Anda di halaman 1dari 10

SPONDILITIS ANKILOSIS

A. PENGERTIAN
Spondilits ankilosis adalah peradangan kronis yang menimbulkan
kekakuan dan bersifat progresif pada sendi sakro iliaka dan sendi apnggul,
sendi sinovial dari tulang belakang dan alat sambung dari jaringan lunak yang
menimbulkan pergeseran spinal.

B. ETIOLOGI
Penyebabnya spondilitis belum diketahui, merupakan komplikasi TBC poon
melalui penyebaran secara hematogen. Terdapat hubungan antara HLA B 27
dan triger ( seperti infeksi ) yang menimbulkan reaksi dalam sistem
imunologi dan menimbulkan respon terhadap radang.

C. ANATOMI PATOLOGI
Lesi yang terjadi adalah sinovitis pada sendi sendi tulang belakang
kemudian terjadi kerusakan tulang rawan sendi yang mengakibatkan ankylosis.

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit ini bersifat kronis dan progresif yang menyerang pada tulang
rawan dan fibrokartilago sendi sakroiliakal dan sendi panggul serta sendi
sinovil pada spinal . inti kuman biasanya merusak spongiosa korpus vertebra.
Bagian bagian intervetebra menjadi meradang dan akhirnya terjadi
fusi/persatuan/ankilose tulang pada sendi sakroiliaka dan spinal spinal
lain melalui servikal. Fusi dari sendi sakroiliaka dan keatas vertebra
servikalis dapat terjadi antara 10 20 tahun. Penyakit ini timbul pada usia 10
30 tahun dan progresif setelah 50 tahun dan lebih banyak pada laki laki.
Apabila diskus inter vertebralis sudah terinvasi oleh jaringan vaskuler
dan fibrosa, maka akan timbul kalsifikasi sendi dan struktur
artikular.kalsifikasi terjadi pada jaringan lunak akan menjembatani satu tulang
vertebra dengan vertebra lainnya.

E. PATHWAY

F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal adalah LBP atau gatal, sakit dan bengkak pada panggul, lutut
atau bahu, sedikit panas dan kurang nafsu makan, sakit pinggang kadang-kadang
tidak terasa dan hilang timbul.

Gejala klinis biasanya timbul perlahan-lahan dimulai dengan rasa lelah dan
nyeri intermiten pada tulang belakang, bawah dan panggul, kekakuan di pagi hari
yang dapat hilang dengan sedikit olahraga. Gejalanya dapat sedemikian ringan dan
tidak progresif sehingga banyak penderita penyakit ini yang tidak terdiagnosis.
Selain itu gejala spondilitis ankilosis bisa dikacaukan dengan gangguan mekanik
pada tulang belakang. Gejala-gejala ekstra spinal meliputi :
1. Pleuritik seperti chest pain

2. Tendonitis achiles atau radang sendi tumit

3. Arthropathy perifer (khususnya panggul)

4. Gejala non spesitif : BB menurun Malaise Lemah dan Mood berubah

5. Perubahan tulang yang spesifik disebut poker back (deformitas atau


kifosis pada sendi servik dorsal).
Pada pemeriksaan fisik terdapat seorang yang pada dasarnya sehat tetapi
memiliki riwayat sakit punggung yang persisten dengan awitan yang perlahan-
lahan, nyeri punggung membaik dengan olahraga dan bertambah berat denga
beristirahat, adanya radiasi difus keseluruh punggung bagian bawah dan daerah
bokong.

G. FOKUS PENGKAJIAN
1. Data subyektif
Banyak orang dengan ankilosis spondilitis belum terdiagnosa, pasien
mengeluh sakit pinggan sebelah bawah, kaku, gangguan perubahan sarcoilliaca
bilateral yang berlangsung beberapa kali serangan dan kemudian menghilang.
Lama kelamaan gejala menetap dan mulai ada gejala ankilose dari sendi,
terutama dari spinal. Pasien harus ditanya mengenai perubahan bentuk tubuh
dan berkurangnya tinggi badan.
2. Data obyektif
a. Observasi gejala rasa nyeri atau bertahan pada sikap tegak.
b. Periksa postur pasien : pasien agak membungkuk ke depan pada daerah
pinggang sering untuk mengimbangi agar dapat berdiri tegak dengan
fleksi panggul dan lutut.
c. Palpasi, apakah ada kelemahan pada spinal dan daerah sarcoilliaka.
d. Catat adaya rasa nyeri bila bergerak dan keterbatasan berputar dan
membungkuk tubuh bagian atas.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan radiologi membantu untuk menentukan adanya penyimpangan
dan perubahan pada sendi sarcoilliaca yang merupakan gejala dini dan awal
menegakkan diagnosa.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada uji diagnostik yang patognomonik. Peninggian laju endap darah
ditemukan pada 75% kasus, tetapi hubungannya dengan keaktifan penyakit
kurang kuat. Serum C reactive protein (CRP) lebih baik digunakan sebagai
petanda keaktifan penyakit. Kadang-kadang, ditemukan peninggian IgA.
Faktor rematoid dan ANA selalu negatif. Cairan sendi memberikan gambaran
sama pada inflamasi. Anemia normositik-normositer ringan ditemukan pada
15% kasus. Pemeriksaan HLA B27 dapat digunakan sebagai pembantu
diagnosis.
2. Pemeriksaan Radiologi
Kelainan radiologis yang khas pada SA dapat dilihat pada sendi aksial,
terutama pada sendi sakroiliaka, diskovertebral, apofisial, kostovertebral, dan
kostotransversal. Perubahan pada sendi S2 bersifat bilateral dan simetrik,
dimulai dengan kaburnya gambaran tulang subkonral, diikuti erosi yang
memberi gambaran mirip pinggir perangko pos. Kemudian, terjadi
penyempitan celah sendi akibat adanya jembatan interoseus dan osilikasi.
Setelah beberapa tahun, terjadi ankilosis yang komplit.
Beratnya proses sakroilitis terdiri dari 5 tingkatan berdasarkan radiologis,
yaitu tingkat 0 (normal), tingkat 1 (tepi sendi menjadi kabur), tingkat 2 (tingkat
1 ditambah adanya sclerosis periartikuler, jembatan sebagian tulang atau
pseudo widening, tingkat 3 (tingkat 2 ditambah adanya erosi dan jembatan
tulang), serta tingkat 4 (ankilosa yang lengkap). Akan terlihat gambaran
squaring (segi empat sama sisi) pada kolumna vertebra dan osifikasi bertahap
lapisan superfisial anulus fibrosus yang akan mengakibatkan timbulnya
jembatan di antara badan vertebra yang disebut sindesmofit. Apabila jembatan
ini sampai pada vertebra servikal, akan membentuk bamboo spine.
Keterlibatan sendi panggul memperlihatkan adanya penyempitan celah sendi
yang konsentris, ketidakteraturan subkhondral, serta formasi osteofit pada tepi
luar permukaan sendi, baik pada asetabulum maupun femoral. Akhirnya,
terjadi ankilosis tulang dan pada sendi bahu memperlihatkan penyempitan
celah sendi dengan erosi.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


1. Nyeri akut atau kronis b.d dengan distensi jaringan (sendi) oleh proses
inflamasi atau akumulasi cairan.
Tujuan : menunjukkan nyeri hilang atau terkontrol, terlihat rileks, dapat
beristirahat dan berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan, mengikuti
program farmakologis, menggabungkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas
hiburan untuk mengontrol nyeri
a. Intervensi : sedikit keluhan nyeri, lokasi, intensitas, faktor yang
memperberat, tanda rasa sakit non verbal.
Rasionalisasi : menentukan kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan
program.
b. Intervensi : biarkan apsien mengambil posisi yang nyaman pada posisi
tidur atau duduk di kursi. Tingaktkan istirahat di tempat tidur.
Rasionalisai : pada penyakit berat tirah baring diperlukan untuk
membatasi nyeri dan cedera sendi.
c. Intervensi : dorong untuk selalu mengubah posisi, bantu pasien untuk
bergerak ditepat tidur, sokong sendi yang sakit, hindari gerakkan yang
menyentak.
Rasionalisasi : mencegah kelelahan umum dan kekauan sendi,
menstabilkan sendi, mengurangi gerak atau rasa sakit pada sendi.
d. Intervensi : dorong penggunaan tehnik management stress
misalnya,relaksasi progresif, sentuhan terapetik, pengendalian nafas.
Rasionalisasi : meningkatkan relaksasi, rasa kontrol dan kemampuan
kontrol.
e. Intervensi : berikan masase yang lembut dan anjurkan pasien mandi air
hangat.
Rasionalisasi : pijatan dan penggunaan air hangat pada waktu mandi dapat
meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan
kekakuan pada pagi hari.
f. Kolaborasi
Intervensi : berikan obat-obat asetil salisilat dan NSAID.
Rasionalisasi : ASA bekerja sebagai anti inflamasi, efek analgesik ringan,
mengurangi kekakuan, meningkatkan mobilitas, sedangkan NSAID
diberikan bila pasien tidak berespon terhadap ASA.
g. Intervensi : siapkan operasi (sinovektomy)
Rasionalisasi : pengangkatan sinoveum yang meradang dapat mnegurangi
nyeri dan membatasi progresi dari perubahan degeneratif.

2. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.


Tujuan :
mempertahankan fungsi posisi dengan pembatasan kontraktur, meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh, mendemonstrasikan perilaku yang
memungkinkan aktifitas.
a. Intervensi : pertahankan tirah baring jika perlu
Rasionalisasi : istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut
dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan,
mempertahankan kekuatan.
b. Intervensi : bantu rentang gerak aktif dan pasif
Rasionalisasi : mempertahankan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina
umum.
c. Intervensi : ubah posisi dengan sering
Rasionalisasi :menghilangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi,
mempermudah perawatan diri dan kemandirian pasien.
c. Intervensi : berikan lingkungan yang nyaman dan aman, ,isalnya
pengguan alat bantu mobilitas, penggunaan pegangan tangan pada bak,
menaikan kursi atau kloset.
Rasionalisasi : menghindari cedera akibat kecelakaan atau jatuh.
d. Intervensi : posisikan dengan bantal, kantong pasir, gulungan trokanter,
bebat, berase.
Rasionalisasi : meningkatkan stabilitas jaringan (mengurangi resiko
cedera, mempertahankan posisi sendi dan kesejajaran tubuh serta
mengurangi kontraktur).
e. kolaborasi :
Intervensi : konsul dengan ahli terapi fisik atau okopasi dan spesialis
fokasional Rasionalisasi : memformulasikan program latihan atau
aktifitas berdasarkan kebutuhan pasien dan mendeteksifikasi bantuan
aktifitas.

3. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan engembangn rongga dada


Tujuan :
Mempertahankan fungsi pernafasan adekuat dibuktikan oleh tidak adanya
dipsnea atau sianosis, frekuensi pernafasan.
a. Intervensi :kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot
accesory, nafas bibir, ketidakmampuan berbicara.
Rasionalisasi : berguna dalam efaluasi derajat distress pernafasan dan
atau kronisnya proses penyakit.
b. Intervensi : tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih
posisi yang mudah untuk bernafas.
Rasionalisasi : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi
duduk tinggi dan latihan nafas untuk latihan colapse jalan nafas, dispnea
kerja anfas.
c. Intervensi : kaji, awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
Rasionalisasi : sianosis mungkin perifer atau sentral keabu abuan dan
sianosi sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
d. Intervensi : auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan
atau bunyi tambahan.
e. Intervensi : awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidi adanya
perubahan Rasionalisasi : gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum
pada hipoksia, GDA memburuk disertai binggung atau somnolen
menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksia.
f. kolaborasi
Intervensi : berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil
GDA dan toleransi pasien. Rasionalisasi dapat memperbaiki atau
mencegah memburuknya hipoksia.

J. Nursing Manajemen
Keperawatan untuk pasien dengan ankilosis spondylitis adalah edukasi
tentang penyakit dan prinsip terapi. Program dirumah harus mencakup perhatian
rutin terhadap tubuh, aplikasi panas lembab dan penggunaan obat-obatan yang
beragam.
Penilaian ROM yang berpengalaman oleh perawat mencakup perluasan
ekspansi dada dasar (menggunakan latihan pernafasan). Merokok harus didorong
untuk mengurangi risiko komplikasi paru dengan ekspansi dada yang berkurang.
Harus mencakup lembut. Peregangan bergradasi dan kation tersebut dalam
memperkuat latihan untuk melestarikan ROM dan ekstensi thoracolumbar. Ion
fisik berlebihan selama periode flare-up aktif penyakit harus dikecilkan.
Posisi tepat pada saat istirahat sangat penting. Kasur harus kencang dan
pasien harus tidur dengan bantal datar. Menghindari posisi yang mendorong
kelenturan deformitas. Latihan postural menekankan menghindari fleksi tulang
belakang (misalnya bersandar di atas meja): mengangkat berat: dan berjalan lama,
berdiri atau duduk.
Olahraga yang memudahkan peregangan alami, seperti permainan renang
dan raket, harus di dorong. Konseling keluarga dan rehabilitasi kejuruan mungkin
berguna.
DAFTAR PUSTAKA

Taurog JD, Lipsky P. Ankylosing spondylitis, reactive arthritis, and


undifferentiated spondyloarthropathy. In: Isselbacher KJ, Braunwald
E, Wilson JD, Marthin JB, Fauci AS, Kasper DL (Eds): Harrison's
Principles of Internal. Medicine, 13th ed., Mc Graw-Hill Inc.,
International Edition, 1998, 1, 1664-69.
Weisman MH. Spondyloarthropathies. In: Stein JH, Hutton JJ, Kohler PO
(Eds): Internal.
Medicine, 4th ed., Mosby Year Book Inc., Missouri 994,2454-62.
Moll JHM. Spondyloacthropathles. In: Rheumatology in Clinical Practice.
Blackwell Scientific Publication, Oxford 1987,347-73.
Eastmont CJ. Seronegative spondyloarthropathies. In: Weatherall JD, Ledingham
JGG, Warrell DA (Eds) Oxford Textbook of Medicine, 3th ed.,
Oxford Medical Publication, Oxford 1996, 2965-74.
Khan MS, Ankylosing spondylltis: clinical features, In: Klippel JH, Dieppe PA
(Eds): Rheumatology, Mosby, St. Louis 1994, 25.1-10.
Calin A. Seronegative arthritis. Medicine international, 196578: 912-917.
Hollmann DB. Arthritis & musculoskeletal disorders. In: Tierney LM, McPhee,
Papadakis MA (Eds): Current Medical Diagnosis & Treatment, 34 th ed.,
Appleton & Lange, international Edition, Connecticut 1995, 729-32.

Anda mungkin juga menyukai