Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN SPONDILITIS ANKILOSIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Keperawatan


Medikal Bedah III

Disusun oleh :
1. Dian Dwi Putranto
2. Friska Luvi Kardina
3. Lintang Ayuningtyas
4. Ricky Hasto Amirudin
5. Suwenti
6. Yulifah Hargiwiyanti

( P07120110008 )
( P07120110016 )
( P07120110024 )
( P071201100 )
( P071201100 )
( P07120110040 )

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2012
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Spondilitis ankilosis adalah suatu penyakit peradangan kronik
progresif yang terutama menyerang sendi sakroiliaka dan sendisendi tulang belakang. Dengan semakin berkembangnya penyakit
pada tulang belakang, maka jaringan lunak paravertebra dan sendi
kostovertebralis mungkin terserang juga (Price & Wilson, 1985).
Sedangkan

depkes (1995) mendefenisikan

spondilitas

sebagai suatu peradangan kronis yang menimbulkan kekakuan dan


biasanya gangguan bersifat progresif pada sendi sakro iliaka dan
sendi panggul, sendi-sendi sinovial pada spinal dan jaringanjaringan lunak di spinal.
Spondilitis ankilosis (SA) merupakan penyakit inflamasi kronik,
bersifat sistemik, ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama
menyerang sendi tulang belakang (vertebra) dengan penyebab
yang tidak diketahui. Penyakit ini dapat melibatkan sendi-sendi
perifer, sinovia, dan rawan sendi, serta terjadi osifikasi tendon dan
ligamen yang akan mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang.
Terserangnya sendi sakroiliaka merupakan tanda khas penyakit ini.
Ankilosis vertebra biasanya terjadi pada stadium lanjut dan jarang
terjadi pada penderita yang gejalanya ringan. Nama lain SA adalah
Marie Strumpell disease atau Bechterew's disease1-2.
Penyakit ini termasuk jarang dan insidensnya sebanding
dengan artritis rematoid. Sekitar 20% donor darah dengan HLAB27 menderita kelainan sakroilitis. Manifestasi biasanya dimulai
pada masa remaja dan jarang di atas 40 tahun, lebih banyak pada
pria daripada wanita (5 : 1). Angka kekerapan bervariasi antara
1,0--4,7%.3-7. Dalam makalah ini, akan dibahas penanganan
spondilitis ankilosis.
B. Etiologi

Penyebabnya

spondilitis

belum

diketahui,

merupakan

komplikasi TBC poon melalui penyebaran secara hematogen.


Terdapat hubungan antara HLA B 27 dan triger ( seperti infeksi )
yang

menimbulkan

reaksi

dalam

sistem

imunologi

dan

menimbulkan respon terhadap radang.


C. Anatomi Patologi
Lesi yang terjadi adalah sinovitis pada sendi sendi tulang
belakang kemudian terjadi kerusakan tulang rawan sendi yang
mengakibatkan ankylosis.
D. Patofisiologi
Penyakit ini bersifat kronis dan progresif yang menyerang
pada tulang rawan dan fibrokartilago sendi sakroiliakal dan sendi
panggul serta sendi sinovil pada spinal . inti kuman biasanya
merusak spongiosa korpus vertebra. Bagian bagian intervetebra
menjadi meradang dan akhirnya terjadi fusi/persatuan/ankilose
tulang pada sendi sakroiliaka dan spinal spinal lain melalui
servikal. Fusi dari sendi sakroiliaka dan keatas vertebra servikalis
dapat terjadi antara 10 20 tahun. Penyakit ini timbul pada usia 10
30 tahun dan progresif setelah 50 tahun dan lebih banyak pada
laki laki.
E. Manifestasi Klinis
Gejala awal adalah LBP atau gatal, sakit dan bengkak pada
panggul, lutut atau bahu, sedikit panas dan kurang nafsu makan,
sakit pinggang kadang-kadang tidak terasa dan hilang timbul.
Gejala klinis biasanya timbul perlahan-lahan dimulai dengan
rasa lelah dan nyeri intermiten pada tulang belakang, bawah dan
panggul, kekakuan di pagi hari yang dapat hilang dengan sedikit
olahraga. Gejalanya dapat sedemikian ringan dan tidak progresif

sehingga banyak penderita penyakit ini yang tidak terdiagnosis.


Selain itu gejala spondilitis ankilosis bisa dikacaukan dengan
gangguan mekanik pada tulang belakang. Gejala-gejala ekstra
spinal meliputi :
1. Pleuritik seperti chest pain
2. Tendonitis achiles atau radang sendi tumit
3. Arthropathy perifer (khususnya panggul)
4. Gejala non spesitif :
a.

BB menurun

b.

Malaise

c.

Lemah

d.

Mood berubah

5. Perubahan tulang yang spesifik disebut poker back (deformitas


atau kifosis pada sendi servik dorsal).
Pada pemeriksaan fisik terdapat seorang yang pada
dasarnya sehat tetapi memiliki riwayat sakit punggung yang
persisten dengan awitan yang perlahan-lahan, nyeri punggung
membaik dengan olahraga dan bertambah berat denga beristirahat,
adanya radiasi difus keseluruh punggung bagian bawah dan
daerah pantat.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologi membantu untuk menentukan adanya
penyimpangan dan perubahan pada sendi sarcoilliaca yang
merupakan gejala dini dan awal menegakkan diagnosa.
1.

Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada uji diagnostik yang patognomonik. Peninggian
laju

endap

darah

ditemukan

pada

75%

kasus,

tetapi

hubungannya dengan keaktifan penyakit kurang kuat. Serum C


reactive protein (CRP) lebih baik digunakan sebagai petanda

keaktifan penyakit. Kadang-kadang, ditemukan peninggian IgA.


Faktor rematoid
memberikan

dan ANA selalu

gambaran

sama

negatif. Cairan

pada

inflamasi.

sendi
Anemia

normositik-normositer ringan ditemukan pada 15% kasus.


Pemeriksaan HLA B27 dapat digunakan sebagai pembantu
diagnosis.
2.

Pemeriksaan Radiologi
Kelainan radiologis yang khas pada SA dapat dilihat
pada

sendi

aksial,

terutama

pada

sendi

sakroiliaka,

diskovertebral, apofisial, kostovertebral, dan kostotransversal.


Perubahan pada sendi S2 bersifat bilateral dan simetrik, dimulai
dengan kaburnya gambaran tulang subkonral, diikuti erosi yang
memberi gambaran mirip pinggir perangko pos. Kemudian,
terjadi penyempitan celah sendi akibat adanya jembatan
interoseus dan osilikasi. Setelah beberapa tahun, terjadi
ankilosis yang komplit.
Beratnya proses sakroilitis terdiri dari 5 tingkatan
berdasarkan radiologis, yaitu tingkat 0 (normal), tingkat 1 (tepi
sendi menjadi kabur), tingkat 2 (tingkat 1 ditambah adanya
sclerosis periartikuler, jembatan sebagian tulang atau pseudo
widening, tingkat 3 (tingkat 2 ditambah adanya erosi dan
jembatan tulang), serta tingkat 4 (ankilosa yang lengkap).
Akan terlihat gambaran squaring (segi empat sama sisi)
pada kolumna vertebra dan osifikasi bertahap lapisan superfisial
anulus fibrosus yang akan mengakibatkan timbulnya jembatan
di antara badan vertebra yang disebut sindesmofit. Apabila
jembatan ini sampai pada vertebra servikal, akan membentuk
bamboo spine. Keterlibatan sendi panggul memperlihatkan
adanya

penyempitan

celah

sendi

yang

konsentris,

ketidakteraturan subkhondral, serta formasi osteofit pada tepi


luar permukaan sendi, baik pada asetabulum maupun femoral.

Akhirnya, terjadi ankilosis tulang dan pada sendi bahu


memperlihatkan penyempitan celah sendi dengan erosi.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Fokus Pengkajian
1. Data subyektif
Banyak

orang

dengan

ankilosis

spondilitis

belum

terdiagnosa, pasien mengeluh sakit pinggan sebelah bawah,


kaku,

gangguan

perubahan

sarcoilliaca

bilateral

yang

berlangsung beberapa kali serangan dan kemudian menghilang.


Lama kelamaan gejala menetap dan mulai ada gejala ankilose
dari sendi, terutama dari spinal. Pasien harus ditanya mengenai
perubahan bentuk tubuh dan berkurangnya tinggi badan.
2. Data obyektif
a. Observasi gejala rasa nyeri atau bertahan pada sikap tegak.
b. Periksa postur pasien : pasien agak membungkuk ke depan
pada daerah pinggang sering untuk mengimbangi agar
dapat berdiri tegak dengan fleksi panggul dan lutut.
c. Palpasi, apakah ada kelemahan pada spinal dan daerah
sarcoilliaka.
d. Catat adaya rasa nyeri bila bergerak dan keterbatasan
berputar dan membungkuk tubuh bagian atas.
B. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
1.
Nyeri akut atau kronis b.d dengan distensi
jaringan (sendi) oleh proses inflamasi atau akumulasi cairan.
Tujuan :
Menunjukkan nyeri hilang atau terkontrol, terlihat rileks, dapat
beristirahat

dan

berpartisipasi

dalam

aktifitas

sesuai

kemampuan, mengikuti program farmakologis, menggabungkan


ketrampilan relaksasi dan aktivitas hiburan untuk mengontrol
nyeri.
Intervensi :
a. Sedikit

keluhan

nyeri,

lokasi,

intensitas,

memperberat, tanda rasa sakit non verbal.

faktor

yang

Rasionalisasi :
Menentukan kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan
program.
b. Biarkan apsien mengambil posisi yang nyaman pada posisi
tidur atau duduk di kursi. Tingaktkan istirahat di tempat tidur.
Rasionalisasi :
Pada penyakit berat tirah baring diperlukan untuk membatasi
nyeri dan cedera sendi.
c. Dorong untuk selalu mengubah posisi, bantu pasien untuk
bergerak ditepat tidur, sokong sendi yang sakit, hindari
gerakkan yang menyentak.
Rasionalisasi :
Mencegah

kelelahan

umum

dan

kekauan

sendi,

menstabilkan sendi, mengurangi gerak atau rasa sakit pada


sendi.
d. Dorong penggunaan tehnik management stress misalnya,
relaksasi progresif, sentuhan terapetik, pengendalian nafas.
Rasionalisasi :
Meningkatkan relaksasi, rasa kontrol, dan kemampuan
kontrol.
e. Berikan masase yang lembut dan anjurkan pasien mandi air
hangat.
Rasionalisasi :
Pijatan dan penggunaan air hangat pada waktu mandi dapat
meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa
sakit dan kekakuan pada pagi hari.
f. Kolaborasi :
Berikan obat-obat asetil salisilat dan NSAID.
Rasionalisasi :

ASA bekerja sebagai anti inflamasi, efek analgesik ringan,


mengurangi kekakuan, meningkatkan mobilitas, sedangkan
NSAID diberikan bila pasien tidak berespon terhadap ASA.
g. Siapkan operasi (sinovektomy)
Rasionalisasi :
Pengangkatan sinoveum yang meradang dapat mengurangi
nyeri dan membatasi progresi dari perubahan degeneratif.
2.

Kerusakan

mobilitas

fisik

b.d

penurunan

kekuatan otot.
Tujuan :
Mempertahankan fungsi posisi dengan pembatasan kontraktur,
meningkatkan

kekuatan

dan

fungsi

bagian

tubuh,

mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktifitas.


Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring jika perlu
Rasionalisasi :
Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan
seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah
kelelahan, mempertahankan kekuatan.
b. Bantu rentang gerak aktif dan pasif
Rasionalisasi :
Mempertahankan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina
umum.
c. Ubah posisi dengan sering
Rasionalisasi :
Menghilangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi,
mempermudah perawatan diri dan kemandirian pasien.
d. Berikan lingkungan yang nyaman dan aman, misalnya
pengguan alat bantu mobilitas, penggunaan pegangan
tangan pada bak, menaikan kursi atau kloset.
Rasionalisasi :

Menghindari cedera akibat kecelakaan atau jatuh.


e. Posisikan dengan bantal, kantong pasir, gulungan trokanter,
bebat, berase.
Rasionalisasi :
Meningkatkan stabilitas jaringan (mengurangi resiko cedera,
mempertahankan posisi sendi dan kesejajaran tubuh serta
mengurangi kontraktur).
f. Kolaborasi :
Konsul dengan ahli terapi fisik atau okopasi dan spesialis
fokasional
Rasionalisasi :
Memformulasikan program latihan atau aktifitas berdasarkan
kebutuhan pasien dan mendeteksifikasi bantuan aktifitas.
3.

Gangguan pertukaran gas b.d penurunan


engembangn rongga dada
Tujuan :
Mempertahankan fungsi pernafasan adekuat dibuktikan oleh
tidak adanya dipsnea atau sianosis, frekuensi pernafasan.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, catat penggunaan
otot accesory, nafas bibir, ketidakmampuan berbicara.
Rasionalisasi :
Berguna dalam efaluasi derajat distress pernafasan dan atau
kronisnya proses penyakit.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih
posisi yang mudah untuk bernafas.
Rasionalisasi :
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk
tinggi dan latihan nafas untuk latihan colapse jalan nafas,
dispnea kerja anfas.
c. Kaji, awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.

Rasionalisasi :
Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu abuan dan
sianosi sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
d. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara
dan atau bunyi tambahan.
Rasionalisasi :
e. Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidi adanya
perubahan Rasionalisasi :
Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada
hipoksia, GDA memburuk disertai binggung atau somnolen
menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan
hipoksia.
f. Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil
GDA dan toleransi pasien.
Rasionalisasi :
Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3.
Jakarta:Penerbit Buku Kedoketran EGC..
Gibson J. (2003), Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat, Edisi 2. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC.
Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta
Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi
4 Buku 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedoketran EGC.
http://mrbacokuttu.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-klienspondilitis.html. diunduh tanggal 17 April 2012 pukul 12.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai