Anda di halaman 1dari 13

Analisis Wacana Bahasa Indonesia

Disusun Oleh:

Kelompok : Kelompok 1 (Satu)

1.Rara Elisyah Pamela (2011112283)


2.Ike Ardila (2011112286)
3.Dina Sarwinda (2011112302)

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Palembang

Tahun Ajaran 2013/2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah STW, yang karena
bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah makalah yang
berjudul Jenis dan Manfaat Semantik Serta Semantik dalam Linguistik.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dalam jangka waktu
tertentu sehingga menghasilkan karya yang bisa dipertanggungjawabkan
hasilnya. Saya mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah
membantu saya dalam menghadapi berbagai tantangan dalam
penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang
mendasar pada makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca
untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kemajuan ilmu pengetahuan ini. Terima kasih, dan semoga makalah ini
bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR................................................................................................
...
DAFTAR
ISI.................................................................................................................
.
BAB I Pendahuluan
A. Latar
Belakang..................................................................................................
.....
B. Rumusan
Masalah.................................................................................................
C. Tujuan.......................................................................................................
............
BAB II ISI

A. Pengertian
Wacana.................................................................................................

B. Batasan
Wacana.....................................................................................................

C. Struktur
Wacana.....................................................................................................

D. Organisasi
Wacana.................................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...............................................................................................
.............
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sepanjang hidupnya, manusia hampir- hampir tidak dapat lepas dari peristiwa
komunikasi. Di dalam berkomunkasi manusia memerlukan sarana sebagai pengungkap ide,
gagasan, isi pikiran, maksud, tujuan, keinginan, penjelasan, dan sebagainya. Sarana yang
paling utama dan vital untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah bahasa. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa fungsi bahasa paling utama adalah sebagai sarana komunikasi.
Studi bahasa yang idealnya mencakup seluruh aspek dan komponen kebahasaan yang ada
sesuai dengan kenyataan pemakaian bahasa. Studi tentang bahasa yang hanya didasarkan atas
pendekatan linguistik dan gramatika bahasa dirasakan oleh para ahli memiliki keterbatasan-
keterbatasan, terutama mengenai kesesuaian dengan kenyataan pemakaian bahasa karena
hanya mampu meganalisis dan mengungkapkan persoalan bahasa sampai pada tataran
gramatikal. Padahal, aspek kebahasaan berupa wacana sangat penting dan tidak kalah penting
apa bila dibandingkan dengan aspek kebahasaan yang lain. Berdasarkan hal tersebut,
pengkajian bahasa berdasarkan pendekatan pragmatik terhadap komponen kebahasaan yang
lebih besar , yakni wacana semakin diminati. Analisis wacana sebagai suatu disiplin ilmu
mencapai masa pemantapannya pada dekade 1980-an. Sejumlah bukti teks mengenai analisis
wacana terbit pada saat itu, seperti Larsen-Freeman (1980), Stubbs (1983). Brown and Yule
(1983), dan Van Dijk (1985). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kajian bidang ini
tergolong masih baru. Dengan demikian teori- teori pendukung studi wacana belum sebanyak
teori yang mendukung aspek- aspek kebahasaan yang lain.
Pragmatik pada dasarnya membahas tentang penafsiran wacana yang dikehendaki oleh
penutur. Hal-hal yang dikaji dalam pragmatik diperlukan juga dalam analisis wacana.
Analisis wacana (discourse analysis) membahas mengenai cara pemakai bahasa mencerna hal
yang ditulis oleh para penulis dalam buku-buku teks, memahami hal yang disampaikan
penyapa secara lisan dalam percakapan, dan mengenal wacana yang koheren dan yang tidak
koheren. Namun studi wacana berdasarkan pendekatan pragmatik tidak mungkin
mengabaikan pemanfaatan pendekatan linguistik karena komponen- komponen yang
membangun wacana adalah komponen linguistik pula.
Atas dasar pentingnya studi kebahasaan pada aspek wacana, pada kesempatan ini akan
dikemukakan pembahasan mengenai analisis wacana sebagai bentuk studi kebahasaan pada
tataran wacana yang menduduki fungsinya sebagai alat komunikasi. Penyelidikan tentang
wacana membuka bidang- bidang yang tidak dibatasi dan saling menembus atau berhubungan
dengan disiplin ilmu bahasa yang lain. Jika kita membahas analisis wacana secara
menyeluruh dan dengan pendekatan dari segala sudut, kemungkinan akan menghasilkan
tulisan yang beratus- ratus lembar karena luasnya cakupan kajian tentang analisis wacana. Di
hampir seluruh perguruan tinggi jurusan bahasa menempatkan kajian analisis wacana menjadi
satu mata kuliah tersendiri. Oleh karena itu, perlu adanya batasan dalam membahas analisis
wacana.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian wacana menurut umum dan para ahli?
2. Bagaimana batasan-batasan wacana?
3. Bagaimana struktur-struktur wacana?
4. Bagaimana organisasi wacana?

C. Tujuan
1. Agar mengetahui apa itu wacana.
2. Agar mengetahui apa saja batasan-batasan wacana.
3. Agar mengetahui struktu-struktur wacana.
4. Agar mengetahui organisasi apa saja yang ada dalam wacana.
BAB II
ISI

A. Pengertian Wacana

Wacana berasal dari bahasa Inggris discourse, yang artinya antara lain
Kemampuan untuk maju menurut urutan-urutan yang teratur dan
semestinya. Pengertian lain, yaitu Komunikasi buah pikiran, baik lisan
maupun tulisan, yang resmi dan teratur. Jadi, wacana dapat diartikan
adalah sebuah tulisan yang teratur menurut urut-urutan yang semestinya
atau logis. (Pengertian wacana dan wacana naratif: Linarfad).

Selain pengertian di atas istilah wacana juga dapat diartikan, yakni


wacana berasal dari bahasa Sansekerta wac/ wak/ vak, artinya berkata,
berucap ( Douglas, 1967:266). Bila dilihat dari jenisnya, kata wac dalam
morfologi bahasa Sansekerta, termasuk kata kerja golongan III
parasmaepada (m) yang bersifat aktif, yaitu melakukan tindakan ujar.
Kata tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi wacana. Bentuk
ana yang muncul di belakang adalah sufiks ( akhiran) yang bermakna
membedakan (nominalisasi). Jadi, kata wacana dapat diartikan sebagai
perkataan atau tuturan. (Cenya: Arti Wacana).

Pengertian Wacana Menurut Para Ahli


1. Menurut Harimurti Kridalaksana, wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap
dan merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar dalam hierarki gramatikal.
(1983:179 dalam Sumarlam, 2009:5).
2. Henry Guntur Tarigan (1987:27) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa
yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi
yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat
disampaikan secara lisan atau tertulis.
3. James Deese dalam karyanya Thought into Speech: the Psychology of a Language
(1984:72, sebagaimana dikutip ulang oleh Sumarlam, 2009:6) menyatakan bahwa wacana
adalah seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa
kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca. Kohesi atau kepaduan itu sendiri
harus muncul dari isi wacana, tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan oleh
penyimak atau pembaca harus muncul dari cara pengutaraan, yaitu pengutaraan wacana
itu.
4. Fatimah Djajasudarma (1994:1) mengemukakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat
yang berkaitan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain,
membentuk satu kesatuan, proposisi sebagai isi konsep yang masih kasar yang akan
melahirkan pernyataan (statement) dalam bentuk kalimat atau wacana.
5. Hasan Alwi, dkk (2000:41) menjelaskan pengertian wacana sebagai rentetan kalimat
yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat
itu. Dengan demikian sebuah rentetan kalimat tidak dapat disebut wacana jika tidak ada
keserasian makna. Sebaliknya, rentetan kalimat membentuk wacana karena dari rentetan
tersebut terbentuk makna yang serasi.
6. I.G.N. Oka dan Suparno (1994:31) menyebutkan wacana adalah satuan bahasa yang
membawa amanat yang lengkap.
7. Sumarlam, dkk (2009:15) menyimpulkan dari beberapa pendapat bahwa wacana adalah
satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khotbah,
dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis,
yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk bersifat kohesif, saling terkait dan dari
struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu.
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai batasan wacana di atas pengertian wacana
adalah satuan bahasa lisan maupun tulis yang memiliki keterkaitan atau keruntutan antar
bagian (kohesi), keterpaduan (koheren), dan bermakna (meaningful), digunakan untuk
berkomunikasi dalam konteks sosial. Berdasarkan pegertian tersebut, persyaratan
terbentuknya wacana adalah penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau
rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang
berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu,
prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).
Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik
yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya
disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang
diungkapkan.

B. Batasan Wacana

Wacana adalah suatu peristiwa yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam prilaku
linguistic (atau yang lainya). (Edmondson, 1981 : 4)

Wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa ; dengan perkataan
lain unit-unit linguistic yang lebih besar dari pada kalimat atau klausa, ( stubbs, 1983 : 10)

Wacana adalah seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu
rasa kohesi bagi pembaca penyimak. (desee, 1984 : 72)

Wacana adalah satuan bahasa terlengkap; dalam heraki gramatikal merupakan satuan
gramatikal tinggi atau terbesar.

Demikianlah, telah kita utarakan uraian pengertian, atau batasan wacana yang kita ambil
dari berbagai sumber. Dari sumber-sumber itu dapat kita lihat adanya persamaan dan
perbedaan pendapat dari berbagai pakar atau penulis.

Dari sumber-sumber tersebut dapat kita lihat adanya unsure-unsur penting wacana
sebagai berikut:

1. Satuan bahasa
2. Terlengkap/terbesar/klausa
3. Diatas kalimat/klausa
4. Teratur/tersusun rapi/rasa kohesi
5. Berkesinambungan/kontinuitas
6. Rasa kohesi/rasa kepaduan
7. Lisan/tulis
8. Awal dan akhir yang nyata

C. Struktur Wacana

Suatu wacana dituntut memiliki keutuhan struktur. Keutuhan itu sendiri


dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu
organisasi kewacanaan. Organisasi inilah yang disebut sebagai struktur
wacana. Sebagai sebuah organisasi, struktur wacana dapat diurai atau
dideskripsikan bagian-bagiannya.
Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus
mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan
kepaduan (coherent).Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat
dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan,
sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun
secara teratur dan sistematis sehingga menunjukkan kerunutan ide yang
diungkapkan. (Pengertian wacana: Histats)
Selain itu Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat
sebuah wacana menjadi kohesif, antara lain: Pertama, konjungsi, yakni
alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat; atau
menghubungkan paragraf dengan paragraf. Kedua, menggunakan kata
ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis sehingga
bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang melainkan menggunakan
kata ganti. Ketiga, menggunakan elipsis, yaitu penghilangan bagian
kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain. (Djajasudarma: 2012)
Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan
koheren dapat juga dibuat dengan bantuan berbagai aspek semantik,
antara lain: Pertama, menggunakan hubungan pertentangan pada kedua
bagian kalimat yang terdapat dalam wacana itu. Kedua, menggunakan
hubungan generik - spesifik; atau sebaliknya spesifik - generik. Ketiga,
menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat;
atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Keempat,
menggunakan hubungan sebab - akibat di antara isi kedua bagian
kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Kelima,
menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Keenam,
menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat
atau pada dua kalimat dalam satu wacana. (Pengertian wacana: Itha
Sartika)

D. Organisasi Wacana
Istilah Organizational Discourse berkonotasi berbagai perspektif yang
diambil dari berbagai disiplin ilmu di mana fokus utama adalah peran
bahasa dalam pengaturan organisasi (Grant, Hardy, Oswick, dan Putnam,
2004). Wacana dalam konteks ini termasuk bukan hanya bagaimana
kita bicara tentang hal-hal di sekitar sini, tetapi setiap bentuk komunikasi
berbasis bahasa. Sebagai contoh, percakapan, narasi resmi, cerita,
obrolan kantor, dokumen, dan plak di dinding. Mereka dapat terjadi pada
tingkat mikro lebih, seperti interaksi interpersonal atau kelompok kecil,
atau pada tingkat makro lebih seperti dokumen kebijakan, rencana
strategis, dan posisi ruang rapat. Wacana dari masa lalu juga dapat
membentuk perilaku sekarang dan masa depan dalam bentuk
kepercayaan masyarakat dibentuk, teori, dan cerita tentang hal-hal.
Misalnya, narasi Newton tentang alam semesta mekanis masih
membentuk cara banyak manajer berpikir tentang organisasi dan
perubahan.
Meskipun pendekatan untuk Organisasi Wacana dalam komunitas
ilmiah mencakup berbagai orientasi, bagian signifikan dari lapangan
merangkul salah satu atau kedua konstruksionis sosial dan perspektif
kritis. Kami percaya dua perspektif, khususnya, berhubungan dengan
asumsi utama yang mendasari praktik OD banyak tepi terkemuka.
Khususnya, mereka alamat bagaimana bahasa, cerita, percakapan,
teks dan sebagainya mempengaruhi perilaku organisasi dan bentuk pola
pikir anggota organisasi . Mereka juga menarik perhatian pada proses
yang membangun makna sosial bersama dan kesepakatan dalam
organisasi sementara menyatakan bahwa tidak ada realitas, independen
objektif. Sebaliknya, ada beberapa realitas sosial yang menawarkan
pemahaman alternatif fenomena organisasi. Akhirnya, mereka
menekankan bagaimana kekuasaan dan proses politik yang digunakan
untuk membangun baru realitas atau disukai pemandangan dunia,
sehingga menguntungkan kepentingan dan kepercayaan dari beberapa
anggota organisasi lebih dari orang lain.

BAB III

A. Kesimpulan
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap daripada fonem, morfem,
kata, klausa, kalimat dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang
berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata,
disampaikan secara lisan atau tertulis ini dapat berupa ucapan lisan dan
dapat juga berupa tulisan, tetapi persyaratanya harus dalam satu
rangkaian dan dibentuk oleh lebih dari sebuah kalimat.

Struktur wacana adalah keutuhan yang terbangun atau terbentuk oleh


komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.

DAFTAR ISI
Anton M. Moeliono (ed). 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Henry Guntur Tarigan. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
I.G.D Oka dan Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Depdikbud.
Sumarlam, dkk. 2009. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta:
Pustaka Cakra Surakarta.
http://efoel-lintang.blogspot.com/2013/06/makalah-wacana-bahasa-
indonesia.html Kamis, 27 Juni 2013

Anda mungkin juga menyukai