Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

I.ALatar Belakang

Perkembangan teknologi yang semakin berkembang pesat membuat

penggunaan pewarna alami semakin berkurang dan tergantikan dengan pewarna

sintetik.Berdasarkan data hasil pengawasan BPOM sepanjang tahun 2006-2010

ditemukan 40-44 persen jajanan anak sekolah di Jakarta tidak memenuhi syarat

keamanan pangan yang dapat membahayakan kesehatan dalam jangka pendek

maupun jangka panjang.Banyak sekali jajanan yang menarik perhatian anak-anak

dari tampilan warna yang mencolok, ditambah dengan rasanya yang manis dan

gurih. Akan tetapi, faktanya banyak jajanan anak di sekolah yang tidak memenuhi

syarat kesehatan.Sebagian besar dari mereka lebih memilih untuk jajan di sekolah

ataupun disekitar lingkungan tempat tinggal.Menurut data dari BPOM, tingkat

konsumsi jajanan di kalangan anak sekolah tergolong cukup tinggi.Pada tahun

2008 sekitar 78 persen anak sekolah mengkonsumsi jajanan yang dijual di

lingkungan sekolahnya.Tingginya konsumsi jajanan di kalangan anak sekolah

tersebut menjadi perhatian BPOM. Karena disebabkan olehpenggunaan bahan

berbahaya yang terkandung di dalamnya, seperti: formalin, boraks, zat pewarna

rhodamin B, methanyl yellow, guine green B dan lain-lain.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.28 Tahun 2004 tentang pangan

yaitu segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman

bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan

dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau

pembuatan makanan atau minuman.

Salah satu masalah pangan yang masih memerlukan perhatian adalah

penggunaan bahan tambahan pangan untuk berbagai keperluan.Penggunaan bahan

tambahan pangan dilakukan pada industri pengolahan pangan, maupun dalam

pembuatan makanan jajanan, yang umumnya dihasilkan oleh industri kecil atau

rumah tangga.Keunggulan jajanan (Street Food) adalah murah, memiliki variasi

berbagai bentuk, mudah didapat serta cita rasa yang enak.Namun jajanan juga

berisiko terhadap kesehatan karena dalam pengolahannya sering kali ditambahkan

beberapa zat seperti pewarna sintetik seperti Rhodamin B, Methanyl Yellow dan

lain-lain serta zat pengawet yang berbahaya. Sebagai contoh sambal botolan yang

biasa digunakan oleh pedagang makanan di pinggiran jalan, seperti bakso, mie

ayam, dan lain sebagainya mengandung zat pewarna yang melebihi ambang batas,

beberapa produk saus dan sambal botolan juga diduga memakai zat pewarna

terlarang, yang seringkali digunakan untuk produk tekstil dan industriyaitu

rhodamin B dan methanyl yellow untuk membuat warna merah menyala (Iis,

2003). Penggunaan zat pewarna sintetik dan pengawet dilarang karena bersifat

karsinogenik kuat yang dapat menyebabkan kanker hati, kandung kemih, dan

gangguan saluran cerna.

Pemerintah memang mengizinkan penggunaan bahan tambahan

makanan.Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722 Tahun
1988, antara lain MSG (monosodium glutamate) dan pemanis buatan.Tetapi,

penggunaannya harus dibawah batas yang ditentukan.Banyak sekali hal yang

dapat mempengaruhi asupan makanan pada anak, antara lain penyebab itu berasal

dari dalam tubuh sendiri (selera makan), dari makanan dan dari lingkungan.

Faktor makanan seperti warna, bau, bentuk dan rasa makanan juga sangat

mempengaruhi selera makan anak. Anak-anak misalnya cenderung tertarik pada

bentuk makanan yang unik, warna makanan yang mencolok dan rasa makanan

yang manis. Perlu kehati-hatian dari orang tua akan jajanan zaman sekarang yang

memang dibuat untuk dapat menarik minat anak tetapi terkadang mengandung

bahan tambahan pangan yang berbahaya, seperti pewarna dan pengawet (Kardjati

et al, 1998).

Jajanan yang dijual mayoritas menggunakan zat pewarna tekstil.Pewarna

tekstil umumnya dipakai oleh para pedagang karena warnanya sangat mencolok

sehingga menarik minat anak-anak untuk mengkonsumsi makanan yang diberi

tambahan pewarna ini. Selain itu, pewarna tekstil cenderung lebih murah

dibanding dengan pewarna makanan sehingga akan menambah keuntungan

pedagang lebih banyak (Cahyadi, 2006). Dari penelitian Food and Agriculture

Organization dan World Health Organization didapatkan bahwa penggunaan zat

pewarna sintetis pada makanan dan minuman mencapai 70%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui zat pewarna sintetis yang

dilarang penggunaannya dalam makanan dan minuman yang dijual di sekitar

wilayah Kelurahan Buaran, Pamulang Kota Tangerang Selatan dan di sekolah-

sekolah sekitar wilayah tersebut.Untuk Mencapai tujuan tersebut dan berdasarkan


tinjauan pustaka, maka keberadaan zat pewarna makanan dan minuman jajanan

dikaji berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988.Penemuan adanya

beberapa zat pewarna sintetik seperti rhodamin B, amaranth, Sunset yellow FCF,

guinea green B dan sebagainya dalam makanan dan minuman jajanan anak-anak

dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan pada manusia.

Makanan dan minuman jajanan anak-anak yang dijual di sekitaran

Kelurahan Buaran beraneka ragam dan memiliki warna yang sangat mencolok

sehingga dapat menarik minat terutama anak-anak untuk mengkonsumsi jajanan

tersebut.Sedangkan dampak yang ditimbulkan bagi kesehatan tidak diteliti karena

keterbatasan dalam pengukuran dan membutuhkan waktu yang lama.

Oleh karena itu penelitian kandungan zat pewarna sintetik yang terdapat

dalam jajanan anak-anak dilakukan secara deskriptif yaitu menganalisa jenis dan

kadar zat pewarna buatan.Analisis pewarna sintetis pada makanan dan minuman

dapat dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan

metode kromatografi lapis tipis (KLT). KLT merupakan metode pemisahan yang

lebih mudah, lebih cepat, dan memberikan resolusi yang lebih baik dibandingkan

kromatografi kertas.KLT tidak sebaik HPLC untuk pemisahan dan identifikasi,

tetapi metode ini relatif sederhana dan dapat digunakan untuk memisahkan

campuran yang kompleks.Meskipun demikian KLT tidak mahal dan dapat

digunakan secaramudah di industri makanan (Nollet, 2004).


I.BRumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan utama yang akan dikaji

dalampenelitian ini adalah apa saja zat pewarna sintetik yang terdapat di dalam

jajanan anak-anak yang beredar di wilayah Kelurahan Buaran, Pamulang Kota

Tangerang Selatan dan apakah jenis zat pewarna sintetik yang terkandung dalam

jajanan anak-anak tersebut sesuai dengan Permenkes RI No.

722/Menkes/Per/IX/1988.

I.CTujuan Penelitian

1. Mengetahui jenis jenis jajanan anak anak yang biasa dijual di sekolah

maupun di sekitar wilayah tempat tinggal.


2. Mengidentifikasi ada / tidaknya kandungan zat pewarna sintetik dalam

jajanan anak - anak.


3. Mengetahui apa saja pewarna sintetik yang biasa dicampurkan dalam

jajanan anak anak.


4. Mengetahui apakah ada beberapa jenis zat pewarna sintetik yang terkandung

dalam jajanan anak anak tersebut sesuai dengan ketentuan Permenkes RI

No. 722/Menkes/Per/IX/1988.

I.DManfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi

perkembanganilmu pengetahuan, masyarakat maupun bagi lembaga-lembaga yang

bertugasmembina makanan jajanan.

1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan hasil penelitian ini diharapkan

dapatmemberikan tambahan informasi mengenai penggunaan bahan

bahanpewarna yang dilarang dalam pembuatan makanan jajanan anak

anak. Informasi ini penting untukpara peneliti yang lain yang tertarik

mengenai masalah-masalah yangberkaitan dengan perkembangan

makanan jajanan anak - anak.


2. Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasimengenai jenis-jenis makanan jajanan anak yang dijual di

wiliyah Kelurahan Buaran, Pamulang Kota Tangerang Selatan yang

mengandung pewarna sintetik terlarang. Hal inipenting dalam rangka

pemantauan makanan yang beredar disekitarnya.


3. Bagi lembaga yang berwenang dalam pembinaan makanan

jajanan,khususnya Badan Pengawasan Obat dan Makanan hasil

penelitian inidiharapkan dapat memberikan informasi mengenai

perkembangan usaha usahamakanan di masyarakat yang perlu

mendapat pembinaan. Informasi inipenting dalam rangka penentuan

sikap dan kebijakan dalam pembinaan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.A Jajanan ( Street Food )

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

942/Menkes/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan yang diolah oleh

pengrajin makanan ditempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap

santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan

/restoran, dan hotel.

Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap

saat dan dimanapun ia berada serta memerlukan pengelolaan yang baik dan benar

agar bermanfaat bagi tubuh. Tanpa adanya makanan dan minuman, manusia tidak

dapat melangsungkan hidupnya. Adapun pengertian makanan menurut WHO

(World Health Organization) yaitu semua substansi yang diperlukan tubuh,

kecuali air dan obat - obatan dan substansi-substansi yang dipergunakan untuk

pengobatan (Tyas, 2009). Berdasarkan FAO dalam Judarwanto (2008) makanan

jajanan ( street food ) adalah makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual

oleh pedagang kaki lima di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum lain yang

langsung dimakan atau dikonsumsi kemudiantanpa pengolahan atau persiapan

lebih lanjut. Makanan dan minuman jajanan ini umumnya memiliki bentuk, cita

rasa yang berbeda dan warna yang mencolok yang dapat menarik perhatian dan

mempengaruhi anak - anak.Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang

diolah oleh pengrajin makanan ditempat penjualan dan atau disajikan sebagai

makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga

rumah makan/restoran, dan hotel (KepMenKes


No.942/Menkes/SK/VII/2003).Makanan/Minuman jajanan adalah

makanan/minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan

dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan-bahan tambahan lainnya

baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk di

konsumsi (Cahyadi,2005). Jenis makanan atau minuman jajanan yang disukai

anak-anak adalah makanan yang mempunyai rasa manis, enak, dengan warna-

warna yang menarik, dan bertekstur lembut. Jenis makanan seperti coklat,

permen, jeli, biskuit, makanan ringan (snack) merupakan produk makanan favorit

bagi sebagian besar anak-anak.Untuk kelompok produk minuman yakni minuman

yang berwarna-warni (air minum dalam kemasan maupun es sirup tanpa label,

minuman jeli, es susu (milk ice), minuman ringan (soft drink) dan lain-lain

(Nuraini, 2007).Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)melakukan

penelitian di Indonesia pada tahun 2003 terhadap 9465 sampel jajanan sekolah,

ternyata 80% dari semua jajanan yang diteliti mengandung bahan-bahan yang

membahayakan kesehatan seperti formalin, boraks, natrium siklamat, rhodamin

B, dan sakarin banyak jajanan kaki lima yang tercemar, tidak dapat dipungkiri

banyak sekali dampak yang akan terjadi bagi masyarakat. Pada tahun 2007,

BPOM melakukan survei kembali dengan melibatkan 4.500 sekolah di Indonesia

dan membuktikan bahwa 45% jajanan anak berbahaya. BPOM menunjukkan

bahwa sebesar 78% anak mengkonsumsi jajanan di lingkungan sekolah

(BPOM, 2008). Namun sayangnya, kebiasaan mengkonsumsi makanan

jajanan sehat masih belum banyak dimengerti oleh siswa, terutama siswa

Sekolah Dasar (SD).


II.B Bahan Tambahan Makanan

II.B.1 Definisi dan Tujuan Bahan Tambahan Makanan

Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Kesehatan RI

No.722/Menkes/Per/IX/1988 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak

digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas

makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja

ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik)

pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,

penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan (langsung atau

tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

Aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan

dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk

memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor dan memperpanjang daya

simpan.Selain itu dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan

vitamin.

Pada umumnya dalam pengolahan makanan selalu diusahakan untuk

menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik (Widyaningsih,

2006).Penggunaan aditif makanan telah digunakan sejak zaman dahulu.Bahan

aditif makanan ada dua, yaitu bahan aditif makanan alami dan buatan atau

sintetis.Bahan tambahan makanan adalah bahan yang bukan secara alamiah

merupakan bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam bahan makanan
tersebut karena perlakuan saat pengolahan,penyimpanan atau pengemasan.Agar

makanan yang tersaji tersedia dalam bentuk yang lebih menarik, rasa enak, rupa

dan konsistensinya baik serta awet maka sering dilakukan penambahan bahan

tambahan makanan yang sering disebut zat aditif kimia (food aditiva).Adakalanya

makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang menarik meskipun

kandungan gizinya tinggi.

Tujuan Penggunaan bahan tambahan makanan adalah mningkatkan atau

mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat makanan lebih

mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan makanan. Pada

umumnya bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenaran

apabila:

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam

pengolahan.
2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan

dengan cara produksi yang baik untuk pangan.


3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang slah

atau tidak memenuhi syarat.


4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

235/Menkes/Per/VI/1979 fungsi bahan tambahan yaitu sebagai Antioksidan;

Antikempal; Pengasam; Penetral dan Pendapar; Enzim; Pemanis buatan; Pemutih

dan Pematang; Penambah gizi; Pengawet; Pengemulsi, Pemantap dan Pengental;

Pengeras; Pewarna alami dan sintetik; Penyedap rasa dan aroma; Sekuestran; serta

Bahan tambahan lain.


II.CZat Pewarna Makanan

II.C.1 Pengertian Zat Pewarna Makanan

Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat

memperbaiki penampakan makan agar menarik, menyeragamkan dan

menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan

dan penyimpanan (Cahyadi, 2009). Menurut Permenkes RI No.

722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang

dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.Warna dari suatu produk

makanan ataupun minuman merupakan salah satu ciri yang sangat penting. Warna

merupakan kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan, antara lain warna

juga dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti

pencoklatan (deMan, 1997). Bahan pewarna makanan kadang-kadang

ditambahkan dalam makanan untuk membantu mengenali identitas atau

karakteristik dari suatu makanan; untuk mempertegas warna alami dari makanan;

untuk mengkoreksi variasi alami dalam warna; untuk menjaga keseragaman warna

dari batch ke batch, di mana variasi tersebut biasa terjadi pada intensitas warna;

dan memperbaiki penampilan makanan yang mengalami perubahan warna

alaminya selama proses pengolahan maupun penyimpanan (Nollet, 2004). Zat

pewarna makanan sering kali menimbulkan masalah kesehatan, terutama dalam

penyalahgunaan pemakaiannya.Betapa tidak, zat warna untuk tekstil dan kulit

terkadang dipakai untuk mewarnai makanan (Donatus, 1990).Di Indonesia, karena


Undang-Undang penggunaan zat warna belum ada, terdapat kecenderungan

penyalahgunaan pemakaian zat warna untuk sembarang bahan pangan; misalnya

zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan.Hal

ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada

pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut disebabkan

oleh ketidaktahuan rakyat mengenai zat pewarna untuk makanan, atau disebabkan

karena tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa

tersebut untuk bahan pangan, dan harga zat pewarna untuk industri relatif jauh

lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk makanan (Winarno,

2002). Zat warna tersebut memiliki warnan yang cerah, dan praktis digunakan.Zat

warna tersebut juga tersedia dalam kemasan kecil di pasaran sehingga

memungkinkan masyarakat tingkat bawah dapat membelinya (Djalil, dkk,

2005).Zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified color dan

uncertified color. Perbedaan antara certified dan uncertified color adalah bila

certified color merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri dari dye dan lake,

maka uncertified color adalah zat pewarna yang berasal dari bahan alami

(Winarno, 2002).

a. Uncertified color additive ( zat pewarna tambahan alami)


Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color ini adalah zat

pewarna alami(ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan) dan zat pewarna

mineral, walaupun adajuga beberapa zat pewarna seperti -karoten dan

kantaxantin yang telah dapatdibuat secara sintetik. Untuk penggunaannya

bebas sesuai prosedur sertifikasi dantermasuk daftar yang tetap. Satu-


satunya zat pewarna uncertified yangpenggunaannya masih bersifat

sementara adalah Carbon Black (Winarno, 2002).

b. Certified color (zat pewarna sintetik)

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, zat warna hasil

rekayasa teknologipun kian berkembang.Oleh karena itu berbagai zat

warna sintetik diciptakan untuk berbagai jenis keperluan misalnya untuk

tekstil, kulit, peralatan rumah tangga dan sebagainya (Djalil, dkk, 2005).

Tabel 1.Zat Pewarna bagi Makanan dan Minuman yang Diijinkan


diIndonesia (Winarno, 2002).

Warna Nama Nomor Indeks Nama


I. Zat warna alami
Merah Alkanat 75520
Merah Chocineal red (Karmin) 75470
Kuning Annato 75120
Kuning Karoten 75130
Kuning Kurkumin 75300
Kuning Safron 75100
Hijau Klorofil 75810
Biru Ultramarin 77007
Coklat Karamel
Hitam Carbon black 77266
Hitam Besi Oksida 77499
Putih Titanium dioksida 77891

II. Zat warna sintetik


Merah Carmoisine 14720
Merah Amaranth 16185
Merah Erythrosium 45430
Orange Sunsetyellow FCF 15985
Kuning Tartrazine 19140
Kuning Quineline yellow 47005
Hijau Fast green FCF 42053
Biru Brilliant blue FCF 42090
Indigocarmin
Biru ( indigotine ) 42090
Ungu Violet GB 42640

Ada dua macam yang tergolong certified color yaitu dye dan lake.

Keduanya adalah zat pewarna buatan. Zat pewarna yang termasuk golongan dye

telah melalui prosedur sertifikasi dan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh FDA.

Sedangkan zat pewarna lake yang hanya terdiri dari satu warna dasar, tidak

merupakan warna campuran juga harus mendapat sertifikat (Winarno, 2002).

1) Dye

Dye adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air

danlarutannya dapat mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan selain air

adalahpropilenglikol, gliserin, atau alkohol. Dye dapat juga diberikan


dalam bentuk kering apabila proses pengolahan produk tersebut ternyata

menggunakan air. Dye terdapat dalam bentuk bubuk, butiran, pasta,

maupun cairan yang penggunaannya tergantung dari kondisi bahan,

kondisi proses, dan zat pewarnanya sendiri (Winarno, 2002).

2) Lake

Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna (dye) dengan

radikalbasa (Al atau Ca) yang dilapisi dengan hidrat alumina atau

Al(OH)3. Lapisan alumina atau Al(OH)3 ini tidak larut dalam air,

sehingga lake ini tidak larut pada hampir semua pelarut. Sesuai dengan

sifatnya yang tidak larut dalam air, zat pewarna ini digunakan untuk

produk-produk yang tidak boleh terkena air. Lake sering kali lebih baik

digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak dan minyak

daripada dye, karena FD & C Dye tidak larut dalam lemak. (Winarno,

2002).

II.C.2 Zat Pewarna Alami

Zat warna alam (pigmen) adalah zat warna yang secara alami terdapat

dalam tanaman maupun hewan.Zat warna alam dapat dikelompokan sebagai hijau,

kuning, merah.Penggunaan zat warna alam untuk makanan dan minuman tidak

memberikan kerugian bagi kesehatan, seperti halnya zat warna sintetik yang

semakin banyak penggunaannya (Firdaus, 2010).


Konsumen dewasa ini banyak menginginkan bahan alami yang masuk

dalam daftar diet mereka.Banyak pewarna olahan yang tadinya menggunakan

pewarna sintetik berpindah ke pewarna alami. Sebagai contoh serbuk bit (dari

umbi bit) menggantikan pewarna merah FD dan C No.2. (Amaranth) namun

penggantian dengan pewarna alami secara keseluruhan masih harus menunggu

para ahli untuk dapat menghilangkan kendala seperti bagaimana menghilangkan

rasa bitnya, mencegah penggumpalan dalam penyimpanan dan menjaga kestabilan

dalam penyimpanan.Beberapa pewarna alami berasal dari tanaman dan hewan, di

antaranya adalah klorofil, myoglobin, dan hemogloblin, anthosianin, flavonoid,

tannin, betalain, quinon dan xanthan, serta karotenoid (Cahyadi, 2009).

II.C.3 Zat Pewarna Sintetik (Buatan)

Pewarna buatan atau pewarna sintetik untuk makanan diperoleh melalui

proses sintetis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari

bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi.

Beberapa contoh pewarna buatan adalah tartazine untuk warna kuning, allura red

untuk warna merah, guinea green B untuk warna hijau dan sebagainya.Kelebihan

pewarna buatan adalah untuk dapat menghasilkan warna yang lebih kuat

meskipun jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Selain itu, meskipun

telah mengalami proses pengolahan dan pemanasan, warna yang dihasilkan akan

tetap cerah (Cahyadi, 2009).


Dalam Penambahan atau penggunaan bahan pewarna makanan

mempunyai beberapa tujuan:

1. Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen.

2. Menyeragamkan warna makanan dan membuat identitas produk pangan.

3. Untuk menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna.

Dalam hal ini penambahan warna bertujuan untuk untuk menutupi kualitas

yang rendah dari suatu produk sebenarnya tidak dapat diterima apalagi bila

menggunakan zat pewarna yang berbahaya.

4. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau

temperatur yang ekstrim akibat proses pengolahan dan selama

penyimpanan.

5. Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar

matahari selama produk disimpan.

Di Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang dilarang

untuk pangan diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

722/Menkes/Per/IX/1988. Menurut Joint FAC/WHO Expert Committee on Food

Additives (JECFA) zat pewarna buatan dapat digolongkan dalam beberapa kelas

berdasarkan rumus kimianya, yaitu azo, triarilmetana, xanten, quinolin, dan

indigoid.

II.C.4 Dampak Negatif Dalam Penggunaan Zat Pewarna Sintetik


Pemakaian bahan pewarna sintetik dalam makanan walaupun mempunyai

dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu

makanan lebih menarik, meratakan warna makanan, dan mengembalikan warna

dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula

menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak

negative terhadap kesehatan manusia. Menurut Cahyadi (2009), beberapa hal yang

mungkin memberikan dampak negative terjadi apabila :

Bahan pewarna sintetis ini dimakan dan dalam jumlah kecil namun

berulang.
Bahan pewarna sintetik dimakan dalam jangka waktu yang lama.
Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda,

yaitu tergantung pda umur, jenis kelamin, berat badan, mutu

makanan sehari-hari dan keadaan fisik.


Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan

pewarna sintetik secara berlebihan.


Penyimpanan bahan pewarna sintetik oleh pedagang bahan kimia

yang tidak memenuhi persyaratan.

Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan

pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen

atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik

sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara yang

kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau

terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang

dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014
persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen, sedangkan logam berat

lainnya tidak boleh ada.zat pewarna yang ditambahkan secara tidak bertanggung

jawab dapat mengakibatkan kemunduran kerja otak, sehingga anak menjadi

malas, sering pusing, dan menurunnya konsentrasi belajar (Sastrawijaya, 2000).

Seiring dengan meluasnya pemakaian pewarna sintetik, sering

terjadipenyalahgunaan pewarna pada makanan.Sebagai contoh digunakannya

pewarnatekstil untuk makanan sehingga membahayakan konsumen. Zat pewarna

tekstildan pewarna cat biasanya mengandung logam berat, seperti: arsen, timbal,

danraksa sehingga bersifat racun. Beberapa bahan pewarna yang harus dibatasi

penggunannya diantaranyaadalah amaran, allura merah, citrus merah, caramel,

erithrosin, indigotine, karbonhitam dan karkumin.Amaran dalam jumlah yang

besar dapat menimbulkan tumor, reaksi alergipada pernafasan dan dapat

mengakibatkan hiperarki pada anak-anak.Alluramerah dapat memicu kanker

limpa, sedangkan caramel dapat menimbulkan efek pada system saraf dan dapat

menyebabkan gangguan kekebalan.Penggunaantatrazine maupun sunset yellow

yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi,khususnya bagi orang yang

sensitive pada asam asetilsiklik dan asam benzoate,selain dapat mengakibatkan

asma dapat pula menyebabkan hiperarki pada anak.Fast green FCF yang

berlebihan akan menyebabkan reaksi alergi dan produksitumor, sedangkan sunset

yellow dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan radang selaput lendir pada

hidung, sakit pinggang, muntah-muntah dan gangguanpencernaan. Indigotine

dalam dosis tertentu mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak. Pemakaian

eritrosin akan mengakibatkan reaksi alergi pada pernafasan,hiperaktif pada anak


dan efek yang kurang baik pada otak dan perilaku, sedangkanponcean SX dapat

mengakibatkan kerusakan system urin, kemudian dapatmemicu timbulnya

tumor.Begitu juga dengan zat pewarna yang berbahaya seperti rhodamin B,

pemakaian zat warna ini tidak diizinkan karena dapat menimbulkan bahaya

bagikonsumen.Bahan ini apabila dikonsumsi dapat menyebabkan gangguan

padafungsi hati bahkan kanker hati.

Tabel 2.2 Dampak Zat Pewarna Sintetik Pada Makanan Terhadap Kesehatan

No Jenis Zat Pewarna Dampak Terhadap Kesehatan


Sintetik
1. Tartazin Reaksi alergi khususnya bagi orang yang sensitive
pada asam asetilsiklik dan asam benzoate, asma,
mengakiibatkan hiperaktif pada anak-anak.
2. Sunset Yellow FCF Radang selaput lender pada hidung, sakit
pinggang, muntah-muntah, dan gangguan
pencernaan.
3. Allura Red AC Memicu kanker limpa
4. Ponceau 4R Kerusakan system urin dan dapat memicu
timbulnya tumor, hiperkatif pada anak-anak.
Penyebab kanker.
5. Red 2g Gatal-gatal dan ruam kulit
6. Azorubine Kanker hati
7. Fast Red E Lebih beresiko pada penderita hepatitis B kronik
dan kanker hati.
8. Amaranth Tumor, reaksi alergi pada pernafasan, hiperaktif
pada anak-anak.
9. Briliant Black BN Kanker hati
10. Brown FK Kanker hatii
11. Brown HT Kanker hati
12. Briliant Blue FCF Ruam kulit, hiperaktivitas
13. Patent Blue FCF Ruam kulit, dapat menyebabkan tumor ginjal
14. Green S Memicu asma, ruam kulit, hiperaktivitas
15. Fast Green FCF Reaksi alergi dan produksi tumor
16. Quinolin Yellow Meningkatkan resiko hiperaktivitas dan serangan
asma.
17. Erythrosine Mengakibatkan reaksi alergi seperti nafas pendek,
dada sesak, sakit kepala, dan iritasi kulit,
kemunduran kerja otak, menurunnya konsentrasi
belajar.
18. Indigotine Mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak
Sumber : Peraturan Menkes RI, No 722/Menkes/Per/IX/1988 dalam Cahyadi
(2009)

II.D Metode Pemisahan Pewarna Sintetik Dalam Makanan

Kromatografi secara luas digunakan untuk pemisahan pewarna

makanansintetik.Kromatografi kertas telah digunakan pada tahun 1950.Pada

tahun1970an, penggunaan KLT lebih disukai oleh banyak laboratorium.Teknik

inimasih digunakan oleh banyak laboratorium karena peralatan yang


digunakansederhana.Namun telah dikembangkan metode baru yang memberikan

keuntungan yang lebih besar, seperti HPLC dan elektroforesis kapiler

(Nollet,2004).

a. Kromatografi Kertas

Kromatografi kertas sesuai untuk pemisahan pewarna, tetapi metode ini

memakan banyak waktu. Selain itu, metode ini memberikan resolusi

yang jelek dan kadang-kadang bercak yang terbentuk tidak terdeteksi

dengan baik, menunjukkan terbentuknya ekor yang dapat mempengaruhi

harga Rf (Nollet, 2004).

b. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia.Lapisan

yang memisahkan, yang terdiri dari bahan yang berbutir-butir (fase

diam), ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam, atau

lapisan yang cocok.Campuran yang dipisah, berupa larutan, ditotolkan

berupa bercak atau pita (awal).Setelah plat atau lapisan ditaruh di dalam

bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase

gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan)

(Stahl, 1985).Kromatografi lapis tipis (KLT) telah banyak digunakan

pada analisis pewarna sintetik.KLT merupakan metode pemisahan yang

lebih mudah, lebih cepat, dan memberikan resolusi yang lebih baik

dibandingkan kromatografi kertas.KLT tidak sebaik HPLC untuk

pemisahan dan identifikasi, tetapi metode ini relatif sederhana dan dapat
digunakan untuk memisahkan campuran yang kompleks.Meskipun

demikian KLT tidak mahal dan dapat digunakan secaramudah di industri

makanan (Nollet, 2004).Pada hakekatnya KLT melibatkan dua fase: sifat

fase diam atau sifatlapisan, dan sifat fase gerak atau campuran larutan

pengembang (Gritter, dkk,1991).

1) Fase diam (larutan penjerap/ adsorben)

Pada semua prosedur kromatografi, kondisi optimum untuk

suatupemisahan merupakan hasil kecocokan antara fase diam dan fase

gerak. Pada KLT, fase diam harus mudah didapat (Sudjadi, 1986). Dua sifat

yang penting dari penjerap adalah besar partikel dan homogenitasnya,

karena adhesi terhadap penyokong sangat tergantung pada mereka.Besar

partikel yang biasa digunakanadalah 1-25 mikron. Partikel yang butirannya

sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu

alasan untuk menaikkan hasil pemisahanadalah menggunakan penjerap yang

butirannya halus (Sastrohamidjojo, 1991).

Penjerap yang umum ialah silika gel, aluminium oksida,

kieselgur,selulosa dan turunannya, poliamida dan lain-lain (Stahl,

1985).Silika gelmerupakan fase diam yang paling sering digunakan untuk

KLT (Sudjadi, 1986).Zat ini digunakan sebagai adsorben universal untuk

kromatografi senyawa netral,asam, dan basa (Roth, dan Blaschke, 1998).

2) Fase gerak (pelarut pengembang)


Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa

pelarut.Iabergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena

adagaya kapiler. Yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik

dan bila diperlukan, sistem pelarut multikomponen ini harus berupa

campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimal tiga komponen

(Stahl, 1985).Pada proses serapan, yang terjadi jika menggunakan silika gel,

aluminadan fase diam lainnya, pemilihan pelarut mengikuti aturan

kromatografi kolomserapan (Sudjadi, 1986). Memang agak sukar untuk

menemukan sistem pelarutyang cocok untuk pengembangan. Pemilihan

sistem pelarut yang dipakaididasarkan atas prinsip like dissolves like, tetapi

akan lebih cepat denganmengambil pengalamanan para peneliti, yaitu

dengan dasar pustaka yang sudahada (Adnan, 1997).

3) Identifikasi dan harga-harga Rf

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis

lebihbaik dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi-reaksi warna.

Tetapilazimnya untuk identifikasi menggunakan harga Rf(Sastrohamidjojo,

1991). Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan

sebagaifaktor retensi, Rf:

Jarak yang ditempuh senyawa terlarut


Harga Rf = ..
Jarak yang ditempuh pelarut

(Rumus 1)
Jarak yang ditempuh pelarut dapat diukur dengan mudah dan jarak

tempuhcuplikan diukur pada pusat bercak itu, atau pada titik kerapatan

maksimum(Sudjadi, 1986).

Angka Rf berjangka antara 0,00 & 1,00 dan hanya dapat

ditentukandengan dua desimal. Angka hRf ialah angka Rf dikalikan faktor

100 (h),menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100 (Stahl, 1985). Harga-

harga Rf untuksenyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-

harga standard(Sastrohamidjojo, 1991).

c. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Aplikasi pemisahan campuran zat warna dengan KCKT dilakukan

ketikametode konvensional tidak memberikan hasil yang

memuaskan.Saat ini kolomfase terbalik telah secara luas digunakan untuk

pemisahan dan kuantifikasipewarna sintetik (Nollet, 2004).Ekstraksi dari

makanan yang mengandung pewarna harus diupkan untukmengeringkan

dan melarutkan kembali ke dalam kolom KCKT (Nollet, 2004).

d. Elektroforesis kapiler

Dalam dekade terakhir ini, elektroforesis kapiler secara luas telah

digunakan danmenunjukkan teknik pemisahan yang menjanjikan.Oleh


karena itu, elektroforesiskapiler merupakan teknik yang ideal untuk

analisis multikomponen.Keuntungandari teknik ini adalah cepat,

sederhana, mudah, mudah untuk distel, selektif,membutuhkan solven

yang sedikit, waktu analisis cepat, biaya murah.Akan tetapiteknik ini

memiliki masalah terhadap hasil jika volume injeksi yang

digunakanterlalu kecil (Nollet, 2004).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.A Metode Penelitian

III.A.1 Tempat dan Waktu Penelitian

A. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di sekitar tempat tinggal dan sekolah-sekolah

dasar wilayah Kelurahan Buaran, Pamulang Kota Tangerang Selatan yaitu pada

makanan dan minuman jajanan anak-anak yang dijual oleh beberapa pedagang

jajanan, dimana di lokasi tersebut terdapat makanan dan minuman yang berwarna

mencolok yang diduga mengandung zat pewarna sintetik, disukai anak-anak dan

harga yang sangat terjangkau. Pemeriksaan zat warna dilakukan di Laboratorium

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor-Jawa Barat.

III.A.2 Rencana Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2015 sampaiDesember

2015.

III.B Populasi dan Sample

Populasi dalam penelitian ini adalah makanan dan minuman yang dibuat

sendiri oleh pedagang makanan dan minuman jajanan di sekitar wilayah tempat

tinggal dan sekolah-sekolah dasar Kelurahan Buaran, Pamulang Kota Tangerang

Selatan.Sampelnya adalah makanan dan minuman berwarnasebanyak 15sample

yaitu, 10 sampel makanan dan 5 sampel minuman yang dipilih dengan cara

purposive sampling berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan peneliti,


yaitu makanan dan minuman berwarna cerah dan mencolok yang diduga

mengandung pewarna sintetik (rhodamin B, methanil yellow dan guinea green B).

III.C Metode Pengumpulan Data

III.C.1 Data Primer

Data Primer diperoleh melalui pemeriksaan sampel jajanan anak-anak di

Laboratorium terhadap jenis dan kadar zat pewarna buatan yang terkandung pada

jajanan anak-anak yang beredar di wilayah Kelurahan Buaran Pamulang Kota

Tangerang Selatan.

III.D Penetapan Jenis dan Kadar Zat Pewarna

III.D.1 Peralatan

Pada penelitian alat yang digunakan yaitu gelas ukur , gelas beaker,

tabung erlemeyer, tabung reaksi,Lempeng KLT, timbangan analitik,

chamber (alat kromatografi), pipet tetes, waterbath, pipa kapiler, mortar,

pisau dan pembakar spirtus.

III.D.2Bahan

Bahan yang digunakan adalah sampel jajanan anak-anak yang biasa

dikonsumsi memiliki kriteria yang telah ditentukan, asam asetat, Larutan

ammonia, larutanbaku pembanding (rhodamin B, larutan methanyl


yellow, guinea green B), n- butanol, aquadest, benang wool bebas lemak,

eter, kertas saring dan larutan metanol.

III.E. Tahap Penelitian

Terdapat dua tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Tahapan preparasi sampel


2. Analisis secara kualitatif

a. Preparasi Sampel

Proses preparasi sampel dilakukan di Laboratorium. Prosedur

preparasi diantaranya:

Pengambilan sample:

a. Sebanyak 30-50 gram sampel makanan dan minuman dimasukkan

dalam gelas beker 100 mL.


b. Untuk sampel larutan diuapkan di atas waterbath sampai kering

sehingga diperoleh residu.

Pembuatan larutan uji:

1. 10 mL asam asetat 10% ditambahkan kemudian dimasukkan benang

wool bebas lemak secukupnya dipanaskan di atas nyala api kecil

selama 30 menit sambil diaduk.

2. Benang wool dipisahkan dari larutan dan dicuci dengan air dingin

berulang-ulang hingga bersih.


3. Pewarna dilarutkan dari benang wool dengan penambahan 25 mL

ammoniak 10% diatas penangas air.

4. Benang wool dipanaskan sampai luntur.

5. Benang wool dibuang.

c. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif yang digunakan adalah dengan Kromatrografi Lapis

Tipis.Analisis pewsrna sintetik dilakukan dengan pengujian sebanyak

dua kali (duplo).

Anda mungkin juga menyukai