LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU PADA BERBAGAI VARIASI C/N DAN JENIS LUMPUR
AKTIF
Abstrak
Penelitian produksi biogas dari kombinasi limbah cair industri tapioka dan limbah cair industri
tahu pada berbagai variasi c/n dan jenis lumpur aktif bertujuan untuk mengkaji pengaruh variasi
C/N dan Jenis lumpur aktif terhadap produksi biogas dan gas metana. Penelitian ini dilakukan
dengan mengkombinasikan limbah cair industri tapioka sebagai sumber karbon dan limbah
cair industri tahu sebagai sumber nitrogen pada beberapa rasio, yakni 20:1; 25:1; dan 30:1
dengan menggunakan mikroba rumen. Selain ini penelitian ini juga dilakukan dengan
mengkombinasikan limbah cair industri tapioka dan limbah cair industri tahu dengan rasio
dengan memvariasikan jenis lumpur aktif, yakni menggunakan lumpur aktif dari rumen sapi,
lumpur aktif limbah cair industri tapioka dan lumpur aktif limbah cair industri tahu pada rasio
C/N 30. Pada variasi C/N jumlah produksi biogas dan gas metana terbesar pada rasio C/N 20
dengan volume biogas sebesar 9798 mL dan gas metana 8175 mL selama 60 hari, sedangkan
pada variasi jenis lumpur aktif terbesar pada jenis lumpur aktif mikroba rumen sapi dengan
jumlah biogas dan gas metana masing- masing sebesar 9965 dan 8147 mL.
Kata kunci : Biogas, Co- digestion, Limbah cair industri tapioka, Limbah cair industri
tahu, Rasio C/N
Abstrak
The research of biogas production from combination of starch wastewater and tofu
wastewater at various C/N and types of activated sludge aims to assess the effect of variation
of C / N and type activated sludge to biogas and methane gas production. This research was
conducted by combining the starch wastewater as a carbon source and tofu wastewater as a
source of nitrogen in some ratio, 20: 1; 25: 1; and 30: 1 using rumen microbes. Besides this
research is also done by combining starch wastewater and tofu wastewater know the ratio by
varying the type of activated sludge, which uses activated sludge from the rumen of cows, the
activated sludge starch wastewater and activated sludge tofu wastewater the ratio of C / N
30. on the variation of C / N number of biogas production and methane biggest in C / N ratio
of 20 with biogas volume 9798 mL and 8175 mL of methane gas for 60 days, while in the
activated sludge largest species variation in the type of activated sludge microbial cow with
the amount of biogas and methane each of 9965 and 8147 mL.
Keyword: biogas, co-digestion, starch wastewater, tofu wastewater, C/N ratio
15000 10000
Volume Total
Volume Total
Metana (ml)
Biogas (ml)
10000
C/N 20 5000 C/N 20
5000
C/N 25 C/N 25
0 0
0 20 40 60 C/N 30 0 20 40 60 C/N 30
Waktu (Hari)
Waktu (Hari)
(a) (b)
Gambar 4. 1 Grafik Pengaruh Rasio C/N terhadap volume Biogas (a) dan volume Metana (b)fungsi
waktu Dekomposisi dengan mikroba rumen, F/M= 0,5
Dari grafik 4.1 (a) dan 4.1 (b) dapat Berdasarkan metode analisis statistika
disimpulkan bahwa kenaikan volume (ANOVA) yang telah dilakukan, nilai P
biogas berbanding lurus dengan banyaknya pada produksi biogas sebesar 0,821374
kenaikan gas metana yang dihasilkan. Pada sedangkan nilai Pada produksi metana
gambar diatas juga dapat disimpulkan sebesar 0,744152 . Jika dilihat dari nilai P
bahwa volume biogas terbesar dihasilkan pada produksi biogas dan metana didapat
oleh rasio C/N 30 dan volume metana kesimpulan bahwa rasio C/N tidak
terbesar dihasilkan oleh rasio C/N 20. memberikan pengaruh signifikan terhadap
Variasi C/N tidak memberikan hasil yang volume biogas dan gas metan yang
begitu signifikan terhadap volume biogas dihasilkan. Hubungan antara biogas dan
dan gas metan yang dihasilkan karena gas metan yang dihasilkan dapat dilihat
rasio optimum C/N berkisar antara 20:1 pada tabel 4.2 dan 4.3 dibawah ini:
sampai 30:1 (Deublein, 2008).
Tabel 4. 2 Pertambahan Volume Biogas Fungsi Waktu pada Rasio C/N 20, 25 dan 30
dV Biogas/dT
Hari
C/N 20 C/N 25 C/N 30
07 43 47 49
7 20 73 55 59
20 49 371 352 388
49 60 137 141 134
Tabel 4. 3 Pertambahan Volume Gas Metan Fungsi Waktu pada Rasio C/N
dV Metana/ dT
Hari
C/N 20 C/N 25 C/N 30
07 0 0 0
7 20 48 33 35
20 49 328 299 339
49 60 120 121 113
Tabel 4.2 dan 4.3 merupakan tabel Pada tabel 4.2 terlihat biogas sudah
pertambahan volume biogas dan gas metan mulai terbentuk pada hari ke 0 hingga hari
fungsi waktu pada rasio C/N 20, 25 dan ke 7. Sedangkan pada tabel 4.3 belum
30. Secara umum laju pembentukan biogas terlihat adanya pembetukan metan pada
dan gas metan memiliki kecenderungan hari ke 0 hingga ke 7. Hal ini dikarenakan
yang sama. Pada variabel rasio C/N ini, pada hari ke 0 hingga ke 7 belum terjadi
produksi biogas belum terlihat nyata tahapan metanogenesis oleh bakteri
sampai hari ke 20 karena adanya metanogen. Proses pembentukan biogas
adaptasidari bakteri penghasil biogas. Fase dan gas metan terdiri 4 tahapan yaitu
adaptasi bakteri (Lag phase) marupakan hidrolisis, acidogenesis, acetogenesis dan
fase bakteri untuk menyesuaikan dengan metanogenesis. Tahap metanogenesis
lingkungan baru. Dalam hal ini bakteri dari merupakan tahapan terakhir dalam proses
rumen menyesuaikan dengan kondisi pembentukan biogas. Pada tahapan ini
dalam substrat campuran limbah cair terjadi produksi metana dan karbon
tapioka dan limbah cair tahu. Setelah lag dioksida dari produk antara yang
phase produksi biogas terus meningkat dilakukan oleh bakteri metanogen. Produk
dengan cepat hingga mencapai puncak antara yang digunakan untuk membentuk
produksi karena bakteri mengalami fase metan adalah asetat yang merupakan
pertumbuhan (growth phase). Pada produk dari tahapan asetogenesis (Al Seadi
temperatur tertentu sel bakteri akan terus et al., 2008).
menerus membelah dengan waktu Pada gambar 4.2 b menunjukan
perkembangbiakan tertentu, tergantung volume gas metan kumulatif pada
pada jenis bakteri dan nutrisi yang kombinasi limbah cair tapioka dan limbah
tersedia. Pada akhirnya suplai nutrisi yang cair tahu dengan rasio C/N masing-masing
ada menjadi terbatas. Pembelahan bakteri adalah 20, 25 dan 30. Pada rasio C/N 20,
melambat dan mencapai suatu keadaan 25 dan 30 volume total gas metan yang
dimana tidak ada peningkatan jumlah dihasilkan secara berurutan adalah 8175
bakteri atau tidak ada peningkatan laju mL, 7445 mL dan 8147 mL. sehingga
volume gas metan (pada hari ke 50 dan didapat volume gas metan tertinggi yaitu
seterusnya). Fase ini disebut sebagai fase pada digester dengan rasio C/N 20.
stasioner (stationary phase) yang
menyebabkan produksi gas metan tidak Pengaruh Variasi lumpur aktif
mengalami kenaikan yang signifikan terhadap Volume Biogas dan Metana
seperti pada growth phase, melainkan yang dihasilkan
produksi biogas fluktuatif dan cenderung Lumpur aktif yang digunakan
stagnan. Pada fase terakhir, yaitu fase
berasal dari rumen sapi, lumpur aktif
kematian (death phase) mulai terjadi
penurunan jumlah bakteri, hingga bakteri limbah industri tapioka, dan lumpur aktif
mati seluruhnya hingga biogas tidak limbah industri tahu. Analisa dilakukan
dihasilkan kembali. Pada penelitian ini, pada rasio C/N 30 dan F/M = 0,5 yang
fase kematian dari bakteri belum terlihat diinkubasi selama 60 hari didalam
namun sudah muncul adanya fase biodigester. Pengaruh variasi lumpur aktif
stasioner. Dari tabel 4.2 dan 4.3 di atas terhadap volume biogas dan metana yang
juga dapat dilihat perbandingan
dihasilkan dapat dilihat pada tabel 4.4
pertambahan volume biogas dan gas
metan.
Tabel 4. 4 Pengaruh rasio C/N terhadap volume kumulatif biogas dan metana
15000 10000
10000
Rumen 5000 Rumen
(ml)
5000
(ml)
Tahu Tahu
0 Tapioka 0 Tapioka
0 20 40 60 0 20 40 60
Waktu (Hari)
Waktu (Hari)
(a) (b)
Gambar 4. 2 Grafik Pengaruh Variasi Lumpur Aktif terhadap Volume Kumulatif Biogas (a)
dan Volume Kumulatif Metana (b)VS Waktu Dekomposisi dengan Rasio C/N 30, F/M= 0,5
Dari gambar grafik 4.2 a dan 4.2 b Nilai P pada produksi biogas sebesar
dapat dilihat bahwa tren grafik yang 0,009412, sedangkan pada produksi
dihasilkan hampir memiliki kesamaan satu metana sebesar 0,008331.
sama lain, hal ini karena biogas memiliki
kandungan utama gas Metana dan Pada gambar 4.2 dapat dilihat
CO2(Deublein & Steinhauser, 2008). perbandingan jumlah produksi gas metana
Semakin besar volume biogas yang yang dihasilkan terhadap waktu inkubasi
dihasilkan maka volume gas metana yang pada jenis mikroba. Hingga hari ke 7
diperoleh juga semakin besar. waktu inkubasi, laju pertambahan volume
Salah satu faktor yang gas metana sangat lambat dan nampak
mempengaruhi proses produksi biogas sama. Pada hari ke 8 sampai dengan hari
adalah variasi mikroba atau lumpur aktif ke 20 laju pertambahan volume gas metana
yang digunakan (Yulistiawati, 2008). Jika sudah terlihat mengalami peningkatan.
dilihat pada grafik diatas, variasi jenis Setelah 20 hari baru terlihat adanya
lumpur aktif memiliki pengaruh yang peningkatan gas metana yang dihasilkan
signifikan. Hal ini diperkuat dengan hasil secara signifikan.
analisa anova metana. Berdasarkan metode Metana yang dihasilkan pun
analisis statistika (ANOVA) yang telah bervariasi dengan kehadiran mikroba itu
dilakukan, didapat kesimpulan bahwa sendiri. Jenis mikroba yang digunakan
variasi lumpur aktif dalam produksi biogas adalah mikroba pada rumen, mikroba pada
berpengaruh signifikan terhadap volume lumpur aktif limbah industri tahu, dan
biogas dan gas metan yang dihasilkan. Hal mikroba pada lumpur aktif limbah industri
ini menjadi penguat dari hasil penelitian tapioka. Untuk mikroba pada rumen
yang telah dilakukan. Signifikan tidaknya volume gas metana yang dihasilkan adalah
pengaruh variabel terhadap hasil yang 8147 mL, sedangkan untuk mikroba pada
diperoleh dapat dilihat dari nilai P nya. limbah tahu volume yang dihasilkan
adalah 5586 mL dan untuk mikroba pada
limbah tapioka volume gas metana yang 0.5 akan menyebabkan substrat bias jadi
dihasilkan adalah 5850 mL. Dari uraian memiliki pH yang sangat asam dibawah 5.
tersebut dapat disimpulkan bahwa mikroba pH yang sangat asam ini dapat
yang paling optimum adalah menggunakan menghambat pertumbuhan bakteri
mikroba rumen. Hal ini disebabkan karena pembentukan metana yang mmbutuhkan
faktor pH. Menurut Seadi et al., (2008) pH operasi optimum antara 6.5-8.0.
nilai pH optimum pada kondisi mesofilik
untuk pembentukan gas metana adalah Pengaruh Variasi C/N terhadap
diantara 6.5-8.0. pH rumen bervariasi Penurunan Kadar COD
antara 5.5-7.5 dan variasi ini dipengaruhi Dalam penelitian ini, kadar COD
oleh diet dan frekuensi makanan sesuai dari sampel diukur setiap 7 hari sekali
dengan spesies ruminansia yang berbeda- selama 60 hari menggunakan
beda (Franzolin et al., 2010). Sedangkan spektrofotometri. Metode yang digunakan
pH lumpur aktif tapioka adalah 4.5 (J. merupakan metode SNI 06-6989.2-2004.
Fettig, 2013) dan pH lumpur aktif tahu Untuk penentuan nilai COD, hampir
adalah 4.11 (Damayanti dkk., 2004). semua komponen organik karbon yang
Variabel yang menggunakan rumen didegradasi menjadi CO2 dan H2O
sebagai sumber mikroba akan menggunakan agen pengoksidasi, dalam
menghasilkan volume gas metana yang hal ini potassium dichromate, dan
lebih banyak daripada menggunakan konsumsi oksigen diukur (P.J. Jorgensen,
lumpur tapioka atau tahu. Hal ini 2008). Hasil yang didapatkan dari
dikarenakan mikroba rumenlah yang pengukuran CODCr setiap sampel
memiliki pH mendekati pH optimum ditampilkan pada tabel berikut:
pembentukan gas metana. Tabel 4. 5 Pengaruh Variasi Rasio C/N
Pembuatan biogas dengan pada Penurunan Kadar COD dengan
menggunakan mikroba yang ada pada Menggunakan Mikroba Rumen, F/M = 0,5
lumpur aktif tapioka menghasilkan volume
Hari Perubahan COD (mg/L)
gas metana yang lebih kecil daripada
C/N 20 C/N 25 C/N 30
menggunakan mikroba rumen. Hal ini
0-7 892 537 613
dikarenakan lumpur tapioka memiliki pH
7 - 20 2685 4081 4283
4.5 yang menyebabkan proses fermentasi
20 - 49 3848 3744 4024
berjalan pada kondisi asam sehingga
49 - 60 1204 1466 1505
aktivitas bakteri pada acidogenic lebih
dominan dibanding bakteri metanaogen.
Tabel 4.5 merupakan tabel hubungan
Kondisi ini yang menyebabkan terlalu
antara penurunan COD terhadap waktu
banyak asam-asam organik yang terbentuk
inkubasi. Dari tabel 4.5 tersebut dapat
pada tahap asedogenesis yang
dilihat bahwa penurunan COD paling
menyebabkan penimbunan asam asetat
besar terjadi pada hari ke 7 -49. Hal ini
yang berlebih pada tahap asetogenesis,
disebabkan karena pada hari ke 7 -49
beban asam organic yang harus diuraikan
merupakan fase pertumbuhan dari bakteri.
bakteri metanaogen terlalu besar sehingga
Pada fase pertumbuhan ini bakteri akan
pembentukan biogas kurang sempurna
terus menerus membelah sehingga jumlah
(Sathianathan, 1975).
bakteri yang ada juga semakin banyak.
Hal ini juga terjadi pada mikroba
Banyaknya bakteri akan meningkatkan
lumpur tahu. Lumpur tahu yang memiliki
aktivitas penguraian senyawa kompleks
pH sekitar 4.11 ketika dicampur dengan
oleh mikroba. Meningkatnya aktivitas
substrat kombinasi limbah industri tapioka
penguraian ini akan diiringi dengan
dan limbah industri tahu dengan rasio F/M
penurunan COD.
89,4%. Hal ini dikarenakan semakin tinggi
12000 rasio C/N maka bahan organik dalam
10000 substrat akan semakin besar, sehingga
COD (mg/L)
8000
metana dan total biogas. Penurunan COD
6000 C/N 30, Rumen menandakan adanya konsumsi asam untuk
4000 C/N 20, Rumen produksi metana (Saputra, Triatmojo, &
2000 C/N 25, Rumen Pertiwiningrum, 2010). Kadar COD akhir
produksi biogas lebih kecil dibandingkan
0
dengan awal periode produksi, berarti
0 5000 10000
Volume Biogas (ml) selama masa periode produksi biogas
terjadi penurunan kadar COD (Gambar
Gambar 4. 5 Hubungan Pertambahan 4.7).
Volume Biogas yang dihasilkan terhadap Proses digesti anaerobik mampu
Pengurangan Kadar COD menurunkan kandungan COD bahan isian,
sehingga dengan kata lain proses digesti
anaerobik mampu menurunkan beban jurnalnya yang terbit pada Buletin
cemaran dari kombinasi limbah tapioka Peternakan Vol. 34(2): 114-122, Juni 2010
dan tahu dengan rumen sapi. Penurunan menyebutkan bahwa semakin banyak
kadar COD dalam digesti anaerobik volume biogas yang terbentuk maka
menunjukkan bahwa material selain asam penurunan kandungan COD semakin
dapat terdegradasi. Dapat dikatakan bahwa besar. Pertambahan volume biogas
proses degradasi bahan organik kompleks terhadap pengurangan kadar COD terurai
menjadi metana dan biogas berjalan untuk lebih jelasnya dapat diamati pada
efektif. tabel dibawah ini:
Dalam berbagai teori seperti yang
ditulis oleh Trisno Saputra dkk, dalam
Tabel 4. 7 Pertambahan Volume Biogas yang dihasilkan terhadap Pengurangan
Kadar COD pada Waktu Tertentu
dV Biogas/dCOD (ml/mg)
Hari C/N 20 C/N 25 C/N 30 C/N 30 C/N 30
Rumen Rumen Rumen Tahu Tapioka
0-7 0,336 0,612 0,563 0,325 0,266
7 - 20 0,351 0,176 0,180 0,304 0,395
20 - 49 1,833 1,788 1,833 1,554 1,709
49 - 60 1,211 1,058 0,981 1,775 1,407
Dari tabel 4.7 dapat terlihat bahwa yield substrat terhadap produk biogas terbanyak
dalam penelitian ini adalah sebesar 1,833 mL biogas/ Kg COD atau 1833 liter biogas/kgCOD
yang dicapai pada hari ke 20 hingga hari ke 49 pada fase stasionernya. Yield substrat
terhadap produk biogas terbanyak pada rasio C/N 20 dan 30 dengan menggunakan mikroba
rumen. Co-digestion mempunyai keseimbangan nutrisi dan kerja digester lebih baik sehingga
kemampuan dalam memproduksi biogas lebih tinggi. (Wu, 2007) dengan adanya combinasi
dari limbah cair industri tapioka dan limbah cair industri menyebabkan yield substrat
terhadap produk biogas semakin banyak.
12000
10000
C/N 30, Tahu
COD (mg/L)
8000
C/N 30, Tapioka
6000
C/N 30, Rumen
4000
C/N 20, Rumen
2000
C/N 25, Rumen
0
0 5000 10000
Volume Biogas (ml)