar ke bokong,
keterbatasan mobilitas , keletihan, malaise, dan pasien merasa tidak nyaman pada daerah
dada. Disamping itu, pasien mengeluh kurang nafsu makan dan kehilangan berat badan.
Perubahan pada tulang belakang pada penyakit ini sangat spesifik yang disebut sebagai
deformitas poker back atau kifosis pada sendi servikodorsal.

II.

Rumusan Masalah:
1. Apa pengertian spondilitis ankilosis?
2. Apa penyebab terjadinya spondilitis ankilosis?
3. Siapa yang menjadi korban spondilitis ankilosis?
4. Kapan terjadi spondilitis ankilosis?
5. Dimana tempat terserang spondilitis ankilosis?
6. Mengapa bisa terjadi spondilitis ankilosis?
7. Bagaimana penanganan spondilitis ankilosis?
8. Bagaimana gambaran umum Asuhan keperawatan dari spondilitis ankilosis?

III.

TUJUAN PENULISAN
1.

Tujuan Umum.
Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang penyakit Spondilitis
ankilosis.

2.

Tujuan Khusus
a. Mampu memahami pengertian tentang spondilitis ankilosis
b. Mampu memahami patofisiologi tentang spondilitis ankiosis
c. Mampu memahami manifestasiklinis tentang spondilitis ankilosis
d. Mampu memahami pemeriksaan penunjang tentang spondilitis ankilosis
e. Mampu memahami penatalaksanaan medis tentang spondilitis ankilosis
f. Mampu memahami komlikasi spondilitis ankilosis
g. Mampu merancang rencana Keperawatan yang benar bagi pasien dengan
spondilitis ankilosis

BAB II
PEMBAHASAN

Spondilitis Ankilosis
I.

Definisi
Spondilitis ankilosis (SA) merupakan penyakit jaringan ikat yang ditandai dengan

peradangan pada tulang belakang dan sendi-sendi yang besar, menyebabkan kekakuan
progresif, nyeri dan dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyakit ini dapat melibatkan
sendi-sendi perifer, sinovial, dan rawan sendi, serta terjadi osifikasi tendon dan ligamen yang
akan mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang. Terserangnya sendi sakroiliaka merupakan
tanda khas penyakit ini. Ankilosis vertebra biasanya terjadi pada stadium lanjut dan jarang
terjadi pada penderita yang gejalanya ringan. Nama lain SA adalah Marie Strumpell Disease
atau Becterews Disease
II.

Etiologi
Penyebabnya spondilitis ankilosis belum diketahui, merupakan komplikasi TBC

poon melalui penyebaran secara hematogen. Terdapat hubungan antara HLA-B 27 dan triger
(infeksi) yang menimbulkan reaksi dalam sistem imunologi dan menimbulkan respon
terhadap radang. Meskipun secara tepatnya penyebab ankilosis spondilitis, faktor

predisposisi genetik memegang peranan penting pada spondilitis ankilosis. Penyakit ini
sering ditemukan pada kelompok keluarga dengan HLA B-27, meskipun demikian tidak
setiap orang dengan HLA B-27 menderita spondilitis ankilosis sehingga diduga ada faktor
pemicu lainnya.
Peran HLA B-27:
Antigen leukosit manusia B27-B merupakan alel HLA dari MHC kela 1 molekul dan
merupakan penanda genetik kerentanan didirikan paling untuk AS. HLA B27 gen
menunjuk sebuah keluarga paling sedikit 31 terkait erat alel, yang dikenal sebagai subtipe.
Tidak semua subtipe yang terkait dengan AS, HLA-B 2705 ditemukan dalam semua
populasi, seperti induk HLA B27-molekul. Sebagian besar subtipe adalah hasil dari satu atau
lebih substitusi asam amino sebagian besar akibat dari perubahan dalam ekson 2 dan 3 yang
menyandi alphha -2 domain dari rantai berat dan sepanjang pola geografis tertentu. Subtipe
yang paling umum (HLA-B 2705, B2702,B2704, dan B 2707) berhubungan dengan AS.
Subtipe HLA-B2706 dan B 2709, yang ditemukan di Asia Tenggara dan Sardinia, masingmasing ,tidak berhubungan dengan AS.
Fungsi utama dari molekul Kelas 1 adalah untuk menyajikan antigen peptida ke
reseptor pada sel T-sitotoksik (CD8+) T limfosit.HLA Kelas 1 molekul terdiri dari rantai 45Kd berat

polimorfik,

noncovalently dikomplekskan

dengan rantai

cahaya

larut

nonpolymorphic, 12-kD unit monomorfik, 2m. Rantai berat itu sendiri terdiri dari 3
domain,, 1, 2, 3. Yang 2 pertama domain bersama-sama membentuk 2 heliks antiparalel
beristirahat pada platform lembar lipit 8-terdampar ,yang itu sendiri bertumpu pada struktur
2 gentong berasal dari domain ketiga dan 2m. Beristirahat di dalam platform merupaka
peptida antigenik yang biasanya 8-11 asam amino panjang. Peptida ini berasal dari protein
endogen dan dari protein dari virus dan bakteri yang telah menginvasi sel. Peptida antigenik
yang bersentuhan dengan rantai berat di beberapa lokasi yang dikenal sebagaikantong.
Saku ini ditunjukan AF sepanjang platform. Filtur yang membedakan HLA-B27 dari HLA
Kelas lain yang paling aku alel adalah residu yang disebut B-jadi dari rantai berat. Ini saku B
menampung residu kedua peptida antigenik. Residu asam glutamat lapisan ini saku HLAB27 sangat penting, mendiktekan bahwa B HLA-B27 dapat menampung hanya residu

arginin dari peptida. Sebagai akibatnya, residu peptida yang paling cocok adalah arginin.
Memang , urutan peptida HLA-B27 endogen menunjukan bahwa peptide entigenik paing
terkait dengan HLA-B27 memiliki arginin sebagai residu kedua. Dalam sel-antigen
penyajian, molekul MHC menyajikan peptida yang berasal dari antigen kel sel T CD8. Para
peptida terbentuk dari degradasi protein dalam sitoplasma oleh proteasomes.Peptida
terbentuk dari degradasi dalam sitoplasma oleh proteasomes. Peptida pendek ini diangkut ke
ER dimana mereka bertemu MHC kelas 1 molekul. Molekul MHC kelas 1 melipat dengan
peptida yang kemudian diangkut ke permukaan sel melalui aparatus Golgi. Pengakuan
kompleks MHC peptida oleh reseptor T-sel dari limfosit T antigen-spesisifik melengkapai
presentasi antigen.

III.

ANATOMI PATOLOGI
Lesi yang terjadi adalah sinovitis pada sendi-sendi tulang belakang kemudian terjadi

kerusakan tulang rawan sendi yang mengakibatkan ankilosis.


a. Gambaran Klinis Daerah yang Terkena
1. Diskus Intervertebralis
Ketika orang menua terjadi perubahan biokimiawi tertentu yang
mempengaruhi jaringan di seluruh tubuh. Pada tulang belakang, struktur dari
diskus intervertebralis (annulus fibrosus, lamellae, dan nucleus pulposus) mungkin
dapat mengalami perubahan biokimiawi tersebut. Annulus fibrosus tersusun dari
60 atau lebih pita yang konsentris dari serabut kolagen yang dinamakn lamellae.
Nucleus pulposus adalah suatu bahan seperti gel didalam diskus intervertebralis
yang dibungkus oleh annulus fibrosus. Serabut kolagen nmembentuk nukleus
bersama dengan air dan proteoglikan. Efek degeneratif dari penuaan dapat
melemahkan struktur dari annulus fibrosus yang menyebabkan bantalan melebar
dan robek. Isi cairan didalam nucleus menurum sesuai dengan usia,
mempengaruhi kemampuannya untuk melawan efek kompresi , dan dapat
mengurangi ketinggian diskus dan meningktakan risiko herniasi diskus.
2. Facet Joint

Sendi facet disebut juga dengan zygapophyseal joints. Masing-masing korpus


vertebrae memiliki empat sendi yang bekerja seperti engsel. Ini adalah persendian
tulang belakang yang dapat menyebabkan ekstensi, fleksi, dan rotasi. Seperti sendi
lainnya, permukaan sendi dari tulang memilki lapisan yang tersusun dari kartilago.
Degenerasi facet joint menyebabkan hilangnya kartilago dan pembentukan osteofit.
Perubahan ini menyebabkan hipertrofi atau osteoarthiritis atau sebagai degenerasi
joint disease
3. Tulang dan ligament
Osteofit dapat terbentuk berdekatan dengan lempeng pertumbuhan tulang,
sehingga dapat mengurangi aliran darah ke vertebra.
Kemudian permukaan pertumbuhan tulang dapat kaku, terjadi suatu
penebalan atau pengerasan tulang dibawah lempeng pertumbuhan. Ligament adalah
pita dari jaringan ikat yang menghubungkan struktur tulang belakang dan melindungi
dari hiperekstensi. Namun demikian,perubahan degeneratif dapat menyebabkan
ligament kehilangan kekuatannya.
4. Tulang Cervical
Kompleksitas anatomi dan pergerakan yang luas membuat segmen ini rentan
terhadap gangguan yang berkaitan dengan perubahan degeneratif. Nyeri leher sering
terjadi .Nyeri dapat menjalar j ke bahu atau ke lengan kanan. Ketika suatu osteofit
dapat mengakibatkan kompresiakar syaraf, kelemahan tangan mungkin tidak
disadari. Pada kasus yang jarang , osteofit pada dada dapat mengakibatkan susah
menelan (disfagia)
5. Vertebra Thorakalis
Nyeri yang berkaitan dengan penyakit degeneratif sering dipicu oleh fleksi
kedepan dan hiperekstensi. Pada diskus vertebrae torakalis nyeri dapat disebabkan
oleh fleksi facet join yang hiperekstensi.
6. Vertebra Lumbalis
Vertebrae lumbalis menopang sebagian besar berat badan. Oleh karenanya,
gerakan dapat merangsang serabut saraf nyeri pada annulus fibrosus dan facet joint.
Pergerakan berulang seperti mengangkat dan membungkuk dapat meningkatkan
nyeri.

IV.

Epidemiologi
Spondilitia ankilosis menyerang 0,1-0,2 % populasi Di Amerika Serikat, prevalensi

spondilitis ankilosis sebesar 100-200 per 100.000 penduduk, yang merupaka penyakit
spondiloartritis terbanyak. Namun, prevalensi spondilitis ankilosia di Jerman mencapai 1%
hingga 5% sedangkan di Prancis 0,49 %.
Spondilitis ankilosis biasanya mulai sejak dekade kedua hingga ketiga kehidupan
dengan median usia 23 tahun. Pada 5 % pasien , gejala timbul pada usia lebih lebih dari 40
tahun. Usia yang rinci sulit ditentukan karena diagnosis seringkali tidak dikenali selama
bertahun-tahun. Prevalensi spondilitis ankilosis antara pria dan wanita berbanding 2 : 1,
hingga 3:1. Spondilitis ankilosis pada wanita seringkali timbul lebih ringan gejalanya.
a. Faktor Resiko
Penyakit ini sering dimulai pada usia antara 20-40 tahun, tapi dapat pula dimulai
sebelum usia 10 tahun.Pada umumnya pria lebih banyak menderita daripada wanita
dengan perbandingan

laki-laki : wanita kurang lebih 5 : 1, bahkan ada yang

menyebutkan 2-10:1. Faktor-faktor risiko ini meliputi riwayat keluarga dengan


spondilitis ankilosis dan jenis kelamin laki-laki.

b. Insidens
Ankilosis spondilitis dianggap sebagai penyakit rematik yang relatif jarang terjadi.

V.

Sering terjadi pada laki-laki muda.


Umur 15-25 tahun.
Dapat terjadi dengan riwayat anggota keluarga dengan ankilosis spondilitis.
Patofisiologi dan Pathway
Patologi utama dari Spondilitis ankilosis adalah proses peradangan kronis, termasuk

CD4, CD8, limfosit T dan makrofag. Sitokin, terutama tumor necrosis factor-alpha (TNFalpha) dan Transforming Group Factor- Betha, juga penting dalam proses inflamasi dengan
menyebabkan fibrosis dan pengerasan ditempat terjadinya peradangan. Berbeda dengan
rheumatoid yang menyerang membran sinovial, ankilosis spondilitis menyerang bagian dari
insersi tendon, fascia dan jaringan fibrosa kapsul sendi dan dinamakan entheses.Proses

patologis adalah salah satu proses fibrosis progresif dan pengerasanndalam jaringan lunak
periaticular. Yang dinamakan proses enthesopathy. Penyakit ini secara perlahan menyebar
sepanjang tulang belakang yang mempengaruhi capsul posterior facet join. Lumbal vertebra
mungkin dapat terkena pada stadium dini. Tulang vertebra juga dapat menjadi rigid atau
kaku. Elemen sistemik yang terlibat meliputi mata, paru, jantung dan kelenjar prostat.

IV.

Pathway Spondilitis Ankilosis

VI.

Gejala Klinis

Gejala awal adalah LBP atau gatal, sakit dan bengkak pada panggul, lutut atau bahu,
sedikit panas dan kurang nafsu makan, sakit pinggang kadang-kadang tidak terasa dan
hilang timbul.Gejala klinis biasanya timbul perlahan-lahan dimulai dengan rasa lelah dan
nyeri intermiten pada tulang belakang, bawah dan panggul, kekakuan di pagi hari yang dapat
hilang dengan sedikit olahraga. Gejalanya dapat sedemikian ringan dan tidak progresif
sehingga banyak penderita penyakit ini yang tidak terdiagnosis. Selain itu gejala spondilitis
ankilosis bisa dikacaukan dengan gangguan mekanik pada tulang belakang. Gejala-gejala
ekstra spinal meliputi :
1. Pleuritik seperti chest pain
2. Tendonitis achiles atau radang sendi tumit
3. Arthropathy perifer (khususnya panggul)
4. Gejala non spesitif :

BB menurun

Malaise

Lemah

Mood berubah

5. Perubahan tulang yang spesifik disebut poker back ( deformitas atau kifosis pada
sendi dorsal)
Peradangan ringan sampai menengah biasanya bergantian dengan periode tanpa
gejala. Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri punggung, yang intensitasnya
bervariasi dari satu episode ke episode lainnya dan bervariasi pada setiap penderita. Nyeri
sering memburuk di malam hari. Kekakuan di pagi hari yang akan hilang jika penderita
melakukan aktivitas,juga sering ditemukan. Nyeri punggung dan kejang otot-ototnya
seringkali bisa berkurang jika penderita membungkukkan badannya ke depan. Karena itu
penderita sering mengambil posisi membungkuk, yang bisa menyebabkan bungkuk menetap
bila tidak diobati.

Pasien dengan ankilosis spondilitis


mempengaruhi
tulang

tulang

belakang

leher

punggung,
dan

dada

atas.Tulang punggung pasien telah


menyatu dalam posisi tertekuk.

Pada penderita lainnya, tulang belakang dengan jelas tampak lurus dan kaku. Nyeri
punggung bisa disertai dengan hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, kelemahan
dan anemia.
Jika sendi yang menghubungkan tulang iga dan tulang belakang meradang, rasa nyeri
akan membatasi kemampuan dada untuk mengembang dan untuk menarik nafas dalam.
Kadang-kadang nyeri dimulai di sendi yang besar, seperti panggul, lutut dan bahu.
Sepertiga

penderita

mengalami

serangan

berulang

(iritisakut),yang biasanya tidak mengganggu penglihatan.

dari

peradangan

mata

Pada penderita lainnya,

peradangan bisa menyerang katup jantung. Jika kerusakan tulang belakang menekan saraf
atau urat saraf tulang belakang, bisa timbul mati rasa, kelemahan atau nyeri di daerah yang
dipersyarafinya. Sindroma kauda equina (Sindroma Ekor Kuda)merupakan komplikasi yang
jarang , berupa gejala yang timbul jika kolumna tulang belakang yang meradang , menekan
sejumlah saraf yang berjalan dibawah ujung urat saraf tulang belakang. Gejalanya berupa
impotensi, inkontinensia uri di malamhari, sensasi yang berkurang pada kandung kemih dan
rektum dan hilangnya refleks mata kaki.

VII.

Manifestasi Klinis
Gejala klinik spondilitis ankilosis (SA) dapat dibagi dala manifestasi skeletal dan

eksraskeletal. Manifestasi skeletal berupa artritis sendi panggul dan bahu, artritis perifer,

entensopati osterporosis, dan fraktur vertebra. Manifestasi ekstraskeletal berupa iritis akut,
fibrosis paru, dan amiloidosis.
Gejala utama SA adalah sakroilitis. Perlangsungannya secra gradual dengan nyeri
hilang timbul pada pinggang bawah dan menyebar ke bawah pada daerah paha. Keluhan
kontitusional biasanya terjadi pada awal penyakit.
a. Manifestasi pada Tulang.
Keluhan yang umum dan karakteristik awal penyakit ialah nyeri pinggang dan sering
menjalar ke paha. Nyeri biasanya menetap lebih dari 3 bulan, disertai dengan kaku pinggang
pada pagi hari, dan membaik dengan aktivitas fisik atau bila dikompres air panas. Nyeri
pinggang biasanya tumpul dan sukar ditentukan lokasinya, dapat unilateral atau bilateral.
Nyeri bilateral biasanya menetap, beberapa bulan kemudian daerah pinggang bawah menjadi
kaku dan nyeri. Nyeri ini lebih terasa seperti nyeri bokong dan bertambah hebat bila batuk,
bersin, atau pinggang mendadak terpuntir. Inaktivitas lama akan menambah gejala nyeri dan
kaku. Keluhan nyeri dan kaku pinggang merupakan keluhan dari 75% kasus di klinik. Nyeri
tulang juksta-artikular dapat menjadi keluhan utama, misalnya entesis yang dapat
menyebabkan nyeri di sambungan kostosternal, prosesus spinosus, krista iliaka, trokanter
mayor, tuberositas tibia atau tumit. Keluhan lain dapat berasal dari sendi kostovertebra dan
manubriosternal yang menyebabkan keluhan nyeri dada, sering disalahdiagnosiskan sebagai
angina.
b. Manifestasi di Luar Tulang
Manifestasi di luar tulang terjadi pada mata, jantung, paru, dan sindroma kauda
ekuina. Manifestasi di luar tulang yang paling sering adalah uveitis anterior akut, biasanya
unilateral, dan ditemukan 25--30% pada penderita SA dengan gejala nyeri, lakrimasi,
fotofobia, dan penglihatan kabur. Manifestasi pada jantung dapat berupa aorta insufisiensi,
dilatasi pangkal aorta, jantung membesar, dan gangguan konduksi. Pada paru dapat terjadi
fibrosis, umumnya setelah 20 tahun menderita SA, dengan lokasi pada bagian atas, biasanya
bilateral, dan tampak bercak-bercak linier pada pemeriksaan radiologis, menyerupai
tuberculosis.

VIII.

Komplikasi
Komplikasi utama adalah peradangan mata, yang terjadi pada sekitar 25% orang yang

menderita spondilitis ankilosis. Membrane-membran di bagian depan mata menjadi merah dan terasa
nyeri. Keadaan ini berlangsung beberapa hari kalau di terapi dengan tepat dan jarang merusakan
mata, tetapi sangat lah penting untuk mendapatkan perhatian medis yang tepat kalu hal ini terjadi.
Selain kemungkinan sendi-sendi di luar tulang belakang ikut terserang, komplikasi lain
jarang terjadi. Spondilitis ankilosis kadang kala mengenai katup aorta di jantung atau menyebabkan
pemarutan di bagian atas paru-paru. Kalau penyakit spinalnya sangat buruk sehingga membengkok
berat mungkin ada komplikasi tambahan antara lain fraktur-fraktur kecil dan tekanan pada sarafsaraf, tetapi hal ini sangat jarang terjadi.

IX.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pola gejala-gejalanya dan foto rontgen dari tulang

belakang dan sendi yang terkena, dimana bisa dilihat adanya erosi pada persendian antara
tulang belakang dan tulang panggul (sendi sakroiliaka) dan pembentukan jembatan antara
tulang belakang, yang menyebabkan kekakuan pada tulang belakang. Laju endap darah
cenderung meningkat. Pada 90% penderita ditemukan gen spesifik HLA-B27.
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menyeluruh mengungkapkan banyak tentang kesehatan dan
keadaan umum pasien. Pemeriksaan termasuk ulasan terhadap riwayat medis dan keluarga
pasien. Palpasi untuk menentgukan kelainan tulang belakang, daerah dengan nyeri.
Pada pemeriksaan fisik spondilitis ankilosis dapat ditemukan :
a. Sikap/postur tubuh
Selama perjalanan penyakitnya, sikap tubuh yang normal akan hilang. Lordosis
lumbal yang menghilang umumnya merupakan tanda awal. Apabila vertebra cervical
terserang, maka pergerakan leher akan terbatas serta menimbulkan rasa nyeri. Leher
penderita mengalami pergeseran ke depan dan hal ini dapat dibuktikan dengan cara :
penderita diminta berdiri tegak, apabila terjadi pergeseran maka occiput tidak dapat
menempel pada dinding.

b. Mobilitas tulang belakang


Pertama kali yang diperiksa adalah apakah ada keterbatasan gerak. Biasanya
ditemukan adanya keterbatasan gerak pada tulang vertebra lumbal, yang dapat dilihat dengan
cara melakukan gerakan fleksi badan ke depan, ke samping dan ekstensi. Tes Schober atau
modifikasinya, berguna untuk mendeteksi keterbatasan gerak fleksi badan ke depan. Caranya
: penderita diminta untuk berdiri tegak, pada prosesus spinosus lumbal V diberi tanda (titik),
kemudian 10 cm lurus di atasnya diberi tanda ke dua. Kemudian penderita diminta
melakukan gerakan membungkuk (lutut tidak boleh dibengkokkan). Pada orang normal jarak
kedua titik tersebut akan bertambah jauh; bila jarak kedua titik tersebut tidak mencapai 15
cm, hal ini menandakan bahwa mobilitas tulang vertebra lumbal telah menurun (pergerakan
vertebra lumbal mulai terbatas). Di samping itu fleksi lateral juga akan menurun dan gerak
putar pada tulang belakang akan menimbulkan rasa sakit.
c. Ekspansi dada
Penurunan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang, sering dijumpai pada
kasus ankylosing spondylitis stadium dini dan jangan dianggap sebagai stadium lanjut. Pada
pengukuran ini perlu dilihat bahwa nilai normalnya sangat bervariasi dan tergantung pada
umur dan jenis kelamin. Sebagai pedoman yang dipakai adalah : ekspansi dada kurang dari 5
cm pada penderita muda disertai dengan nyeri pinggang yang dimulai secara perlahan-lahan,
harus dicurigai mengarah ke adanya ankylosing spondylitis. Pengukuran ekspansi dada ini
diukur dari inspirasi maksimal sesudah melakukan ekspirasi maksimal.
d.Enthesitis
Adanya enthesitis dapat dilihat dengan cara menekan pada tempat-tempat tertentu
antara lain : ischial tuberositas, troc-hanter mayor, processus spinosus, costochondral dan
manu-briosternal junctions serta pada iliac fasciitis plantaris juga merupakan manifestasi dari
enthesitis.
e. Sacroilitis

Pada sacroiliitis penekanan sendi ini akan memberikan rasa sakit, akan tetapi hal ini
tidak spesifik karena pada awal penyakit atau pada stadium lanjut sering kali tanda-tanda ini
tidak ditemukan. Pada stadium lanjut tidak ditemukan nyeri tekan pada sendi sacroiliaca oleh
karena telah terjadi fibrosis atau, bony Ankylosis
2. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dengan memeriksa gejala-gejala pasien termasuk nyeri,
kebas, paresthesias , sensasi, motoris, spasme otot, kelemahan, gangguan perut, dan kandung
kemih.Pemeriksaan range of motion, mengukur tingkatan samoai sejauh mana pasien dapat
melakukan gerak fleksi, ekstensi, miring ke lateral, dan rotasi tulang belakang.
3. Pencitraan
Radiografi (x-rays) dapat memperlihatkan berkurangnya diskus vertebralis dan
osteofit. Namun tidak sejelas CT-scan atau MRI. CT-scan dapat digunakan untuk
mengungkap adanya perubahan tulang yang berhubungan dengan spondilitis .MRI mampu
memperlihatkan kelainan diskus, ligament, dan nervus. Pemeriksaan radiologi Perubahan
yang karakteristik terlihat pada sendi aksial, terutama pada sendi sakroiliaka. Pada bulanbulan pertama perubahan hanya dapat dideteksi dengan tomografi komputer. Perubahan yang
terjadi bersifat bilateral dan simetris, dimulai dengan kaburnya gambaran tulang subkondral
diikuti erosi. Selanjutnya terjadi penyempitan celah sendi akibat adanya jembatan interoseus
dan osifikasi. Beberapa tahun kemudian terjadi ankilosis komplit. Pemeriksaan
anteroposterior sederhana sudah cukup untuk mandeteksi sakroilitis yang merupakan awal
perubahan. Terlihat pengapuran ligamen-ligamen spina anterior dan posterior disertai
demineralisasi korpus vertebra membentuk gambaran bamboo spine.

Gambar Ankilosis spondilitis pada bahu

Gambar anilosis spondilitis tulang vertebrae

Bilateral sakroilitis. Aksial CT


scan menunjukkan erosi dan iliaka sclerosis sisisubchondral sendi-sendi sacroiliac

Ektasia dural. Aksial postmyelographis CT


scan menunjukan dural menonjol ektasia dengan scalloping dari vertebrae yang
berdekatan.

A. Pseudoarthrosis. Sagital T1-tertimbang MRI menunjukkan lesi T11-T12 diskovertebral


menonjol (panah) dengan keterlibatan elemen posterior (kepala panah).
B. Pseudoarthrosis (pasien yang sama seperti pada gambar sebelumnya).

Kuantitatif skintigrafi

4. Kriteria Diagnosis
Untuk memudahkan menegakkan diagnosis telah dibuat kriteria-kriteria tertentu,
umumnya berdasarkan atas gejala klinis dan pemeriksaan radiologis, seperti : Roma, 1961
a. Kriteria Klinik
1. Nyeri pinggang dan kekakuan > 3 bulan , yang tidak reda dengan istirahat .
2. Nyeri dan kekakuan pada regio thorax.
3. Gerak terbatas pada vertebra lumbalis
4. Expansi dada terbatas
5. Riwayat atau adanya bukti dari iritasi atau akibatnya.
b. Kriteria Radiologik
Tampak adanya perubahan sacroiliac bilateral merupakan ciri SA (ini harus
disingkirkan OA bilateral dan sendi sacroiliac) : New York 1966
a. Kriteria Klinik
1. Terbatasnya gerak dari vertebra lumbalis, dalam semua tiga bidang flexi, anterior,
flexi lateral dan extensi.
2. Nyeri pada sendi dorsolumbj atau pada vertebra lumbalis.

3. Terbatasnya expansi dada = 2,5 cm, diukur pada ketinggian spatium intercostale ke 4
Kualitas (grading) radiologik: Normal = 0; suggestive = 1; minimal saroilitis = 2;
moderat sacroilitis= 3; Ankilosis = 4.
Diagnosis definitif ditegakkan berdasarkan:
1. Gambaran radiografi sakmilitis bilateral derajat 3-4 ditambah 1 atau lebih kriteria
diatas atau
2. Gambaran radiografi sakroilitis unilateral derajat 3-4 atau sakroilitis bilateral derajta
2 ditambah kriteria 1 atau kriteria 2+3.
Diagnosis kemungkinan SA (probable)ditegakkan berdasarkan : Gambaran radiografi
sacroilitis derajat 3-4, tanpa disertai kriteria tersebut diatas .

X.

Penatalaksanaan Medik
Pengobatan dengan Anti Inflamasi Non-Steroid ( AINS) untuk mengurangi nyeri

,mengurangi inflamasi, dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Indometasin 75-150 mg


perhari memegang rekor terbaik. Apabila pasien tidak mampu mentoerir efek samping
seperti gangguan lambung atau gangguan SSP berupa sakit kepala dan pusing maka AINS
yang lain dapat dicoba. Pasien yang tidak responsif dengan indometasin atau AINS yang
baru lainnya dapat dicoba dengan fenibutazon 100-300 mg perhari . Tingginya insiden
agranulositosis atau anemia aplastik akibat efek samping obat ini dibandingkan dengan
AINS yang lain perlu disampingkan pada pasien dengan jumlah eritrosit dari leukosit harus
selalu dimonitor.
Preparat emas dan penisilamin telah digunakan pada pasien dengan poliartritis
perifer. Publikasi studi klinik terakhir dari Sulfasalzin 2-3 gram perhari. Baik nyeri maupun
kelainan spinal. Bila keluhan sangat mengganggu dalam kegiatan sehari-hari dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan artroplasti atau koreksi deformitas spinal. Tindakan ini
sangat berguna untuk mengurangi keluhan akibat deformitas tersebut.
Pengobatan lain dapat digunakan

Biologic Response Modifiers (Remicade =

Infliximab; Enbrel= Etanercept; Kineret = Anakinra; Humira= Adalimumab; Mabtera =


Rituximab). AS yang tidak responsif dengan AINS dapat digunakan protokol Step-down
Bridge menggunakan kombinasi 6 imunosupresan intravena dan oral (SBP-6-IMNs). AS
yang refrakter terhadap AINS adalah AS yang laju endap darah (LED), C-Reactive Protein
(CRP) dan Skor BASDAI-nya tidak membaik atau memburuk secara bermakna meskipun
telah diterapi dengan paling sedikit 2 AINS yang berbeda dalam kurun waktu sedikitnya 2
bulan. Pada AS dengan LED, CRP, dan BASDAI skor tinggi (> 4), inflamasi autoimun harus
ditekan seluruhnya sesegera mungkin.
Metode terapi standar protokol Step-down Bridge menggunakan kombinasi 6
imunosupresan intravena dan oral harian intravena 5 kali per minggu yang terdiri dari :

Sikolofofamid + Metilprednisolon + 5 Fluro Urasil harian + Metrotrksat mingguan +


Tanpa kortikosteroid oral (metilprednisolon atau prednisol).
Jumlah maksimum sesi intra vena harian adalah 5 kali per minggu untuk mencegah

dosis kumulatif mingguan yang tinggi dan efek samping. Pada AS refrakter siklofosfamid

adalah suatu analog yang menggantikan siklofosfamid. Pada kasus-kasus resisten, pasien
tidak lagi imuno-naif terhadap Siklofosfamid + Metilprednison + Metrotreksat mingguan.
Walau demikian pasien-pasien ini masih imuno-naif terhadap kombinasi baru Ifosfamide + 5
flourourasil intravena. Ini dapat kembali menimbulkan remisi pada AS yang refrakter
terhadap Siklofosfamid + Metilprednison + Metrotreksat mingguan.

Dosis Intravena
1. Siklofosfamid 25-100 mg per sesi +
2. Metilprednison 0-125 mg per sesi +
3. Metrotreksat 5-15 mg per sesi sekali seminggu +
4. 5 Flurourasil 25 100 mg persesi +
Dosis minimum perlu digunakan pada pasien yang sensitif atau pada mereka dengan
berat badan yang sangat rendah ( < 35 Kg). Pasien yang sensitif mungkin menderita efek
samping dengan dosis 100 mg siklofosfamid dan 5 flurourasil, 15 mg metrotreksat, dan 125
mg metilprednison, tapi tidak pada dosis 75, 50 atau 25 mg siklofosfamid, 5 flurourasil atau
dosis 5 mg metrotreksat. Dan kombinasi CyC+ S FU + MPS + MTX mingguan (SBP-6IMNs) memberikan : efikasi yang lebih cepat, mengurangi jumlah total frekuensi sesi
intravena : mengurangi ketergantungan pada kortikosteroid yang masih diminum pasien saat
datang.
Penurunan kadar terapi IV secara bertahap (Tapering Off)
Jika LED turun menjadi < 40,< 30 dan < 25 mm/ 1 jam (pria <30,<20, dan < 15 mm/
1jam), sesi IV diturunkan masing-masing menjadi 3,2 dan 1 kali per minggu. Setelah CRP <
3 mg %. BASDAI < 1 dan LED < 25 (wanita) atau < 15 mm ([pria). Nr-As dikatakan telah
mencapai Dic. Kemudian sesi IV diturunkan menjadi 1 kali tiap dua minggu, 1 kali tiap 4

minggu, 1 kali tiap 8 minggu dan dihentikan. Pada beberapa pasien dengan AS yang telah
lama diderita , dosis final pada minggu ke -12 mungkin dibutuhkan.
1) Penatalaksanaan Non-Medik
a. Fisioterapi
Tujuan utama fisioterapi pada SA adalah untuk memperbaiki mobilitas dan
kekuatan serta mencegah atau menurunkan terjadinya abnormalitas kurva tulang
belakang . Fisioterapi mempunyai peranan terhadap manajemen SA ,namun tidak
dapat menggantikan pengobatan medikamentosa. Pengobatan dan fisioterapi adalah
bersifat koplementer satu sama lain.
Prinsip pengobatan utama pada SA adalah dengan menghilangkan nyeri, mengurangi
inflamasi, latihan fisik untuk memperbaiki kekuatan otot, dan memelihara postur tubuh.
Penderita dianjurkan tidur terlentang menggunakan kasur yang agak keras dengan sebuah
bantal tipis. Menggunakan bantal yang tebal atau beberapa bantal sebaiknya dihindari. Pada
pagi hari mandi air hangat, diikuti latihan fisik untuk penguatan otot-otot belakang (sesuai
dengan petunjuk dokter fisioterapi). Hal ini sebaiknya dilakukan dirumah secara teratur.
Tidur tengkurap salama beberapa menit dilakukan , dilakukan beberapa kali dalam sehari
merupakan tindakan yang bermanfaat dalam menjaga pergerakan ekstensi spinal.
Latihan fisik penting dilakukan karena penyakit ini cenderung terjadi kelainan
berupa fleksi spinal, yang progresif. Oleh karena itu, otot-otot ekstensor spinal harus
diperkuat. Manuver lain yang perlu dilakukan adalah bernafas dalam dan gerakkan fleksi
lumbal yang isometrik. Posisi postur tubuh harus diperhatikan setiap saat. Kursi dengan
sandaran yang keras dianjurkan, tetapi diutamakan lebih banyak berjalan dari pada duduk.
Berenang merupakan latihan yang terbaik selama otot-otot masih boleh menahan
dalam keadaan ekstensi. Fusi spinal merupakan komplikasi dari spondilitis. Karena itu,
postur harus dipertahankan dan menghindari terjadinya kontraktur dalam posisi fleksi dari
bahu dan lutut. Penderita dianjurkan setiap tegak, seolah-olah tumit, bokong pundak , bahu,
dan belakang kepala selalu bersandar pada dinding.

Pembedahan Pembedahan mungkin dibutuhkan dalam beberapa kasus SA.


Mekanisme yang menyebabkan terjadinya osifikasi ligamen dan sendi sehingga terjadi fusi
pada columna vertebrae belum dijelaskan secara rinci. Sebagai dampak dari fusi columna
vertebrae ini terjadi keterbatasan dalam gerakan dan elatisitas. Menurunnya fleksibilitas
dapat berakibat akan terjadinya berbagai kelainan pada tulang belakang seperti fraktur dan
dislokasi, atlanto-axial dan atlanto-occipital subluxiation, deformitas tulang belakang,
stenosis tulang belakang dan kelainan pinggul. Ketika komplikasi ini terjadi. Tindakan
pembedahan mengkin dapat dibutuhkan.

Pengobatan Tujuan perawatan untuk ankilosis spondilitis hampir sama dengan rheumatoid
arthritis:
1. Pertimbangan psikologis
Perlu diinformasikan bahwa kurang dari sepertiga orang dewasa akan
berkembang ankilosis spondilitis ( gambaran ankilosis spondilitis ). Mereka juga
membutuhkan dukungan psikologis dalam menerima pentingnya perkembangan
bentuk tubuh yang lebih baik dan harus melakukan exercise setiap hari.
2. Terapi obat-obatan.
Meskipun salisilat adalah obat paling aman dari golongan anti inflamasi nonsteroid (AINS), tetapi biasanya tidak begitu efektif pada ankilosis spondilitis. Dari
banyak NSAID yang tersedia, indometasin lebih tepat. Meskipun demikian pada
masa yang akan datang dapat digantikan oleh obat yang lebih baru. Pada pasien
dimana indometasin tidak dapat ditolelir dengan baik, phenylbutazone dapat
digunakan. [Perlu diwaspadai karena toksisitas jangka panjang menyebabkan depresi
sumsung tilang dan ulkus peptikum. Kortikosteroid efektif pada penyakit ini.
3. Terapi radiasi

Terapi radiasi dapat mengurangi rasa sakit. Teraoi radiasi tidak lagi
direkomendasikan, serjak terbukti berpotensial menginduksi anemia aplastik atau
leukemia
4. Peralatan Ortopedi
Contohnya : spinal braces untuk mencegah fleksi deformitaspada tulang
belakang..

5. Terapi fisik
Terapi fisik penting untuk melatih mengurangi rasa nyeri. Terapi ini dilakukan
selama hidupnya , berenang dapat bermanfaat sebagai terapi fisik.
6. Operasi bedah ortopedi
Tujuan utama terapi bedah adalah untuk mencegah deformitas tukang
belakang yang lebih berat

XI.

Prognosis
Prognosis dari SA sangat bervariasi dan susah diprediksi. Secara umum, penderita

lebih cenderung dengan pergerakkan yang normal daripada timbulnya restriksi berat.
Keterlibatan ekstraspinal yang progresif merupakan determinan penting dalam menentukan
prognosis. Beberapa survei epidemiologis menunjukkan bahwa apabila penyakitnya ringan,
berkurangnya pergerakan spinal yang ringan, dan berlangsung dalam 10 tahun pertama maka
perkembangan penyakitnya tidak akan memberat. Keterlibatan sendi-sendi perifer yang berat
menunjukkan prognosis buruk. Sebagian besar penderita dengan SA memperlihatkan
keluhan serta perlangsungan yang ringan dan dapat dikontrol sehingga dapat menjalankan
tugas dan kehidupan sosial dengan baik.
Secara umum, wanita lebih ringan dan jarang progresif serta lebih banyak
memperlihatkan keterlibatan sendi-sendi perifer. Sebaliknya, bamboo spine lebih sering
terlihat pada pria. Terdapat dua gambaran yang secara langsung berpengaruh terhadap
morbiditas, mortalitas, dan prognosis. Keduanya dianggap sebagai akibat dari trauma, baik
yang tidak disadari maupun trauma berat. Awalnya, terjadi lesi destruksi pada salah satu

diskovertebra, biasa terjadi pada segmen spinal yang bisa dilokalisir, dan ditandai dengan
nyeri akut atau berkurangnya tinggi badan yang mendadak. Skintigrafi dan tomografi tulang
memperlihatkan kelainan, baik elemen anterior maupun posterior. Imobilisasi yang tepat dan
diperpanjang dapat memberikan penyembuhan pada sebagian besar kasus. Komplikasi kedua
yang menyusul trauma berat maupun yang ringan berupa fraktur yang dapat menyebabkan
koropresi komplit atau inkomplit.

BAB III
RENCANA KEPERAWATAN

1.

PENGKAJIAN
a. Data Biograf

Pria > wanita (9:1 / 8:1 / 2:10 kali)


Antara 20-40 tahun pada kelompok usia dewasa.
Jarang terjadi pada usia lebih 50 tahun.
Suku Indian Pima.
0,2 % orang-orang Eropa menderita Ankilosing dan pada orang
Jepang dan Negro insidennya lebih rendah.
b. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu


Memiliki riwayat nyeri yang persisten dengan awitan yang perlahan dan
tidak progresif.
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Keluhan utama

Nyeri pada tulang belakang bawah dan panggul


Merasa kaku pada daerah punggung, bokong, paha bagian atas.
Merasa lelah
Nyeri tekan pada tepi pelvis, sternum, tumit, tuberositas tumit.
Berkurangnya kemampuan gerak simetris dan tidak bisa mengangkat

kaki dalam posisi lurus.


Kontraktur fleksi panggul.
Perubahan postur tubuh : kifosis, lordosis, lumbal.
Keluhan sukar bernafas dan ekspansi dada terbatas.

1. Data subyektif
Banyak orang dengan ankilosis spondilitis belum terdiagnosa, pasien
mengeluh sakit pinggang sebelah bawah, kaku , gangguan perubahan sarcoiliaca
bilateral yang berlangsung beberapa kai serangan dan kemudian menghilang. Lama
kelamaan gejala menetap dan mulai ada gejala ankilose dari sendi, terutama dari
spinal. Pasien harus ditanya mengenai perubahan bentuk tubuh dan berkurangnya
tinggi badan.
2. Data obyektif
a. Observasi gejala rasa nyeri atau bertahan pada sikap tegak.
b. Periksa postur pasien : pasien agak membungkuk ke depan pada daerah
pinggang sering untuk mengimbangi agar dapat berdiri tegak dengan fleksi
panggul dan lutut.
c. Palpasi, apakah ada kelemahan pada spinal dan daerah sarcoilliaka.
d. Catat adaya rasa nyeri bila bergerak dan keterbatasan berputar dan
membungkuk tubuh bagian atas.
c. Data Laboratorium
Biasanya rematoid faktor negatif.
Peningkatan LED pada stadium aktif penyakit.
HLA-B-27 positif pada 90 % penderita.
d. Data psikologis
Menarik diri, harga diri rendah, malu.
e. Data sosial
Perubahan peran di keluarga / masyarakat. Tidak mampu menjalankan
tugas
sesuai kemampuannya.
f. Data spiritual
Kesulitan dalam melakukan ibadah (sholat, sembahyang dan kebaktian)

II.

Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data diatas , diagnosis keperawatn yang mungkin
timbul pada pasien spondilitis ankilosis adalah :
a. Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan muskuloskletal dan nyeri.
b. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d inflamasi sendi dan otot
c. Kurang pengetahuan tentang perawatan dirumah yang b/d terbatasnya informasi
kesehatan
d. Gangguan citra tubuh yang b/d perubahan struktur tubuh

III.

Intervensi dan Implementasi Keperawatan

N No Diagnosis Keperawatan Tujuan Keperawatan


11
Gangguan rasa nyaman
Nyeri teratasi
atau nyeri

KH:

Intervensi Keperawatan
1. Kaji intensitas, letak, dan tipe
nyeri.

Gunakan

skala

Klien peningkatan nyeri.


2.Pertahankan pasien dalam
melaporkan
posisi nyaman , kaki tersangga
penurunan
dan sejajar.
nyeri.
3. Tinggikan area yang sakit
-Klien
untuk mengurangi edema dan
menunjukan
tingkah
yang

meningkatkan aliran darah balik

laku vena.
4. 4. Beri analgesik, antipirai,
lebih

rileks.

danantiinflamasi

sesuai

Observasi
efek
-Klien mampu program.
mendemontras samping obat.
5. Perbanyak asupan cairan
ikan
sampai 2500 ml/hari
keterampilan
6. Pantau kadar asam urat
7. Jika terjadi serangan nyeri
pengalihan
menyetuh
atau
nyeri dengan hindari
peningkatan

menggerakkan sendi.
8. Beri kompres dingin

keberhasilan.
2 Hambatan mobilitas fisik Mobilitas fisik
yang berhubungan

dipertahankan

dengan nyeri

KH:

oersendian dan
imobilitas

-Klien dapat
berpartisipasi
dalam program
latihan.
-Klien
mempertahank

9. Hindari menggunakan sepatu


sempit.
1.
ingkatkan

T
aktivitas

pasien

jika nyeri telah berkurang


2.
A
mbulasi

dengan

bantuan.

Gunakan walker atau tongkat


3.
L
akukan latihan rentang gerak
sendi (ROM) dengan hati-

an koordinasi

hati pada sendi yang sakit


4.
T

dan mobilitas

ingkatkan kembali keaktivitas

fsik sesuai

normal

dengan tingkat
optimal.
-Klien dapat
melakukan ADL
secara mandiri.
-Kontraktur (-)
-Kekuatan otot 5
- Klien tampak
tidak lemah.

3.

Kurang pengetahuan

Pengetahuan pasien

1.Beri

penjelasan

tentang

meningkat

penyakitnya
2. Beri jadwal pengobatan,
nama obat, dosis, dan efek
samping.
3. Laporkan segera jika terjadi
efek samping obat.
4. Jelaskan tentang

diet.

Hindari

yang

makanan

mengandung tinggi purin dan


alkohol
5.
Jelaskan

pentingnya

masukan cairan yang cukup


(2500ml/hari)
6. Anjurkan melakukan kontrol
4 Gangguan citra tubuh

ulang ke dokter
Citra tubuh meningkat 1.Anjurkan
pasien

untuk

KH:

mengungkapkan

- Klien

dan masalah yang ada


2. Kembangkan komunikasi

mengungkapkan
perasaan verbal

perasaannya

dan bina hubungan terapeutik

dan

antara pasien dan perawat


3. Beri aktivitas rekresi dan

menggunakan

permainan

keterampilan
kopinh yang

perubahan citra tubuh


4. Bersama pasien mencari

adaptif dalam

alternatif koping yang positif

guna

mengatasi

mengatasi
perubahan body
image.
-

Klien
berpartisipasi
dalam regimen
perawatan

Dan mencari
bantuan
dengan tepat.
-

Klien
melakukan
ADL

pada

tingkat

yang

optimal.

IV.

Evaluasi Keperawatan
Setelah melakukan intervensi keperawatan diharapkan klien memperoleh :
1. Peningkatan mobilitas fisik
a. Berpartisipasi dalam program latihan dan aktivitas perawatan diri.
b. Mencari bantuan sesuai kebutuhan
c. Mempertahankan koordinasi dan mobilitas secara optimal
2. Mengalami peredaan nyeri
a. Melaporkan penurunan nyeri
b. Tidak mengalami nyeri tekan ditempat terjadinya infeksi
c. Menunjukan perilaku yang lebih rileks
d. Memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan
keberhasilan
3. Peningkatan konsep diri
a. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya dan menggunakan keterampilan
koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra tubuh.

b. Berpartisipasi aktif dalam program pengobatan dan mencari bantuan dengan


tepat.
c. Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari pada tingkat yang optimal.
4. Peningkatan Pengetahuan
a. Pasien dapat mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana
pengobatan, dan tanda kemajuan penyakit.
b. Memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset
c. Berpartisipasi aktif dalam mengikuti jadwal pengobatan
d. Melaksanakan program latihan yang tealah ditetapkan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Spondilitis Ankilosis merupakan penyakitinflamasi yang terjadi pada sendi aksial di
vertebra, biasanya menyerang sendisarko iliaka, panggul, dan sendi-sendi synovial.
Hinggasaat ini belum diketahui secara pasti apa penyebab penyakit ini, namun
diperkirakanpenyakit ini terjadi secara keturunan, anggota keluarga dengan antigen HLAb27 positif, memiliki kecenderunganmewariskan penyakit ini dari pada mereka dengan
HLA-B27 negatif. Penyakit ini ditandai dengan banyakgejala yang bervariatif mulai dari
yangringan hingga dengan gejala berat, gejala awal penyakit ini adalah nyeri pada bagian
dalam glutea/bokongyang menjalar hingga punggung dan sarkoiliaka, nyeri yang sangat
hebatpunterkadang dirasakan pada beberapa pasienmereka mengeluhkan bahwa nyeri juga
dialami pada pagi hari setelah banguntidur, biasanya rasa nyeri akan terus dirasakan selama
3 bulan awal terpajandengan penyakit ini, namun rasa kaku tersebut dapat hilang dengan
sendirinyasetelah penderita melakukan beberapa gerakan ringan, malah rasa kaku
tidaksembuh bila penderita tidak beraktifitas. Gejala lainnya yang menyertai penyakit inijuga
seperti anoreksia.
Pemeriksaan penunjang yang bisadilakukan pada pasien yang duduga mengalami
spindilitis ankilosis adalah denganmelakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan
apakah dalam antigenHLA-B27 dalam tubuhnya positif, hal lainyang bisa dilakukan juga
dengan pemeriksaan radiologi guna melihat apakahterjadi perubahan pada sendi aksial,
terutama pada sendi sarkoiliaka. Jikasetelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut ternyata
pasien tersebut benarmengalami spondilitis ankilosis, maka penata laksanaan medis seperti
pemberianobat-obatan ( analgetic antipiretic ) sangat diperlukan, mengingat rasa nyeriyang
ditimbulkan oleh penyakit ini sangat hebat, selain itu kita juga perlumemberikan beberapa
latihan, karena hingga saat ini belum ada penyembuhan yangpasti terhadap penyakit ini.
B.

Saran
Mengingat Spondilitis ankilosis dapat mengenai tulang belakang dan sendi-sendi

anggota badan yang bisa disebabkan selaian dari faktor genetik juga faktor lingkungan,

untuk itu kita harus menjaga pola hidup kita, supaya terhindar dari penyakit Spondilitis
Ankilosis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley A Graham, Solomon Louis. Apleys System of Orthopaedics and Fractures. 6th
ed. London: English Book Society/ Buttetworths, 41-43
2. Hanson JA, Mirza S. Predisposition for spinal fracture in ankylosing spondylitis. AJR
Am J Roentgenol. Jan 2000;174(1):150
3. Dieppe, A Paul.1995.Penyakit Radang Sendi.Jakarta:ARCAN
4. Robert Bruce Salter, Text Book Of Disorders And Injuries Of The
Musculoskeletal System, 1983. p 201
5. Sjamsjulhidayat R., Jongg W.D., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC, Jakarta, 2004,
Hlm 913
6. Sunarto. Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondiloartropati Seronegatif, dalam Hirlan,
M Husein Gasse, Lestariningsih(eds) Pertemuan Ilmiah Tahunan VII Perhimpunan
Dokter Ahli Penyakit Dalam Cabang Semarang. Balai Penerbit Universitas
Diponegoro>2004: 144-7
7. Wilfred CG Peh, MD, MBBS, FRCP. Imaging in Ankylosing Spondylitis.
8. Lawrence

Brent,

MD.

Ankylosing

Spondylitis

and

Undifferentiated

Spondyloarthropathy http://emedicine.medscape.com/article/332945-overview
9. http://emedicine.medscape.com/article/386639-overview#showall.
10. http://www.medicinenet.com/ankylosing_spondylitis/article.htm
11. http://www.kesimpulan.com/2009/05/spondilitis-ankilosa-sa.html
12. http://medicafarma.blogspot.com/2009/04/spondilitis-ankilosa.html
13. http://emedicine.medscape.com/article/1263287-overview

14. http://www.thirdage.com/health-wellness/ankylosing-spondylitis-marie-strumpelldisease

Anda mungkin juga menyukai